Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

DAN FARMAKOKINETIKA
PEMBERIAN OBAT DIURETIKA

DISUSUN OLEH :
GOLONGAN I
KELOMPOK 6

KADEK VALENTINA RENITA DEWI (1708551038)


I MADE ARI PARWATA (1708551039)
NI PUTU DITA RIANTI NILA DEWI (1708551040)
LUPU RINA ANTARINI (1708551041)
NI PUTU RIMA PARAMITA (1708551042)
I MADE SLAMET PUTRA PRASETYA (1708551043)
NI MADE MUNICA ARIANTINI (1708551044)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
Judul Praktikum : Pemberian Obat Diuretika.
Tujuan Praktikum :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa seledri terhadap volume
urin, warna urin dan pH urin mencit.
2. Untuk mengetahui dosis infusa seledri yang memiliki efek paling kuat
sebagai diuretik
Tinjauan Pustaka :
1. Mencit (Mus musculus L.)
Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia pengerat (rodensia) yang cepat
berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya
cukup besar, serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya terkarakteristik dengan
baik. Oleh karena itu mencit sangat representatif jika digunakan sebagai model
penyakit genetik manusia (bawaan). Selain itu, mencit juga memiliki ukuran yang
kecil (berat badan kurang dari 1 kg), mudah dipegang, dan dikendalikan,
pemberian materi (ekstraksi mudah dilakukan dengan berbagai rute), lama hidup
relatif singkat, dan fisiologi diperkirakan sesuai atau identik dengan manusia
(Listyorini, 2012). Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus L.
(Akbar, 2010).
Mencit merupakan hewan pengerat yang memenuhi persyaratan sebagai
hewan uji. yang digunakan harus sehat; asal, jenis dan galur, jenis kelamin, usia
serta berat badan harus jelas. Bobot minimal mencit yang digunakan sebagai uji
adalah 20 gram dan rentang umur 6 hingga 8 minggu. Biasanya digunakan hewan
muda dewasa, dengan variasi bobot tidak lebih dari 20% (BPOM, 2014). Urin

1
merupakan jalur utama ekskresi sebagian besar zat-zat dalam tubuh termasuk
senyawa toksik, sehingga ginjal mempunyai tanggung jawab untuk mengekskresi
toksikan dan senyawa-senyawa yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh
(Hanwar et al., 2013). Oleh karena itu pemeriksaan kimia urin dapat memberikan
data mengenai fungsi ginjal dan saluran urin. Salah satu dari fungsi ginjal adalah
untuk menjaga keseimbangan asam-basa tubuh, pH urin merupakan salah satu
parameter apakah ginjal masih berkerja normal atau tidak. Rentang pH urin
normal dari mencit yaitu berkisar antara 4,6-8. Berat Jenis pada urin normal yaitu
berkisar antara 1,005 -1,025 yang lebih berat dibanding dengan air, akan tetapi
berat jenis urin akan bertambah apabila terdapat tambahan substan lain seperti
protein dan glukosa. Warna urin normal ialah kuning jernih (Hanwar et al., 2013).
2. Adaptasi Mencit
Sebelum masuk ke tahap perlakuan, mencit diadaptasikan di lingkungan
kandang selama kurang lebih satu minggu. Tujuan pengadaptasian ini agar hewan
uji teradaptasi dengan kondisi yang akan ditempati selama perlakuan. Selama
proses adaptasi, semua kelompok diberi pakan standar mencit dan minum secara
ad libitum serta dipelihara dalam suhu ruangan yang berkisar 250C dengan
ventilasi udara yang cukup memadai (Sposito dan Santos, 2011).
3. Pemeliharaan Hewan Uji
Ruangan atau tempat pemeliharaan hewan uji haruslah dikondisikan sebaik
mungkin dan memenuhi persyaratan suhu, kelembapan, cahaya, dan kebisingan
yang sesuai dengan kebutuhan dari hewan uji. Dalam hal ini secara umum suhu
ruangan yang memenuhi adalah 22 ± 30C dengan kelembapan relatif 30% - 70%
dan penerangan 12 jam (12 jam setelahnya harus dalam keadaan gelap). Hewan
uji juga harus diberikan pakan tanpa batas namun tetap sesuai standar
laboraturium. Ruangan harus jauh dari sumber kebisingan (BPOM, 2014).
Pemeliharaan hewan uji perlu diperhatikan karena akan berdampak dalam
menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.

2
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
3. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan
percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan
(Malole, 1989).
Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat
mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu
cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi
respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi
kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula
kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan
yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya,
senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu (Malole, 1989).
4. Diuretika
Diuretika ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah diuretik mempunyai dua pengertian, pertama menunjukan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan kedua menunjukan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Prinsip kerja diuretik secara
umum adalah menurunkan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus ginjal, dimana
peningkatan ekskresi elektrolit akan disertai dengan peningkatan ekskresi air yang
diperlukan untuk mencapai keseimbangan osmotik (Permadi, 2006). Diuretikum
bermanfaat dalam pengobatan berbagai penyakit yang berhubungan dengan
retensi abnormal garam dan air dalam kompartemen ekstraseluler, dapat
disebabkan oleh kegagalan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, toksemia
kehamilan, atau akibat sampingan obat (Foye 1995). Diuretikum bekerja terutama
dengan meningkatkan ekskresi ion-ion natrium, Cl-, atau HCO3-, yang merupakan
elektrolit utama dalam cairan luar sel. Selain itu, diuretikum juga menurunkan
penyerapan kembali elektrolit di tubulus renalis dengan melibatkan proses
pengangkutan aktif (Siswandono, 1995).

3
Diuretik di dalam dunia kedokteran digunakan untuk menurunkan volume
cairan ekstraseluler, khususnya pada penyakit yang berhubungan dengan edema
dan hipertensi. Diuretik juga dapat dijadikan sebagai terapi sirosis hati, asites,
sindrom nefritis, dan toksemia gagal ginjal. Sediaan diuretik yang ideal
sebagianya mampu meningkatkan ekskresi volume urin, ekskresi natrium, dan
kalium (Adriyanto et al., 2013). Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi
cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa
sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Nurihardiyanti et al.,
2015).
Diuretika adalah obat-obatan yang menyebabkan meningkatnya aliran urine.
Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi
Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak
dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara
pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Perubahan osmotik dimana
urine dalam tubulus menjadi meningkat karena natrium lebih banyak dalam urine,
dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal sehingga produksi urine
menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretik meningkatkan volume urine dan
sering mengubah pH-nya serta komposisi ion didalam urin dan darah (Mycek dan
Harvey, 2001).
5. Infusa Seledri
Infusa seledri merupakan cairan daun seledri yang dimanfaatkan sebagai obat
diuretik. Menurut Depkes RI (1995), cara pembuatan infus seledri adalah sampel
yang telah disiapkan dicuci bersih kemudian dirajang lalu ditimbang. Sampel
yang telah di timbang kemudian dimasukkan kedalam panci infus dan dimasukkan
aquades sesuai dengan volume. Sampel dipanaskan pada suhu 90°C selama 15
menit, sambil sekali-sekali diaduk. Setelah dingin, disaring menggunakan kain
flannel dan ditambahkan air secukupnya melalui ampas sampai diperoleh infusa
daun seledri.
6. Tanaman Seledri
Klasifikasi tanaman seledri (Apium graveolens L.) menurut Sugati dan
Hutapea (1991):
- Divisi : Spermatophyta
- Subdivisi : Angiospermae

