Anda di halaman 1dari 7

Hari/Tanggal : Rabu / 8 Mei 2019 Nama Dosen : Dr. Drh. Aulia Andi Mustika, M.

Si
Nama Asisten: Dwi Oktaviyanti
Kelompok : III / Sore

Laporan Praktikum
Mata Kuliah Farmakologi II: Antidiare

Anggota Kelompok:

Esti Saraswati B04160001


Dina Zuhdina Rahman B04160035
Neka Putri Pratama B04160046
Hikmah Nuradilah B04160110
Khairil Irsyad B04160143
Priyadarshinee B04168007

Bagian Farmakologi dan Toksikologi


Departemen Anatomi, Fisiologi, Dan Farmakologi
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan terutama di negara-negara
berkembang salah satunya Indonesia, maka kebutuhan akan obat-obat antidiare masih
tinggi. Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih)
dalam satu hari (Depkes RI 2011). Diare dapat disebabkan oleh transportasi air dan
elektrolit yang abnormal dalam usus. Klasifikasi Diare Menurut Simadibrata (2006),
diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1) Lama waktu diare
a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari, sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare
akut di definisikan sebagai passase tinja 9 yang cair dan lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari, dan akan
mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong 2009).
b) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2) Mekanisme patofisiologi
a) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
b) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
c) Malabsorbsi asam empedu.
d) Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
e) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
f) Gangguan permeabilitas usus.
g) Inflamasi dinding usus disebut diare inflamatorik.
h) Infeksi dinding usus.
3) Penyakit infektif atau noninfektif.
4) Penyakit Organik atau fungsional.
Diseluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap
tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat
melibatkan lambung dan usus (Gastroenteritis), usus halus (Enteritis), kolon (Kolitis)
atau kolon dan usus (Enterokolitis) (Wong, 2008).Dasar pengobatan diare adalah
pemberian cairan, dietetik, dan obat-obatan (Abdoerrachman dkk, 2002). Kelompok
obat yang seringkali digunakan pada diare adalah kemoterapetika, obstipansia, dan
spasmolitika (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat antidiare merupakan obat yang
diberikan sebagai tindakan terapeutik dengan tujuan untuk mengembalikan frekuensi
normal defekasi serta mengembalikan skor feses agar tidak terjadi dehidrasi akibat
diare. Terapi menggunakan antidiare biasanya dikombinasikan dengan rehidrasi oral,
pemberian antibiotik, dan mikronutrien. Pemberian obat antidiare harus tepat, sesuai
dengan penyebabnya. Berdasarkan golonganya, obat antidiare dibagi menjadi
antisecretory dan antimotility, serta adsorbent. Pada praktikum kali ini obat-obatan
yang digunakan adalah obat-obat antidiare yang memiliki aktivitas menghambat
peristaltik usus, mengabsorbsi, dan menginaktivasi enterotoksin.
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan obat antidiare, serta dapat
membandingkan mekanisme kerja masing-masing obat antidiare yang digunakan.

1.3 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sonde lambung,
spuid 1mL, gunting, pinset, alas kayu, penggaris, dan benang. Sementara itu bahan
yang digunakan antara lain mencit, NaCl fisiologis, Immodium, Enterostop, New
diatab, dan marker (Gumaraticum 20% + Norit 5%).

1.4 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 8 Mei 2019 pukul 14.30-
17.00 di Laboratorium Fifarm 3.

1.5 Metode
a. Mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 16-18 jam.
b. Mencit ditimbang untuk menghitung dosis masing-masing senyawa yang akan
diberikan.
c. Obat diberikan melalui peroral. Obat-obatan yang diberikan secara oral yaitu NaCl
fisiologis, Immodium, Enterostop, tannin, new diatab dengan dosis 1 mL/100 gr
BB. Mencit yang diberi obat peroral diberi marker 45 menit pasca pemberian obat.
d. Setelah 20 menit masing-masing mencit dimatikan. Dilakukan penekropsian
dengan membuka abdomen menggunakan pinset dan gunting. Kemudian
keluarkan lambung dan usus halus sampai rektum.
e. Dihitung panjang usus keseluruhan dimulai dari pylorus sampai rektum dengan
menggunakan benang yang kemudian diukur dengan penggaris. Dihitung pula
panjang usus yang berwarna hitam dengan cara yang sama.
f. Penentuan cara penghitungan efektivitas suatu obat yang diberikan adalah dengan
menghitung rasio panjang usus terwarnai dengan panjang usus keseluruhan
dikalikan 100%, makin kecil persentase yang dihasilkan maka makin efektif
sediaan tersebut.

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
Tabel 1. Persentase usus terwarnai
Kel. Sediaan Obat PT/P0U x 100% (%)
1 NaCl 0,9% 57,27
2 Diatab Gagal, menembus thoraks
3 Diatab Gagal masuk lambung
4 Enterostop 6,078
5 Tannin 5,163
6 Imodium 18,5
Ket: PT=Panjang usus terwarnai; P0U=Panjang usus keseluruhan
2.2 Pembahasan
Diantara sediaan obat yang digunakan, NaCl fisiologis merupakan cairan
elektrolit bersifat netral atau kontrol dalam tubuh sehingga hasil yang didapat
menggunakan NaCl merupakan hasil normal dari tubuh, hasil ini digunakan untuk
membandingkan tiap-tiap obat antidiare dengan melihat hasil dari nilai Transit
Interstinal (TI). Transit Interstinal adalah rasio perbandingan panjang usus yang
terwarnai marker dengan panjang usus keseluruhan. Semakin pendek usus yang
terwarnai berarti semakin kecil nilai TI dan merupakan antidiare yang baik. Hal ini
dikarenakan marker tidak bergerak cepat dalam usus karena gerakan peristaltik usus
berkurang, sebalikinya semakin tinggi nilai transit semakin bersifat laksansia dan
bukan merupakan antidiare yang baik. hasil panjang (Kee joyce Lee 1993) diperoleh
nilai rasio 57,27 %. Sehingga obat yang mempunyai nilai rasia dibawah kontrol
berarti obat tersebut lebih bagus kerjanya. Sedangkan diatas kontrol menunjukan
bahwa kerjanya kurang bagus.
Sedangkan diatab merupakan salah satu jenis obat anti diare yang memiliki
kandungan aktif attapulgite (Kaopectate) atau magnesium alumunium phyllosilicate
yang memiliki sifat alami sebagai adsorbent. Beberapa contoh obat yang termasuk
kelompok adsorbent adalah: bismuth subsalicylate, kaolin-pectin, activetedcharcoal
(Faure 3013). Mekanisme kerjanya secara umum dari adsorbent adalah melapisi
permukaan mukosa dinding saluran pencernaan sehingga toksin dan mikroorganisme
tak bias masuk menembus dinding mukosa obat ini secara fisika akan mengikat dan
menyerap asam,air, racun, bakteri dan enterovirusyang terdapat dalam lambung dan
saluran pencernaan. Dan kemudian dieliminasi melalui tinja (Nwachukwuand kobe
2008). Namun pada praktikum gagal dalam menginjeksi tinta tidak masuk ke saluran
pencernaan, saat perlakusan diseksi ditemukan tintan membendung dibawah rongga
mulut, tinta tertahan hal ini terjadi karena kesalahan praktikan.
Berbeda dengan diatab, pemberian enterostop pada mencit berhasil dilakukan
dan dilihat efek kerjanya. Enterostop adalah obat yang digunakan untuk pengobatan
simtomatik diare nonspesifik. Enterostop mengandung activated colloidal attapulagite
650 mg dan pectin 50 mg. Attapulgite merupakan obat untuk mengobati diare.
Senyawa ini adalah magnesium aluminium phyllosilicate dengan formula (Mg, Al)
2Si4O10 (OH) 4-4 (H2O). Attapulgite ini dimurnikan terlebih dahulu dengan cara
pemmanasan untuk meningkatkann kemampuan adsorpsinya sebelum digunakan
sebagai obat diare. Senyawa ini berupa serbuk sangat halus, memiliki pH antara 7,0-
9,5. Obat ini mengikat asam, zat beracun, bakteri atau kuman yang dapat menyebaban
diare. Pectin adalah serat yang secra alami ditemukan pada buah-buahan. Pectin bisa
digunakan untuk kolesterol tinggi, trigliserida tinggi, dan untuk mencegah kanker
usus besar dan kanker prostat. Senyawa ini juga digunakan untuk penyakit diabetes
dan gastroesophageal reflux (GERD). Sering pula digunakan untuk mencegah
keracunan timbal, stronium, dan logam berat lainya. Pectin telah digunakan selama
bertahun tahun dalam kombinasi dengan kaolin untuk mengobati diare. Namun, April
2003, FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat) menemukan
bahwa bukti ilmiah tidak mendukung penggunaan pectin untuk diare dan April 2004,
FDA belum mengijinkan pectin sebagai agen anti-diare dalam produk over the
counter (OTC). Hasil penghitungan bagian usus yang terwarnai adalah 6,078%. Hal
terebut enandai bahwa ada sekitar 6% dari usus yang fesesnya belum mengalami
pengerasan atau ada obstruksi karena feses sehingga cairan tidak mampu mengalir.
Enterostop tergolong obat yang baik karena bagian usus yang terwarnai dibawah 10%
berdasarkan teori bahwa semakin sedikit bagian usus yang terwarnai semakin baik
sediaan anti-diare tersebut.
Selain enterostop, tannin juga tergolong obat yang baik karena efektivitasnya
membuat usus yang terwarnai dibawah 10%. Tannin adalah bahan alam yang
mempunyai kemampuan sebagai adstringensia. Tanin ketika kontak dengan mukosa,
tanin akan bereaksi dengan protein mucus dan sel-sel epitel dari mukosa membentuk
ikatan silang. Akibatnya mukosa menjadi lebih rapat dan kurang permeable, proses
ini dikenal dengan adstringensia.Dalam hal antidiare, tanin dapat menyebabkan
selaput lendir usus membentuk lapisan, sehingga dapat menciutkan selaput lendir
usus tersebut (Desi 2005). Tanin juga mempunyai sifat sebagai pengelat berefek
spasmolitik yang menciutkan atau mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltic usus
berkurang (Ajizah 2004). Dibandingkan dengan kontrol negatif, tannin yang
diberikan melalui rute subkutan memiliki nilai dibawah kontrol negatif yang
mengindikasikan kerja dari sediaan obat.
Imodium diantara sediaan obat yang lain memiliki nilai efektivitas paling
rendah. Imodium yang juga dikenali sebagai loperamide adalah obat untuk mengobati
diare mendadak. Cara kerjanya adalah dengan memperlambat gerak usus dan
membuat feses menjadi lebih padat. Imodium adalah salah satu merek obat
loperamide yang paling dikenal (Craig 1982). Loperamide juga digunakan untuk
mengurangi jumlah cairan yang keluar pada pasien yang dilakukan ileostomi, dan
untuk mengobati diare pada orang dengan penyakit radang usus. Berdasarkan data
yang diperoleh dari eksperimen ini, Imodium sebanyak 18.5% diambil dari usus
setelah diberi secara peroral dan ditunggu untuk 20 menit. Imodium merupakan
persentase yang kedua tertinggi dan memiliki efektivitas terendah untuk antidiare
apabila dibandingkan dengan obat-obat lain.
Imodium bekerja dengan mengurangi kecepatan kerja usus, sehingga konten
yang masuk ke usus seperti makanan tetap berada di usus Anda lebih lama. Hal ini
memungkinkan lebih banyak air diserap kembali ke dalam tubuh Anda dan
menghasilkan tinja yang lebih padat. Karena Loperamide mengatur perjalanan
makanan melalui sistem pencernaan, Loperamide juga dapat membantu orang dengan
diare yang berhubungan dengan sindrom iritasi usus, dan orang-orang yang
membutuhkan bantuan untuk mengatur aktivitas usus mereka setelah melakukan
operasi pada usus (Gan 1982).

