Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA
OBJEK II
PENGARUH PELARUT CAMPUR TERHADAP KELARUTAN ZAT

NAMA : NORIZZA FAJRAROZA


NO.BP : 1911012032
HARI/TANGGAL : KAMIS, 05 NOVEMBER 2020
SHIFT/KELOMPOK : 4 (EMPAT) / 5 (LIMA)
REKAN KERJA : 1. ANDHIKA JOELLIO PUTRA 1911012026
2. ADDEVIA ILLAHI 1911012033

LABORATORIUM FARMASI FISIKA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
PENGARUH PELARUT CAMPUR TERHADAP KELARUTAN ZAT

I. PENDAHULUAN
I.1 Tujuan
Setelah mengikuti kegiatan pada percobaan ini, diharapkan
mahasiswa dapat menentukan pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan zat.

I.2 Prinsip
Prinsip praktikum objek ini adalah mengamati kelarutan zat aktif
setelah ditambahkan pelarut campur dengan cara melakukan titrasi untuk
mengetahui jumlah atau kadar zat aktif yang terlarut.

I.3 Tinjauan Pustaka


Selama pengembangan formulasi sebuah obat, banyak terjadi
kegagalan dan diantara faktor-faktor yang bertanggung jawab atas
kegagalan tersebut, 40% adalah karena profil bioavailabilitasnya tidak
memuaskan. Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap rendahnya
bioavailabilitas sebagian besar obat adalah kelarutan/laju disolusi obat
yang rendah. Obat oral diklasifikasikan menurut Sistem Klasifikasi
Biofarmasetika (BCS) menjadi empat kelas, dimana obat dikategorikan
berkaitan dengan kelarutan/laju disolusi dan permeabilitasnya. Obat kelas
IV adalah obat yang mempunyai kelarutan dan permeabilitas yang rendah.
(1)
Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan
antarmuka antara dua fasa cairan yang berbeda kepolarannya seperti
minyak/air atau air/minyak. Sifat yang unik tersebut menyebabkan
surfaktan sangat potensial digunakan sebagai komponen bahan adhesif,
bahan penggumpal, pembasah, pembusa, pengemulsi serta telah
diaplikasikan secara luas dalam berbagai bidang industri seperti industri
makanan, farmasi, kosmetika, tekstil, polimer, cat dan agrokimia.(2)
Molekul dan ion yang diadsorpsi pada antarmuka dinamakan zat
aktif permukaan (surfaktan) atau amfifil. Sebagai contoh alkohol-alkohol
rantai lurus, amina-amina dan asamasam. Surfaktan adalah salah satu
bahan penolong untuk membuat emulsi, berfungsi untuk menstabilkan zat
atau bahan aktif terlarut dalam air atau minyak yang diemulsikan.Bahan
aktif permukaan terdiri dari bagian lifofilik (rantai alkil) dan bagian
hidrofilik (grup karboksi dan karboksilat). (3)
Solubilisasi merupakan salah satu perbaikan kelarutan melalui
senyawa aktif permukaan yang berfungsi merubah bahan obat yang
kurang larut atau tak larut air menjadi larutan jernih dalam air atau
maksimal larutan yang berpendar, tanpa menyebabkan terjadinya
perubahan struktur kimiawi bahan obat. Senyawa yang dapat berfungsi
sebagai pensolubilisasi adalah senyawa aktif permukaan (surfaktan). (4)
Surfaktan luas digunakan di berbagai bidang karena surfaktan
memilki kemampuan untuk mempengaruhi sifat permukaan suatu bahan
Sifat surfaktan ditentukan oleh struktur kimia dari gugus hidropilik dan
hidropobik yang menyusun surfaktan dan diantaranya dinyatakan oleh
parameter HLB (hydrophobiclyphopylyc balance), CMC (Critical
Michele Concentration), stabilitas termal- kimia dan IFT (interfacial
surface tention). Molekul surfaktan terdiri dari gugus hidropobik (ekor)
dan gugus hidropilik (kepala). Sifat hidropilik dan hidropobik dalam satu
molekul menyebabkan surfaktan dapat berikatan dengan komponen baik
bersifat hidropobik maupun hidropilik. Interaksi gugus hidropobik dan
gugus hidropilik dengan fluida, menyebabkan surfaktan dapat
menurunkan tegangan permukaan antar fase. Surfaktan dalam jumlah
sedikit apabila ditambahkan ke dalam suatu campuran dua fase yang tidak
saling bercampur seperti minyak dan air dapat mengemulsikan kedua fase
tersebut menjadi emulsi yang stabil. Berdasarkan sifat gugus fungsi yang
dimiliki, surfaktan terbagi menjadi surfakatn anionik, kationik, non ionik
dan surfaktan amfoter.(5)
Mekanisme penurunan tegangan permukaan oleh surfaktan dapat
dipelajari dari mekanisme penetrasi molekul surfaktan ke dalam fase
hidropobik dan hidropilik. Bagian kepala bersifat hidropilik masuk ke fase
hidropil dan bagian ekor bersifat hidropobik masuk ke fase hidropobik.
Interaksi dua gugus ke dalam dua fase menyebabkan penurunan tegangan
permukaan antar fase. Penurunan tegangan permukaan dapat diamati pada
perubahan bentuk tetesan minyak di permukaan yang bersifat hidropilik.
Minyak bersifat hidropobik, apabila minyak diteteskan dipermukaan benda
padat yang bersifat hidropilik, bentuk tetesan adalah bulat disebabkan
karena tegangan permukaan tetesan minyak tidak sama dengan permukaan
benda padat. Hal ini disebabkan karena gaya kohesi molekul minyak lebih
besar dibandingkan dengan gaya adesi antara permukaan minyak dan
padatan. Setelah surfaktan ditambahkan ke permukaan antar fase, tetesan
minyak akan terdistribusi di permukaan padatan. Perubahan bentuk tetesan
minyak sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan disebabkan oleh
penurunan tegangan permukaan antar fase minyak dan permukaan
padatan. (5)
HLB menunjukkan skala keseimbangan gugus hidrofobik dan
hidrofilik dari suatu surfaktan. HLB akan menentukan fungsi surfaktan.
Surfaktan yang mempunyai gugus hidrofobik yang lebih dominan
mempunyai skala yang rendah dan sebaliknya surfaktan yang didominasi
oleh gugus hidrofilik mempunyai skala yang tinggi. Surfaktan dengan
HLB diatas 9 adalah larut dalam air atau water soluble digunakan untuk
agensia pelarut (solubilizing agent). Metode untuk mengukur HLB
surfaktan telah dirumuskan oleh dua penemu yaitu metode yang
dirumuskan oleh Griffin dan Davies. Dasar rumusan adalah kesetimbangan
hidropilik-hidropobik dari surfaktan. Ditentukan berdasarkan perbedaan
nilai daerah molekul seperti yang telah diformulasikan oleh Griffin, tahun
1949 dan tahun 1954. Metode lain diformulasikan oleh Davies pada tahun
1957. (5)
Surfaktan bekerja sebagai penurun tegangan permukaan akan
membentuk micelle. Konsentrasi surfaktan ketika membentuk Michele
dinyatakan sebagai CMC (Critical Micelle Concentration). CMC adalah
konsentrasi surfaktan jenuh di dalam suatu emulsi. Pada konsentrasi kritis,
tegangan permukaan tidak berubah atau hanya berubah sedikit dengan
kenaikkan konsentrasi surfaktan. Pada konsentrasi surfaktan dibawah
CMC, penambahan surfaktan akan merubah IFT. Semakin besar
konsentrasi surfaktan di dalm campuran, tegangan perkaan antar fasa
semakin kecil. Ketika penambahan surfaktan tidak merubah IFT atau
perubahan IFT sangat kecil, maka konsentrasi surfaktan sudah mencapai
konsentrasi kritis atau CMC. Untuk menentukan CMC harus dibuat grafik
hubungan konsentrasi surfaktan dan IFT. (5)
II. PROSEDUR KERJA
II.1Alat dan Bahan
• Buret 10 mL
• Pipet gondok 10 mL
• Erlenmeyer 125 mL
• Gelas ukur 10 mL dan 50 mL
• Kertas saring
• Gliserin
• Larutan NaOH 0,1 N
• Asam salisilat
• Indikator pp
• Larutan Asam Oksalat 0,1 N
• Aquadest
• Alcohol