4
- Kelas : Dicotyledoneae
- Subkelas : Asteridae
- Bangsa : Asterales
- Suku : Apiaceae
- Marga : Apium
- Jenis : Apium graveolens Linn.
Secara morfologis, Apium graveolens L. adalah tanaman semak, tinggi
kurang lebih 50 cm, batang tidak berkayu, daun majemuk berpangkal, menyirip
ganjil berbentuk lekuk tangan, baunya khas, pangkal dan ujung daunnya runcing,
tepi daun bergerigi, serta berwarna hijau (Sugati dan Hutapea, 1991). Akar seledri
berkhasiat memacu enzim pencernaan dan peluruh kencing (diuretika), sedangkan
buah/bijinya sebagai pereda kejang (antispasmodik), menurunkan kadar asam urat
darah, antirematik, peluruh kencing (diuretika), peluruh kentut (karminatifa),
afrodisiaka, dan penenang (sedatif) (Dalimarta, 2006). Dari hasil penelitian yang
dilakukan sebelumnya, seledri (Apium graveolens L.) juga mempunyai beberapa
khasiat diantaranya ekstrak air herba seledri mempunyai efek diuretik (Ristiyanto,
2006). Kandungan kimia daun Apium graveolens L. adalah saponin, flavonoid,
politenon, protein, minyak atsiri, belerang, kalium, kalsium, fosfor, garam fosfat,
zat besi, vitamin A, B, dan C (Sitanggang dan Wiryo, 2002). Kandungan
flavonoid daun seledri dapat berfungsi sebagai anti inflamasi, anti virus, anti
bakteri, anti parasite, anti alergi, anti trombosit, dan anti diuretis (Harborne, 1993;
Robinson, 1995).
7. Furosemid

Gambar 2. Struktur molekul furosemida (Depkes RI, 1995)


Nama kimia : Asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoilantranilat
Rumus molekul : C12H11ClN2O5S
Berat molekul : 330,74 g/mol

5
Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir kuning; tidak
berbau.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam aseton,
dalam dimetilformamida dan dalam larutan alkali
hidroksida; larut dalam metanol; agak sukar larut dalam
etanol; sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam
kloroform (Depkes RI, 1995).
Furosemid adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif sebagai diuretik.
Efek kerjanya cepat dan dalam waktu yang singkat. Mekanisme kerja furosemid
adalah menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal.
Furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak
mempengaruhi tekanan darah yang normal. Pada penggunaan oral, furosemida
diabsorpsi sebagian secara cepat dan diekskresikan bersama urin dan feses
(Lukmanto, 2003).
Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian secara oral, dengan
waktu paruh biologis ± 2 jam. Resorpsinya dari usus hanya lebih kurang 50%, t ½
plasmanya 30-60 menit. Ekskresinya melalui kemih secara utuh, pada dosis tinggi
juga lewat empedu (Tjay dan Rahardja, 2002).
Efek samping jarang terjadi dan relatif ringan seperti mual, muntah, diare,
rash kulit, pruritus dan kabur penglihatan. Pemakaian furosemida dengan dosis
tinggi atau pemberian dengan jangka waktu lama dapat menyebabkan
terganggunya keseimbangan elektrolit (Lukmanto, 2003). Secara umum, pada
injeksi intra vena terlalu cepat dan jarang terjadi ketulian (reversible) dan
hipotensi. Dapat juga terjadi hipokaliemia reversibel (Tjay dan Rahardja, 2002).
8. Konversi Dosis Manusia ke Dosis Hewan Coba
Konversi dosis dari manusia ke hewan coba dinyatakan dengan faktor konversi.
Dicari
Diketahui Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
4 kg
20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 12 kg 70 kg

Mencit
1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
20 g

6
Tikus
0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmot
0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci
0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
1,5 kg
Kucing
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
2 kg
Kera
0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
4 kg
Anjing
0,008 0,06 0,1 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
70 kg
Tabel 2.8. Faktor Konversi Dosis (Anggara, 2009).

Rumus konversi dosis lazim manusia ke hewan coba.

(Anggara, 2009).
Perhitungan volume obat yang diinjeksikan.

(Nair and Jacob, 2016).

Prosedur kerja:
1. Pemberian Obat Diuretika
Ditimbang keenam mencit untuk mengetahui bobot masing-masing mencit.
Dipisahkan keenam mencit pada masing-masing kandang perlakuan yang berbeda.
Dicatat data awal urin mencit (warna urin, pH urin, dan volume urin). Disiapkan
obat herbal (Infusa Seledri) dengan lima variasi dosis yang berbeda. Obat
diberikan pada kelima mencit dengan cara peroral dengan cara disonde. Satu

7
mencit digunakan sebagai kontrol dan diberikan air putih atau akuades. Ditunggu
hingga 24 jam dan dilakukan pengamatan pada urin mencit yang diperoleh (warna
urin, pH urin, dan volume urin).

