Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

PERCOBAAN IV
KECEPATAN DISOLUSI

DISUSUN OLEH :
GOLONGAN I
KELOMPOK IV

JESSICA LIANTY (1708551021)


GUSTI AYU DIAN NANDA PRATIWI AS (1708551022)
NI MADE SANTI (1708551023)
PUTU IVAN ADI WIBAWA (1708551024)
IDA AYU WIRYANI (1708551025)
WAYAN IRA MASUARI (1708551026)
ANAK AGUNG KETUT ELI DANA SAI (1708551027)
NI PUTU WIWIK YULIANTARI (1708551028)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KECEPATAN DISOLUSI
I. LATAR BELAKANG
Kecepatan disolusi di dalam bidang farmasi sangat diperlukan dalam
pemilihan medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat,
membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu
pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar
atau uji kemurnian dalam bidang farmasi (Ansel, 1985). Disolusi zat padat adalah
jumlah atau persen zat aktif dalam suatu sediaan padat yang larut pada waktu
tertentu dalam kondisi baku misalnya pada suhu, kecepatan pengadukan dan
komposisi media tertentu (Isnawati, dkk., 2003). Laju disolusi suatu obat adalah
kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi terlarut dalam medianya setiap
waktu tertentu. Jadi disolusi menggambarkan kecepatan obat larut dalam media
disolusi (Martin, et al., 1993).
Obat mempunyai beberapa sediaan seperti tablet, kapsul, suspense, dan
berbagai larutan sediaan farmasi. Salah satu sediaan uji sediaan dalam dunia
kefarmasian adalah uji disolusi untuk mengetahui seberapa banyak persentase zat
aktif dalam obat, yang terabsorpsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk
memberikan efek terapi. Obat dalam bentuk sediaan padat mengalami tiga tahap
pelepasan dari bentuk sediaan sebelum mengalami proses absorbsi. Tahapan
tersebut meliputi disintegrasi, deagregasi dan disolusi. Faktor-faktor yang
diperhatikan dalam uji disolusi antara lain ukuran dan bentuk yang akan
mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, selain itu sifat media pelarutan juga
akan mempengaruhi uji kelarutan.Sebelum partikel padat terdisolusi maka
molekul solut pertama-tama harus memisahkan diri dari permukaan padat,
kemudian bergerak menjauhi permukaan memasuki pelarut.Kecepatan obat
mencapai sistem sirkulasi dalam proses disintegrasi, disolusi dan absorpsi,
ditentukan oleh tahap yang paling lambat dari rangkaian di atas yang disebut
dengan rate limiting step (Shargel, et al, 2012).
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki
daya larut dalam air untuk memberikan efek terapetik yang diinginkan. Senyawa-
senyawa yang relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi

1
yang tidak sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan respon
terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini
mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti
garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi.
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pentingnya disolusi dalam pembuatan
sediaan.
II. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana jumlah parasetamol yang terdisolusi dalam media
persatuan waktu?
III. TUJUAN
Untuk mengetahui jumlah parasetamol yang terdisolusi dalam media
persatuan waktu.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Disolusi
Disolusi merupakan proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat
kedalam larutan dalam suatu medium (Syukri, 2002). Pelarut suatu zat aktif
sangat penting, artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke
dalam tubuh. Sediaan obat yang harus  diuji disolusinya (Ansel, 1985). Uji
disolusi memiliki kecepatan dalam melarutkan sediaan. Kecepatan disolusi adalah
suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu
setiap satuan waktu. Persamaan kecepatan menurut Noyes dan Whitney sebagai
berikut (Ansel, 1993).

Dimana dM/dt adalah laju peningkatan disolusi dari jumlah material, Cs


adalah kelarutan saturasi dari obat dalam larutan pada lapisan difusi, C adalah
konsentrasi obat dalam larutan bulk, S adalah luas permukaan partikel yang
menyentuh larutan, h adalah ketebalan lapisan difusi, dan D adalah koefisien
difusi dari zat terlarut dalam larutan.

2
4.2 Alat Uji Disolusi
Terdapat beberapa tipe alat yang dapat digunakan untuk menguji disolusi
suatu sediaan obat, diantaranya :
4.2.1 Tipe Keranjang
Metode keranjang terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari
kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang
di gerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup
sebagian dalam suatu tangas air sehingga suhu dapat dipertahankan 37° ± 0,5° C
selama pengujian berlangsung. Pada bagian atas wadah dapat digunakan suatu
tutup yang pas untuk mencegah penguapan. Batang logam berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu
vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Batas
kecepatan yang memungkinkan untuk memilih kecepatan dan mempertahankan
kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih
kurang 4% (Depkes RI,1995). Dibawah ini terdapat gambar dari metode
keranjang :

Gambar 1. Pengaduk Bentuk Keranjang (Depkes RI, 1995)

3
4.2.2 Tipe Dayung

Metode dayung terdiri atas dayung yang dilapisi khusus, yang


berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan.
Dayung diikat secara vertikal kesuatu motor yang berputar dengan suatu
kecepatan yang terkendali.

Gambar 2. Pengaduk Bentuk Dayung (Depkes RI, 1995).


