OLEH:
Usnea sp.
2.1.1 Klasifikasi tanaman kayu angin(1):
Divisi : Thallophyta
Subdivisi : Lichenes
Kelas : Ascolichenes
Ordo : Discocarpineae
Famili : Usneaceae
Genus : Usnea
Spesies : Usnea sp.
2.1.2 Morfologi
Usnea sp. Termasuk tanaman epifit tahunan, hidup menempel
pada pohon yang keras. Thalus seperti benang, tegak atau
bergantungan, tanpa rhizoid-rhizoid dan melekat pada substrat dengan
suatu cakram pelekat yang berasal dari lapisan teras (empulur). Thalus
bercabang-cabang yang bentuknya seperti serabut, kulit seperti
tanduk, rapuh terdiri atas hipa-hipa berdinding tebal, bersepta, dan
tegak lurus pada poros bujur. Lapis teras (empulur) terdiri atas dua
bagian: (1) Bagian luar seperti jarring laba-laba, lepas terdiri dari hifa-
hifa berdinding tipis, (2) Bagian dalam seperti tanduk, merupakan
suatu bagian yang mudah dipisahkan dari lapis teras yang luar (2).
2.1.3 Habitat dan Distribusi
Usnea sp merupakan salah satu spesis lichen yang termasuk
dalam suku usneaceae. Usnea sp terdapat di daerah pegunungan di
Indonesia, Malaysia, India, China, Jepang, Eropa, Amerika, Afrika,
Amerika Tengah, Australia, dan Selandia Baru, Inggris. Di Indonesia,
Usnea sp dapat ditemukan hampir semua pegunungan dengan
ketinggian mulai 1000 m dari permukaan laut. Di Jawa Usnea sp
ditemukan di pegunungan antara lain di Cibodas, Jawa Barat, dan
pegunungan Jawa Timur. Di Sumatera ditemukan dikaki gunung
Kerinci (3).
2.4 Bioaktivitas
2.4.1 Bioaktivitas Ekstrak
Usnea dapat digunakan sebagai antibiotik, inhibitor garam positif
termasuk positif TB, staphylococcus, streprococcus dan
pneumonococcus.Selain itu, juga dapat digunakan sebagai anti-
inflamasi, analgesik, antikanker karena mengandung asam usnat.
Ekstrak metanol dari Usnea rubrotincta memiliki aktivitas antioksidan
dan antibakteri terhadap S. aureus dan B. subtilis. Ekstrak aseton dari
Usnea rubrotincta memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri
terhadap S. aureus dan B. subtilis karena mengandung senyawa asam
usnat dan antranorin (3).
2.4.2 Bioaktivitas Metabolit Sekunder
Usnea sp yang merupakan salah satu genus dari lichen yang
menghasilkan metabolit sekunder yang telah diketahui memiliki
banyak aktivitas farmakologis sebagai antibakteri, antiprotozoal,
antisitotoksik, antiproliferasi, antioksidan dan antiinflamasi [1]. Di
antara aktivitas tersebut yang berperan terhadap proses penyembuhan
luka bakar adalah anti-inflamasi dan anti bakteri. Kandungan kimia
yang terdapat pada Usnea sp yaitu fenol, quinon, dibenzofuran,
depsidon, γ-lakton, turunan asam pulvinat dan xanton (5).
2.6 Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran
atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali
zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau
cocok. Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam
proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup
besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak
meninggalkan zat pengotor pada kristal, dan mudah dipisahkan dari
kristalnya. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan
antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau
pencemarnya. Larutan yang terbentuk dipisahkan satu sama lain,
kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara
menjenuhkannya (mencapai kondisi supersaturasi atau larutan lewat
jenuh). Secara toritis ada 4 metoda untuk menciptakan supersaturasi
dengan mengubah temperatur, menguapkan solven, reaksi kimia, dan
mengubah komposisi solven(7).