Jenis perlakuan yang diberikan :


Kontrol Positif : Furosemid
Kontrol Negatif : Akuades
Kontrol Normal : Tidak diberikan apapun
Kontrol Perlakuan : Infusa seledri konsentrasi 50% dan 100%
Rute pemberian : Oral
Volume yang diberikan: 2 mL
 Variasi Konsentrasi 50%
Diketahui :
Dosis Furosemid : 40 mg
Bobot Mencit V : 21,51 gram
Faktor Konversi : 0,0026/ 20 g
Volume yang disonde : 0,2 mL
Volume yang dibuat : 100mL
Bobot rata-rata tablet furosemide: 192,15 mg
Ditanya :
a. Dosis mencit?
b. Dosis yang diberikan untuk mencit?
c. Jumlah furosemide?
d. % kadar
e. Bobot serbuk yang ditimbang untuk membuat suspensi furosemide
Jawab :
a. Dosis mencit = Dosis manusia (furosemid) x faktor konversi
= 40 mg x 0,0026
= 0,104 mg

b. Dosis yang diberikan= x Dosis mencit

= x 0,104 mg

= 0,111 mg

8
c. Jumlah furosemide = x dosis yang diberikan

= x 0,111 mg

= 55,5 mg

d. % kadar = x 100%

= x 100%
= 55,5%
e. Bobot serbuk yang ditimbang untuk membuat suspensi furosemide

X= 266,60 mg
 Perhitungan volume aquadest yang diberikan pada mencit (disonde)
Mencit V

Volume yang diberikan = x Dosis mencit

= X 0,104 g

= 0,11 mg
= 0,11 ml
Jadi volume aquadest yang diberikan pada mencit V yaitu 0,11 mL
 Perhitungan volume infusa seledri yang diberikan (disonde)
Diketahui
Bobot mencit untuk kontrol perlakuan (diberikan infusa seledri)
1. Mencit I = 19,3 g
2. Mencit II = 20,8 g
3. Mencit III = 18,84 g
Infusa seledri 100 mL mengandung 10 gram seledri
Faktor konversi dosis untuk mencit = 0,0026/20 gram BB
Variasi I Konsentrasi infusa seledri = 50%

9
Ditanya :
Dosis yang diberikan pada mencit?
Penyelesaian :
Dosis mencit = Dosis manusia x faktor konversi
= 10.000 mg x 0,0026
= 26 mg / 20 mg BB
Volume dosis mencit = Volume dosis manusia x faktor konversi
= 100 mL x 0,0026
= 0,26 mg / 20 mg BB
Perhitungan Volume Infusa Seledri yang diberikan kepada Mencit
Dosis 50%
Mencit I
Volume yang diberikan = volume dosis mencit x BB mencit x kadar variasi dosis

= X 19,3 g X 50%

= 0,13 mL
Mencit II
Volume yang diberikan = volume dosis mencit x BB mencit x kadar variasi dosis

= X 20,8 g X 50%

= 0,14 mL
Mencit III
Volume yang diberikan = volume dosis mencit x BB mencit x kadar variasi dosis

= X 18,84 g X 50%

= 0,12 mL
Jadi volume infusa seledri yang diberikan (disondekan) untuk mencit I sebesar
0,13 mL, mencit II sebesar 0,14 mL, mencit III sebesar 0,12 mL
 Variasi Konsentrasi 100%
Diketahui :

10
Dosis Furosemid : 40 mg
Bobot Mencit V : 24,9 gram
Faktor Konversi : 0,0026/ 20 g
Volume yang disonde : 0,2 mL
Volume yang dibuat : 100mL
Bobot rata-rata tablet furosemide: 192,15 mg
Ditanya :
f. Dosis mencit?
g. Dosis yang diberikan untuk mencit?
h. Jumlah furosemide?
i. % kadar
j. Bobot serbuk yang ditimbang untuk membuat suspensi furosemide
Jawab :
f. Dosis mencit = Dosis manusia (furosemid) x faktor konversi
= 40 mg x 0,0026
= 0,104 mg

g. Dosis yang diberikan= x Dosis mencit

= x 0,104 mg

= 0,129 mg

h. Jumlah furosemide = x dosis yang diberikan

= x 0,129 mg

= 64,5 mg

i. % kadar = x 100%

= x 100%
= 64,5%
j. Bobot serbuk yang ditimbang untuk membuat suspensi furosemide

X= 309,68 mg

11
 Perhitungan volume aquadest yang diberikan pada mencit (disonde)
Mencit IV

Volume yang diberikan = x Dosis mencit

= X 0,104 g

= 0,117 mg
= 0,117 ml
Jadi volume aquadest yang diberikan pada mencit IV adalah 0,117 mL
 Perhitungan volume infusa seledri yang diberikan (disonde)
Diketahui
Bobot mencit untuk kontrol perlakuan (diberikan infusa seledri)
4. Mencit VIII = 23,8 g
5. Mencit VII = 25,7 g
6. Mencit VI = 22,5 g
Infusa seledri 100 mL mengandung 10 gram seledri
Faktor konversi dosis untuk mencit = 0,0026/20 gram BB
Variasi II Konsentrasi infusa seledri= 100%
Ditanya :
Dosis yang diberikan pada mencit?
Penyelesaian :
Dosis mencit = Dosis manusia x faktor konversi
= 10.000 mg x 0,0026
= 26 mg / 20 mg BB
Volume dosis mencit = Volume dosis manusia x faktor konversi
= 100 mL x 0,0026
= 0,26 mg / 20 mg BB
Perhitungan Volume Infusa Seledri yang diberikan kepada Mencit
Dosis 100%
Mencit I
Volume yang diberikan = volume dosis mencit x BB mencit x kadar variasi dosis

12
= X 23,8 g X 100%

= 0,31 mL
Mencit III
Volume yang diberikan = volume dosis mencit x BB mencit x kadar variasi dosis

= X 25,7 g X 100%

= 0,33 mL
Mencit VIII
Volume yang diberikan = volume dosis mencit x BB mencit x kadar variasi dosis

= X 22,5 g X 100%

= 0,29 mL
Jadi volume infusa seledri yang diberikan (disondekan) untuk mencit VIII sebesar
0,31 mL, mencit VII sebesar 0,33 mL, mencit VI sebesar 0,29 mL

Hasil Pengamatan :
1. Pengamatan Akhir
Mencit Kesadaran Aktivitas Berat Jumlah pH Warna
Badan Urin Urin Urin
(g) (mL)
VIII (Infusa Sadar Aktif 23,8 0,35 8 Kuning
seledri)
VII (Infusa Sadar Aktif 25,7 - - -
seledri)
VI (Infusa Sadar Aktif 22,5 0,5 9 Kuning
seledri)
V (Kontrol Sadar Aktif 24,9 0,7 6 Kuning
negatif)

13
IV (Kontrol Sadar Aktif 22,6 0,7 9 Kuning
positif)
III (Kontrol Sadar Aktif 21,6 0,3 9 Kuning
normal)

2. Pengamatan Urinasi Setelah Perlakuan


Mencit Dosis Waktu pemberian Waktu urinasi Durasi
VIII (Infusa 0,38 mL 14.01 WITA 15.00 WITA 59menit
seledri))
VII (Infusa 0,41 mL 14.07 WITA 15.00 WITA 53 menit
seledri)
VI (Infusa 0,37 mL 14.14 WITA 15.03 WITA 46 menit
seledri)
V (Kontrol 0,11 mL 14.21 WITA 15.24 WITA 1 jam 3
negatif) menit
IV (Kontrol 0,275 mL 14.29 WITA 14.40 WITA 19 menit
positif)
III (Kontrol - 14.00 WITA 16.00 WITA 1 jam 14
normal) menit

Pembahasan:
Infus daun seledri merupakan cairan daun seledri yang dimanfaatkan sebagai
peluruh kencing (diuretik). Seledri berkhasiat memacu enzim pencernaan dan
kencing (diuretik), pereda kejang (antispasmodik), menurunkan kadar asam urat
darah, antirematik, peluruh kencing (diuretik), peluruh kentut (karminatif),
afrodisiak, penenang (sedatif), dan antihipertensi (Dalimartha, 2000). Infusa
seledri dapat meningkatkan volume urin yang disebabkan karena adanya
kandungan flavonoid yang berperan dalam meningkatkan volume urin (diuresis)
dimana mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat reabsorpsi Na +, K+, dan
Cl-, sehingga terjadi peningkatan elektrolit di tubulus sehingga terjadilah diuresis
(Khabibah, 2011).
Awal pengamatan dilakukan dengan menimbang 8 mencit yaitu dengan cara
meletakkan mencit di atas beaker glass yang diletakkan terbalik di atas timbangan
kemudian dicatat masing-masing bobot mencit dan ditandai dengan cat kuku

14
sesuai dengan peraturan BPOM Nomor 7 tahun 2014 yaitu penandaan mencit I
dibagian kepala, mencit II dibagian punggung, mencit III dibagian ekor, mencit IV
dibagian kepala dan punggung, mencit V dibagian kepala dan ekor, mencit VI
dibagian ekor punggung, mencit VII dibagian kepala, punggung, ekor, dan mencit
VIII dibagian kaki kanan depan mencit. Adapun tujuan penimbangan pada
pengamatan awal adalah untuk mengetahui berat badan mencit. Selain itu dilihat
volume urin, pH urin, serta warna urin dilakukan satu minggu sebelumnya untuk
mengetahui kondisi awal dari mencit sebagai hewan uji yang digunakan. Hasil
penimbangan berat badan awal yang dilakukan menunjukkan bahwa berat badan
mencit I hingga VIII berturut-turut adalah 19,3; 20,8; 18,84; 20,93; 21,8; 18,7;
22,2; 21,51 gram. Mencit dimasukkan ke dalam kandang perlakuan dengan
memegang ekornya, diletakkan diatas kawat kandang bersama, Pengamatan awal
terhadap volume urin, pH urin, serta warna urin mencit dilakukan pada kandang
perlakuan yang mana mencit dipisahkan per individu.
Hasil awal pengamatan menunjukkan bahwa mencit yang berkemih yaitu
mencit I sebesar 0,6 cc dengan pH 6, mencit II sebesar 0,6 cc dengan pH 9, mencit
III sebesar 0,5 cc dengan pH 9, mencit V sebesar 0,7 cc dengan pH 7, mencit VI
sebesar 0,5 cc dengan pH 9, mencit VIII sebesar 0,6 cc dengan pH 9. Warna urine
yang dihasilkan yaitu kuning. Pada mencit IV dan VII tidak mengeluarkan urine.
Pemberian sediaan infusa daun seledri dilakukan minggu ke II yang digunakan
yaitu enam ekor mencit sebagai hewan uji. Sebelum dilakukan percobaan enam
ekoor mencit ditimbang terlebih dahulu sebelum pemberian sediaan secara per
oral. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui berat badan dari masing-masing
mencit yang akan digunakan untuk menghitung dosis infusa seledri yang akan
diberikan.
Pemberian sediaan infusa daun seledri (Apium graveolens Folium) pada
minggu I diberikan dosis 50% dan pada minggu II dengan dosis 100% diberikan
menggunakan alat sonde secara oral. Sebelum memulai perlakuan dilakukan
proses penimbangan bobot mencit, kemudian diberikan sediaan infusa secara per
oral dengan teknik sonde lambung. Hal yang perlu diperhatikan adalah teknik
memegang mencit saat proses menyonde. Adapun proses penyondean mencit

15
dilakukan dengan memegang pada bagian ekor lalu diletakkan mencit pada tempat
yang berisi pegangan, tarik ekor mencit supaya posisi mencit berpegangan dielus
perlahan dan dicubit pada bagian tengkuk, kemudian diposisikan secara terbalik
dengan kondisi tengkuk dan ekor yang tetap terjepit oleh satu tangan. Penyondean
dilakukan dengan tangan yang tidak memegang mencit secara perlahan dengan
posisi sonde yang sekiranya tepat dengan kerongkongan mencit agar sediaan yang
diberikan tidak dimuntahkan dan dapat langsung menuju lambung.
Mencit yang digunakan untuk pengamatan minggu I yaitu mencit I (perlakuan
dengan pemberian dosis infusa seledri 50%) dengan volume dosis yang diberikan
sebesar 0,13 mL, mencit II (perlakuan dengan pemberian dosis infusa seledri
50%) dengan volume dosis yang diberikan sebesar 0,14 mL, mencit III (perlakuan
dengan pemberian dosis infusa seledri 50%) dengan volume dosis yang diberikan
sebesar 0,12 mL, mencit IV (kontrol positif pemberian obat furosemid) dengan
volume dosis yang diberikan sebesar 0,275 mL, mencit V (kontrol negatif
pemberian air) dengan volume dosis yang diberikan sebesar 0,11 mL, mencit VI
(kontrol normal tanpa perlakuan. Semua mencit yang telah diberikan obat secara
per oral dimasukkan ke dalam kandang pengamatan yang terpisah per individu.
Mencit yang digunakan untuk pengamatan minggu II yaitu mencit VII
(perlakuan dengan pemberian dosis infusa seledri 100%) dengan volume dosis
yang diberikan sebesar 0,31 mL, mencit VII (perlakuan dengan pemberian dosis
infusa seledri 100%) dengan volume dosis yang diberikan sebesar 0,33 mL,
mencit VI (perlakuan dengan pemberian dosis infusa seledri 100%) dengan
volume dosis yang diberikan sebesar 0,29 mL, mencit V (kontrol positif
pemberian furosemid) dengan volume dosis yang diberikan sebesar 0,129 mL,
mencit IV (kontrol negatif pemberian air) dengan volume dosis yang diberikan
sebesar 0,117 mL, mencit VI (kontrol normal tanpa perlakuan. Semua mencit
yang telah diberikan obat secara per oral dimasukkan ke dalam kandang
pengamatan yang terpisah per individu.
Berdasarkan hasil pengamatan, untuk minggu pertama dan kedua secara garis
besar menghasilkan urin dengan warna dan pH yang sama yaitu warna kuning
dengan pH yang beragam serta dengan perolehan volume urine yang berbeda-

16
beda. pH urin yang diberikan infusa, kontrol normal dan negatif menunjukan nilai
pH 9, sedangkan untuk mencit sebagai kontrol positif memberikan nilai pH 7.
Mencit yang paling banyak mengeluarkan urin adalah mencit VI kontrol positif
(diberikan obat furosemid) yang mana volume urin yang dihasilkan sebesar paling
banyak yaitu 0,7 cc dengan waktu onset 20 menit. Hal ini mengindikasikan bahwa
obat furosemide merupakan obat golongan loop diuretic yang efektif digunakan
sebagai obat diuretik. Kemudian mencit yang diberikan infusa seledri
mengeluarkan urin sebesar rata-rata 0,55 cc dengan waktu onset antara 20-50
menit. Infusa seledri dapat meningkatkan volume urin yang disebabkan karena
adanya kandungan flavonoid yang berperan dalam meningkatkan volume urin
(diuresis) dimana mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat reabsorpsi
Na+, K+, dan Cl-, sehingga terjadi peningkatan elektrolit di tubulus sehingga
terjadilah diuresis (Khabibah, 2011). Kemudian mencit sebagai kontrol negatif
mengeluarkan urin sebanyak 0,5 cc dengan waktu onset 1 jam 3 menit, dan
kontrol normal mengeluarkan urin juga 0,5 cc dengan waktu onset paling lama
yaitu 1 jam 14 menit. Hal ini mengindikasikan bahwa air jika dibandingan dengan
infusa seledri , air memiliki efek diuretik yang lebih lemah/ tidak memiliki efek
diuretik.

Kesimpulan:
1. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, pemberian infusa seledri
dapat meningkatkan jumlah urin yang dihasilkan oleh mencit, hal ini dilihat
dari jumlah urin yang dihasilkan kontrol normal (mencit tanpa
perlakuan)lebih rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Pemberian
infusa tidak mempengaruhi pH urin mencit, hal ini dibuktikan dengan pH urin
mencit perlakuan dengan pH mencit sebagai kontrol normal sama-sama
memiliki nilai 9. Untuk onset, kelompok perlakuan juga memiliki onset yang
relatif lebih cepat dibanding kelompok kontrol normal.
2. Penentuan dosis efektif belum dapat disimpulkan pada laporan ini,
dikarenakan perlakuan dilakukan hingga dosis 150% sehingga perlu
menunggu hasil dari perlakuan dosis infusa 150%. Melalui dua percobaan ini

17
hanya dapat disimpulkan pemberian dosis infusa 50% menujukan jumlah
rata-rata urin lebih banyak dibandingkan dengan dengan perlakuan pemberian
infusa 100%.

Saran :
Kepada praktikan selanjutnya diharapkan dapat lebih teliti dalam
mempertimbangkan dosis yang diberikan kepada mencit agar dapat
mempermudah pengamatan volume, warna dan pH urin mencit yang dihasilkan
sehingga praktikan dapat lebih memahami mekanisme kerja obat diuretik herbal
yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Adriyanto, Poniman, A. Sutisman, dan W. Manalu. 2013. Evaluasi Aktivitas
Diuretik Ekstrak Etanol Buah Belimbingan Wuluh (Averrhoa bilimbi)
sebagai Diuretik Alami: Kadar Natrium, Kalium, dan pH Urin. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia 11(1):53-59.
Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi
Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press.
Anggara, R. 2009. Pengaruh Ekstrak Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir.)
terhadap efek sedasi pada mencit BALB/C. Laporan Akhir Penelitian pada
FK Universitas Diponegoro. Semarang : tidak diterbitkan.

BPOM. 2014. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik


Indonesia tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara In Vivo. Nomor
7. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.
Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Cetakan I. Jakarta: Puspa
Swara.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Foye OW. 1995. Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal. Cetakan Pertama. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.

18
Hanwar, D., Melannisa, R. & Trisharyanti, I. 2013. Pengembangan Obat
Antikanker Payudara dari Lempuyang Gajah dan Lempuyang Emprit
dengan Kontrol Kualitas Berbasis Senyawa Penanda Zerumbone dan
Aktivitas Antikanker pada Sel T47D. Surakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah.
Harborne, J. B. 1993. The Flavonoids. Britain: Chapman and Hall.
Khabibah, N. 2011. Uji Efek Diuretik Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris L) Pada
Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Skripsi. STIKES Ngudi Waluyo.
Ungaran.

Listyorini, P. I. 2012. Uji Keamanan Ekstrak Kayu Jati (Tectona Grandis L.F)
Sebagai Bio-Larvasida Aedes Aegypti Terhadap Mencit. Unnes Public
Health Journal 1(2): 1-7.
Lukmanto, H. 2003. Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia. Edisi II.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan – Hewan Percobaan
Laboratorium. Bogor: IPB. DitJen Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Bioteknologi.

Mycek, M. J., Harvey, R. A., dan Champe, P.C.. 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar. Jakarta : Widya Medika.
Nair, A. B. and S. Jacob. 2016. A Simple Practice Guide for Dose Conversion
Between Animals and Human. Journal of Basic and Clinical Pharmacy.
Vol. 7(2) : 27-31.
Nurihardiyanti, Yuliet, dan Ihwan. 2015. Aktivitas Diuretik Kombinasi Ekstrak
Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Biji Salak (Salacca zalacca varietas
zalacca (Gaert.) Voss) Pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus
L). Galenika Journal of Pharmacy 1(2):105-112.
Permadi, A. 2006. Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Depok: Penebar Swadaya.
Ristiyanto, I. A. 2006. Efek Diuretik Ekstrak Air Herba Seledri (Apium
graveolens, Linn.) pada Tikus Jantan Wistar. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

19
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Ke-6.
Penterjemah: Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.
Siswandono, Bambang S. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga
University Press.
Sitanggang, M. dan Wiryo, S. 2002. Sehat dengan Ramuan Tradisional. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Sposito dan Santos. 2011. Histochemical Study of Early Embryo Implantation in
Rats. Int. J. Morphol. 29 (1) : 187-192.
Sugati dan Hutapea, J.. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. 305-306.
Tjay, T. H dan K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta : Elex Media Komputindo.

20

Anda mungkin juga menyukai