Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I

PENDAHULUAN

Hampir setiap hari sering kita temukan penderita yang datang

berobat dengan keluhan nyeri atau perih diperut bagian atas,rasa mual,

kadang-kadang dengan muntah, rasa cepat kenyang, kembung dan

sendawa serta tidak nafsu makan, semua keluhan tersebut disebabkan

oleh adanya kelainan pada saluran cerna bagian atas (lambung sampai

dengan usus dua belas jari) atau pada organ tubuh disekitar saluran

cerna.Kumpulan dari gejala-gejala tersebut dalam ilmu kedokteran disebut

sebagai dispepsia (sindrom dispepsia) yang oleh masyarakat awam

dikenal sebagai penyakit maag (Makmun,D.2007).

Saluran pencernaan merupakan tempat mengalirnya makanan

yang dimulai dari mulut kemudian masuk kedalam lambung selanjutnya

makanan masuk ke usus halus kemudian masuk ke usus besar dan

akhirnya dikelurkan melalui anus (Suryoko, 2013).

Ulkus peptikum adalah sebuah lubang dilapisan usus,perut atau

kerongkongan. Tukak yang berada dilambung disebut tukak lambung.

Ulkus terjadi ketika lapisan organ-organ ini terkorosi oleh cairan

pencernaan asam yang disekresikan oleh sel-sel lambung (shanty, 2011).

Diperkirakan bahwa suatu saat dalam hidupnya satu dari sepuluh

orang akan mengalami tukak/ulkus pada usus duabelas jarinya.Tukak

seperti ini timbul dalam saluran pendek yang langsung berhubungan

dengan lambung.Tukak yang menyerang lambung terjadi dibagian dalam

1
2

daerah lambung. Rasa sakit akan terasa di lambung dan juga menjalar ke

atas dan bagian belakang. Banyak orang mengidap tukak selama

hidupnya tanpa mengalami hal-hal yang lebih serius daripada gangguan

kronis, sementara beberapa tukak mengakibatkan penderita yang parah

bahkan kematian (Lucas, 1998).

Penggunaan obat berbasis tumbuhan merupakan pendekatan

popular untuk perawatan kesehatan di amerika utara,eropa dan Australia,

dan juga suatu cara pengobatan yang penting diberbagai negara

berkembang yang merupakan bagian dari berbagai sistem medis local.

Banyak senyawa murni yang berasal dari tumbuhan (bahan alam) yang

digunakan dalam obat konvensional maupun modern(Henrich,2014).

Mengusahakan kesembuhan penyakit ulkus peptikum bisa

dilakukan melalui pengobatan medis dan bisa juga melalui pengobatan

tradisional dengan ramuan tanaman berkhasiat obat(widjoyo, 2009).

Berdasarakan hasil penelitian tulika & mala et al. Tentang

“Pharmacheutical Potention Of Aquatic PlantPistia stratiotes and

Einhornia crassipes” mengemukakan bahwa Ekstrak daun Pistia stratiotes

mampu mereduksisu peroksida dan radikal oksida nitrat dan dapat

menurunkan radikal bebas cedera sel yang diinduksi. Sifat antipiretik dari

ekstrak dapat digunakan untuk mengobati demam. Daun digunakan

sebagai disinfektan dan untuk pengobatan tuberkulosis, disentri,eksim,

kusta, ulkus, sifilis dan cacing parasit. (Tulika & Mala.2015).


3

Adeyemi dan shonekan et al, menyakatakan dalam penelitiannya

“Phytochemical Screening and in-vitroevaluation of Free Radical

Scavenging Activity of pistia strotiotes exreacts”, analisis fitokimia

mengkonfirmasi keberadaan flavonoid, tanin, alkaloid, steroid, glikosida

dan saponin, namun antrakuinon dan minyak atsiri tidak terdeteksi

(Adeyami & shonekan, 2016).

Hasil penelitian Koffour et al, menyatakan ekstrak etanol Pistia

stratiotes memiliki aktivitas anti-inflamasi pada peradangan akut yang

diinduksi dengan karagenan, melalui penghambatan histamin, serotonin,

prostaglandin, dan bradikinin pada dosis 100 mg/bb (Koffour, 2012).

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang timbul yaitu

apakah ekstrak herbaKi Ambang (Pistia stratiotes) berpengaruh terhadap

jumlah tukak lambung akibat pemberian asetosal dosis tinggi ?

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

ekstrak herba Ki Ambang (Pistia stratiotes) pada lambung tikus putih

(Rattus norvegicus) yang diinduksi asetosal dosis tinggi, serta

menentukan konsentrasi berapa yang paling efektif.

Manfaat dari penelitian ini adalah memperoleh data ilmiah

mengenai khasiat herbaKi Ambang (Pistia stratiotes)yang mempunyai

efek anti tukak sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai

tambahan pengetahuan untuk pengembangan serta pemanfaatan

tumbuhan Ki Ambang (Pistia stratiotes) dalam bidang farmasi.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian tanaman Ki Ambang

1. Klasifikasi

Regnum : Plantae

Devisi : Spermatophyta

Subdevisi : Angiospermae

Kelas : Monokotiledoneae

Bangsa : Arales

Suku : Araceae

Marga : Pistia

Jenis : Pistia stratiotes(Tjitrosoepomo,2000).

2. Nama Daerah

Jawa: Ki apu, apon-apon,kajeng apu,kayu apu, peyape,

kapu-kapu. Kalimantan; ki ambang, pengambang, tayapu.

Sumatra; empiengara, gambang, sarme-sarme, sirambon,apu-

apu, kapu-kapu. Sulawasi; poda-poda, capo-capo (Dalimarta,

2006).

3. Morfologi

Tanaman air ini biasa ditemukan pada ketinggian 5-800

mdpl. Terna semusim ini terapung di air dan memiliki tinggi 5-10

cm daun tunggal membentuk roset akar,helaian daun tebal

berongga seperti spon,dengan ujung membulat dan berlekuk,

4
5

pertulangan sejajar,kedua permukaan berambut.Berwarnahijau

cerah panjang 1,3-10 cm dan lebar 1,5-6 cm.Akar serabut

berwarna putih kotor (Dalimarta,2006).

Gambar.1 Tumbuhan Ki Ambang (Pistia stratiotes)

4. Kandungan kimia

Herba Ki Ambang mengandung flavonoid tanin dan

polifenol (Dalimarta, 2006).

5. Manfaat Ki ambang

Herba KiAmbang (Pistia stratiotes) digunakan untuk

pengobatan: Flu, demam, batuk rejan, Pegal linu (reumatism),

bengkak terbentur (memar), bengkak (edema),kencing terasa

nyeri (disuriah), kencing nanah,gatal alergi (urtikaria),gatal-gatal

(pruritus), rash,campak yang keluarnya sedikit, disentri,

penyakit kulit seperti bisul dan eksim(Dalimarta,2006).


6

B. Metode ekstraksi

1. Pengertian ekstraksi

Ekstraksi merupakan metode pemisahan yang mirip dengan

destilasi, metode ekstraksi mempunyai beberapa kemiripan

konsep yang dapat dilihat pada praktiknya, metode destilasi

dan ekstraksi dapat digunakan secara bersamaan karena

beberapa sifat ekstraktan yang ada membutuhkan kedua

proses tersebut. Paduan metode ini disebut sebagai

“destilasiekstraktif” dan sebagainya. Perkembangan metode

ekstraksi pada akhirnya membawa kombinasi beberapa metode

termasuk metode-metode yang melibatkan reaksi kimia

sekaligus untuk mengambil atau memisahkan senyawa yang di

butuhkan (Erwanto, 2017 ).

Proses ekstraksi adalah cara memisahkan zat terlarut

melalui dua buah pelarut (biasanya cair) yang dapat melarutkan

zat tersebut namun kedua pelarut ini tidak saling melarutkan

(immiscible). Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau

zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa

jenis ikan termasuk biota laut(Erwanto, 2017 ).

2. Tujuan ekstraksi

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik

komponen kimia yang terdapat pada bahan

alam.Ekstraksididasari pada prinsip perpindahan massa


7

komponen zat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai

terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk

kedalam pelarut(Erwanto, 2017 ).

3. Jenis jenis ekstraksi

Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah

ekstraksi secara panas dengan cara refluks dan penyulingan

uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi,

perkolasi dan alat soxhlet :

a. Ekstraksi Secara Maserasi

Maserasi merupakan proses perendaman sampel

menggunakan pelarut organik pada suhu ruangan. Secara

tekhnologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi

kinetik berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan maserasi pertama dan

seterusnya. Maserasi merupakan ekstraksi dingin, dimana

simplisia direndam didalam pelarut dan dilakukan

pengadukan dan pengocokan hingga pelarut menarik atau

melarutkan senyawa yang diinginkan secara maksimal.

Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif

berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut.

Langakah kerjanya adalah merendam simplisia dalam suatu

wadah menggunakan pelarut penyari tertentu selama


8

beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan

diambil beningnya. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang

paling sederhana dan paling banyak digunakan, peralatanya

mudah ditemukan dan paling banyak digunakan baik dalam

skala kecil maupun dalam skala industri. Lama maserasi

mempengaruhi kualitas ekstrak yang akan di teliti. Lama

maserasi pada umunya adalah 3-10 hari. Maserasi akan

lebih efektifjika dilakukanproses pengadukan secara berkala

karena keadaan diam selama maserasi menyebabkan

turunnya perpindahan bahan aktif. Melalui usaha ini

diperoleh suatu keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif

yang lebih cepat masuk ke dalam cairan pengekstrak

(Erwanto, 2017 ).

b. Ekstraksi Secara Perkolasi

Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut

organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa

senyawa organik bersama-sama pelarut. Efektifitas dari

proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik

yang sangat mudah larut dalam pengekstrak yang

digunakan. Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10

bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok,

menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari

dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3


9

jam. Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang

telah dibasahi. Prinsip perkolasi dimulai dari serbuk simplisia

ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian

bawahnya diberisekat berpori. Cairan penyari akan dialirkan

dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari

akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai

mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh

kekuatan gaya beratnya sendiri dan dan cairan di atasnya,

dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk

menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara

lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan

permukaan, difusi, osmosi,adesi, daya kapiler dan daya

geseran (Erwanto, 2017).

c. Ekstraksi Secara Sokletasi

Proses sokletasi sangat baik untuk senyawa yang

tidak terpengaruholeh panas. Penggunaan pengekstrak

dalam proses ini akan dapat dihemat karena terjadinya

sirkulasi pengekstrak yang selalu membasahi sampel.

Ekstraksi dengan cara ini merupakan ekstraksi secara

berkesinambungan.Adapun Prinsip sokletasi ini adalah

penyaringan yang berulang-ulang sehingga hasil yang di

dapat sempurna dan pelarut yang digunakan relative sedikit.


10

Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan

kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode

sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metode

maserasi dan perkolasi ( Erwanto, 2017 ).

d. Ekstraksi Secara Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada

tempratur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut yang relative konstan dengan adanya pendingin

balik. Umumnya dilakukan pengulangan pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

ekstaksi sempurna. Metode ini digunakan apabila dalam

sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatile. Pada

kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut

akan menguap sebelum reaksi berjalansampai selesai.

Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatile yang

digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan

didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang

tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada

kondensor sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi

berlangsung. Sedangkan aliran gas N 2 diberikan agar tidak

ada uap air atau gas oksigen yang masuk terutama pada

senyawa organ gologan untuk sintesis senyawa anorganik

karena sifatnya reaktif(Erwanto, 2017).


11

C. Uraian tentang Tukak peptic

1. Anantomi Fisiologi Lambung

Lambung adalah bagian pencernaan yang dapat mekar paling

banyak terletak terutama di daerah epigastrik dan sebagian

disebelah kiri di daerah hipokonndriak dan umbilical. Lambung

terdiri dari bagian atas yaitu fundus,batang utama,dan bagian

bawah yanghorizontal,yaitu antrum pilorik. Lambung berhubungan

dengan esophagus melalui orifisium atau kardia dan dengan

duodenum melalui orisium pilorik (Pearc C.E.2012).

Suatu organ berbentuk kantong seperti huruf J dengan volume

1200 ml,sampai dengan 1500 ml pada orang dewasa,tetapi

kapasitasnya bisa mencapai 3000 ml,dan merupakan

perkembangan dari faregout primitive (Nasar,I made,dkk,2010).

Fundus,korpus,pylorus, merupakan tiga pembagian anatomi

lambung. Fundus merupakan bagian yang membesar kekiri,dan

diatas pintu masuk esophagus, kedalam lambung. Korpus

merupakan bagian ditengah lambung dan antrum pylorus

merupakan bagian yang paling rendah.Lambung berakhir dengan

sfingter pylorus. Terdapat dua kurvatura minor yang berbentuk

konkav dan batas kiri bawah adalah kurvatura major(Irianto 2010).

Teradapat tiga jenis otot pada dinding lambung yakni

memanjang, melintang, serta otot serong, yang dapat memperkuat

kondisi dinding tersebut. Otot-otot tersebut dapat ditemukan pula


12

diseluruh pencernaan lain kecuali otot serong yang hanya terdapat

di lambung. Pada ujung organ ini tepatnya pada pylorus otot

melintang strukturnya lebih tebal. Fungsinya yaitu sebagai sfinter

yang menahan kandungan didalam lambung agar tidak

langsungturun ke usus 12 jari (duodenum) (Arynugrah, 2014).

Dinding lambung terdiri atas mukosa, submukosa, muskularis

dan serosa.Histologis mukosa lambung berfariasi bergantung pada

letak anatomiknya. Bagian permukaan mensekresi mucus, berupa

epitel torak yang meluas ke faveola/pits pada bagian ini terdapat

jutaan cabang dan kelenjar tubulus (Nasar I made,dkk. 2010).

Kelenjar lambung mengeluarkan secret yaitu cairan

pencernaan penting, getah lambung.Getah ini adalah cairan asam

bening tak berwarna.Mengandung 0,4% asam klorida(HCl),yang

mengasamkan semua makanan dan bekerja sebagai zat antiseptic

dan desinfektan, membuat banyak mikroorganisme yang masuk

bersama makanan menjadi tidak berbahaya dan menyediakan

lingkungan untuk pencernaan makanan protein(Irianto, 2010).

2. Etiologi dan patofisiologi tukak peptic

Ulkus peptikum terjadi pada beberapa bagian lambung dan

duodenum yang terkena kerja getah lambung.Sebabnya ialah

banyak,termasuk makan tak teratur ketegangan,ketakutan,dan

tekanan jiwa (Pears C.E 2012).


13

Ulkus terjadi akibat ketidak seimbangan antara sekresi asam

dan mukosa. Infeksi Helico bacter pylori merupakan factor etiologi

yang signifikan sehingga dasar pengobatan medis untuk penyakit

ini pembasmian organisme ini serta pengurangan sekresi asam.

Pada sebagian kecil kasus gejala tidak bisa dikendalikan oleh obat-

obatan saja sehingga diperlukan pembedahan 'vagatomi yang amat

sangat selektif'. Merupakan tehnik dimana hanya dilakukan

denervasi pada serabut vagal averenya menuju korpus tempat

sekresi asam sehingga tidak mempengaruhi persarafan motorik ke

lambung dan oleh karnanya tidak memerlukan prosedur drainase

(misalnya gastro jejunostomi)(faiz&Moffat, 2004).

Tukak lambung berciri borok pada selaput lendir lambungyang

kedalamannya bisa mencapaijaringan otot bahkan dapat

mengakibatkan lubang pada dinding lambung. Dalam keadaan

sehat,mukosa lambung yang dilindungi oleh lendirnya sangat tahan

terhadap asam klorida dan pepsin. Akan tetapi luka-luka tersebut

memperlemah daya tahan lapisan pelindung dan lambat laun getah

akan meresap kejaringan dalam dan mukosa ”dicernakan” oleh

asam dan pepsin. Akibatnya dapat terjadi lubang pada dinding

lambung yang mengakibatkan perdarahan (Tan dan Raharja,

2010).

Pada penderita yang mengkonsumsi obat-obatan seperti

aspirin dalam dosis besar atau obat-obatan NSAID, dapat terjadi


14

jejas mukosa akut dari mulai hanya edema mukosa dan

hyperemia,sampai ke erosi dan ulserasi. Lesi ini dapat terjadi

secara mendadak tanpa didahului rasa nyeri atau tidak nyaman

diperut,baik pada pengguna baru maupun lama obat-obatan

NSAID. Demikian juga pada peminum alcohol dalam jumlah banyak

dapat terjadi kondisi yang sama.Secara umum penyebab gastritik

kronik adalah akibat adanya infeksi bakteri Helicobacter pylori

(kuman gram negative) atau akibat adanya penyakit autoimun,atau

akibat adanya reaksi bahan kimia (obat-obatan) (Nasar I made,dkk.

2010).

1) Etiologi tukak peptic

a) pemakaian obat antiinflamasi non steroid,seperti aspirin

asam mefenamat,aspilet, dalam jumlah besar obat anti

inflamasi dapat memicu kenaikan produksi asam lambung

yang berlebihan sehingga megiritasi mukosa lambung karna

terjadinya difusi balik ion hidrogen ke epitel lambung.

b) Konsumsi alkohol yang berlebih.

Bahan etanol merupakan salah satu bahan yang dapat

merusak sawar pada mukosa lambung. Rusaknya sawar

memudahkan terjadinya iritasi pada mukosa lambung.

c) Banyak merokok.

Asam nikotinat pada rokok dapat meningkatkan adhesi

trombus yang berkontribusi pada penyempitan pembuluh


15

darah sehingga suplai darah ke lambung mengalami

penurunan yang berdampak pada penurunan produksi

mukus yang salah satu fungsinya untuk melindungi lambung

dari iritasi.

d) Pemberian obat kemoterapi.

Obat kemoterapi mempunyai sifat dasar merusak sel yang

yang pertumbuhannya abnormal, pemberian kemoterapi

dapat juga mengakibatkan kerusakan epitel mukosa

lambung.

e) Uremia .

ureum padadarah dapat mempengaruhi proses metabolisme

didalam tubuh terutama saluran pencernaan (gastrointestinal

uremik). Perubahan ini dapat memicu kerusakan pada epitel

mukosa lambung.

f) Infeksi sistemik.

pada infeksi sitemik, toksik yang dihasilkan oleh mikroba

akan merangsang peningkatan laju metabolik yang

berdampak pada peningkatan akrtifitas lambung dalam

mencerna makanan,peningkatan produksi HCL lambung

dalam kondisi ini dapat memicu timbulnya perlukaan pada

lambung.

g) Stress berat.
16

Stress psikologi akan meningkatkan aktifitas saraf simpatik

yang dapat merangsang peningkatan produksi asam

lambung.Peningkatan HCL dapat dirangsang oleh mediator

kimia yang dikeluarkan oleh neuron simpatis seperti

epinefrin.

h) Iskemik dan syok. Kondisi iskemik dan syok hoopovolemia

mengancam mukosa lambung karena penurunan perfusi

jaringan lambung yang dapat mengakibatkan nekrosis

lapisan lambung.

i) Konsumsi kima yang bersifat asam secara oral. Konsumsi

asam ataupun basa yang kuat seperti etanol thinner, obat-

obatan serangga dan hama tanaman jenis kimia ini dapat

merusak lapisan mukosa dengan cepat sehingga sangat

beresiko terjadi pendarahan.

j) Trauma mekanik.Trauma mekanik yang mengenai abdomen

seperti benturan saat kecelakaan yang cukup kuat juga

dapat menjadi penyebab gangguan keutuhan jaringan

lambung.

k) Infeksi mikroorganisme. Koloni bakteri yang menghasilkan

tosik dapat merangsang pelepasan gastrin dan peningkatan

sekresi asam lambung seperti bakteri Helicobacter

pylori(sukarmin 2012).

2) Patofisiologi tukak peptic


17

Menurut robbins adahipotesis yang pada asasnya

mengemukakan bahwa pembentukan tukak terjadi akibat

ketidak seimbangan antara 2 pengaruh yaitu pengaruh yang

melindungi selaput lendir melawa pengaruh yang merusak

selaput lendir.Faktor yang berpengaruh melindung selaput

lendir ialah mucus (lendir) sedangkan faktor agresif yang

berpengaruh merusak ialah “peptic juce” atau getah lambung

yang asam (staf pengajar patologi UI 2008).

Sekitar 7% penderita tukak peptik menderita tukak

duodenum dan tukak lambung prepilorik. Penderita tukak

kombinasi dianggap mempunyai etiologi yang sama dengan

tukak duodenum. Tukak duodenum terjadi akibat aksi korosif

asam lambung terhadap epitel yang rentan. Defek ini bermula

pada mukosa selanjutnya menembus ke muskularis mukosa.

Tukak yang biasanya kecil saja tetapi menembus lapisan

dinding duodenum dapat berkembang lebih lanjut sehingga

menyebabkan pendarahan penetrasi ke pangkreas

(Sjamsuhidajat, 2012).

Gejala terpenting pada tukak ialah rasa nyeri pada daerah

epigastrium. Rasa nyeri menghilang jika diberi makanan atau

cairan yang alkali. Pada tukak lambung rasa nyeri tibul cepat

setelah pemberian makanan sedangkan pada tukak duodenum

rasa nyeri kembali 2-3 jam setelah pemberian makanan.


18

Kadang-kadang rasa nyeri sedemikian keras hingga terasa

sampai ke punggung pada sudut iga yang terendah yang

disebut tanda rogoff. Rasa nyeri pada tukak duodenum lebih

intensif (staf pengajar patologi UI. 2008).

Gambar 2. Lambung Tukak

3. Tanda dan gejala klinis

Keluhan yang paling dirasakan adalah rasa nyeri di

epigastrium baik pada ulkus gaster dan ulkus duodenum. Nyeri

pada ulkus gaster terjadi segera setelah makan sementara

nyeri pada ulkus duodenum terjadi 2-3 jam setelah makan atau

saat lapar dan membaik setelah makan atau minum antasida.

Hal ini disebabkan karena segera setelah makan produksi

asam lambung di lambung meningkat sehinggga pasien

dengan ulkus gaster akan merasa nyeri. Gejala ulkus

duodenum akan muncul beberapa jam setelah makan karena

saat makan, pilorus akan berkontaraksi untuk

mengkontraksikan makanan dilambung dulu baru kemudian

berelaksasi dan melepaskan isi lambung dan asam lambung ke


19

duodenum. Selain mengeluh rasa nyeri epigastrium pasien juga

dapat menegluhkan gejala dispepsia lainnya seperti rasa

terbakar diuluhati, cepat kenyang,rasa penuh diulu hati,

kembung mual dan muntah (Cris, 2014).

4. Diagnosa

Baku emas diagnosis ulkuspeptikum adalah esofago

gastroduodenoskopi (EGD) karena dapat langsung

memvisualisasikan diagnosa mukosa gastroduodenum dan

melakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi dan

identifikasi infeksi H.pylori(Cris. 2014).

Tes lain yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebab

gastritis atau komplikasi adalah sebagai berikut:

a) Upper gastrointestinal (GI) seri. Para pasien menelan

barium,bahan cair kontras yang membuat saluran

pencernaan terlihat dalam sinar X. X-ray gambar mungkin

menunjukkan perubahan pada lapisan perut seperti erosi

atau borok.

b) Tes darah,dokter dapat memeriksa anemia,suatu kondisi

dimana dara yang kaya besi substansi,hemoglobin,juga

berkurang. Anemia mungkin merupakan tanda pendarahan

diperut.

c) Tes untuk Helicobacter Pyloriinfeksi.Tes napas

pasien,darah atau tinja atau tanda tanda infeksi


20

Helicobacter pylori juga dapat dikonfirmasi dengan biopsi

diambil dari perut selama endoskopi(Sukarmin, 2012).

D. Uraian asetosal

Asam asetilsalisilat atau aspirin salahsatu obat analgetik tertua

dan sepanjang masa paling sukses sampai kini terbanyak digunakan di

seluruh dunia.Ditahun 2014 telah diproduksi diseluruh dunia sekitar

35.000 ton aspirin dan lebih dari 100 milyar tablet telah dikonsumsi.

Obat ini telah dikembangkan oleh ahli kimia dari bayer di tahun 1989,

Arthur Eichegrum dan ahli farmakologi Heinrich Dreser.

Selain merupakan analgetik, sekarang ini asetosal banyak

digunakan sebagai alternatif dari anti koagulan. Pencegahan infark

serangan kedua, hal ini berkat khasiat antitrombotik.Obat ini efektif

juga untuk profilaksisi serangan stroke setelah menderita TIA

(Transient ischemic attack, serangan kekurangan darah sementara

diotak) terutama pada pria. Akhir-akhir ini diberikan kemungkinan

penggunaanya utuk prevensi kangker usus dan prostat.

Resorpsinya cepat dan praktis lengkap,terutama dibagian

pertama duodenum, namun karena bersifat asam sebagian zat diserap

pula dilambung. BA-nya lebih rendah akibat FPE dan hidrolisis selama

resorpsi. Dimulai efek analgetik dan antipiretiknya cepat yakni setelah

30 menit dan bertahan 3-6 jam. Efek anti radangnya baru tampak

setelah 1-4 hari. Resorpsi dari rectum (suppositoria) lambat dan tidak

menentu sehingga dosisya perlu digandakan, zat ini segera dihidrolisis


21

jadi asam salisilat dengan efek antinyeri lebih ringan. IP 90-95%

plasma, waktu paruh 15-20 menit, masa paruh asam salisilat adalah 2-

3 jam pada dosisi 1-3g/hari.

Efek samping yang paling sering terjadi adalah iritasi mukosa

lambung dengan resiko tukak lambung dan pendarahan samar

(occoult blood) gastrointestianal. Penyebab adalah sifat asam dari

asetosal yang dapat dikurangi dengan kombinasi suatu antasid atau

digunakan garam kalsiumnya (cabasalab). Pada dosis besar faktor lain

pemegang peranan yaitu hilangnya efek pelindung dari prostasiklin

(Pgl2) terhadap mukosa lambung yang sintesisnya turut dirintangi

akibat blokade siklooksigenase.

Interaksi asetosal memperkuat daya kerja koagulansia,

antidiabetika oral dan metotreksat. Efek obat encok probenesid dan

sulfipirazon berkurang,begitu pula diuretik furosemid dan

spironolakton. Kerja analgetiknya diperkuat oleh kodein,dan d-

prodoksifem. Karena efek anti trombotiknya yang mengakibatkan

resiko pendarahan,penggunaan asetosal perlu dihentikan 1 minggu

sebelum misalnya cabut gigi

Dosis:pada nyeri dan demam oral 4 x sehari 0,5-1 g p.c

;maksimal 4g sehari, anak-anak sampai 1 tahun 10mg/kg 3-4 x sehari,

1-12 tahun 4-6 x sehari, diatas 12 tahun 4 x sehari 320-500 mg

maksimal 2g/hari.Rectal dewasa 4 x sehari 0,5-1g. Anak-anak sampai

2 tahun 2 x sehari 20mg/kg,diatas 2 tahun 3 x sehari 20mg/kg p.c.


22

Pada remaja oral dan rectaln 6 x seharin 1g,maksimal 8g/hari. Pada

serangan migrain dosisi tunggal dari 1g,15-30 menit sesudah minum

domperidon atau metoklopramid. Untuk persentase sekunder infark

jantung 1x sehari 100mg dan setelah TIA 1 x sehari 40-100 mg

dengan dosis awal 100mg (Tjay,T.H,2015).

Mekanisme asetosal merusak lambung yaitu dengan cara

menginhibisisintesisprostaglandin yangmengurangi pembentukan

musin dari bikarbonat. Berkurangnya musin menyebabkan sawar

mukosa yang secara normal mencegah asam mencapai epitel

melemah,sehingga sebagian NSAID akhirnya dapat masuk kedalam

mukosa yang menyebabkan iritasi mukosa lambung (Wallance &

vong,2008)

E. Uraian sukralfat

Sukralfat adalah obat lain untuk tukak lambung dan duodenum,

kerjanya melindungi mukosa dari serangan pepsin asam. Senyawa ini

merupakan kompleks aluminium hidroksida dan sukrosa sulfat dengan

sifat antasida minimal. Inidikasi: Tukak lambung dan tukak

duodenum.Peringatan: gangguan ginjal (hindari bila berat); kehamilan

dan menyusui. Interaksi: menurunkan absorbsi siprofloksasin,

norfloksasin, tertasiklin, fenitoin, mungkin menurunkan absorbsi

warfarin dan glikosida jantung. Efek samping: konstipasi, diare, mual,

gangguan pencernan, gangguan lambung, mulut kering, ruam, gatal-

gatal, nyeri punggung, pusing, sakit kepala, vertigo, dan mengantuk.


23

Saran: tablet dapat disuspensikan dalam 10-15 air; antasida tidak

boleh diberikan setengah jam sebelum atau setelah pemberian

sukralfat. Dosis : 2 g 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur malam) atau

1 g 4 kali sehari 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur malam.

Diberikan selama 4-6 minggu atau pada kasusu yang resisten 12

minggu: maksimal 8 g sehari, anak-anak tidak dianjurkan. Sediaan

beredar: inpepsa, suspensi 500 mg/ml. Ulcron tablet 500 mg.

Ulcumaag, kaptab 500 mg. Ulsafate, kaptab 1g: tablet 500. Ulsidex,

kaptab1g: tablet 1 g (Yuliana, E dkk 2009).

F. Uraian hewan uji

1. Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus)

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Class : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Odontaceti

Family : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus (Akbar B,2010).

2. Morfologi hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus )

Tikus dapat dikandangkan bersama dalam suatu kelompok

besar yang terdiri dari jantan dan betina dari berbagai tingkat tanpa

terjadi perkelahian yang berarti.Tikus yang lepas dari kandang


24

umumnya akan kembali ke kandangnya.Tikus dapat hidup lebih

dari tiga tahun, dan prouktif untuk berbiak selama lebih dari

sembilan bulan atau sampai usia satu tahun selama waktu tersebut

tikus sudah menghasilkan 7–10 liter dengan 6–14 anak pada

masing masing liter. Sesudah satu tahun ukuran liternya semakin

berkurang dan jarak antara liter semakin jauh sampai tidak

produktif lagi pada usia 450–500 hari (Malole M.B.M dan Pramono

C.S.U,1989).

3. Karakteristik hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus )

Berat badan dewasa

Jantan : 450 – 520 gram

Betina : 250 – 300 gram

Berat lahir : 5 – 6 gram

Luas permukaan tubuh: 50 gram – 130 cm2

130 gram – 250 cm2

Temperatur tubuh : 35,9℃ - 37,5℃

Jumlah diploid : 42

Harapan hidup : 2,5 – 3,5 tahun

Konsumsi makanan : 10 gram/ 100 gram/ hari

Konsumsi air minum : 10 ml/ 100gram/ hari

Mulai dikawinkan

Jantan : 65 – 110 hari

Betina : 65 – 110 hari


25

Lama siklus birahi : 4 – 5 hari

Lama kebuntingan : 21 – 23 hari

Jumlah anak perkelahiran: 6 – 12

Umur sapih : 21 hari

Waktu pemeliharaan : 7 – 10 liter / 4 – 5 / bulan

Komposisi air susu : Lemak 13,0%

Protein 7%

Laktosa 3,2%

Jumlah pernafasan : 70 – 115/ menit

Volume tidal : 0,6 – 2,0 ml

Penggunaan oksigen : 0,68 – 1,10 ml/gram/hari

Detak jantung : 250 – 450 /menit

Volume darah : 54 – 70 ml/kg

Tekanan darah : 84 – 134 / 60 mmHg

Butir darah merah: 7 – 10,106 /m m3

Hematokrit : 36 – 48 %

Hemoglobin : 11 – 18 garam/mol

Leukosit: 6 – 17 x 103 / m m3

Neutropil : 9 – 34%

Limphosit : 65 – 85%

Eusinophil : 0 – 6%

Basophil : 0 – 1,5%

Platelet : 500 – 1300 x 103 / m m3


26

Protein serum : 5,6 – 7,6 gram/dL

Albumin : 3,8 – 4,8 gram/dL

Globulin : 1,8 – 3,0 gram/dL

Glukosa serum: 50 – 135 mg/dl

(Malole M.B.M dan Pramono C.S.U,1989)


27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimental yang

merupakan penelitian laboratorium dengan menggunakan rancangan

eksperimental sederhana yakni untuk mengetahui efek anti tukak

ekstrak herbaKi Ambang (Pistia stratiotes) pada lambung tikus putih

(Rattus norvegicus)

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 agustus 2018di

laboratorium fitokimia dan biofarmaseutika fakultas farmasi Universitas

Indonesia Timur Makassar.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattu

norvegicus) yang diperoleh dari wilayah kota makassar, sedangkan

sampel yang digunakan adalah tikus putih (Rattu norvegicus) berusia

3-4 bulan, dengan bobot antara 100-200 gram.

D. Alat dan bahan

1. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat

bedah,aluminium foil,batang pengaduk,corong kaca,erlemeyer,

gelas kimia,gelas ukur,kandang tikus,kertas saring, lumpang,labu

27
28

ukur,rotavapor,sendoktanduk,spoitoral,timbangan

analitik,timbangan digital,toples kaca.

2. bahan yang digunakan

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

aquadest,asetosal, ekstrak herbaKiAmbang(Pistia stratiotes),etanol

70%,hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus),kapas, Na

CMC1%b/v dan sukralfat.

E. Prosedur Kerja

1. Pengambilan bahan uji

Bahan uji penelitian yang digunakan adalah herba Ki

Ambang (Pistia stratiotes) yang diambil dari wilayah kota Makassar

2. Pengolahan bahan uji

Herba yang telah diambil, selanjutnya dicuci dengan air

bersih dan ditiriskan. Kemudian dipotong-potong kecil, selanjutnya

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan ditempat yang

terlindung dari sinar matahari langsung.

3. Ekstraksi herba dengan metode maserasi

Simplisia herbaKi Ambang (Pistia stratiotes) yang telah

dikeringkan, ditimbang sebanyak 500 gram Lalu dimasukkan

kedalam bejana maserasi dan ditambahkan etanol 70 % hingga

terendam sempurna.Bejana ditutup rapat lalu didiamkan selama 5

hari dan sesekali diaduk.Setelah 5 hari disaring, lalu cairan penyari

diganti dengan pelarut yang baru dan dimaserasi kembali hingga


29

simplisia tersari sempurna.Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan

kemudian diuapkan dengan menggunakan rotavapor untuk

mendapatkan ekstrak kental.

4. Pembuatan suspensi asetosal

Ditimbang 20 tablet asetosal,kemudiandihitung bobot rata-

rata tablet,kemudian semua tablet di gerus halus.Suspensi

asetosal dibuat dengan cara menimbang serbuk asetosal

sebanyak0,1332 g lalu dimasukkan kedalam gelas kimia kemudian

dilarutkan sedikit demi sedikit dengan NaCMC 1% b/v sebanyak 50

ml hingga homogen,lalu masukkan kedalam labu ukur dan

dicukupkan volumenya hingga 100 ml dengan NaCMC 1% b/v.

5. Pembuatan Na CMC 1% b/v

Ditimbang 1 gram Na CMC,dimasukkan sedikit demi sedikit

kedalam 50 ml aquadest yang telah di didihkan sambil diaduk

hingga terdispersi.Setelah itu dicukupkan volumenya hingga 100

mL dan dimasukkan kedalam botol.

6. Pembuatan suspensi sukralfat

Ditimbang 20 tablet sukralfat kemudian dihitung bobot rata

rata tablet,lalu gerus halus semua tablet.Suspensi sukralfat dibuat

dengan menimbang serbuk sukralfat sebanyak 0,28 g lalu

dimasukkan kedalam gelas kimia kemudian dilarutkan sedikit demi

sedikit dengan NaCMC 1% b/v sebanyak 50 mL hingga


30

homogen,lalu masukkan kedalam labu ukur kemudian cukupkan

volumenya dengan NaCMC 1% b/v hingga 100 mL

7. Pembuatan suspensi ekstrak herbaKi Ambang (Pistia strotiotes)

Suspensi ektrak herbaKi Ambang (Pistia strotiotes) dengan

konsentrasi0,04% b/v dibuat dengan menimbang ekstrak herbaKi

Ambang (Pistia strotiotes) sebanyak 0,04 g kemudian

disuspensikan dengan NaCMC 1% sebanyak 100 ml,untuk 0,12%

b/v dibuat dengan menimbang ekstrak herba Ki Ambang (Pistia

strotiotes) sebanyak 0,12 g kemudian disuspensikan dengan

NaCMC 1% sebanyak 100 ml, untuk 0,2% b/v dibuat dengan

menimbang ekstrak herbaKi Ambang(Pistia strotiotes)sebanyak

0,2 g kemudian disuspensikan dengan NaCMC 1% sebanyak 100

ml.

8. Pemeliharaan hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih (Rattus

norvegicus).Tikus yang sehat dengan bobot badan 100-200 gram

diadaptasi dengan lingkungan selama tujuh hari, tikus putih yang

digunakan adalah 20 ekor yang di bagi dalam 5 kelompok, setiap

kelompok terdiri dari 4 ekor tikus putih.

9. Perlakuan terhadap hewan uji

Sebelum diberikan perlakuan,terlebih dahulu tikus putih di

puasakan selama 8 jam.Kemudian hewan uji sejumlah 20 ekor

dibagi dalam 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri


31

dari 4 ekor tikus putih. Kemudian diinduksi dengan asetosal

dengan dosis 1 kali sehari selama 7hari sebagai penyebab tukak,

pada hari ke 7 di ambil 1 ekor tikus putih pada masing-masing

kelompok kemudian dibedah untuk melihat tukak yang timbul

setelah pemberian asetosal dosis tinggi. Selanjutnya Kelompok I

diberi NaCMC 1% b/v secara peroral sebagai control negative,

kelompok II, III, dan IV diberi perlakuan secara peroral. Untuk

kelompok II diberi ekstrak herbaKi Ambang dengan

konsentrasi0,04% b/v, kelompok III diberi ekstrak herbaKi Ambang

dengan konsentrasi 0,12%b/v, untuk kelompok IV diberi ektrak

herba Ki Ambang dengan konsentrasi 0,2% b/v selama 7 hari

dengan dosisi 1 kali sehari, Kelompok V diberi sukralfat 0,28 g

secara peroral sebagai control positif. Setelah hari ke-15 bagian

lambung dipisahkan untuk dilakukan pembedahan secara

membujur agar terlihat bagian mukosa lambung tikus. Kemudian

diamati lesi/tukak yang terjadi pada lambung tikus putih

F. Pengumpulan data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan ulkus/tukak lambung

dikumpulkan dari masing masing kelompok perlakuan. Pengumpulan

data dengan cara memberikan skor/nilai pada tukak yang timbul,

dengan kriteria sebagai berikut :

a. Lambung normal skor 1

b. Bintik pendarahan atau jumlah tukak lambung 1,skor 2


32

c. Jumlah tukak lambung 2-4, skor 3

d. Jumlah tukak lambung 5-7, skor 4

e. Jumlah tukak lambung 8-10, skor 5

f. Jumlah tukak lambung lebih dari 10, skor 6

G. Analisis data

Data data yang telah dikumpulkan dari hasil pengamatan

kemudian dianalisa secara statistic dengan menggunakan rancangan

acak lengkap (RAL) yang dilanjutkan dengan rentang Neuman keuls


33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pemberian

ekstrak herba Ki Ambang (pistia strotiotes) terhadap tukak

lambungtikus putih yang diinduksi asetosal, di dapat hasil sebagai

berikut.

Table 1.hasil pengamatan jumlah tukak setelah pemberian ekstrak


herba ki ambang (pistia strotiote) pada lambung tikus putih

Jumlah tukak setelah pemberian ekstrak


Replikas
i NaCmC Ekstrak Ekstra Ekstrak Sukralfa jumlah
1% 0,04% k 0,2% t
0,12% 0,28 %

1 30 19 12 10 1 72

2 27 17 15 5 2 66

3 25 13 9 7 0 54

Jumlah 82 49 36 22 3 192

Rata 27,3333 16,3333 12 7,3333 1 64


rata 3 3 3
34

B. Pembahasan 33

Lambung adalah bagian pencernaan yang dapat mekar paling

banyak terletak terutama di daerah epigastrik dan sebagian disebelah

kiri di daerah hipokonndriak dan umbilical. Lambung terdiri dari bagian

atas yaitu fundus,batang utama,dan bagian bawah yang horizontal,yaitu

antrum pilorik. Lambung berhubungan dengan esophagus melalui

orifisium atau kardia dan dengan duodenum melalui orisium pilorik

(Pearc C. E. 2012).

Tukak lambung berciri borok pada selaput lendir lambungyang

kedalamannya bisa mencapai jaringan otot bahkan dapat

mengakibatkan lubang pada dinding lambung(Tan dan Raharja, 2010).

Pada penderita yang mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin

dalam dosis besar atau obat-obatan NSAID, dapat terjadi jejas mukosa

akut dari mulai hanya edema mukosa dan hyperemia,sampai ke erosi

dan ulserasi.Lesi ini dapat terjadi secara mendadak tanpa didahului

rasa nyeri atau tidak nyaman diperut,baik pada pengguna baru maupun

lama obat-obatan NSAID (Nasar I made,dkk. 2010).

Pada penelitian ini digunakan eksrak herba ki ambang (pistia

strotiotes) yang menurut penelitian sebelumnya memiliki potensi

sebagai anti tukak karna adanya kandunga anti inflamasi pada ekstrak

ini, dengan konsentrasi 0,04 %, 0,12%, dan 0,2% serta menggunakan

control negative yakni NaCMC 1% dan control positif yaitu sukralfat


35

0,28%. Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus putih (Rattus

norvegicus) sebanyak 5 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 4 ekor

tikus putih,dimana hewan uji dipuasakan selama 8 jam kemudian

ditimbang dan dihitung volume pemberian dan dosisnya, selanjutnya

diinduksi asetosal sebagai pemicu tukak pada lambung tikus putih

selama 6 hari yang selanjutnya pada hari ke 7 tiap kelompok diambil 1

ekor tikus putih untuk dibedah dan dilihat tukak yang timbul,kemudian

diberi suspense pada masing masing kelompok. Untuk kelompok I

diberi suspense NaCMC 1% sebagai control negative, kelompok II

diberi suspense ekstrak herba 0,04%, kelompok III diberi suspense

ekstrak herba 0,12%, kelompok IV diberi suspense ekstrak herba 0,2%

dan kelompok V diberi suspense suklarfat 0,28% sebagai control

positifnya, kemudian pada hari ke 14 hewan uji tikus putih pada masing

masing kelompok dibedah untuk melihat jumlah tukak yang timbul

setelah pemberian ekstrak yang selanjutnya data yang diperoleh

dikerjakan menggunakan analisis of varian

Pada penelitian ini diperoleh jumlah tukak yang timbul setelah

perlakuan yakni untuk kelompok I replikasi 1,yaitu 30, replikasi 2,

yaitu27 dan replikasi 3,yaitu 25. Untuk kelompok II replikasi 1 yaitu 19,

replikasi 2 yaitu 17 dan replikasi 3 yaitu 13. Untuk kelompok III, replikasi

1 yaitu 12, replikasi 2 yaitu 15 dan replikasi 3 yaitu 9. Untuk kelompok

IV replikasi 1 yaitu 10, replikasi 2 yaitu 5,replikasi 3 yaitu 7.Pada

kelompok V replikasi 1 yaitu 1 replikasi 2 yaitu 2,dan replikasi 3 yaitu 0.


36

Berdasarkan hasil penelitian setlah pemberian eksttrak herb ki

ambang, konsentrasi yang paling besar dalam menurunkan jumlah

tukak terdapat pada konsentarasi 0,2% yakni dengan jumlah 22. Hasil

analisis menggunakan metode analisis varian menunjukkan bahwa

pemberian ekstrak herba ki ambang konsentrasi 0,04%, 0,12%, dan

0,2% serta pemberian NaCMC sebagi control negative dan sukralfat

sebagai pembanding memberikan pengruh yang signifikan atau

perbedaan efek yang bermakna terhadap efek anti tukak pada lambung

tikus putih dimana Fhitung sebesar 46,10938 lebih besar dari Ftabelbaik

pada taraf kepercayaan 0,01 sebesar 5,99 maupun pada taraf

kepercayaan 0,05 sebesar 3,48. Hal ini menunjukkan adanya

perbedaan efek yang bermakna arau pengaruh yang signifikan antara

kelompok konntrol dan kelompok pemberian ekstrak sehingga

dilanjutkan dengan ui rentang newman keuls.

Berdasarkan hasil uji newman keuls menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan efek yang signifikan atau ada perbedaan efek yang

bermakna antar tiap kelompok perlakuan dengan kelompok control baik

control negative maupun control positif.


37

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahsan maka

dapat disimpulakan sebagai berikut :

1. Pemberian ekstrak herba ki ambang dengan konsentrasi 0,04%,

0,12% dan 0,2% menunjukkan pengaruh dalam penurunan jumlah

tukak pada lambung tikus putih yang diinduksi asetosal dosis tinggi.

2. Pemberian ekstrak herba ki ambang pada konsentrasi 0,2%

menunjukkan pengaruh penurunan jumlah tukak pada lambung

tikus putih, namun efeknya masih lebih rendah daripada pemberian

pembanding sukralfat 0,28% pada taraf α 0,05.

B. SARAN

Disarankan untuk penelitian selanjutnnya tentang efek

farmakologi lain dari herba ki ambang dan dalam bentuk sediaan uji

yang lain serta meningkatkan konsentrasi ekstrak herba ki ambang

untuk pengujian efek yang sama.

37
38

DAFTAR PUSTAKA

Adeyami & shonekan,2016.“Phytochemical Screening and in-vitro


evaluation of Free Radical Scavenging Activity of pistia
strotiotesexreacts”.International Journal.Departmen Of
Pharmaceutical Chemistry,Faculty Of Pharmacy Universitas Of
Logos Nigeria ; diakses pada tanggal 25 april 2018
Akbar ,B.2010.”Tumbuhan dengan kandungan dan senyawa aktif”, Adabia
press ;Bogor
Arynugrah M. 2014 “Anatomi dan Fisiologi Tubuh manusia”. Bafhana
publishing ; Jakarta
Cris dkk.2014.”Kapita selekta kedokteran “ Media aescalipius ; Jakarta
Dalimarta, setiawan.2006,”Atlas tumbuhan obat indonesia jilid 4”,
Puapaswara; Jakarta
Faiz ,omar & moffat,2004 “Anatomi at a galance” ,Erlangga ; Jakarta
Henrich,Michael dkk.2014 “Farmakognosi Dan Fitoterapi” ,EGC ; Jakarta
Erwanto, dhidi.2017.”Aplikasi spektroskopi dan metode pemisahan kajian
farmasi”.diktat kuliah: Makassar
Irianto,kus.2010 “Struktur dan fungsi tubuh manusia untuk para medis”
Yirama widya ; Bandung
Koffuor et al.2012.”Anti-inflammatory activity and safety profile of Pistia
stratiotes Linn”Journal of Ghana Science Association, Vol. 14 No.
1:di akses pada tanggal 25 april 2018.

Lucas, richard,1998 “Rahasia herbalis cina”, Pustaka delapratasa ;


Jakarta

Makmum,D.2007,”Bunga rampai masalah kesehatan dari dalam


kandungan sampai lanjut usia”, Balai penerbit FKUI ; Jakarat.

Malole M.B.M dan Pramono C.S.U,1989.”Penggunaan hewan-hewan uji di


laboratorium”, DPK ; Bogor
mun’im,Abd dan Endang ,2011 “Fitoterapi dasar” ,Dian rakyat ; Jakarta
Nasar I, made. 2010 “Buku ajar patologi II” Sagung seto ; Jakarta
Pears C.E.,2012 “Anatomi dan Fisoiologi untuk para medis” Gramedia
pustaka utama ; Jakarta
39

Rijal,muhammad.2014,”Studi morfologi kayu apu (pistia strotiotes) “Jurnal


Biology Science & Education 2014 ; diakses pada tanggal 25 april
2018.
Shanty,meita.2011.”Penyakit saluran pencernaan”, Katahati; jogjakarta.
Sjamsuhidajat ,R.2012.”Buku ajar ilmu bedah”,EGC ; Jakarta
Soeryoko,Hery.2013.”20 Tanaman obat terbaik untuk maag,typus, dan
liver”.Rapha publishing; yogyakarta.
Staf pengajar bagian patologi Anatomi Fakultas Kedokteran universitas
Indonesia.2008,”Kumpulan kuliah patologi” UI press ; Jakarta
Sukarmin .2012,”Keperawatan pada sistem pencernaan”,Pustaka
pelajar ;Yogyakarta
Tan dan Raharja. 2010 “Obat obat sederhana untuk gangguan sehari-hari”
Alexmedia kompotindo ; Jakarta.
Tjay,T.H,2015,”Obat obat penting”, PT alexmedia kompotindo ; Jakarta
Tulika dan mala et,al, 2015.“Pharmacheutical Potention Of Aquatic Plant
Pistia Strotiotes And Einhornia Crassipes”.International Journal of
Plant Sciences ; diakses pada tanggal 25 april 2018.
Tjitrosoepomo,G.2000, “Taksonomi tumbuhan (spermatophyta)”,
university press; yogyakarta.
Wallance & vong,2008.”NSAID induced gastrointestinal damage and the
design og GI-spaearing NSAID”.US national library of medicine
institution of healt
Widjoyo M, padmiarso, 2009 “15 ramuan penyembuh MAAG” media
Indonesia ;Jakarta
Yulina, E.dkk.2009.”ISO FARMAKOTERAPI”.PT ISFI penerbitan :
Jakarta.
40

Herba Ki Ambang
Tikus putih 20 ekor
(Pistia strotiotes)

Dipuasakan
Dicuci, dipotong-potong kecil,
ditimbangdiangin-anginkan
dikelompokkan
Dimaserasi dengan etanol 70%
selama 5 hari Masing masing kelompok
diinduksi dengan asetosal
13,5mg/BB/hari, kemudian
Ekstrak cair, dan dirotavapor pada hari ke 7 dibedah 1 ekor
tikus pada masing-masing
kelompok untuk melihat tukak
Ekstrak kental herba Ki
yang timbul
Ambang (Pistia stotiotes)

Perlakuan

Kelompok I Kelompo II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V


NaCMC suspensi suspensi suspensi sukralfat 0,28
1% b/v ekstrak herba ekstrak herba ekstrak herba % b/v
0,04 % b/v 0,12 % b/v 0,2 % b/v

Diamati ulkus atau tukak pada hari 15

Data

Analisis data

Pembahasan dan kesimpulan

Gambar 3 :Skema Kerja Pengaruh Pemberian Ektrak Herba Ki Ambang


(Pistia strotiotes) Pada Lambung Tikus Putih (Rattus
norvegicus)
41

Lampiran 1.Perhitungandosis

1. ekstrak Ki Ambang (Pistia stratiotes)

a. Dosis 100mg/kgBB

0,01 g
Dosis ekstrak herba Ki Ambang= x 200 g/BB tikus
1000 g

= 0,002 g/200gBB

Jadi untuk membuat dosis ekstrak Ki Ambang 0,002 gram pada

tikus dengan bobot 200 gram dengan volume pemberian 5 ml

dalam 100 ml aquadest adalah sebagai berikut :

100 ml
Dosis ekstrak herba Ki ambang = x 0,002 gram
5 ml

= 0,04 g/200BB

Jadi ekstrak Ki Ambang yang ditimbang adalah 0,04 g dan

dilarutkan dalam 100 ml aquadest atau sama dengan 0,04 %

b. Dosis 300mg/kgBB

0,03 g
Dosis ekstrak herba Ki Ambang= x 200 g/BB tikus
1000 g

= 0,006 g/200gBB

Jadi untuk membuat dosis ekstrak Ki Ambang 0,006 gram pada

tikus dengan bobot 200 gram dengan volume pemberian 5 ml

dalam 100 ml aquadest adalah sebagai berikut :

100 ml
Dosis ekstrak herba Ki ambang = x 0,006 gram
5 ml

= 0,12 g/200BB
42

Jadi ekstrak Ki ambang yang ditimbang adalah 0,12 g dan

dilarutkan dalam 100 ml aquadest atau sama dengan 0,12 %

c. Dosis 500mg/kgBB

0,05 g
Dosis ekstrak herba Ki ambang= x 200 g/BB tikus
1000 g

= 0,01 g/200gBB

Jadi untuk membuat dosis ekstrak Ki Ambang 0,01 gram pada tikus

dengan bobot 200 gram dengan volume pemberian 5 ml dalam 100

ml aquadest adalah sebagai berikut :

100 ml
Dosis ekstrak herba Ki ambang = x 0,01 gram
5 ml

= 0,2 g/200BB

Jadi ekstrak Ki Ambang yang ditimbang adalah 0,2 g dan dilarutkan

dalam 100 ml aquadest atau sama dengan 0,2 %

2. Perhitungan Dosis Sukralfat

Dosis untuk manusia = 5000 mg

Dosis konfersi manusia ke tikus = 0,018

Dosis untuk tikus 200 gram = 500 x 0,018

= 9 mg/200 g BB/5ml

Dibuat konsentrasi sukralfat = 0,009 g/ml x 100

= 0,9 % b/v

Berat 20 tablet sukralfat = 15,96

Berat rata-rata = 0,80


43

Jadi serbuk sukralfat yang ditimbang untuk 100 mL suspensi

sukralfat

Berat rata−rata
Dosis serbuk di timbang = x berat yang dibutuhkan
Berat etiket

0,080
= x 9 mg
500 mg

= 0,014 gram

100 ml
Untuk sediaan 100 ml = x 0,014 gram
5 ml

= 0,28 gram

Serbuk tablet yang ditimbang sebanyak 0,28 gram disuspensikan

dalam 100 ml NaCMC 1% b/v atau seama dengan 0,28%

3. Perhitungn dosis asetosal

Dosis untuk manusia = 1000 mg

Dosis konfersi manusia ke tikus = 0,018

Dosis untuk tikus 200 gram = 1000 x 0,018

= 18 mg/200 g BB/5ml

Dibuat konsentrasis asetosal= 0,018 g/ml x 100

= 1,8 % b/v

Berat 20 tablet asetosal = 7,38 g

Berat rata-rata = 0,36 g

Jadi serbuk asetosal yang ditimbang untuk 100 mL suspensi

asetosal
44

Berat rata−rata
Dosis serbuk di timbang = x berat yang dibutuhkan
Berat etiket

0,36
= x 18 mg
1000 mg

= 0,006642 gram

100 ml
Untuk sediaan 100 ml = x 0,006642 gram
5 ml

= 0,13284 gram

Serbuk tablet yang ditimbang sebanyak 0,13 gram disuspensikan

dalam 100 ml NaCMC 1% b/v


45

Lampiran 2. Perhitungan statistik

Tabel 2. Perhitungan anova

Hewan uji Control 0,04% 0,12% 0,2% Control Total


(-) (+)

1 30 19 13 10 1 72

2 27 17 15 5 2 66

3 25 13 9 7 0 54

Total 82 49 36 22 3 192

Rata rata 27,33333 16,3333 12 7,33333 1 64


3

Banyak pengamatan : 15

Banyak replikasi :3

A, perhitungan derajad bebas

Db total = total banyak perlakuan – 1

= (3 x 1) – 1

= 14
46

Db perlakuan = banyaknya perlakuan – 1

=5–1

=4

Db galat = db total – db perlakuan

= 14 – 4

= 10

B. perhitungan jumlah kuadrat (JKT)

1. (Total)2 = 302 +192 + 122 + 102 + 102 + 12 + 272 + 172 +

152+ 52 + 22 + 252 + 132 + 92 + 72 + 02

= 3.702

( jumla ∑)2
2 Rata rata =
total banayaknya pengamatan

1922
=
15

= 2457,6

(total perlakuan)2
3 Jk perlakuan = - rata rata
banyak replikasi

822+ 492 +362 +222 +32


= - 2457,6
3
47

10.914
= - 2457,6
3

= 1.180,4

4 Galat = total – jk rata rata – perlakuan

= 3702 – 2457,6 – 1.180.4

= 64

C.perhitungan jumlah kuadran total (JKT)

jumlah kuadrat perlakuan


1. Jk perlakuan =
db perlakuan

1.180,4
=
4

= 295,1

JK T perlakuan
2 JKT perlakuan =
db galat

64
=
10

= 6,4

D.perhitungan nilai distributor F (F hitung)

JKTperlakuan
F hitung =
JKT galat

295,1
=
6,4
48

= 46,10938

Table 3.analisis rancangan acak lengkap ( ANAVA)

Jumlah Ft
Fariasi Db JK JKT Fh
0,05 0.01

Rata rata 1 2457,6

Perlakuan 4 1.180,4 295,1 46,10938 3,48* 5.99

Kekeliruan 10 64 6,4

jumlah 3702

Keterangan
Pengujiannya bersifat signifikan, karna pada taraf α ; 0,01 dan taraf α ;
0,05 di dapat
Fh > Ft α 0,05 = 46,10938
Fh > Ft α 0,01 = 46,10938
Hasil analisis farian ( ANOVA) adalah H0 ditolak pada taraf α = 0,05 dan
α = 0,01 sehinnga hasil pengujian bersifat signifikan ,oleh karenanya
dilanjutkan dengan uji neuman keuls

RJK ( KEKELIRUAN )
sy =
√ n
49

6,4
=
√ 3
= √ 2,13333

= 1,460593487
Dari deret E dalam apendiks dengan V = 10 dan α = 0,05 didapat
DK = 10 pada taraf (α = 0,05)
P = 2 3 4 5
Rentang = 3,153,88 4,33 4,66
Kemudian dikalikan harga rentang yang diperoleh dengan 1,460593487
Maka didapat rentang signifikan terkecil (RST) tiap P
P = 2 3 4 5
RST = 4,600869483 5,667102728 6,324369797 6,80636568
Dari daftar lampiran didapat rata rata perlakuan setelah disusun menurut
Angka terkecil sampai terbesar

A B C D E

Perlakuan sukralfa Ekstrak Ekstrak Ekstrak NaCMC


t 0,02% 0.12% 0,04%

Rata rata 1 7,33333333 12 16,33333333 27,33333333


3

Perbandingan =
A lawan B = 6,33333333 > 4,600869483 signifikan
A lawan C = 11 > 5,667102728 signifikan
A lawan D =15,33333333> 6,324369797 signifikan
A lawan E = 26,33333333 > 6,806365648 signifikan
B lawan C = 4,666666667 > 4,600869483 signifikan
B lawan D = 9 > 5,667102728 signifikan
B lawan E = 20 > 6,324369797 signifikan
50

C lawanD = 4,333333333 < 4,600869483 non signifikan


C lawan E= 15,33333333> 5,667102728 signifikan
D lawan E= 11 > 4,600869483 signifikan
keterangan
Signifikan = ada perbedaan efek atau sama efeknya tiap perlakuan
Non signifikan = tidak ada perbedaan efek atau sama efeknya tiap
Perlakuan

Tabel Histogram
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
NaCMC 1% Ekstrak 0,04% Ekstrak 0,12% Ekstrak 0,2% sukralfat 0,28%

Gambar 4.Histogram data penurunan jumlah tukak pada tiap tiap

perlakuan.
51

Gambar 5. Herba ki ambang (Pistia stratiotes)

Gambar 6. Foto ekstrak herba ki ambang (Pistia stratiotes)


52

Gambar 7. Foto pemberian ekstrak pada hewan uji


53

Gambar 8. Foto Pembedahan pada lambung hewan uji tikus putih

(rattus norvegicus)
54

Gambar 9. Foto Lambung yang tikus putih tukak

Gambar 10. Foto lambung tikus putih yang sehat

Anda mungkin juga menyukai