Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM


OBJEK IV
ISOLASI TRITERPENOID DARI PEGAGAN
(Centella asiatica L.)

OLEH:

NAMA : NORIZZA FAJRAROZA


NO.BP : 1911012032
HARI/TANGGAL : SENIN, 29 MARET 2021
SHIFT : 1 (SATU)

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
ISOLASI TRITERPENOID DARI PEGAGAN
(Centella asiatica L.)

I. TUJUAN
1. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi triterpenoid.
2. Mengetahui cara mengidentifikasi triterpenoid.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Botani

Centella asiatica L.
2.1.1 Klasifikasi tanaman pegagan(1):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Umbillales
Famili : Umbilliferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Spesies : Centella asiatica L.

2.1.2 Morfologi
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) merupakan tanaman
herba tahunan yang tumbuh di daerah tropis dan berbunga sepanjang
tahun. Bentuk daunnya bulat seperti ginjal manusia, batangnya lunak
dan beruas, serta menjalar hingga mencapai satu meter. Pada tiap ruas
tumbuh akar dan daun dengan tangkai daun panjang sekitar 5– 15 cm
dan akar berwarna putih, dengan rimpang pendek dan stolon yang
merayap dengan panjang 10–80 cm. Tinggi tanaman berkisar antara
5,39–13,3 cm, dengan jumlah daun berkisar antara 5–8,7 untuk
tanaman induk dan 2–5 daun pada anakannya. Pegagan (Centella
asiatica (L.) Urban.) mempunyai batang yang pendek, sehingga
dianggap tidak mempunyai batang, dari batang tersebut tumbuh
geragih atau stolon yang tumbuh horizontal di atas tanah dan berbuku-
buku. Dari buku yang menyentuh tanah tersebut keluar akar dan tunas
yang akan tumbuh menjadi tanaman baru(2).
2.1.3 Habitat dan Distribusi
Tanaman pegagan di habitat aslinya banyak tumbuh di ladang,
perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan. Tanaman yang berasal
dari Asia tropik ini menyukai tanah yang agak lembab, cukup sinar
atau agak terlindung. Pegagan mempunyai kisaran agroekologi yang
luas dari dataran rendah hingga dataran tinggi sampai dengan
ketinggian 2500 m dpl.8 Masyarakat umumnya membiarkan
pertumbuhan pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) di pematang
sawah mereka, bahkan terkadang banyak yang menganggap pegagan
(Centella asiatica (L.) Urban.) sebagai hama sehingga adanya
tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) pada persawahan
mereka sering dimusnahkan. Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.)
merupakan tanaman kosmopolit yang dapat ditemukan di dataran
rendah hingga dataran tinggi, pada tanah lembap maupun berpasir,
ternaungi maupun di lahan terbuka, sehingga terbentuk genotip yang
memperkaya keragaman genetik pegagan di alam(3).

2.2 Kandungan Kimia


Beberapa komponen bioaktif dalam tanaman pegagan adalah
asiatikosida, tankunisida, isotankunisida, madekasosida, brahmosida,
brahminosida, asam brahmik, asam madasiatik, meso-inositol,
sentelosida, karotenoid, hidrokotilin, vellarin, tanin serta garam mineral
seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan besi, fosfor, minyak
atsiri (1%), pektin (17.25%), asam amino dan vitamin B, zat pahit
vellarine, dan zat samak. Tanaman pegagan juga mengandung
asiatikosida berupa glikosida. Asiatikosida, asam asiatik, madekasida,
dan madekasosida termasuk golongan triterpenoid, sementara sitosterol
dan stigmasterol termasuk golongan steroid serta vallerin brahmosida
golongan saponin. Asiatikosida merupakan glikosida triterpen, derivat
alfaamarin dengan molekul gula yang terdiri atas dua glukosa dan satu
rhamnosa. Aglikon triterpen pada pegagan disebut asiatikosida yang
mempunyai gugus alkohol primer, glikol, dan satu karboksilat
teresterifikasi dengan gugus gula(4).

2.3 Kegunaan Secara Tradisional


Beberapa khasiat tanaman pegagan adalah sebagai obat lemah
syaraf, demam, bronkhitis, kencing manis, psikoneurosis, wasir, dan
tekanan darah tinggi, penambah nafsu makan, dan untuk menjaga
vitalitas. Pegagan dimanfaatkan sebagai penyembuh luka, radang,
reumatik, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, disentri, demam, dan
penambah darah. Pegagan digunakan dalam bentuk ramuan maupun
sebagai bahan tunggal Herba tersebut dimanfaatkan masyarakat dalam
bentuk segar, kering maupun dalam ramuan (jamu)(4).

2.4 Bioaktivitas
2.4.1 Bioaktivitas Ekstrak
Pemberian ekstrak daun pegagan dapat menginduksi gangguan
spermatogenesis melalui pengamatan lumen tubulus seminiferus
secara histologi pada mencit. Ekstrak daun pegagan dapat
menurunkan jumlah sel-sel spermatogenik yang meliputi sel
spermatogonium, spermatosit, dan sel spermatid pada mencit dengan
dosis 125 mg/kg bobot badan. Komponen bioaktif asiatikosida dan
madekosida dapat memperbaiki kerusakan sel dan membentuk serat
kolagen secara cepat. Bahan aktif tersebut juga mampu memperbaiki
sel-sel granulosa pada ovarium. Selain itu, bahan aktif asiatikosida
dapat mempercepat penyembuhan luka dengan cara meningkatkan
kandungan hidroksiplorin dan mukopolisakarida yang merupakan
bahan untuk mensintesis matriks ekstraseluler. Glikosida triterpenoid,
salah satunya asiatikosida berkhasiat untuk kecerdasan atau daya pikir
otak atau sebagai nutrisi otak untuk meningkatkan kemampuan belajar
dan mengingat(4).
2.4.2 Bioaktivitas Metabolit Sekunder
Triterpenoid merupakan senyawa paling penting dalam tanaman
pegagan. Triterpenoid berfungsi meningkatkan fungsi mental dan
memberi efek menenangkan. Senyawa ini juga dapat merevitalisasi
pembuluh darah sehingga memperlancar peredaran darah menuju
otak. Asiatikosida merupakan bagian dari triterpenoid yang berfungsi
menguatkan sel-sel kulit dan meningkatkan perbaikannya,
menstimulasi sel darah dan sistem imun, dan sebagai antibiotik alami.
Brahmosida adalah senyawa yang berfungsi memperlancar aliran
darah dan merupakan protein penting bagi sel otak(4).

2.5 Teori Ekstraksi


Maserasi merupakan proses perendaman sampel pelarut organik
yang digunakan pada temperatur ruangan. Pemilihan pelarut untuk proses
maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut. Prinsip
dari ekstraksi maserasi adalah penyarian zat aktif yangdilakukan dengan
cara merendam serbuk dalam caira penyari yang sesuai selam sehari atau
beberapa pada temperatur kamar terlindungi dari cahaya, cairan penyari
akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar
sel. Larutan yang konsetrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti
oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa
tersebut berlangsung sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan
pengaduk dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang
diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Keuntungan dari metode
ini ialah peralatannya yang sederhana, sedang kerugiannya antara lain
waktu yang diperlukan untuk mengestrak sampel cukup lama, cairan
penyari yang digunakan lebih banyk, tidak dapat digunakan untuk bahan-
bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks, dan lilin(5).

2.6 Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran
atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali
zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau
cocok. Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam
proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup
besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak
meninggalkan zat pengotor pada kristal, dan mudah dipisahkan dari
kristalnya. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan
antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau
pencemarnya. Larutan yang terbentuk dipisahkan satu sama lain,
kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara
menjenuhkannya (mencapai kondisi supersaturasi atau larutan lewat
jenuh). Secara toritis ada 4 metoda untuk menciptakan supersaturasi
dengan mengubah temperatur, menguapkan solven, reaksi kimia, dan
mengubah komposisi solven(6).

2.7 Kromatografi
Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan
alikuot kecil sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT),
untuk membentuk zona awal. Kemudian sampel dikeringkan. Ujung fase
diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke dalam fase gerak (pelarut
tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) di dalam
chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih dengan benar, campuran
komponen-komponen sampel bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda
selama pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hal ini disebut dengan
pengembangan kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak sampai
jarak yang diinginkan, fase diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam
lempeng dikeringkan, dan zona yang dihasilkan dideteksi secara
langsung (visual) atau di bawah sinar ultraviolet (UV) baik dengan atau
tanpa penambahan pereaksi penampak noda yang cocok(7).
Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan
beberapa kali menggunakan beberapa eluen dengan tingkat kepolaran
yang berbeda untuk mendapatkan pelarut yang mampu memberikan
pemisahan yang baik serta noda zat warna yang bagus. Bercak pada plat
KLT dimonitor di bawah lampu UV 254 nm dan UV 365 nm. Penentuan
golongan senyawa pada uji KLT dilakukan dengan penyemprotan plat
KLT dengan beberapa pereaksi(8).

.
III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
A. Alat
Wadah untuk maserasi, kolom kromatografi, corong, botol 100 mL,
vial, pipet tetes, seperangkat alat rotary evaporator, chamber, penotol
B. Bahan
Daun pegagan kering (100 g), metanol, etil asetat, plat KLT, kapas,
norit, penampak noda untuk triterpenoid

3.2. Cara Kerja


1. Grinder sebanyak 100 g daun pegagan kering
2. Maserasi dengan 500 mL metanol selama 1x3 hari, saring
3. Uapkan maserat hingga volume 200 mL
4. Masukkan 100 g norit ke dalam kolom kemudian lewatkan maserat ke
dalam kolom, tampung
5. Uapkan eluat dengan rotary evaporator hingga kering
6. KLT senyawa hasil isolasi menggunakan fase diam silika gel 60 F254,
fase gerak etil asetat : metanol : aquadest (4:1:0,5). Semprotkan
reagen vanillin asam sulfat pada plat KLT yang sudah dielusi
kemudian panaskan untuk melihat noda pada fase diam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Besung KI. Pegagan (Centella aisatica) Sebagai Alternative Pencegahan


Infeksi Pada Ternak. J Penelit. 2009;2(1).
2. Bermawie N, Purwiyanti S, Mardiana. Keragaman Sifat Morfologi, Hasil
dan Mutu Plasmanutfah Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.). Balai
Penelit Tanam Obat dan Aromat. 2008;19(1):1–17.
3. Rohmawati M. KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN ANATOMI
PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.) DI KABUPATEN BATANG
SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA KULIAH PRAKTIKUM
MORFOLOGI DAN ANATOMI TUMBUHAN. Universitas Islam Negeri
Walisongo; 2015.
4. Sutardi. KANDUNGAN BAHAN AKTIF TANAMAN PEGAGAN DAN
KHASIATNYA UNTUK MENINGKATKAN SISTEM IMUN TUBUH. J
Litbang Pertan. 2016;35(3):121–30.
5. Simanjuntak MR. Ekstraksi dan fraksinasi komponen ekstrak daun
tumbuhan senduduk. Universitas Sumatera Utara; 2008.
6. Rositawati A., Taslim C., Soetrisnanto D. Rekristalisasi Garam Rakyat Dari
Daerah Demak Untuk Mencapai SNI Garam Industri. J Teknol Kim dan
Ind. 2013;2(4):217–25.
7. Wulandari L. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: Taman Kampus Presindo;
2011.
8. Alen Y, Agresa FL, Yuliandra Y. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dan Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Rebung Schizostachyum
brachycladum Kurz (Kurz) pada Mencit Putih Jantan. J Sains Farm Klin.
2017;3(2):146–52.

Anda mungkin juga menyukai