Tablet atau kapsul diletakan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga
berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan
dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket
dipertahankan pada suhu 37oC. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung
yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Sehingga
metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung (Depkes RI, 1995)
4.2.3 Tipe Reciprocating Cylinder
Tipe reciprocating cylinder terdiri dari satu rangkaian labu kaca yang datar
berbentuk silinder, satu set silinder kaca yang bergerak bolak-balik, alat
kelengkapan inert (jenis baja tahan karat tipe 316 atau bahan lain yang sesuai,
kasa polipropilen yang dirancang untuk menyambungkan bagian atas dan bawah
silinder yang bergerak bolak-balik serta motor dan unit penggerak untuk
mengimbangi silinder secara vertikal didalam bejana, silinder dapat diarahkan
secara horizontal pada deretan labu kaca yang lain. Sebagian labu dicelupkan ke
dalam penangas air dengan ukuran yang sesuai dengan suhu 37o ± 0,05oC selama
pengujian. Alat tersebut diletakkan pada suatu tempat yang stabil.

4
Gambar 3. Pengaduk Reciprocating Cylinder (Agilent Technology, 2013).
4.2.4 Flow Through Cell
Perakitan aparatus ini terdiri atas reservoir dan pompa untuk media
disolusi, flow through cell dan penangas air yang digunakan untuk
mempertahankan media disolusi pada 37o ± 0,5oC. Metode ini menggunakan
ukuran sel yang telah ditentukan yang disesuaikan dengan monografi (USP,
2007). Pompa akan memompa atau mendorong medium disolusi melalui
flowthrough cell. Pompa ini memiliki daya pengantaran diantara 240 dan 960
ml/jam dengan kekuatan standar pengaliran mencapai 4,8 dan 16 mL per menit.
Aliran ini harus bersifat konstan (± 5% dari laju aliran nominal). Laju aliran
memiliki arus sinusoidal atau bergelombang dengan penghantaran gelombang
mencapai 120 ± 10 gelombang per menit (USP, 2007).

5
Gambar 5. Pengaduk Flow Trough Cell(Agilent Technology, 2013
Medium ini terbuat dari bahan transparan dan inert terhadap zat yang diuji
dan dipasang tegak lurus dengan sistem pengisi (yang telah ditentukan dengan
monografi) untuk mencegah keluarnya partikel yang tak terlarut dari puncak flow
through cell. Medium ini mengunakan diameter dengan ukuran 12 dan 22,8
mm.Pada bagian dasar diisi dengan butiran kaca kecil dengan ukuran diameter 1
mm dengan satu butir kaca kecil yang ditempatkan 5 mm dari puncak untuk
melindungi tabung tempat masuknya cairan dan pemegang tablet tersedia untuk
penggunaan disolusi dengan dosis spesial contohnya salut tablet atau lapisan
tablet. Medium dalam keadaan terendam pada water bath dan suhu dikondisikan
agar tetap terjaga pada suhu 37 ± 0,5oC(USP, 2007).
4.2.5 Dayung di Atas Cakram
Tipe ini menggunakan dayung dan labu dengan kecepatan 75 rpm selama
30 menit disertai dengan penambahan suatu cakram baja tahan karat yang
dirancang untuk menahan sediaan transdermal pada dasar labu. Cakram yang
digunakan untuk menahan sediaan trandermal dirancang sehingga antara dasar
labu dengan cakram minimal tidak terukur volumenya (Depkes RI, 2014).

6
Gambar 4. Pengaduk Dayung di Atas Cakram (Agilent Technology, 2013)
Uji disolusi dilakukan dengan menambahkan media disolusi ke dalam labu.
Suhu yang digunakan 32 ± 0,5 serta alat tanpa cakram dipasang. Sediaan uji
diletakkan pada cakram serta pastikan agar permukaan pelepasan sediaan rata.
Untuk melekatkan sediaan pada cakram dapat digunakan perekat yang sesuai.
Keringkan selama satu menit kemudian tekan sediaan dengan posisi permukaan
perlepasan menghadap ke atas sisi cakram yang dilapisi perekat. Apabila
menggunakan membran yang digunakan sebagai penyangga sediaan diusahakan
agar tidak terdapat gelembung antara membran dan permukaan perlepasan.
Cakram yang digunakan diletakkan mendatar pada dasar labu dengan permukaan
perlepasan menghadap ke atas dan sejajar dengan ujung bilah dayung serta
permukaan media disolusi, jarak antara ujung dayung bagian bawah dan
permukaan cakram adalah 25 ± 2 mm. Alat dijalannya dengan kecepatan yang
tertera seperti pada monografi sampel. Cuplikan diambil dengan interval waktu
tertentu yang mana cuplikan diambil dari bagian tengah antara permukaan media
disolusi dan bagian atas bilah dayung tidak kurang dari 1 cm dari permukaan
dinding labu. Kadar sampel ditetapkan sesuai dengan monografinya (Depkes RI,
2014).
4.2.6 Rotating Cylinder
Aparatus ini merupakan jenis aparatus untuk menguji suatu disolusi yang
spesifik atau khas dengan susunan konfigurasi bejana tanpa menggunakan

7
pengaduk silinder yang biasa digunakan pada aparatus dayung dan basket. Pada
aparatus ini menggunakan batang pengaduk yang terbuat atas stainless steel
dengan tambahan suatu alat yang dapat dilepas, alat ini digunakan untuk lapisan
transdermal yang lebih besar (Palmieri III, 2007). Tempat pengukuran atau
takaran bahan ditempatkan pada silider pada awal setiap pengujian. Jarak antara
bagian dalam bejana dengan silinder dipertahankan pada posisi sejauh 25 ± mm
selama pengujian (Palmieri III, 2007).

Gambar 6. Pengaduk Rotating Cylinder (Agilent Technology, 2013)


4.2.7 Reciprocating Disc
Aparatus ini merupakan modifikasi dari aparatus sebelumnya sehingga
dapat mengukur disolusi tidak hanya untuk transdermal produk tetapi juga
berbagai produk sustained-release. Prinsip aparatus ini menggunakan pengukuran
volumetri ataupun gravimetri yang telah dikalibrasi dan alat mekanik yang
mampu dhjashjdhasjdh spesifik holder. Volume bejana yaitu 50-7 5 mL. Volume
bejana yang biasanya digunakan yaitu 50 mL dengan penggunaan minimum saat
pengujian yaitu 25 mL (Palmieri III, 2007).

8
Gambar 7. Pengaduk Reciprocating Disk(Agilent Technology, 2013)
Parameter fisik dan toleransi:
Temperatur : 32 +- 0,5 derajat Celcius
Dip rate : 30 DPM
Stroke Distances :2 cm
Holder : menurut ketentuan USP
Timepoints : 2% dari waktu yang ditentukan
(Palmieri III, 2007)
4.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Disolusi Obat
Beberapa faktor yang mempengaruhi disolusi obat diantaranya adalah :
a. Suhu
Meningkatnya suhu umumnya dapat memperbesar kelarutan (Cs) suatu
zat yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi
zat.
b. Viskositas
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu
zat. Meningkatnya suhu juga menurunkan viskositas dan memperbesar
kecepatan disolusi.
c. pH pelarut Kelarutan zat aktif yang
bersifat asam lemah dan basa lemah dipengaruhi oleh pH pelarut. Suatu
senyawa asam lemah akan memiliki kelarutan yang lebih besar pada
pelarut dengan pH tinggi. Demikian dengan senyawa basa lemah akan
memiliki kelarutan yang lebih besar dalam pelarut dengan pH rendah.

9
d. Kecepatan pengadukan
Kecepatan pengadukan mempengaruhi kecepatan disolusi beberapa jenis
zat. Pada zat yang mudah menggumpal setelah menjadi partikel, maka
kecepatan pengadukan yang tinggi akan mencegah terjadinya agregat
sehingga pengukuran konsentrasi terdisolusi akan lebih baik.
Pengadukan yangcepat menyebabkantipisnya lapisan difusi sehingga
kecepatan disolusi akan meningkat.
e. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel zat maka luas permukaan efektif semakin
besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.
f. Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur
internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang
berbeda juga.
g. Sifat Permukaan Zat
Adanya surfaktan di dalam pelarut menyebabkan tegangan permukaan
antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah
terbasahi. Akibatnya, kecepatan disolusinya bertambah.
(Dressman and Kramer, 2005).
4.4 Bahan-bahan
4.4.1 Parasetamol
Pemerian Parasetamol adalah bentuk hablur atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa pahit. Kelarutan dari Parasetamol adalah larut dalam 27 bagian air,
dalam 7 bagian etanol (95%)P, dalam 13bagian aseton P, dan dalam 40 bagian
gliserol. Berikut adalah struktur kimia dari Parasetamol, yaitu:

Gambar 8. Struktur Kimia Parasetamol (Depkes RI, 1979).

10
Parasetamol memiliki berat molekul 151,16 g/mol dengan rumus molekul
C8H9NO2.. Parasetamol disimpan dalam wadah tertutup baik. Parasetamol
berperan sebagai analgetikum, antipiretikum (Depkes RI, 1979).
Uji disolusi untuk tablet parasetamol dilakukan pada media disolusi yaitu
900 mLlarutan dapar fosfat pH 5,8 dan menggunakan alat tipe 2: 50 rpm selama
30 menit. Prosedurnya yaitu dilakukan penetapan jumlah C₈H₉NO₂ yang terlarut
dengan mengukur serapan alikuot, jika perlu diencerkan dengan media disolusi
dan serapan larutan baku Parasetamol BPFI dalam media yang sama pada panjang
gelombang serapan maksimum lebih kurang 243 nm. Toleransi dalam waktu 30
menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q)parasetamol, C₈H₉NO₂dari jumlah
yang tertera pada etiket (Depkes RI, 2014).
4.4.2 Kalium Dihidrogen Fosfat (KH2PO4)
Kalium Dihidrogen Fosfat (KH2PO4)atau biasa disebut dengan Kalium
Bifosfat mengandung tidak kurang dari 99,5% KH2PO4. Pemerian dari Kalium
Dihidrogen Fosfat adalah serbuk hablur putih atau putih, mudah larut dalam air
(Depkes RI, 1979).
4.4.3 Natrium Hidroksida ( NaOH )
Natrium Hidroksida berbentuk pelet, serpihan atau batang atau bentuk lain,
berwarna putih atau praktis putih, massa melebur, keras, rapuh, dan menunjukkan
pecahan hablur. Natrium Hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan
tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah dihitung sebagai NaOH, mengandung
Na2CO3 tidak lebih dari 3,0%. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap
karbon dioksida dan lembab, mudah larut dalam air dan dalam etanol netral serta
disimpan dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
V. PROSEDUR PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
1. Timbangan analitik
2. Alat-alat gelas (gelas beaker, labu ukur, vial)
3. Stopwatch
4. Alat uji disolusi apparatus 2

11
5. Spektrofotometer UV
b. Bahan
1. Tablet parasetamol
2. Akuades
3. NaOH
4. KH2PO4
B. Prosedur Kerja
a. Pembuatan Medium Disolusi (Buffer Fosfat pH 5,8 Volume 1,5 L)
Ditimbang NaOH sebanyak 0,216 gram, dilarutkan dalam
beaker glass dengan aquadest secukupnya.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, Labu ukur ditutup

Ditimbang kalium difosfat sebanyak 10,2 gram, dilarutkan dalam


beaker glass dengan aquadest secukupnya.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, yang telah berisi larutan
NaOH, ditambahkan dengan aquadest hingga tanda batas labu
ukur 500 mL

Dimasukkan campuran larutan kalium difosfat dan larutan NaOH


ke dalam suatu wadah.

Ditambah 1000 mL aquadest, kemudian diaduk hingga homogen


wadah ditutup rapat.

b. Kecepatan Disolusi Intrinsik


Diisi waterbath aparatus 2 tipe dayung dengan air hingga tanda
batas

Dipasang tabung kaca dan diisi dengan 900 mL medium disolusi


(larutan buffer fosfat pH 5,8)

Dipasang dayung kemudian suhunya diatur dengan thermostat pada


37oC ± 0,5oC.

12
Dimasukkan 1 tablet parasetamol ke dalam alat disolusi dengan
sisi yang terbuka mengarah ke atas.

Dinyalakan motor pemutar, dan diatur kecepatan putaran 50 rpm,


dan diatur jarak antara permukaan tablet dengan batang pengaduk
± 2 cm

Sampel hasil disolusi diambil tiap selang waktu tertentu (menit ke


5, 10, 20, 30, 45, 60).

Selanjutnya sampel yang diperoleh ditentukan kadarnya dengan


spektrofotometri UV Vis.

c. Pembuatan Larutan Stok Parasetamol 1 mg/mL.


Ditimbang 10 mg serbuk parasetamol.

Dimasukkan ke dalam beaker glass.

Dilarutkan dengan buffer fosfat dan dituang kedalam labu ukur 10


mL.

Ditambahkan buffer fosfat hingga tanda batas labu ukur 10 mL


dan digojog agar larutan homogen.

Dimasukkan kedalam botol vial dan diberi label larutan stok


parasetamol 1 mg/mL dalam buffer fosfat.

d. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 100 µg/mL


Dipipet 1 mL larutan stok parasetamol dengan konsentrasi
1 mg/mL.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

13
Ditambahkan buffer fosfat hingga tanda batas labu ukur 10 mL
dan digojog agar larutan homogen.

Dimasukkan kedalam botol vial dan diberi label larutan baku


parasetamol 100 µg/mL.

e. Pembutan Larutan Seri Parasetamol 2 µg/mL, 4 µg/mL, 6 µg/mL, 8


µg/mL, 10 µg/mL
Dipipet masing-masing sebanyak 0,2 mL, 0,4 mL, 0,6 mL, 0,8
mL, dan 1 mL larutan baku parasetamol dengan konsentrasi
100 µg/mL.

Dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan buffer fosfat hingga tanda batas labu ukur 10 mL


dan digojog agar larutan homogen.

Dimasukkan masing-masing larutan kedalam botol vial dan


diberikan label larutan seri parasetamol 2 µg/mL, 4 µg/mL, 6
µg/mL, 8 µg/mL, 10 µg/mL.

f. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol pada Pelarut


Buffer Fosfat
Dinyalakan alat spektrofotometer, dipanaskan selama 15 menit.

Diatur panjang gelombang yang diamati dengan mengatur pada


rentang panjang gelombang dari besar ke kecil.

Alat spektrofotometer dikalibrasi dengan larutan blanko (buffer


fosfat) hingga menghasilkan 0,000 A.

Dikeluarkan larutan blanko tersebut dan diukur larutan seri III


parasetamol pada rentang panjang gelombang 200-299 nm.

14
Ditentukan panjang gelombang maksimumnya, kemudian larutan
seri dan larutan sampel diukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum yang telah ditentukan sebelumnya.

Dibuat kurva kalibrasi dan ditentukan persamaan regresi linear.

g. Evaluasi Data
Dibuat grafik hubungan jumlah obat yang terdisolusi sebagai
fungsi waktu setelah dikoreksi karena adanya pengurangan kadar
larutan oleh sampel yang diambil.

Dihitung kecepatan disolusi intrinsik dan diekspresikan dalam


DE60 atau tetapan Kwagner.

Dihitung kecepatan disolusi intrinsik masing-masing sampel tiap


waktu pengambilan sampel.

Disusun dalam suatu tabel berdasarkan data kecepatan pelarutan.

C. ANALISIS DATA
a. Tabel Hasil Pengamatan
 Tabel Absorbansi Larutan Seri Parasetamol pada Rentang Panjang
Gelombang 200-300 nm
λ (nm) Absorbansi (A) λ (nm) Absorbansi (A)
200 0,588 275 0,116
203 0,641 278 0,106
206 0,606 281 0,097
209 0,425 284 0,085
212 0,305 287 0,071
215 0,276 290 0,056
218 0,290 293 0,044
221 0,312 296 0,034
224 0,346 299 0,028
227 0,375

15
230 0,404
233 0,442
236 0,485
239 0,511
242 0,514
245 0,506
248 0,494
251 0,467
254 0,420
257 0,337
260 0,272
263 0,210
266 0,168
269 0,142
272 0,127
 Tabel Absorbansi Larutan Seri pada λmaks (242 nm)

Seri Konsentrasi (µg/mL) Absorbansi (A)

I 2 0,148
II 4 0,334
III 6 0,499
IV 8 0,621
V 10 0,807

 Tabel Absorbansi Sampel pada λmaks (242 nm)

Sampel Absorbansi (A) Faktor Pengenceran

Menit ke-5 0,234 100


Menit ke-10 0,298 100
Menit ke-20 0.459 100
Menit ke-30 0,327 100
Menit ke-45 0,299 100
Menit ke-60 0,329 100

16
5.2 Perhitungan
 Penentuan Persamaan Regresi Linear Larutan Seri Parasetamol
Kelima data absorbansi larutan seri parasetamol yang didapat digunakan
untuk menentukan persamaan regresi linier.

Diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut:


y = bx + a, dengan nilai r = 0,9978; nilai a = 0,0003; nilai b = 0,08025.
Jadi persamaan regresi liniernya y = 0,08025x + 0,0003.
 Penentuan Kadar Parasetamol yang Terlarut dalam Dapar Fosfat
Diketahui :
Volume medium disolusi = 900 mL
Faktor pengenceran = 100 x
Absorbansi (y) Sampel :
 Menit ke-5 = 0,234 A
 Menit ke-10 = 0,298 A
 Menit ke-20 = 0,459 A
 Menit ke-30 = 0,327 A
 Menit ke-45 = 0,299 A
 Menit ke-60 = 0,329 A
Persamaan regresi : y = 0,08025x + 0,0003
Ditanya : Kadar parasetamol dalam medium dapar fosfat =…?
Jawab :
 Menit ke-5

17
y = 0,08025x + 0,0003
0,234 = 0,08025x + 0,0003
0,2337 = 0,08025x
x = 2,912 μg/ml = 2,912 × 10-3 mg/ml
Jumlah zat yang terlarut;
= x . volume medium . faktor pengenceran
= 2,912 × 10-3 mg/ml . 900 ml . 100
= 262, 08 mg
 Menit ke-10
y = 0,08025x + 0,0003
0,298 = 0,08025x + 0,0003
0,2977 = 0,08025x
x = 3,709 μg/ml = 3,709 × 10-3 mg/ml
Jumlah zat yang terlarut;
= x . volume medium . faktor pengenceran
= 3,709 × 10-3 mg/ml . 900 ml . 100
= 333,81 mg
 Menit ke-20
y = 0,08025x + 0,0003
0,459 = 0,08025x + 0,0003
0,4587 = 0,08025x
x = 5,715 μg/ml = 5,715 × 10-3 mg/ml
Jumlah zat yang terlarut;
= x . volume medium . faktor pengenceran
= 5,715 × 10-3 mg/ml . 900 ml . 100
= 514,35 mg
 Menit ke-30
y = 0,08025x + 0,0003
0,327 = 0,08025x + 0,0003
0,3267 = 0,08025x
x = 4,071 μg/ml = 4,071 × 10-3 mg/ml

18
Jumlah zat yang terlarut;
= x . volume medium . faktor pengenceran
= 4,071 × 10-3 mg/ml . 900 ml . 100
= 366, 39 mg
 Menit ke-45
y = 0,08025x + 0,0003
0,299 = 0,08025x + 0,0003
0,2977 = 0,08025x
x = 3,722 μg/ml = 3,722 × 10-3 mg/ml
Jumlah zat yang terlarut;
= x . volume medium . faktor pengenceran
= 3,722 × 10-3 mg/ml . 900 ml . 100
= 334,98 mg
 Menit ke-60
y = 0,08025x + 0,0003
0,329 = 0,08025x + 0,0003
0,3287 = 0,08025x
x = 4,095 μg/ml = 4,095 × 10-3 mg/ml
Jumlah zat yang terlarut;
= x . volume medium . faktor pengenceran
= 4,095 × 10-3 mg/ml . 900 ml . 100
= 368,55 mg

 Penentuan Kadar Terkoreksi Parasetamol


Diketahui :
Volume sampel yang diambil = 5 mL
Volume awal medium = 900 mL

Jumlah sampel ( :

 Menit ke-5 = 262,08 mg


 Menit ke-10 = 333,81 mg

19
 Menit ke-20 = 514,35 mg
 Menit ke-30 = 366,39 mg
 Menit ke-45 = 334,98 mg
 Menit ke-60 = 368,55 mg
Ditanya : Kadar terkoreksi tiap sampel = …?
Jawab : Rumus
 volume tiap pengambilan 
Kadar (Ct) + [   × Kadar (Ct) menit sebelumnya]
 volume awal 

 Menit ke-5

Kadar terkoreksi =

262,08 mg + [ 0,0055 . 0 mg] = 262,08 mg


 Menit ke-10

Kadar terkoreksi =

333,81 mg + [ 0,0055 . 262,08] = 335,25144 mg


 Menit ke-20

Kadar terkoreksi =

514,35 mg + [ 0,0055 . 595,89 mg] = 517, 627395 mg


 Menit ke-30
Kadar terkoreksi

372,39 mg + [ 0,0055 . 1110,24 mg ] = 372,49632 mg


 Menit ke-45

20
Kadar terkoreksi

334,98 mg + [0,0055 . 1476,63] = 343,101465 mg


 Menit ke-60
Kadar terkoreksi

= 334,98 mg + [0,0055 . 1811,61 mg] = 378,513855 mg

 Penentuan Presentase Obat Terlarut


Diketahui :

Ct 5 menit =

Ct 10 menit =

Ct 20 menit =

Ct 30 menit =

Ct 45 menit =

Ct 60 menit =

C tablet = 500 mg
Ditanya : Persentase obat terlarut setiap pengambilan sampel = …?
Jawab :
Rumus

21
 Menit ke-5

 Menit ke-10

 Menit ke-20

 Menit ke-30

 Menit ke-45

 Menit ke-60

 Penentuan Kecepatan Disolusi Intrisik


Diketahui :
Volume pengambilan = 5 mL
Diameter tablet = 1,3 cm

Kadar pada 5 menit = mg

22
Kadar pada 10 menit = mg

Kadar pada 20 menit = mg

Kadar pada 30 menit =

Kadar pada 45 menit mg

Kadar pada 60 menit = mg

Ditanya : Kecepatan disolusi intrinsik = …?