2.3 Simpulan
Obat antidiare memiliki golongan dan cara kerjanya masing masing. Dalam
praktikum, obat dengan efektivitas paling tinggi adalah tannin yang memiliki efek
mengurangi sekresi selaput mukosa dan motilitas usus. Sedangkan obat lain,
berdasarkan urutan keefektifanya adalah enterostop dan imodium
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman et al., 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pp. 283-4.
Ajizah.2004.Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium
Guajava, Biosecientiae.Volume(I) : 31-38.
Craig C.R,Stiteel,R.E.,1982, Moder Pharmacology , Second Edition, Little Brown
And Company, Toronto,USA,
Departemen Kesehatan RI.2011.Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta
(ID) : Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Desi E. 2005. Pengaruh Cara Pengeringan dan Jenis Daun Terhadap Kadar Tanin
Dalam Daun Salam (Eugenia Polyantha Wight) Secara Spektofotometri.
Faure C. 2013. Role of antidiarrhoeal drugs as adjunctive therapies for acute
diarrhoea in children. IJVF. 15(27) : 3341-3348.
Gan V.H.S.,1982, Obat Untuk Penyakit Diare Indonesia, Pusat Penelitian Farmasi,
Bppk, Depkes RI.
Kee JL. 1993. Framakoligi saundders (US). W.B Saunders Company.
Newchukwu CE. Okebe JU. 2008. Antimotility agent for chronic diaeehoea in people
with HIV/AIDS. [Journal Article agent] Cocharene Databese Syst Rev. (4):
CD00564.
Simadibrata MK. 2006. Pendekatan Diagnostik Diare Kronik. Di dalam : Sudoyo Aru
w et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta (ID) :
Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V. Jakarta (ID) : PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia
Wong Dona, L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta (ID) : EGC

Anda mungkin juga menyukai