Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN FARMAKOLOGI

AKTIVITAS ANTIDIARE

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK: 2
Nama Anggota Kelompok: 1. Aprina Ferantika (20011023)
2. Arfah Dewi (20011025)
3. Ayub Purnama (20011031)
4. Benni Saputra (20011035)
5. Chenia Nandini (20011039)
KELAS/SHIFT: 2020C/1
DOSEN PENGAMPU: 1. Apt. Fitratul Wahyuni M.Farm
2. Apt. Ifora, M.Farm
3. Syamsi Kahirani, S.Si
ASISTEN DOSEN: 1. Alfarhan tri putra (19011111)
2. Arya putra (19011107)
3. Clara Alta Fanta (19011034)
4. Dwi suci julianti (19011035)
5. Ego medya unggul (19011076)
6. Putri nova susanti (20012016)
7. Silmi kaffah (19011120)
8. Thesa helmalia putri (19011024)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFARM) PADANG
2022/2023
Pratikum Objek 4

Aktivitas Analgetik

I. Tujuan

Praktikan diharapkan untuk mampu:

1. Menghitung dosis obat antidiare untuk hewan uji


2. Mengetahui metode pengujian obat antidiare
3. Melakukan pengujian obat antidiare berdasarkan metode transit intesinal dan
metode proteksi terhadap diare yang disebabkan oleh oleum ricini
4. Menganalisis perbedaan efek diantara obat antidiare

II. Teori

Diare merupakan buang air besar (defekasi) dengan tinja, berbentuk cairan
atau setengah cairan (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja lebih
banyak dari biasanya, normalnya 100 – 200 ml per tinja. Buang air besar encer
tersebut dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. Pada diare, tinja mengandung
lebih banyak air dibandingkan yang normal. Diare dapat diklasifikasi yaitu :

1) Klasifikasi berdasarkan pada jenis infeksi gastroenteritis (diare dan muntah),


diklasifikasikan menurut dua golongan:
a) Diare infeksi spesifik: titis abdomen dan poratitus, disentri (Shigella).
b) Diare non spesifik

Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi:

a) Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus,
parasit).
b) Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis, media,
infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya)

2). Klasifikasi diare pada bayi dan anak secara luas berdasarkan lamanya diare:

a) Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan bisa
berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini disebabkan oleh karena
infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang
umumnya disebut gastroenteritis infantile.
b) Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua minggu,
sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akut dan diare kronik
disebut diare sub akut.

Berdasarkan penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi :

1) Diare karena infeksi, meliputi:


a) Diare akibat virus Diare ini disebabkan oleh rotavirus dan adenovirus.
Mekanisme terjadinya diare yaitu dengan cara virus melekat pada sel-sel
mukosa usus, yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun,
sekresi air dan elektrolit memegang peranan.
b) Diare akibat bakteri (invasif) Mekanisme terjadinya diare ini adalah bakteri-
bakteri tertentu pada keadaan tertentu, contohnya bahan makanan yang
terinfeksi oleh banyak kuman menjadi “invasif” dan menyerbu ke dalam
mukosa. Kemudian bakteri memperbanyak diri dan membentuk toksin-
toksin yang dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat.
Bakteri yang biasanya menyebabkan diare ini adalah bakteri Salmonella,
Shigella, Campylobacter, dan jenis Coli tertentu.
c) Diare parasiter Diare ini biasanya terjadi di daerah (sub) tropis. Jenis parasit
yang dapat menyebabkan diare ini adalah Protozoa Entamoeba histolytica,
Giardia Lamblia, Cryptosporidium, dan Cylospora. Adapun gejala dari
diare ini adalah mencret cairan yang intermiten, bertahan lebih lama dari
satu minggu, nyeri perut, demam, anoreksia, nausea, muntah-muntah dan
rasa letih umum atau malaise.
d) Diare akibat enterotoksin Penyebabnya adalah kuman-kuman yang
membentuk enterotoksin (yang paling penting adalah E. coli dan Vibrio
cholerae), Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba histolytica.
Diare ini bersifat “self limiting”, artinya akan sembuh dengan sendirinya
tanpa pengobatan dalam lebih kurang 5 hari setelah sel-sel yang rusak
diganti dengan sel-sel mukosa baru.
2) Diare karena alergi makanan/minuman dan intoleransi
3) Diare karena gangguan gizi
4) Diare karena kekurangan enzim tertentu
5) Diare yang disebabkan karena pengaruh psikis (misalnya: terkejut dan
ketakutan).

Tetapi terdapat juga sejumlah penyakit yang dapat pula mengakibatkan


diare sebagai salah satu gejalanya, seperti kanker usus besar dan beberapa penyakit
cacing (contohnya: cacing gelang dan cacing pita). Beberapa obat juga dapat
menimbulkan diare sebagai efek samping, misalnya: antibiotika berspektrum luas
(ampisilin, tetrasiklin), sitostatika, reserpin, kinidin, dan sebagainya. Diare juga
dapat diakibatkan oleh penyinaran dengan sinar-x atau radioterapi (Musdar, T. A.
2012).

Diare adalah suatu gejala klinik gangguan pada saluran pencernaan dimana
konsistensi tinja berbentuk cairan atau setengah cairan dan frekuensi terjadinya
defekasi lebih sering dari keadaan normal sekitar empat sampai lima kali sehari,
dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari normal yaitu 200
g/hari. Karena berat feses sebagian besar ditentukan oleh air feses, kebanyakan
kasus diare disebabkan oleh gangguan air dan elektrolit di usus. Penyebab diare
adalah: peningkatan tekanan osmotik di dalam usus sehingga menyebabkan retensi
air didalam lumen, sekresi elektrolit dan air yang berlebihan ke dalam lumen usus,
eksudasi protein dan cairan dari mukosa, peningkatan motilitas usus sehingga
mempercepat transit (Suliska, N., dkk. 2019).

Mekanisme patofisiologis yang mengganggu keseimbangan air dan


elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare, yaitu: perubahan transport ion aktif
yang disebabkan oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida,
perubahan motilitas usus, peningkatan osmolaritas luminal, peningkatan tekanan
hidrostatik jaringan. Sehingga diare dapat dikelompokkan secara klinik yaitu: diare
sekretori, terjadi ketika senyawa yang strukturnya mirip meningkatkan sekresi atau
menurunkan absorpsi air dan elektrolit dalam jumlah besar; diare osmotik
disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan cairan intestinal; diare
exudatif disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan yang mengeluarkan
mucus, protein, atau darah ke dalam saluran pencernaan; motilitas usus dapat
berubah dengan mengurangi waktu kontak di usus halus, pengosongan usus besar
yang premature dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.

Tujuan terapi pengobatan diare adalah untuk mengatur diet, mencegah


pengeluaran air berlebihan, elektrolit, dan gangguan asam basa, menyembuhkan
gejala, mengatasi penyebab diare, dan mengatur gangguan sekunder yang
menyebabkan diare. Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare
dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu antimotilitas, adsorben,
antisekresi, antibiotic, enzim, dan mikroflora usus (Sukmawati, I. K., dkk. 2018).

Diare merupakan penyakit yang sering terjadi dan tersebar luas di seluruh
penjuru dunia. Diare dapat menyebabkan lebih dari 4 juta kematian setiap tahunnya
pada anak-anak balita. Khususnya di negara berkembang, diare menjadi penyebab
utama malnutrisi kalori protein dan dehidrasi. Upaya penanggulangan diare dapat
dilakukan dengan obat modern dan obat tradisional yang penggunaannya sudah
banyak dilakukan secara turun-temurun. Penggunaan tumbuhan sebagai obat
tradisional banyak diminati sehubungan dengan adanya efek samping dari
penggunaan obat modern. Obat tradisional lebih dipilih karena dianggap
mempunyai efek samping yang lebih kecil.

Loperamide HCI merupakan obat antidiare yang bekerja dengan cara


bereaksi langsung pada otot-otot usus, menghambat peristaltis dan memperpanjang
waktu transit, mempengaruhi perpindahan air dan elektrolit melalui mukosa usus,
mengurangi volume fecal, menaikkan viskositas dan mencegah kehilangan air dan
elektrolit.

Oleum ricini atau castor coil atau minyak Ricinus communis jarak berasal
dari biji suatu trigleserida risenosolat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus
halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam
risenosolat. Asam risenosolat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar.
Minyak jarak menyebabkan dehidrasi yang disertai gangguan merupakan bahan
elektrolit. induksi Obat diare ini pada penelitian diare secara ekperimental pada
hewan percobaan (Nurcahyani, N. 2016).
III. Alat Dan Bahan
Hewan Percobaan: Mencit (3 ekor), berat badan 20-30g

1. Alat
• Batang Pengaduk
• Spuit Oral (Sonde Oral)
• Spuit 1 ml
• Beaker
• Gelas ukur
• Timbangan berat badan
2. Bahan
• Alcohol 70%
• Aqua destilat
• Norit 5%
• Na. CMC 0,5%
• Ol. Ricini
• Tablet Loperamid 2 mg/70kg BB manusia
IV. Prosedur Kerja

Pastikan alat dan bahan yang akan digunakan sudah lengkap

• Sebelumnya puasakan menci 16-18 jam, tetapi tetap diberikan air minum
• Pertama-tama masing-masing mencit ditimbang berat badannya.
• Ketiga mencit masing-masing diberi obat sesuai dengan pembagian
kelompok sebelumnya yaitu loperamide 4 mg/70kg BB manusia
• Hitung dosis dan volume pemberian untuk masing-masing mencit.
• Ketiga mencit masing-masing diberi oleum ricini sesuai VAO yang telah
dihitung sebelumnya, secara peroral dengan sonde oral.
• Selanjutnya diberikan sediaan obat yaitu loperamide sesuai VAO yang telah
dihitung sebelumnya secara peroral dengan sonde oral.
• Tunggu hingga 15 menit.
• Setelah 15 menit pemberian sediaan uji, semua mencit kemudian diberikan
marker norit secara peroral dengan sonde oral sebanyak 0,2 dan tunggu 20
menit
• 20 menit setelah pemberian norit, hewan coba dikorbankan secara dislokasi
tulang leher
• Usus dikeluarkan secara hati-hati, sampai teregang. Ukur Panjang usus
keseluruhan dan ukur Panjang usus yang dilalui marker norit
• Dan hitung % hambatannya
V. Hasil

Dosis lazim: 4mg/70kg BB manusia

• Mencit 1(berat badan: 29g)


Perhitungan:
▪ Dosis = DM lazim x faktor koreksi
= 4 x 0,0026
= 0,0104 (untuk 20g)
Untuk 29g = (29/20) x 0,0104

= 0,01508

▪ VAO = 1% x BB
= (1/100) x 29
= 0,29 ml
▪ Sediaan yang ditimbang = (100 x konversi)/VAO
= (100 x 00,0104)/0,29
= 3,586 mg
= 0,003586 g
▪ % kadar = (0,003586/100) x 100%
= 0,003586%

• Mencit 2 (berat badan: 29,8g)


Perhitungan:
▪ Dosis = DM lazim x faktor koreksi
= 4 x 0,0026
= 0,0104 (untuk 20g)
Untuk 29,8 g = (29,8/20) x 0,0104

= 0,015496

▪ VAO = 1% x BB
= (1/100) x 29,8
= 0,298 ml
▪ Sediaan yang ditimbang = (100 x konversi)/VAO
= (100 x 0,0104)/0,298
= 3,489 mg
= 0,003489 g
▪ % kadar = (0,003489/100) x 100%
= 0,003489%

• Mencit 3 (berat badan 21 g)


Perhitungan:
▪ Dosis = DM lazim x faktor koreksi
= 4 x 0,0026
= 0,0104 (untuk 20g)
Untuk 21 g = (21/20) x 0,0104

= 0,01092

▪ VAO = 1% x BB
= (1/100) x 21
= 0,21 ml
▪ Sediaan yang ditimbang = (100 x konversi)/VAO
= (100 x 0,0104)/0,21
= 4,952 mg
= 0,004952 g
▪ % kadar = (0,004952/100) x 100%
= 0,004952%
Data pengamatan dan hasil:
kelompok Hewan uji Vol Panjang Panjang Selisih %hambatan
kode BB oral usus marker (a-b)
(g) (ml) (a) norit (b) (cm)
(cm)
Kel 1 1 26,2 0,262 35 10 15 10,41%
2 23,9 0,239 39 16 23
3 29,9 0,299 50,5 28 22,5
Jumlah 124,5 54 60,5
Rata-rata 41,5 18 20,16
Kel 2 1 29 0,29 50 15 35 2,08%
2 29,8 0,298 45 30 15
3 21 0,21 - - -
Jumlah 95 45 50
Rata-rata 47,5 22,5 25
Kel 3 1 26 0,26 38 30 8 -56,25%
2 25,7 0,257 53 44 9
3 26 0,26 54 35 19
Jumlah 145 109 36
Rata-rata 48,3 36,3 12
Kel 4 1 26,9 0,269 - - - 0%
2 26 0,26 42 32 10
3 26 0,26 41 8 33
Jumlah 83 40 43
Rata-rata 41,5 20 21,5

Perhitungan:
• Kelompok 1
Rumus rasio lintasan marker (R)
= (Panjang lintasan marker) / (panjang usus keseluruhan)
= (18) / (41,5)
= 0,43
% penghambatan
= [(rasio control negatif - rasio kelompok uji) / (rasio control negative)] x 100%
= [(0,48 - 0,43) / (0,48)] x 100%
= 10,41%
• Kelompok 2
Rumus rasio lintasan marker (R)
= (Panjang lintasan marker) / (panjang usus keseluruhan)
= (22,5) / (47,5)
= 0,47
% penghambatan
= [(rasio control negatif - rasio kelompok uji) / (rasio control negative)] x 100%
= [(0,48 - 0,47) / (0,48)] x 100%
= 2.08%

• Kelompok 3
Rumus rasio lintasan marker (R)
= (Panjang lintasan marker) / (panjang usus keseluruhan)
= (36) / (48)
= 0,75
% penghambatan
= [(rasio control negatif - rasio kelompok uji) / (rasio control negative)] x 100%
= [(0,48 - 0,75) / (0,48)] x 100%
= -56,25%

• Kelompok 4
Rumus rasio lintasan marker (R)
= (Panjang lintasan marker) / (panjang usus keseluruhan)
= (20) / (41,5)
= 0,48
% penghambatan
= [(rasio control negatif - rasio kelompok uji) / (rasio control negative)] x 100%
= [(0,48 - 0,48) / (0,48)] x 100%
= 0%
VI. Pembahasan

Pada pratikum kali ini yaitu tentang aktivitas antidiare, pratikum ini
bertujuan untuke mengetahui sejauh mana aktivitas obat antidiare yaitu dapat
menghambat diare dengan metode transit intesinal. Prinsip dari pratikum kali ini
adalah mengamati efek obat antidiare dengan membandingkan panjang jalur yang
dilewati oleh marker nori tantara pilorus dan sepanjang usus halus.

Diare merupakan keadaan buang air dengan banyak cairan(mencret) dan


merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu. Diare disebabkan oleh adanya
rangsangan pada saraf otonom di dinding lambung sehingga dapat menimbulkan
reflek yang mempercepat peristaltic sehingga timbul diare.

Penyakit diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh melebihi


frekuensi normal, serta konsistensi fases yang encer. Pada dasarnya diare
merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk mengeluarkan zat-zat racun yang tidak
dikehendaki dari dalam usus. Bila usus sudah bersih makan diare akan berhenti
dengan sendirinya.

Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit.
Hal karena anatomi fisiologinya sama dengan anatomi fisiplogi manusia, juga
karena mencit mudah ditangani, ukuran tubuhnya kecil sehingga waktu pengamatan
dan pengerjaannya dapat berlangsung lebih cepat. Sebelum digunakan untuk
percobaan, mencit dipuasakan selama 18jam sebelum percobaan tetapi minum tetap
diberikan. Hal tersebut dikarenakan makanan dalam usus akan berpengaruh
terhadap kecepatan peristaltic. Tiap kelompok diberi 3 ekor mencit. Prosedur
pertama dilakukan adalah menimbang masing-masing mencit untuk menentukan
banyaknya dosis sediaan uji yang akan diberikan pada tiap mencit, yang
sebelumnya sudah diberi tanda pada tiap ekor mencit untuk mempermudah
penandaan pada menci.

Selanjutnya mencit yang telah ditimbang dhihitung dosis pemberiannya


sesuai berat badannya. Sediaan yang disondekan pertama oleum ricini sebagai
penginduksi, selanjutnya loperamide dan tunggu selama 15 menit. Pemberian
sediaan ini harus sesuai perhitungan dosis yang sebelumnya telah dihitung. Setelah
15 menit mencit diberikan marker norit sebanyak 0,2 ml dan diamkan selama 20
menit. Setelah 20 menit lalu pembedahan untuk mengukur rasio marker terhadap
panjang usus keseluruhan.

Namun sayangnya terjadi kekeliruan dalam pemberian sediaan secara


peroral kepada salah satu mencit, kekeliruan ini mengakibatkan hewan mati.
Kesalahan ini diakibatkan kekeliruan dalam menentukan saluran yang dimasuki
sonde saat pemberian suspensi sediaan. Seharusnya saluran yang dimasuki sonde
adalah saluran pencernaan dari hewan uji, namun kenyataannya saluran yang
dimasuki sonde adalah saluran pernafasannya sehingga hewan percobaan
mengalami kematian karena saluran pernafasan termasuk paru-paru terisi sejumlah
cairan yang pada fungsi normalnya tak seharusnya dimasuki oleh cairan.

Bahan obat yang digunakan adalah loperamid HCL. Obat ini termasuk
dalam golongan antimotilitas dan sekresi usus golongan opiat. Obat ini turunan
difenoksilat khasiatnya berupa obstipasi. Obat ini tidak menimbulkan kecanduan
karena tidak dapat menyebrangi sawar-darah otak dibandingkan opiate lain. Selain
loperamid HCL, bahan kedua yang digunakan adalah tinta cina (marker). Marker
ini digunakan karena mudah diperoleh dipasaran serta murah, stabil, tidak toksik,
tidak dapat diserap dinding usus. Marker dapat mewarnai dinding usus.

Adanya bahan ini pada lumen mencit yang sebelumnya sudah diberi obat
antidiare menyebabkan kecepatan aliran marker melewati usus akan terhambat.
Terhambatnya disebabkan pemberian loperamid HCL bekerja mengurangi
motilitas usus mencit dibandingkan normal. Bahan ketiga adalah Na CMC. Na
CMC dipilih sebagai kontrol karena Na CMC dapat melarutkan loperamid HCL
dengan baik. Bahan tersebut digunakan sebagai control negatif yang akan
dibandingkan terhadap obat antidiare pada kelompok lainnya.

Oleum ricini merupakan zat penginduksi terjadinya diare yang mengandung


trigliserida asam risinoleat yang dihidrolisis di dalam usus halus oleh lipase
pankreas menjadi gliserin dan asam risinolat. Oleum ricini merupakan penstimulasi
peristaltik usus. Obat antidiare yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
loperamid. Loperamid merupakan obat diare yang bekerja dengan mekanisme
penghambatan peristaltik pada reseptor opiat yang digunakan pada diare akibat
gangguan motilitas.

Alat yang digunakan adalah alat - alat bedah. Mencit yang sudah melewati
tahap prosedur metode transit intestinal akan dilakukan dislokasi, lalu pembedahan
untuk mengukur rasio marker terhadap panjang usus keseluruhan. Alat selanjutnya
meja bedah. Meja bedah ini digunakan sebagai alas pada proses pembedahan
mencit. Sonde oral digunakan untuk memasukan obat antidiare, tinta cina, dan
marker. Terakhir penggaris digunakan untuk mengukur panjang usus keseluruhan
dan panjang jarak penempuhan tinta cina di lumen usus. Norit merupakan senyawa
yang bersifat adsorbensia dan tidak dapat dicerna. Semakin Panjang rasio usus
maka dinyatakan memberikan efek antidiare lebih baik.

Dari hasil uang didapatkan bisa dilihat persen hambatan dari masing-masing
mencit dengan sediaan yang sama dan dosis yang berbeda. Berdasarkan teori,
pemberian loperamid HCL berlebih akan lebih menurunkan kecepatan motilitas
usus sehingga kandungan air yang berlebih pada zat yang masuk ke usus dapat
diserap dengan lamanya zat tersebut menempati usus. Namun, pada hasil pratikum
ini, peningkatan dosis loperamid malah mengakibatkan peningkatan motilitas usus
yang ditandai dengan cepatnya marker melewati lumen usus.

Adanya kesalahan data pengamatan disebabkan beberapa hal. Pertama


kematian mencit. Sehingga dengan kematian mencit, tidak diperoleh data
sebaiknya. Kematian ini disebabkan pemberian intraperoral yang tidak baik. Kedua,
tidak tepatnya pengukuran dengan menggunakan penggaris. ketiga, kemungkinan
tidak dilakukan puasa tepat selama 18 jam sebelum dilakukan percobaan. Keempat,
kurang tepatnya volume dosis yang diberikan sesuai perhitungan terhadap massa
mencit. Kelima bisa disebabkan banyaknya volume tinta cina yang diberikan
sehingga yang fungsi utamanya sebagai penanda obat bekerja di usus malah
menyebabkan terlalu encer sehingga dapat dengan mudah melintasi usus. Keenam,
obat antidiare yang diberikan mengandung kontaminan dan kesalahan mengambil
sonde oral yang bekas digunakan tinta cina, malah digunakan volume obat antidiare
loperamid HCL.
VII. kesimpulan

Pada pratikum kali ini dapat disimpulkan bahwa Diare adalah suatu gejala
klinik gangguan pada saluran pencernaan dimana konsistensi tinja berbentuk cairan
atau setengah cairan dan frekuensi terjadinya defekasi lebih sering dari keadaan
normal. Penginduksi diare yang digunakan yaitu oleum ricini. peningkatan dosis
loperamid malah mengakibatkan peningkatan motilitas usus yang ditandai dengan
cepatnya marker melewati lumen usus

VIII. Saran

• Diharapkan praktiakn lebih hati-hati dalam perhitungan dosis


• Diharapkan praktikan lebih hati-hati dalam pemberian sediaan baik secara oral
maupun secara peritonial.
Daftar Pustaka

Musdar, T. A. (2012). Uji Aktivitas antidiare ekstrak etanol daun salam (Poliyanthi
folium) pada mencut (Mus musculus) yang di induksi oleum ricini. Skripsi
tidak diterbitkan). Makasar: UIN Alauddin Makasar.
Nurcahyani, N. (2016). Uji Efektivitas Ekstrak Rimpang Rumput Teki (Cyperus
rotundus L.) Dengan Obat Imodium Terhadap Antidiare Pada Mencit (Mus
musculus L.) Jantan yang Diinduksi Oleum Ricini. Jurnal Biologi
Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati, 3(2), 25-32
Sukmawati, I. K., Sukandar, E. Y., & Kurniati, N. F. (2018). Aktivitas Antidiare
Ekstrak Etanol Daun Suji (Dracaena Angustifolia Roxb). PHARMACY:
Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia), 14(2),
173-187.
Suliska, N., Evrianto, T. D., & Herlinda, H. (2019). Efek Antidiare Infusa Daun
Senggani (Melastoma malabathricum L.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss
Webster Yang Di Induksi Oleum ricini. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 17(2), 126-131.
IX. Dokumentasi Pratiku

Anda mungkin juga menyukai