Jawab :
Perhitungan luas permukaan tablet :
1,2 cm

0,7 cm

Luas Permukaan :
Luas persegi panjang + luas l bingkaran
(1,2 cm×0,7 cm)+(π.(0,35 cm)2)=1,2248 cm2
Rumus menghitung kecepatan disolusi intrinsik (KDI) :

 Menit ke-5

KDI = = 42,795 mg/menit

 Menit Ke-10

KDI = = 54,743 mg/menit

 Menit ke-20

KDI = = 84,524 mg/menit

23
 Menit ke-30

KDI = = 60,825 mg/menit

 Menit ke-45

KDI = = 56,025 mg/menit

 Menit ke-60

KDI = = 61,808 mg/menit

 Penentuan Efisiensi Disolusi Parasetamol dalam Medium Dapar Fosfat


Diketahui :
y = %obat terlarut

y1 =

y2=

y3=

y4=

y5

y6=

Ditanya : Efisiensi disolusi =….?


Jawab :
Rumus menghitung AUC dari masing-masing waktu:

24
AUC masing-masing waktu :

Penentuan :

= 4.197,487208

25
Penentuan :

52,416  67,050288 103,525479 74,499264  68,620293 75,702771


=
6
= 73,6356825

Penentuan

= 4.418,14095
Penentuan Efisiensi Disolusi :

4.197,487208
= 4.418,14095  100%

= 95,00573331%

b. Perhitungan
a. Pembuatan Larutan Buffer Fosfat pH 5,8
Komposisi buffer fosfat pH 5,8 terdiri dari 50 mL kalium bifosfat 0,2 M
ditambahkan dengan 3,6 mL natrium hidroksida 0,2 M. Kemudian diencerkan
dengan air hingga 200 mL.
Ditanyakan : Bobot Kalium difosfat ... ?
Bobot Natrium Hidroksida ... ?
Penyelesaian :
Bobot KH2PO4 0,2 M

26
Bobot NaOH 0,2 M

b. Pembuatan Larutan Stok Parasetamol Konsentrasi 1 mg/mL


Diketahui : Vstok = 10 mL
Kadar parasetamol = 1 mg/mL
Ditanya : massa parasetamol = …?
Penyelesaian :

c. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol Konsentrasi 100 µg/mL


Diketahui : Vbaku = 10 mL
Cbaku = 100 µg/mL
Cstok = 1 mg/mL = 1000 µg/mL
Ditanya : Vstok = …?

27
Penyelesaian :

d. Pembuatan Larutan Seri Parasetamol


Diketahui : Vseri= 10 mL
CseriI= 2 µg/mL
CseriII= 4 µg/mL
CseriIII = 6 µg/mL
CseriIV = 8 µg/mL
CseriV = 10 µg/mL
Cbaku = 100 µg/mL
Ditanya : Vbaku = …?
Penyelesaian : Pembuatan larutan seri I parasetamol

Pembuatan larutan seri II parasetamol

Pembuatan larutan seri III parasetamol

Pembuatan larutan seri IV parasetamol

28
Pembuatan larutan seri V parasetamol

VI. PEMBAHASAN
Praktikum kecepatan disolusi kali ini berdasarkan atas pengaruh waktu
terhadap kecepatan disolusi suatu zat. Tujuan utama dilakukan uji disolusi adalah
merupakan quality control untuk membuat dugaan karakter suatu obat di dalam
saluran pencernaan, apakah obat tersebut mudah larut atau tidak setelah lepas dari
bentuk sediaannya. Laju pelarutan obat di dalam saluran cerna dipengaruhi oleh
kelarutan obat itu sendiri (Rosmaladewi dan Filosane, 2005).
Faktor yang mempengaruhi laju disolusi sediaan obat antara lain ukuran
partikel, pH, suhu, kecepatan pengadukan, viskositas, polimorfisme, dan sifat
permukaan zat (Dressman dan Kramer, 2005). Sediaan tablet dalam faktor
formulasinya, pengisi, penghancur, pelincir dan efek kekuatan pengempaan
berpengaruh terhadap laju disolusi (Hutagaol dan Irwan, 2010). Uji disolusi pada
praktikum ini digunakan metode dayung. Metode ini pada dasarnya terdiri atas
batang, dan daun pengaduk yang merupakan dayung berputar dengan dimensi
tertentu sesuai dengan radius bagian dalam labu dengan dasar bundar. Metode
dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi
memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan dimana dayung diikat
secara vertikal pada motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang telah
diatur. Ketentuan dalam uji disolusi tablet parasetamol adalah menggunakan
apparatus 2 (metode paddle) dalam medium disolusi dapar fosfat pH 5,8 sebanyak
900 mL dengan suhu 37ºC ± 0,5ºC dengan kecepatan pengadukan sebesar 50 rpm
(Depkes RI, 2014). Ketentuan tersebut dibuat sedemikian rupa untuk
menyesuaikan kondisi fisiologis dalam tubuh manusia. Dapar fosfat dengan
volume dan pH sedemikian rupa mewakili suasana dan volume cairan dalam

29
tubuh manusia, apparatus II dan kecepatan pengadukan yang digunakan
menyesuaikan dengan gerak–gerak yang terjadi dalam sistem pencernaan
manusia, dan suhu 37ºC ± 0,5ºC adalah suhu tubuh manusia normal yang sehat
(Ozkan et al., 2000).
Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tablet parasetamol.
Parasetamol mudah larut etanol, larut dalam air mendidih, dan dalam NaOH 1 N
(Depkes RI, 2014). Parasetamol memiliki absorbansi maksimum pada panjang
gelombang 245 (pada suasana asam) dan 257 (pada suasana basa). Parasetamol
memiliki pKa sebesar 9,5 (Moffat et al., 2005).
Apparatus II dengan Metode paddle menggunakan suatu dayung atau
spindle yang terdiri atas daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada
posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari
sumbu vertikal wadah dan berputar agar dapat mengaduk medium disolusi.
Medium disolusi berada dalam wadah beralas bundar berfungsi untuk
memperkecil turbulensi dari media pelarutan.. Alat ditempatkan dalam suatu
wadah air yang bersuhu konstan, Suhu pada wadah dipertahankan suhu pada 37 oC
± 0,5oC, hal ini bertujuan untuk membuat kondisi yang mirip dengan suhu tubuh
manusia. Hal ini juga dimaksudkan bila terjadi kenaikan suhu selain dapat
meningkatkan gradien konsentrasi (Cs) juga meningkatkan energi kinetika
molekul obat yang besar kaitannya dengan tetapan difusi (D), sehingga
berpengaruh pada peningkatan kecepatan peralatan obat. Selain itu juga intensitas
pengadukan harus dijaga supaya tetap, karena perubahan kecepatan pengadukan
akan berpengaruh pada nilai h yaitu tebalnya lapisan difusi atau stagnant layer
juga akan mempengaruhi penyebaran partikel. Pengadukan yang semakin cepat
akan mempertipis stagnant layers yang terbentuk serta akan memperluas
permukaan partikel yang kontak dengan pelarut sehingga berdampak pada
peningkatan kecepatan pelarutan obat (Sulistyaningrum dkk., 2012). Metode
dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Kesejajaran dayung yang tidak
tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi
pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji
dilaksanakan (Shargel et al., 2012).

30
Penetapan kadar larutan hasil disolusi dilakukan dengan pengukuran
absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Namun sebelum dilakukan uji
sampel hasil disolusi, dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum
parasetamol dengan menggunakan kurva baku parasetamol. Penentuan panjang
gelombang maksimum dikarenakan pada panjang gelombang maksimum
memiliki kepekaan maksimal, bentuk kurva absorbansi di sekitar panjang
gelombang maksimal datar dan pada kondisi tersebut hukum lambert beer
terpenuhi, dan kesalahan yang kecil (Gandjar dan Rohman, 2007). Kurva baku
dibuat dengan mengukur absorbansi larutan parasetamol yang sudah dibuat
dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 µg/mL. Hal ini dikarenakan pada rentang
konsentrasi tersebut memberikan absorbansi maksimum pada pengukuran larutan
dengan konsentrasi 6 µg/mL antara 0,2 hingga 0,8 dimana untuk penggunaan
spektrofotometer UV-Vis absorbansi yang terbaca adalah pada rentang 0,2 hingga
0,8. Setelah dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 200-300 nm,
diperoleh absorbansi terbesar pada panjang gelombang 242 nm yaitu 0,514 A.

Larutan seri parasetamol dengan konsentrasi 2 g/mL, 4 g/mL, 6 g/mL, 8

g/mL, dan 10 g/mL diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum

242 nm. Didapatkan absorbansi dari masing-masing seri yaitu 0,148 A, 0,334 A,
0,499 A, 0,621 A, dan 0,807 A maka data absorbansi yang diperoleh dapat
digunakan untuk membuat persamaan regresi linear dan diperoleh persamaan
regresi linear yaitu y= 0,08025 x + 0,0003 dengan nilai r = 0,9978. Berikut ini
adalah kurva baku larutan seri yang menunjukkan hubungan konsentrasi larutan
seri parasetamol dengan absorbansi.

31
Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 50 rpm dan suhu yang
digunakan lebih dari ±37ºC. Larutan buffer fosfat yang telah dibuat sebelumnya
diukur dengan pHmeter untuk mengetaui pH larutan. Tingkat keasaman larutan
buffer yang dibuat adalah 6,0 dan nilai ini mendekati dengan nilai ketentuan yaitu
pH 5,8. Kemudian buffer fosfat tersebut dimasukkan ke dalam labu disolusi pada
alat disolusi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sebuah tablet parasetamol 500
mg dimasukkan dalam larutan buffer fosfat, kemudian diatur besar kecepatan
pengadukan, yaitu 50 rpm. Dilakukan pengujian kecepatan disolusi selama 60
menit. dilakukan pengambilan larutan analit sebanyak 5 mL dengan spuit tiap
interval waktu 5, 10, 20, 30, 45, dan 60 menit. Setiap pengambilan larutan analit
sebanyak 5 mL, dilakukan juga penambahan buffer fosfat 5 ml pada labu disolusi.
Pengambilan larutan analit dilakukan untuk mengetahui kadar parasetamol yang
terdisolusi dalam interval yang ditentukan. Penambahan buffer fosfat sebanyak 5
ml setelah diambil sebanyak 5 ml didasarkan pada homeostasis tubuh manusia
yang mana akan bereaksi jika tubuh kehilangan cairan. Tiap sampel yang telah
didapatkan kemudian dilakukan pengenceran sebesar 100x dan diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrometer UV-Vis sehingga didapatkan
hasil absorbansi yaitu 0,234 A untuk 5 menit; 0,298 A untuk 10 menit; 0,459 A
untuk 20 menit; 0,327 untuk 30 menit; 0,299 A untuk 45 menit dan 0,329 untuk
60 menit. Selanjutnya dilakukan perhitungan dan didapatkan kadar terkoreksi tiap

32
sampel adalah 262,08 mg; 335,25144 mg; 517,627395 mg; 372,49632 mg;
334,101465 mg; 378,513855 mg beturut-turut dari sampel pada menit ke-5 sampai
menit ke-60. Berdasarkan data yang didapat maka diperoleh grafik kadar obat
yang terdisolusi terhadap waktu disolusi yaitu :

Berdasarkan grafik di atas, penurunan konsentrasi terjadi pada menit ke-30


dan-45. Grafik di atas juga menunjukkan bahwa parasetamol merupakan obat
yang bersifat immediated released atau lepas segera. Hal tersebut dikarenakan,
dari menit ke-0 langsung terjadi pelepasan obat dan semakin lama konsentrasi
obat semakin meningkat. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh persen
terdisolusi dari parasetamol pada menit ke-5 yaitu 52,416 %; menit ke-10
67,050288 %; menit ke-20 103,525479 %; menit ke-30 74,499264 %; menit ke-45
68,620293 %; dan menit ke-60 75,702771 %. Tablet parasetamol dinyatakan lulus
uji disolusi jika dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (USP,
2015). Hasil percobaan disolusi tablet parasetamol yang telah dilakukan, dapat
dikatakan uji disolusi yang dilakukan telah lulus syarat uji disolusi yang ada pada
literatur karena dalam waktu 30 menit laju disolusi terus meningkat khususnya
pada menit ke-20 tablet parasetamol telah larut sebesar 103,525479%. Dimana
angka tersebut telah melampaui angka pada syarat uji disolusi tablet parasetamol
yaitu tablet parasetamol dinyatakan lulus uji disolusi jika larut tidak kurang dari
80% selama 30 menit. Salah satu faktor yang mempengaruhi disolusi adalah pH,

33
dimana apabila dilakukan pelarutan dalam media berair, obat akan terlarut lebih
cepat apabila berada dalam bentuk terionkan karena bentuk terion memiliki
kelarutan yang besar di dalam air.
VII. KESIMPULAN
Kecepatan disolusi intrinsik parasetamol pada medium buffer fosfat dengan
pH 5,8 pada menit ke-5 yaitu (42,795 mg/menit), menit ke-10 (54,743 mg/menit),
menit ke-20 (84,524 mg/menit), menit ke-30 (60,825 mg/menit), menit ke-45
(56,025 mg/menit), dan menit ke-60 (61,808 mg/menit) dengan efisiensi disolusi
sebesar 95,00573331%. Berdasarkan hasil perhitungan persen terdisolusi dari
parasetamol pada menit ke-5 yaitu 52,461%; menit ke-10 67,050288 %; menit ke-
20 103,525479%; menit ke-30 74,499264%; menit ke-45 68,620293%; dan menit
ke-60 75,702771%. Dapat dikatakan uji disolusi yang dilakukan telah memenuhi
syarat uji disolusi, yang mana pada literatur tablet parasetamol dinyatakan lolos uji
disolusi jika dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80%.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Jakarta : UI Press.
Ansel, H.C. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta:
UI Press.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dressman, J. dan J. Kramer. 2005. Pharmaceutical Dissolution Testing. London:
Taylor and Francis Group.
Gandjar, I.G. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hutagaol, L. dan Y. Irwan. 2010. Disolusi Kapsul Teofilin Dalam Model Racikan
Resep Dokter. Jurnal Farmasi Indonesia 5(1):33-40.
Isnawati, Ani, S. Alegantina, dan K. M. Arifin. 2003. Profil Disolusi dan
Penetapan Kadar Tablet Kotrimoksazol Generik Berlogo dan Tablet

34
dengan Nama Dagang. Media Litbang Kesehatan Volume XIII Nomor
2. Jakarta: Puslitbang Farmasi.
Martin, A., J., Swarbrick dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar
Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik, Edisi Ketiga Buku 2. Jakarta: UI-
Press.
Moffat, A. C., M. D. Osselton, B. Widdop and L. Y. Galichet. 2005. Clarke's
Analysis of Drugs and Poisons, 3rd Edition. London: Pharmaceutical
Press.
Ozkan, Y., Y. Ozalp., A. Savaser, S.A. Ozkan. 2000. Comparative Dissolution
Testing Of Paracetamol Commercial Tablet Dosage Forms. Acta
Poloniac Pharmaceutica – Drug Research 57(1):33-41.
Rosmaladewi, S. dan F.H. Filosane. 2005. Pengaruh Polivinil Pirolidon Terhadap
Laju Disolusi Furosemid Dalam Sistem Dispersi Padat. Majalah Ilmu
Kefarmasian 2(1):30-42.
Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A.B.C.. 2005. Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics. 5th Edition. London: Mc-Graw-Hill.
Shargel, L. et al., 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi
Kelima. Surabaya: Airlangga University Press.
Sulistyaningrum, I.H.M. Djatmiko, Sugiyono.2012. Uji Sifat Fisik dan Disolusi
Tablet Isosorbid Dinitrat 5 Mg Sediaan Generik dan Sediaan dengan
Nama Dagang yang Beredar di Pasaran. Majalah Farmasi dan
Farmakologi 16(1):21–30.
Syukri. 2002. Biofarmasetika. Yogyakarta: UII Press
U.S. Pharmacopoeia. 2006. U. S. Pharmacopoeia-National Formulary [USP 30 NF
34]. Rockville, Md: United States Pharmacopeial Convention, Inc.
United States Pharmacopeial Convention. 2009. United StatesPharmacopeia and
the National Formulary (USP 32 - NF 27). Rockville (MD): The
United States Pharmacopeial Convention
United States Pharmacopeial Convention. 2017. United States Pharmacopeial
and the National Formulary (USP 40- NF 35). Rockville (MD): The
United States Pharmacopeial Convention.

35
LAMPIRAN (Halaman Baru)
NOTE :
- Font TNS 12
- Paragraf before after 0 pt
- Line spacing 1.5
- Margin 4433

36

Anda mungkin juga menyukai