2.7 Kromatografi
Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan
alikuot kecil sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT),
untuk membentuk zona awal. Kemudian sampel dikeringkan. Ujung fase
diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke dalam fase gerak (pelarut
tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) di dalam
chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih dengan benar, campuran
komponen-komponen sampel bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda
selama pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hal ini disebut dengan
pengembangan kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak sampai
jarak yang diinginkan, fase diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam
lempeng dikeringkan, dan zona yang dihasilkan dideteksi secara
langsung (visual) atau di bawah sinar ultraviolet (UV) baik dengan atau
tanpa penambahan pereaksi penampak noda yang cocok(8).
Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan
beberapa kali menggunakan beberapa eluen dengan tingkat kepolaran
yang berbeda untuk mendapatkan pelarut yang mampu memberikan
pemisahan yang baik serta noda zat warna yang bagus. Bercak pada plat
KLT dimonitor di bawah lampu UV 254 nm dan UV 365 nm. Penentuan
golongan senyawa pada uji KLT dilakukan dengan penyemprotan plat
KLT dengan beberapa pereaksi. Komponen kimia yang yang dievaluasi
dari ekstrak meliputi uji alkaloid, fenol, terpenoid, dan flavonoid dengan
menggunakan pereaksi Dragendorff ’s reagent, FeCl3 , dan Vanilin Asam
Sulfat, secara berturut-turut(9).
.
III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
A. Alat
Sokhlet, labu destilasi 250 mL, kondensor, mantel pemanas,
Erlenmeyer 125 mL 2 buah, dan rotary evaporator.
B. Bahan
Kayu angin (Usnea sp.) 100 g, heksana, kertas saring, etil asetat, dan
metanol.
B. Dokumentasi
Totolkan sampel dan asam usnat pembanding pada plat KLT, lalu
masukkan ke dalam chamber
Tuang reagen FeCl3 atau ANS ke dalam wadah datar, lalu plat KLT
dicelup kemudian diangkat dan didiamkan hingga kering.
5.2 Saran
1. Saat melaukan sokhletasi, dianjurkan untuk menggunakan pelarut
setidaknya 2,5x siklus sokhlet.
2. Gunakan penampak noda agar identifikasi senyawa tepat.
3. Lakukan penjenuhan chamber dengan menggunakan kertas saring.
4. Selalu menggunakan handscoon, masker, jaslab, dan sepatu tertutup
saat melaksanakan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijayanti EL. Uji Daya Antibakteri Ekstrak Aseton Kayu Angin (Usnea
sp.) Terhadap Bakteri Pseudomonas aeroginosa dan Bacillus subtilis.
Universitas Sanata Dharma; 2005.
2. Miharjo S. Pemanfaatan Ekstrak Kayu Angin (Usnea sp) Sebagai
Antibakteri Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Universitas
Diponegoro; 1996.
3. Marlina T, Dini I, Maryono. Isolasi Senyawa Alkaloid dari Fraksi Ekstrak
Kloroform. 2017;137–40.
4. Jannah M, Afifah N. STUDI KAYU ANGIN (Usnea spp.) SEBAGAI
BAHAN OBAT TRADISIONAL Studi Kasus: Pasar Tradisional Kota
Jakarta. Teknosains Media Inf Sains Dan Teknol. 2020;14(1).
5. Fitriani L, Melisa, Saputra F, Zaini E. Studi Awal Sediaan Gel Ekstrak
Etanol Kayu Angin (Usnea Sp) untuk Penyembuhan Luka Bakar. J Sains
Farm Klin. 2018;5(2):83–7.
6. Anam C, Agustini T, Romadhon R. Pengaruh Pelarut Yang Berbeda Pada
Ekstraksi Spirulina Platensis Serbuk Sebagai Antioksidan Dengan Metode
Soxhletasi. J Pengolah dan Bioteknol Has Perikan. 2014;3(4):106–12.
7. Rositawati A., Taslim C., Soetrisnanto D. Rekristalisasi Garam Rakyat Dari
Daerah Demak Untuk Mencapai SNI Garam Industri. J Teknol Kim dan
Ind. 2013;2(4):217–25.
8. Wulandari L. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: Taman Kampus Presindo;
2011.
9. Alen Y, Agresa FL, Yuliandra Y. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dan Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Rebung Schizostachyum
brachycladum Kurz (Kurz) pada Mencit Putih Jantan. J Sains Farm Klin.
2017;3(2):146–52.