II.2Cara Kerja
1. Pembakuan Larutan NaOH
a. Masukkan larutan asam oksalat 0,1 N 10 mL terukur dengan pipet
gondok ke dalam Erlenmeyer, kemudian tambahkan satu tetes
indicator pp
b. Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan dari tidak
berwarna menjadi berwarna merah muda, catat hasil titrasi dan
hitung Normalitet NaOH. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali
2. Penentuan kadar asam salisilat dalam pelarut campur
a. Buat campuran pelarut seperti yang tertera pada tabel di bawah ini

b. Timbang 200 mg asam salisilat


c. Larutkan asam salisilat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing
campuran pelarut di atas. Kocok selama 15 menit.
d. Saring dan tentukan kadar asam salisilat yang larut dengan cara
seperti percobaan no. 1
e. Buat grafik antara % gliserin dengan % asam salisilat yang terlarut!
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil
Hari/Tgl Percobaan: Kamis, 29 Oktober 2020
1. Data Pembakuan Larutan NaOH:

Titrasi ke- Volume (mL)


1 12,1
2 12
3 11,8
Volume rata-rata 11,97

N oksalat x V oksalat x valensi


N NaOH=
V NaOH
0,1 N x 10 x 1
=
11,97
= 0,083 N
2. Data Titrasi:

Titrasi V NaOH 0,1 N terpakai pada konsentrasi tween 80


ke- Blangko 0,5% 1% 1,5% 2%
1 1,6 2,1 2,3 2,9 2,9
2 1,9 2,3 2,4 2,6 3,1
3 1,8 1,9 2,4 2,7 3,1
V rata-
rata
1,77 2,1 2,37 2,73 3,03
NaOH
0,1 N
III.2 Analisis Data
Perhitungan:
Diketahui BE asam salisilat = 138

Massa as.salisilat blangko (0%):


Massa 10 mL = N NaOH x V NaOH x BE as.salisilat
= 0,083 N x 1,77 mL x 138
= 20,27 mg

50 mL
Massa 50 mL = x 20,27 mg
10 mL
= 101,35 mg
102
% kadar as.salisilat = x100 % = 50,67%
200

Massa as.salisilat 0,5%:


Massa 10 mL = N NaOH x V NaOH x BE as.salisilat
= 0,083 N x 2,1 mL x 138
= 24,05 mg

50 mL
Massa 50 mL = x 24,05 mg
10 mL
= 120,25 mg

120,25
% kadar as.salisilat = x100 % = 60,125%
200

Massa as.salisilat 1%:


Massa 10 mL = N NaOH x V NaOH x BE as.salisilat
= 0,083 N x 2,37 mL x 138
= 27,14 mg

50 mL
Massa 50 mL = x 27,14 mg
10 mL
= 135,7 mg

135,7
% kadar as.salisilat = x100 % = 67,85%
200

Massa as.salisilat 1,5%:


Massa 10 mL = N NaOH x V NaOH x BE as.salisilat
= 0,083 N x 2,73 mL x 138
= 31,27 mg

50 mL
Massa 50 mL = x 31,27 mg
10 mL
= 156,35 mg

156,35
% kadar as.salisilat = x100 % = 78,175%
200

Massa as.salisilat 2%:


Massa 10 mL = N NaOH x V NaOH x BE as.salisilat
= 0,083 N x 3,03 mL x 138
= 34,7 mg

50 mL
Massa 50 mL = x 34,7 mg
10 mL
= 173,5 mg

173,5
% kadar as.salisilat = x100 % = 86,75%
200

a. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan asam salisilat:

Kadar
asam
V rata-rata
Konsentrasi salisilat
No NaOH 0,1 Ket.
surfaktan yang
N terpakai
terlarut
(%)
Blanko (aquadest)
1 1,77 50,67
50 mL
2 Tween 80 0,5% 2,1 60,125
3 Tween 80 1% 2,37 67,85
4 Tween 80 1,5% 2,73 78,175
5 Tween 80 2% 3,03 86,75

b. Grafik % surfaktan terhadap % asam salisilat terlarut:

% asam salisilat
100
90
80
70
60 % asam salisilat
50
40
30
20
10
0
0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00%
III.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini membahas tentang pengaruh penambahan
surfaktan terhadap kelarutan zat. Dalam praktikum ini surfaktan yang
dipakai adalah tween 80, sedangkan zat yang akan diuji kelarutannya
adalah asam salisilat. Pengujian ini dilakukan dengan cara melakukan
titrasi dan kemudian dihitung kadar atau massa zat yang terlarut pada
beberapa jenis kadar surfaktan yang berbeda.
Hasil yang didapatkan adalah semakin tinggi konsentrasi surfaktan
yang ditambahkan, semakin banyak zat yang terlarut pada pelarutnya. Hal
itu terbukti dari grafik persentase konsentrasi surfaktan terhadap
persentase kadar asam salisilat yang terlarut. Dimana grafik menunjukkan
garis lurus yang meningkat secara stabil atau linear.
Menurut literatur, mekanisme penurunan tegangan permukaan oleh
surfaktan dapat dipelajari dari mekanisme penetrasi molekul surfaktan ke
dalam fase hidropobik dan hidropilik. Bagian kepala bersifat hidropilik
masuk ke fase hidropil dan bagian ekor bersifat hidropobik masuk ke fase
hidropobik. Interaksi dua gugus ke dalam dua fase menyebabkan
penurunan tegangan permukaan antar fase.(5)
Adapun pada praktikum ini, sifat surfaktan tersebut dapat dilihat dari
perubahan kelarutan zat aktif yang sifatnya sukar larut dalam air. Dengan
penambahan surfaktan, maka bagian kepala surfaktan yang bersifat
hidrofilik (suka air) akan mengarah atau berikatan dengan molekul air,
sedangkan bagian ekor dari surfaktan yang bersifat hidrofobik (tidak suka
air) akan bergerak menjauhi air tetapi mengarah atau berikatan dengan
molekul zat aktif yang sukar larut dengan air tadi. Hal tersebut akan
menyebabkan zat aktif akan terlihat berubah sifatnya dari yang sukar larut
dalam air menjadi seolah-olah larut dalam air. Menurut literature, keadaan
tersebut dinamakan solubilisasi. Solubilisasi merupakan salah satu
perbaikan kelarutan melalui senyawa aktif permukaan yang berfungsi
merubah bahan obat yang kurang larut atau tak larut air menjadi larutan
jernih dalam air atau maksimal larutan yang berpendar, tanpa
menyebabkan terjadinya perubahan struktur kimiawi bahan obat.(4)
Jika konsentrasi surfaktan yang ditambahkan banyak, maka banyak
pula molekul surfaktan tadi sehingga ia akan saling berdekatan dan
membentuk lingkaran. Lingkaran tersebut dinamakan misel. Menurut
literarur, konsentrasi surfaktan ketika membentuk Michele dinyatakan
sebagai CMC (Critical Micelle Concentration). CMC adalah konsentrasi
surfaktan jenuh di dalam suatu emulsi. (5)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


IV.1 Kesimpulan
- Solubilisasi merupakan salah satu perbaikan kelarutan melalui
senyawa aktif permukaan yang berfungsi merubah bahan obat yang
kurang larut atau tak larut air menjadi larutan jernih dalam air atau
maksimal larutan yang berpendar, tanpa menyebabkan terjadinya
perubahan struktur kimiawi bahan obat.
- Surfaktan adalah senyawa yang dapat meningkatkan kelarutan zat
aktif pada pelarutnya.
- Semakin tinggi konsentrasi surfaktan, semakin tinggi pula kadar zat
atau obat yang terlarut.

IV.2 Saran
- Saat melakukan titrasi, lakukanlah dengan cermat dan hati-hati.
- Jangan mengocok Erlenmeyer terlalu lama, dan usahakan bekerja
secara steril sehingga mendapatkan hasil yang sesuai.
- Usahakan untuk mendapatkan warna merah muda lembayung untuk
hasil titrasi yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyuningsih I, Sugiyanto, Yuswanto A, Martien R. Uji Kelarutan Untuk


Seleksi Fase Minyak, Surfaktan dan Kosurfaktan Dalam Preparasi Self-Nano
Emulsifying rug Delivery System (SNEDDS) Furosemid. Pros Semin Nas
Peluang Herb Sebagai Altern Med. 2015;99–104.

2. Oppusunggu JR, Siregar VR, Masyithah Z. Pada Sintesis Surfaktan Dari Asam
Oleat. J Tek Kim USU. 2015;4(1):25–9.

3. Sinta S. Farmasi Fisik. Jakarta: Kemenkes RI; 2016.

4. Wahyuni YS, Halim A, Salman S. Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap


Solubilisasi Parasetamol Menggunakan Tween 80. Sci J Farm dan Kesehat.
2016;6(2):108.

5. Reningtyas R, Mahreni. Biosurfaktan. Eksergi. 2015;XII(2):12–22.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai