Anda di halaman 1dari 5

2.

DASAR TEORI
2.1 Arak Bali
Arak merupakan minuman beralkohol yang diperoleh dari penyulingan
cairan beralkohol hasil fermentasi bahan pangan misalnya beras, shorgum,
molases, nira dan buah-buahan. Arak memiliki bau dan rasa normal khas, kadar
etanol tidak kurang dari 30% v/v; metanol tidak lebih dari 0,01% v/v dihitung
terhadap volume produk (BPOM RI, 2016). Minuman arak Bali dapat mencapai
kadar alkohol yang hingga 37-50% (BPOM RI, 2014). Secara teoritis proses
penyulingan akan menghasilkan arak dengan kadar maksimum 95,5% yang sering
disebut etanol azeotrop yang merupakan etanol dengan sedikit kadar air yang
dapat diproduksi dengan proses destilasi sederhana, tanpa dibutuhkan langkah
destiasi lanjutan (penyaringan molekul) untuk menjadikan etanol kering. Etanol
azeotrop menguap pada suhu 78,1oC, sedangkan alkohol murni menguap pada
suhu 78,8oC (Suarta dan Darmawa, 2016).
2.2 Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus
empiris C2H6O, mempunya berat molekul 46,07 g/mold an memiliki titik didih
78°C. Etanol mengandung tidak kurang dari 94,7 % v/v atau 92,0 % dan tidak
lebih dari 95,2 % v/v atau 92,7 % C 2H5OH. Etanol merupakan cairan tidak
berwarna, jernih, mudah menguapdan mudah bergerak, memiliki bau khas, dan
rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
sangat mudah larut dalam air, kloroform P dan dalam eter P. Etanol disimpan
dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya; di tempat sejuk, jauh dari
nyala api. Bobot jenis etanol antara 0,812 dan 0,816 (Depkes RI, 1995). Waktu
retensi etanol adalah 1,607 menit (Putri dan Sukandar, 2008).

Gambar 2.1. Struktur Kimia Etanol (Chang, 2003).


2.3 Metanol
Metanol yaitu berupa cairan tidak berwarna, jernih, dan bau khas. Metanol
dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih tidak berwarna dengan
bobot jenis 0,796 gram/mL sampai 0,798 gram/mL (Depkes RI, 1979). Metanol
bersifat higroskopis, mudah menguap dan mudah terbakar (Spencer, 1988).
Metanol adalah alkohol dengan satu rantai karbon. Rumus molekul metanol yakni
CH3OH, dengan berat molekul 32 gram/mol. Metanol memiliki titik didih yang
lebih rendah dibandingkan etanol yakni 64-65oC (tergantung kemurnian)
(Spencer, 1988). Metanol memiliki berat molekul 32,04 g/mol (Kemenkes RI,
2014: 1724). Waktu retensi metanol adalah 1,545 menit (Putri dan Sukandar,
2008).

Gambar 2.2. Struktur Kimia Metanol (Chang, 2003).


2.4 Destilasi
Destilasi adalah suatu proses pemurnian untuk senyawa cair, yaitu suatu
proses yang didahului dengan penguapan senyawa cair dengan memanaskannya,
lalu mengembunkan uap yang terbentuk yang akan ditampung dalam wadah yang
terpisah untuk mendapatkan destilat (Underwood, 1983). Prinsip kerja dari
destilasi adalah proses perubahaan fase cair menjadi fase uap atau gas dengan
pendidihan dan kondensasi pengembun, tetapi destilasi bukan merupakan dua
urutan proses penguapan kondensasi. Tekanan uap selalu bertambah dengan
kenaikan suhu (Khopkar, 2003). Terdapat dua tahap proses dalam destilasi yaitu
tahap penguapan dan tahap pengembunan kembali uap menjadi cairan. Campuran
zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke
dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap
terlebih dahulu (Hamzah, 2009).
2.5 Kromatografi Gas (GC)
Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang bisa digunakan untuk
memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa yang dapat
dipisahkan dengan kromatografi gas sangat banyak, namun ada batasan
batasannya. Senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur
pengujian, utamanya antara 50-300 °C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau
tidak stabil pada temperatur pengujian, maka senyawa tersebut bisa diderivatisasi
agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas. Pada kromatografi gas, fase
geraknya berupa gas yang inert (tidak bereaksi), sedangkan fase diamnya dapat
berupa zat padat atau zat cair. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara
fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak
mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnnya (Khopkar, 2003).
Prinsip kromatografi gas adalah pemisahan yang mana solut-solut yang
mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan
titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam.
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa
dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase
diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu
menghantarkannya ke detector. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada
kisaran 50 – 350°C) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan
cepat terelusi. Terdapat 2 jenis kromatografi gas yaitu Kromatografi gas-cair
(KGC) yang menggunakan mekanisme sorpsi partisi dan Kromatografi gas-padat
(KGP) yang menggunakan mekanisme sorpsi adsorpsi (Gandjar dan Rohman,
2007).
Diagram skematik peralatan kromatografi gas dengan komponen utama
yang dimiliki yaitu:
a. Kontrol dan penyedia gas pembawa (fase gerak) berfungsi untuk membawa
solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas.
Adapun syarat gas pembawa adalah tidak reaktif, murni, dan dapat disimpan
dalam tangki yang bertekanan tinggi.
b. Ruang suntik atau inlet yang berfungsi untuk mengantarkan sampel ke dalam
aliran gas pembawa. Penyuntikan sampel dapat dilakukan secara manual dan
otomatis.
c. Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya
terdapat fase diam. Terdapat 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu
kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column).
d. Sistem deteksi dan pencatat (detektor dan rekorder) merupakan perangkat
yang
letaknya pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang
membawa komponen hasil pemisahan. Fungsinya untuk mengubah sinyal gas
pembawa dan komponen yang ada di dalamnya menjadi sinyal elektronik.
Selanjutnya sinyal tersebut akan di catat oleh rekorder.
e. Komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data yang akan
menampilkan data sebagai kromatogram. (Gandjar dan Rohman, 2007).
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode kromatografi gas ini yaitu,
kelebihannya adalah analisisnya cepat, memberikan hasil yang beresolusi
tinggi, sampel yang dibutuhkan hanya sedikit, tidak membutuhkan biaya yang
terlalu besar. Sedangkan kekurangannya adalah terbatas pada sampel-sampel
yang mudah menguap, cukup sulit untuk preparasi sampel dalam jumlah
besar, tidak cocok untuk zat-zat yang tidak tahan terhadap pemanasan
(Mcnair dan Miller, 2009)

Gambar 2.4. Diagram Skema Peralatan Kromatografi Gas


(Mcnair dan Miller,2009).
2.6 Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detektor/ FID)
Detektor FID ini mengukur jumlah atom karbon, dan bukan jumlah molekul
seperti pada detektor hantar panas (TCD). FID pada dasarnya bersifat umum
untuk hampir semua senyawa organik (senyawa fluoro tinggi dan karbon disulfida
tidak terdeteksi). Di samping itu, respon FID sangat peka, dan linier ditinjau dari
segi ukuran cuplikan, serta teliti (Gandjar dan Rohman, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2014. Menilik Regulasi Minuman Beralkohol Indonesia. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI. 2016. Standar Keamanan Dan Mutu Minuman Beralkohol. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Chang, R. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Gandjar, I. G. dan dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hamzah, A.. 2009. Destilasi dan Pengaruhnya terhadap Kenaikan Titik Didih.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
McNair, H. dan J. M. Miller. 2009. Basic Gas Chromatography. Second Edition.
New Jersey: John Wiley and Sons Inc.
Putri, L. S. E. dan D. Sukandar. 2008. Konversi Pati Ganyong (Canna edulis Ker.)
Menjadi Bioetanol melalui Hidrolisis Asam dan Fermentasi. Biodiversitas
9(2):112-116.
Spencer, N.D. 1988. Partial Oxydation of Methane to Formaldehyde by Means of
Molekular Oxygen. Journal of Catalysis, 109(1).
Suarta I. M., dan I Putu Darmawa. 2016. Pengujian Arak Bali Sebagai Aditif
Bahar Bakar. Industri Inovatif 6(2):10-16.
Underwood, A. L. dan R. A. Day. 1983. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai