Anda di halaman 1dari 11

AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK DAUN RANDU

(Ceiba petandra L. Gaern.) TERHADAP MENCIT JANTAN


GALUR SWISS WEBSTER

















Kelompok 3 :
Aditya Dwi Cahyono (31111002)
Aton Siti Fatonah (31111012)
Azmi Faturrochman (31111013)
Revina Rachmawati M (31111035)
Yeni Yulia Andriani (31111052)







PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian di
berbagai negara, serta bertanggung jawab atas kematian jutaan orang setiap
tahunnya. Tingginya angka kejadian diare akut dan kronis serta efek samping obat
antidiare yang ada saat ini, mendorong para peneliti untuk terus berusaha dalam
menemukan obat sebagai antidiare baru, terutama yang berasal dari tanaman.
Beberapa penelitian telah membuktikan khasiat tanaman obat tradisional sebagai
antidiare, yaitu dengan cara melihat efek biologis ekstrak tanaman yang
mempunyai aktivitas sebagai antispasmodik, penunda transit intestinal, menekan
motilitas usus, merangsang absorpsi air dan mengurangi sekresi elektrolit
(Palombo, 2006).
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam berlimpah,
terutama keanekaragaman tumbuhannya. Banyak spesies tanaman berpotensi
sebagai obat tradisional hingga saat ini belum diteliti khasiat dan kegunaannya
secara mendalam. Beberapa obat tradisional telah digunakan oleh masyarakat
Indonesia secara turun-temurun, seperti penggunaan kulit kina sebagai obat
malaria, bawang putih danwortel sebagai antihipertensi, daun randu untuk
mengobati diare dan lain sebagainya (Depkes, RI., 2000). Penggunaan tanaman
sebagai obat herbal diharapkan dapat memberikan prospek yang lebih baik dalam
dunia pengobatan. Semakin banyak obat tradisional yang dikembangkan sebagai
herbal terstandar dan digunakan oleh masyarakat diharapkan dapat menurunkan
penggunaan obat kimia, dan meminimalkan kejadian efek samping obat.
Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat untuk mengobati diare
adalah daun randu (Ceiba pentandra ( L.) Gaertn.). Secara tradisional, masyarakat
telah menggunakan tanaman randu sebagai obat. Minyak biji dalam randu
digunakan sebagai obat diare, kembung, dan antioksidan. Daun randu berkhasiat
sebagai obat kudis, batuk, asma, radang usus, disentri, diare, radang kandung
kemih dan amandel. Kulit dari batang randu berkhasiat untuk mengatasi penyakit
ginjal, kencing batu, dan patah tulang. Getah dari daun randu digunakan untuk
mengatasi borok atau radang lambung. Kandungan senyawa aktif yang terdapat
dalam daun randu adalah tanin, flavonoid dan saponin (Depkes, RI., 2000),
kuersetin, musilago, mineral (sebagai sumber Fe dan Ca) (Sudarsono, et.al.,
2002).
Beberapa hasil penelitian terdahulu melaporkan bahwa kandungan
senyawa aktif golongan tanin, flavonoid, alkaloid, saponin, triterpen dan terpen
bertanggung jawab atas khasiat antidiare (Longanga, et.al., 2000). Berdasarkan
penggunaan secara empiris dan kandungan senyawa aktifnya, daun randu
memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan sebagai herbal antidiare.
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan khasiat antidiare ekstrak etanol daun
randu (EEDR) dengan menggunakan model pecobaan antidiare pada mencit
jantan. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengungkap mekanisme aksi daun
randu sebagai antidiare melalui percobaan khasiat daun randu sebagai
antisekretori dan antimotilitas.
1.1.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antidiare ekstrak daun
randu (Ceiba pentandra ( L.) Gaertn.). pada mencit putih jantan dan pada
dosis berapa ekstrak tersebut dapat memberikan efek antidiare pada mencit
yang diinduksi dengan Oleum ricini.

1.2.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa daun randu (Ceiba pentandra ( L.) Gaertn.). memiliki
khasiat sebagai antidiare.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun Randu





Gambar 2.1 Daun Randu
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhanberpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkanbiji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhanberbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkepingdua / dikotil)
Sub Kelas: Dilleniidae
Ordo: Malvales
Famili: Bombacaceae
Genus: Ceiba
Spesies: Ceibapentandra L. Gaertn
2.1.2 Morfologi Tumbuhan
Randu atau kapuk (Ceiba pentandra L.) merupakan pohon tropis yang
banyak ditanam di Asia. Kapuk merupakan pohon yang menggugurkan bunga
dengan tinggi pohon 8-30 m dan dapat memiliki batang pohon yang cukup besar
hingga mencapai diameter 3 m. Pada batangnya terdapat duri-duri tempel besar
yang berbentuk kerucut. Daunnya bertangkai panjang dan berbilang 5-9. Bunga
terkumpul di ketiak daun yang sudah rontok (dekat ujung ranting). Kelopak
berbentuk lonceng, berlekuk pendek dengan tinggi 1-2 cm. Daun mahkota bulat
telur terbalik dan memanjang dengan panjang 2,5-4 cm. Benang sari jumlahnya 5,
bersatu menjadi bentuk tabung pendek, serta memiliki kepala sari berbelok-belok.
Bakal buah beruang 5 dengan bakal biji yang cukup banyak. Pohon kapuk
memiliki buah yang bentuknya memanjang dengan panjang 7,5-15 cm,
menggantung, berkulit keras dan berwarna hijau jika masih muda serta berwarna
coklat jika telah tua. Dalam buahnya terdapat biji yang dikelilingi bulu-bulu halus,
serat kekuning-kuningan yang merupakan campuran dari lignin dan sellulosa.
Bentuk bijinya bulat, kecil-kecil, dan berwarna hitam.
2.2 Diare
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat)
dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Diare selalu di kaitkan dengan
gastroenteritis (radang lambung-usus) karena umumnya diare muncul sebagai
akibat adanya gangguan pada saluran gastro intestinal (Winda, 2010).
Diare adalah keadaan buang air dengan banyak cairan (mencret) dan
merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lainnya (Tjay,
2002).
Secara fisiologi, dalam lambung makanan dicerna menjadi bubur (chymus),
kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim.
Setelah terjadi responsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-
sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-
bakteri yang biasanya selalu berada di sini mencernakan lagi sisa-sisa (serat-serat)
tersebut, sehingga sebagian besar daripadanya dapat diserap pula selama
perjalanan melalui usus besar. Airnya juga diresorpsi kembali, sehingga lambat
laun isi usus menjadi lebih padat (Tjay, 2002).

2.2.1 Klasifikasi Diare
Diare dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari yang dapat
mengakibatkan dehidrasi, sehingga dehidrasi merupakan penyebab utama
dari kematian bagi penderita diare. Berdasarkan banyaknya cairan yang
hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan
dalam 4 kategori, yaitu:
a. Diare tanpa dehidrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang berkisar
6% - 10% dari berat badan.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya sehingga dapat
menyebabkan anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus sehingga dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya
(Permana, 2010).

2.2.2 Penyebab Diare
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan empat jenis gastroenteritis dan
diare sebagai berikut:
a. Virus
Misalnya influenza perut dan traveller diarrhoea yang disebabkan
antara lain rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus,
yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan
elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus sampai
beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6
hari. Di negara-negara Barat, jenis diare ini paling sering terjadi, lebih kurang
60%.
b. Bakteri
Diare yang diakibatkan oleh bakteri agak sering terjadi, tetapi mulai
berkurang berhubung semakin meningkatnya derajat higiene masyarakat.
Bakteri-bakteri tertentu pada keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang
terinfeksi oleh banyak kuman, menjadi invasi dan menyerbu kedalam
mukosa. Bakteri-bakteri tersebut memperbanyak diri dan membentuk toksin-
toksin yang dapat diresorpsi kedalam darah dan menimbulkan gejala hebat,
seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang, disamping mencret
berdarah dan berlendir. Penyebeb terkenal dari jenis diare ini ialah bakteri
Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan jenis Coli tertentu.
c. Parasiter
Seperti protozoa Entamoeba histolytica, Giardia Lambia,
Cryptosporodium, dan Cyclospora, yang terutama terjadi di daerah (sub)
tropis. Diare akibat-akibat parasit ini biasanya bercirikan mencret cairan yang
intermiten dan bertahan lebih lama dari satu minggu. Gejala lainnya dapat
berupa nyeri perut, demam, anoreksia, nausea, muntah-muntah dan rasa letih
umum (malaise).
d. Enterotoksin
Diare jenis ini lebih kurang terjadi, tetapi lebih dari 50% dari wisatawan
dari negara-negara berkembang dihinggapi diare ini. Penyebabnya adalah
kuman-kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E.coli
dan Vibrio cholerae, dan jarang Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan
Entamoeba histolytica. Toksin melekat pada sel-sel mukosa dan merusaknya.
Diare jenis ini bersifat selflimitingartinya akan sembuh dengan sendirinya
tanpa pengobatan dalam lebih kurang 5 hari, setelah sel-sel yang rusak diganti
dengan sel-sel mukosa baru (Tjay, 2002).

2.2.3 Pengobatan Diare
Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:
a. Kemoterapeutika
Untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti
antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon.
b. Obstipansia
Untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa
cara yakni:
e. Zat-zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu
untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan
alkaloidanya, derivat-derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan
antikolinergika (atropin, ekstrak belladonna).
Adstingensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam
samak (tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan aluminium.
Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya
dapat menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan
oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan).
Termasuk disini adalah juga mucilagines, zat-zat lendir yang menutupi
selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan pelindung,
umpamanya kaolin, pektin (suatu karbohidrat yang terdapat antara lain
dalam buah apel) dan garam-garam bismut, serta aluminium.
c. Spasmolitika
Yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering
kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan
oksifenonium.
Dibawah ini akan dibicarakan obat-obat khusus untuk mengobati
penyakit infeksi usus terpenting yang sering kali menyebabkan diare, yaitu
obat kolera, disentri basiler, tifus, paratifus dan campylobacteriosis.
Begitu pula pengobatan beberapa infeksi infeksi protozoa penting, yakni
Giardia, Cryptosporidium, dan Cyclospora (Tjay, 2002).

2.3 Loperamid Hidroklorida

N
O CH
3
N
Cl
. HCl

Gambar 2.2 Struktur Loperamid Hidroklorida
Loperamid hidroklorida mempunyai rumus kimia C
29
H
33
ClN
2
O
2
.
HCl dan
memiliki berat molekul 513,51. Pemerian berupa serbuk putih sampai agak
kuning; melebur pada suhu lebih kurang 225 disertai peruraian. Mudah larut
dalam methanol, dalam isopropil alkohol dalam kloroform; sukar larut dalam air
dan dalam asam encer (Depkes, 1995).
Loperamid merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu anti
psikotikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tetapi tanpa efek
terhadap sistem saraf pusat (SSP) karena tidak bisa menyeberangi sawar-darah
otak oleh karena itu kurang menyebabkan efek sedasi dan efek ketergantungan
dibanding golongan opiat lainnya seperti difenoksilat dan kodein HCl.
Loperamide mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel
mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke
keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerja loperamide lebih cepat dan
bertahan lebih lama. Efek sampingnya sama tetapi praktis tidak timbul (Tjay,
2002).

2.5 Oleum Ricini
Oleum ricini atau castor atau minyak jarak berasal dari biji Ricinus commuis
suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Didalam usus halus
minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat.
Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Minyak
jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunkan lagi
karena banyak obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolil, dehidrasi
yang disertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada
penelitian diare secara eksperimental pada hewan percobaan (Winda, 2010).






BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan terdiri dari oven, blender , ayakan (ukuran 40 mesh)
dan timbangan elektrik , vacuum rotary evaporator , timbangan hewan uji , gelas
kimia 250 mL , gelas ukur 10 mL , termometer, batang pengaduk, pipet tetes,
kertas saring, sonde oral.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah simplisia daun randu segar yang telah
dikeringkan, air suling, oleum ricini, loperamid HCl sebagai obat pembanding,
PGA.

3.2 Pembuatan Infusa Daun Randu
Daun randu dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang
melekat, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu

. Setelah kering,
semua daun randu diserbuk dengan menggunakan blender dan diayak dengan
ayakan sampai didapatkan serbuk yang halus. Serbuk yang diperoleh langsung
digunakan untuk pembuatan infusa daun randu .serbuk dimasukan kedalam
erlenmeyer lalu panaskan hingga volume mencapai 100 mL
Perhitungan dosis ekstrak daun andong
Dosis Empiris 10 g
10 g x 0,0026 = 0,026 g/ 0,2 ml
= 13 g / 100 ml
Dosis tosik
1000 g x 0,0026 = 2,6 g / 1 mL
= 260 g / 100 mL



Larutan stok dosis empiris
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 260 = 100 . 13
V1 =


V1 = 11,53 mL / 100 mL
3.3 Pengujian Aktivitas Antidiare dengan Penginduksi Oleum ricini
Pengujian aktivitas antidiare yang dilakukan menggunakan metode induksi
oleum ricini, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Hewan diuji atas lima kelompok, yang terdiri dari :
1. Kelompok kontrol negatif (-)
2. Kelompok uji dengan dosis I
3. Kelompok uji dengan dosis II
4. Kelompok uji dengan dosis III
5. Kelompok pembanding (+)
Didapat dosis empiris 1 genggam daun andong segar (66,5 g) kemudian
dibuat ekstraknya dikonversikan ke mecit jantan swiss webster.
b. Setiap kelompok terdiri dari atas 5 ekor mencit (Mus musculus). Semua
hewan setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya, sebagai
berikut:
1. Kelompok kontrol negatif diberi PGA 1%
2. Kelompok uji dosis I, II dan III.
3. Kelompok uji pembanding diberi loperamid HCl
Pemberian dilakukan secara oral
c. Satu jam setelah pemberian masing-masing sediaan tersebut diatas, semua
mencit diberi oleum ricini sebagai penginduksi diare sebanyak 0,2 ml/20 g
BB mencit, lalu ditempatkan pada kandang yang beralaskan kertas saring
yang telah ditimbang. Diamati waktu muncul diare, konsentrasi feses,
frekuensi defekasi dan bobot feses selama 6 jam.

Anda mungkin juga menyukai