Anda di halaman 1dari 51

Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak,Sediaan gel dan Infusa Daun

Belimbing Wuluh(Averrhoa Blimbi linn)


SUMAAH
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak dahulu, tanaman yang ada di
Indonesia ini menjadi bahan penelitian dan
kajian yang mendalam dari pakar dunia.
Penelitian terhadap berbagai tanaman
yang berkhasiat terus dilakukan. Berbagai
penemuan telah membawa pandangan
baru bagi dunia pengobatan, khususnya
sebagai pengobatan alternatif ketika
pengobatan modern perlahan beralih dari
masyarakat (Sulaksana, dkk., 2004).
Sekarang penelitian dan pengembangan
tumbuhan obat baik di dalam maupun di luar
negeri berkembang dengan pesat, terutama
dalam bidang khasiat obat maupun analisis zat
kimia berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang
telah digunakan oleh sebagian masyarakat
dengan khasiat yang teruji secara empiris. Hasil
penelitian tersebut, tentunya lebih memantapkan
para pengguna tumbuhan obat akan khasiat
maupun kegunaannya (Dalimarta, 2000).
Tanaman belimbing wuluh Averrhoa bilimbi
(Linn). Merupakan salah satu tanaman yang
digunakan sebagai obat alami. Daun belimbing
wuluh mempunyai aktivitas farmakologi yaitu
untuk menghilangkan rasa nyeri dan sebagai
antiinflamasi (Sudarsono, dkk., 2002). Tanaman
belimbing wuluh memiliki kandungan kimia yaitu:
kalium oksalat, flavonoid, pektin, tanin, asam
galat dan asam ferulat (Soedibyo, 1998).
Kandungan kimia alami yang terdapat pada daun
belimbing wuluh yang diduga memiliki aktivitas
aniinflamasi adalah flavonoid dan saponin (Sudarsono,
dkk., 2002). Penelitian pada beberapa tanaman,
diketahui flavonoid mempunyai aktivitas antiinflamasi
karena dapat menghambat beberapa enzim seperti
aldose reduktase, xanthione oxidase,
phosphodiesterase, Ca2+ A Tpase, lipooxygenase dan
cyclooxygenase (Narayana et al., 2001). Flavonoid
bentuk aglikon bersifat nonpolar dan bentuk glikosidanya
bersifat polar. Untuk menyari flavonoid dapat digunakan
pelarut air maupun etanol 70% (Harborne, 1987).
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian adalah
Apakah daun belimbing wuluh mengandung
flavonoid dan saponin yang dapat digunakan
sebagai antiinflamasi?
Apakah ekstrak,infusa dan sediaan gel
daun belimbing wuluh Averroabilimbi (Iinn),
mempunyai daya anti inflamasi pada tikus putih
jantan galur wistar yang telah diinduksi dengan
karagenan 1%?
1.3 Tujuan Penilitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Untuk mengetahui kandungan kimia dari daun
belimbing wuluh
Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak,
infusa dan sediaan gel daun belimbing wuluh
Averrhoa bilimbi(linn).pada tikus jantan galur
wistar yang telah diinduksi dengan kragenan 1%
terhadap radang buatan pada tikus putih.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas
maka dibuat hipotesis sebagai berikut:
Ekstrak etanol,infusa dan sediaan gel
daun belimbing wuluh Averrhoa
(Linn).diduga mempunyai aktivitas sebagai
antiinflamasi terhadap tikus putih jantan
galur wistar yang diinduksi dengan
karagenan 1%.
1.5 Manfaat penilitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberi
informasi kandungan golongan kimia serbuk
simplisia daun belimbing wuluh
Averrhoa(Linn).dan membuktikan kebenaran
mengenai efek antiradang ekstrak,infusa dan
sediaan gel dari daun belimbing wuluh
Averrhoa(Linn). sehingga dapat dianjurkan
pemakaiannya kepada masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Radang (Inflamasi)
Radang merupakan respon terhadap cedera jaringan
atau infeksi. Ketika proses radang berlangsung, terjadi
reaksi vaskuler diman cairan elemen darah, sel darah
putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada
tempat jaringan yang cedera atau infeksi. Proses radang
merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana
tubuh berusaha menetralisisr dan membasmi agen-agen
berbahaya pada tempat cedera dan untuk
mempersiapkan keadaan perbaikan jaringan.
Meskipun ada hubungan antara radang dengan infeksi,
istilah-istilah ini tidak boleh dianggap sama. Infeksi
disebabkan oleh mikroorganisme dan menyebabakan
radang, tetapi tidak semua radang disebabkan infeksi.
Stimulus-stimulus yang merusak (noksi)
dapat berupa noksi kimia, fisika, bakteri,
parasit, dan sebagainya. Lima ciri khas
dari radang dikena denganl tanda utama
radang adalah kemerahan (rubor), panas
(kalor), pembengkakan (tumor), nyeri
(dolor), dan gangguan fungsi (fungsio
laesa) (Kee, 1996).
Mekanisme Terjadinya Radang
Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel
terhadap suatu rangsang atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi
rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan
menstimulasi perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut,
diantaranya adalah histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan
prostaglandin. Histamin bertanggung jawab pada perubahan yang paling
awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang didahului oleh
vasokonstriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler, hal ini
benyebabkan perubahan distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran
darah yang lambat, sel darah merah akan menggumpal, akibatnya sel
darah putih terdesak kepinggir, makin lambat aliran darah makan sel
darah putih akan menepel pada dinding pembuluh darah semakin lama
semakin banyak. Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan
cairan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan.
Bradikinin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi,
meningkatkan permeabilitas kapiler. Sebagai penyebab radang,
prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainya
(Mansjoer, 1999).
Farmakologi
Deksametason merupakan salah satu glukokortikoid yang
terampuh, kemampuannya dalam menanggulangi peradangan dan
alergi kurang lebih sepuluh kali lebih hebat dari pada yang dimiliki
prednison atau prednisolon. Dexamethasone merupakan golongan
adrenokortikosteroid sintetik "long acting" yang terutama
mempunyai efek glukokortikotiroid dan mempunyai aktifitas anti
inflamasi, antialergi, hormonal dan efek metabolik.Dexamethason
diabsorpsi melalui saluran cerna. (parwaningtyas,2011).
DEXAMETHASONE
DexamethasonCHHOCH2 CHH CH3
CH2COCH 3HHFH
.
Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan dan anti-
inflamasi. Sebagai imunosupresan Deksametason bekerja dengan menurunkan
respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas anti-inflamasi
Deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap
proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi,
termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. ( parwaningtyas, 2011).
2.2 Deskripsi Daun belimbing
wuluh
Tanaman belimbing wuluh biasanya mempunyai ukuran
ketinggian antara 5 sampai 10 m. Tanda bekas daun
bentuk ginjal atau jantung. Anak daun bulat telur atau
memanjang, meruncing, antara 2 sampai 10 kali, 1
hingga 3 cm, ke arah ujung poros lebih besar, bawah
hijau muda. Malai bunga menggantung, panjang 5
sampai 20 cm. Bunga semuanya dengan panjang
tangkai putik yang sama. Kelopak panjang 6 mm. Daun
mahkota tidak atau hampir bergandengan, bentuk spatel
atau lansat, dengan pangkal yang pucat. Lima benang
sari di depan daun mahkota mereduksi menjadi
staminodia. Buah buni persegi membulat tumpul, kuning
hijau, panjang 4 sampai 6,5 cm. Tanaman ini ditanam
sebagai pohon buah dan kadang-kadang menjadi
tanaman liar. (van Steenis, 1947).
2.2.1 Tanaman Belimbing Wuluh Averrhoa bilimbi (Linn.)

Sistematika tanaman belimbing wuluh
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Dialypetalae
Bangsa : Geraniales
Suku : Oxalidaceae
Marga : Averrhoa
Jenis : Averrhoa bilimbi (Linn.)
(van Steenis, 1947)
Nama lain belimbing wuluh
Nama asing dari belimbing wuluh diantaranya
adalah bilimbi, cucumber tree dan small sour
starfruit (Inggris) (Hariana, 2004). Sedangkan
nama daerah diantaranya: limeng (Aceh),
malimbi (Nias), balimbing (Lampung), calincing
(Sunda), blimbing wuluh (Jawa), balimbeng
(Flores), balimbing botol (Manado), uteke (Irian
Barat Daya) (Heyne, 1987). Nama simplisia
daun belimbing wuluh adalah bilimbi folium
(Soedibyo, 1998).
Daerah distribusi, habitat dan budidaya
Tanaman belimbing wuluh dapat hidup dengan
baik di tempat terbuka yang terkena sinar
matahari langsung. Penyiraman dilakukan
setiap hari baik pagi maupun sore kecuali
pada musim penghujan. Pupuk yang
digunakan dapat berupa pupuk buatan,
kandang atau kompos (Suryowinoto, 1997).
Tanaman belimbing wuluh dapat tumbuh alami
di daratan Asia beriklim tropis lembab, pada
ketinggian kurang dari 500 meter di atas
permukaan laut (dpl) dengan sistem pengairan
yang baik. Perkembangbiakan dapat dilakukan
dengan biji (generatif) atau dengan cara
penyambungan, penempelan atau
pencangkokan (vegetatif). Buah pertama muncul
setelah umur antara 4 sampai 5 tahun dan dapat
berbuah sepanjang tahun (Sudarsono, dkk.,
2002).
Kegunaan di masyarakat
Daun belimbing wuluh yang dilumatkan untuk
mengatasi demam dan obat luar. Rebusan
daun untuk menanggulangi peradangan,
gerusan tangkai muda dan bawang merah
sebagai obat oles pada penyakit gondong.
Daun belimbing wuluh muda dicampur
beberapa rempah-rempah untuk encok. Efek
farmakologi daun belimbing wuluh dapat
digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri
dan sebagai antiinflamasi (Sudarsono dkk.,
2002).
Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara penyarian terhadap
simplisia dengan menggunakan suatu penyari tertentu.
Cara pengekstraksian yang tepat tergantung pada jenis
senyawa yang diisolasi dan pelarut yang digunakan.
Untuk mengekstraksi senyawa yang terdapat dalam
tumbuhan terlebih dahulu enzimnya diinaktifkan dengan
mengeringkan bagian tumbuhan yang diambil sebelum
diekstraksi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara
maserasi, perkolasi dan sokletasi. Sebagai cairan
penyari dapat dipakai air, eter, heksana dan alkohol.
Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun kecuali
dinyatakan lain simplisia merupakan
bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat
berupa simplisia nabati, simplisia hewani
dan simplisia pelikan atau mineral
(Anonim, 1985).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yaitu dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Metode ini
dilakukan bila jaringan tumbuhan lunak dan konstituen kimia yang
dikandungnya tidak tahan pemanasan.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di
luar pengaruh cahaya matahari langsung. Penyarian dengan
campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau
perkolasi (Anonim, 1979).
Ekstrak kental adalah suatu bentuk sediaan ekstrak yang liat jika
dalam keadaan dingin dan sulit untuk dituang dengan kandungan
airnya sekitar 30% (Voigt, 1994).
Etanol adalah pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi
pendahuluan. Campuran alkohol air lebih disukai untuk membuat
sediaan farmasetik. Etanol tidak menyebabkan pembengkakan
membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut.
Umumnya berlaku sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran
bahan pelarut yang berlainan, terutama campuran etanol-air.
Penyarian dengan etanol 70% yang bersifat semi polar. Etanol 70%
sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal,
bahan balas hanya sedikit turut ke cairan ekstraksi (Voigt, 1994).
Kerja dari campuran hidroalkohol merupakan gabungan dari pelarut
alkohol dan air. Karena keduanya mudah bercampur dan
memungkinkan kombinasi yang lebih fleksibel untuk membentuk
campuran pelarut yang bisa untuk mengekstraksi bahan aktif dan
obat yang terkandung di dalam simplisia (Ansel, 1989)
Infusa (Infus)
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrasi simplisia nabati
dengan air pada suhu 900 C selama 15 menit.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Membuat Sediaan Infus
Jumlah Simplisia
Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bahan tidak berkhasiat keras dibuat
dengan menggunakan 10% simplisia.
Derajat halus simplisia
Yang digunakan untuk infus harus mempunyai derajat halus sebagai berikut.
Banyaknya air ekstra
Umumnya untuk membuat sedian infus diperlukan penambahan air sebanyak dua
kali bobot simplisia. Air ekstra ini perlu karena simplisia yang digunakan pada
umumnya dalam keadaan kering.
Cara penyerkai
Pada umumnya infusa diserkai selagi panas, kecuali infus simplisia yang
mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin.
Penambahan bahan-bahan lain
Penambahan bahan-bahan lain dimaksudkan untuk menambah kelarutan, untuk
menambahkan kestabilan dan untuk menghilangkan zat-zat menyebabkan efek lain.
Definisi Gel
Gel adalah sistem semi padat dimana fase
cairnya dibentuk dalam suatu matrik
polimer terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul yang besar terpenetrasi oleh
suatu cairan. Idealnya pemilihan gelling
agent dalam sediaan farmasi dan
kosmetik harus inert, aman, tidak bereaksi
dengan komponen lain. (Lieberman, dkk.,
1996)
Gel merupakan sediaan yang jernih dan digunakan secara tropical. Gel juga
merupakan sistim penghantaran obat yang paling baik untuk berbagai rute
pemberian dan cocok dengan berbagai bahan obat yang berbeda,
khususnya terkenal untuk pemberian pengobatan antiinflamasi (Allen.
2002). Sediaan gel mempunyai kadar air yang tinggi sehingga dapat
mengurangi kondisi panas dan tegang yang sifatnya setempat dan
timbulnya meradang. Gel sangat cocok pada pemakaian di kulit dengan
fungsi kelenjar sebaseus yang berlebihan. Setelah kering akan
meninggalkan lapisan tipis tembus pandang, elastic dengan daya lekat
tinggi, yang tidak menyumbat pori, sehingga tidak mempengaruhi
pernafasan kulit. Pelepasan obatnya sangat bagus. Bahan obat dilepaskan
dalam waktu singkat dan hampir sempurna (Voigt, 1971). Maka dari itu
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aktifitas
antiinflamasi gel ekstrak daun belimbing wuluh terhadap udem kaki tikus
yang diinduksi karagenin serta untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas
anti inflamasi gel ekstrak etanol daun belimbing wuluh 20% yang diketahui
mempunyai aktivitas menghambat siklooksigenase yang relative non
selektif dan kuat, juga mengurangi bioavaliabilitas asam arakidonat
(Katzung. 2002).
2 Sistem pemberian obat melalui kulit
Kulit terdiri atas 3 macam lapisan. Kulit terbagi atas lapisan-lapisan
avaskuler , sel epidermis, kulit dasar dari jaringan penghubung dan
lapisan lemak dalam kulit. Kulit rambut terdiri dari folikel rambut dan
kelenjar sebaseus. Kulit pada telapak kaki dan telapak tangan
memperlihatkan ketebalan epidermis dengan stratum corneum
tersusun rapat tetapi tidak pada folikel rambut dan kelenjar
sebaseus (Aulton, 2003).
Absorpsi perkutan adalah absorpsi bahan dari luar kulit keposisi di
bawah kulit tercakup masuk kedalam aliran darah. Absorpsi
perkutan obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung
obat melalui stratum corneum. Sebagai jaringan kerati akan berlaku
sebagai membran buatan yang semi pareabel, dan molekul obat
akan mempenetrasi dengan cara difusi pasif. Jumlah obat yang
pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat,
kelarutan obat dan koefisien partisi minyak dan air.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan sampel,
pengumpulan, pembuatansimplisia, pembuatan ekstrak
etanol dengan cara maserasi, pemeriksaan pendahuluan
dan pengujian efek antiinflamasi dengan metode
eksperimental murni dengan post test only control group
design di laboratorium.
Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup keilmuan : Farmakologi dan formulasi
Ruang lingkup tempat : Lab.kedokteran dan
kesehatan UIN
Ruang lingkup waktu : April, 2012
Rancangan penelitian

Rancangan ini merupakan eksperimental murni dengan post test only
control group design
K (Negatif)
K (Positif)
K s R P1 (Ekstrak)
P2 (Ekstrak)
P3 (Ekstrak)
P4 (Infusa)
P5 (Topikal
Gel)
Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu
Penelitian ini rencanakan akan
dilaksanakan pada bulan April 2012.
b. Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan
dilaboratorium kedokteran dan kesehatan
UIN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas laboratorium, alat
penguap vakum putar (rotary evaporator Heidolph v-2000), alat
pengering beku (freeze dryer Modulyo Edward, serial No:3985),
blender (National), Inkubator (Gallenkamp), jarum suntik, kertas
saring, lumpang dan alu, Neraca analitik (Vibra), Neraca hewan
(GW-1500), oral sonde tikus, penangas air, pletismometer (Ugo
Basile cat No.7140), Alat-alat refluks, Kandang tikus, Pipet,
Viscometer, pH meter Metrohm 744, Viscotester Rion (VT-04 F).
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
belimbing wuluh (averrhoa bilimbi linn), tikus putih. Bahan kimia
yang digunakan: asam klorida, etanol 96% (hasil destilasi), etanol
70%, methanol, n-heksan, lambda karagenin (sigma), karboksi metil
selulosa (CMC), serbuk magnesium, serbuk seng, air suling, etil
asetat, as. Klorida pekat, NaCl 1%, dexamethason, Aquades,
Aqupec HV-505, triethanolamin, gliserin, metilparaben,
propilparaben
. Penyiapan dan pengumpulan
bahan tumbuhan
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi
pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi
bahan tumbuhan dan identifikasi simplisia.
Pengumpulan bahan dilakukukan secara
purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan
tumbuhan serupa dari daerah lain (Suliha,
2008).
. Bahan yang digunakan sebagai sampel adalah
daun belimbing wuluh Averrhoa (linn.) yang
diperoleh dari sekitar rumah dan kebun.
Pembuatan Simplisia
Daun belimbing wuluh yang telah dikumpulkan,
dibersihkan dari kotoran. Kemudian di cuci
dibawah air mengalir hingga bersih, setelah itu
ditirisakan dan di atas kertas hingga airnya
meresap lalu ditimbang sebagai berat basah.
Kemudian di keringkan di udara terbuka dan
terlindung matahari langsung. Untuk mencegah
timbulnya jamur selama pengeringan
selanjutnya dikeringkan dalam lemari pengering.
Pemeriksaan pendahuluan
serbuk simplisia
Pemeriksaan Flavonoid
Larutan percobaan:
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml methanol lalu
direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring,
filtrate diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml n-
heksan, dikocok hati-hati, didiamkan.Lapisan methanol diambil, diuapkan
pada temperature 400C, sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring.
Cara Percobaan:
Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan
dalam 1-2 ml etanol 96 %, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam
klorida 2 N, didiamkam selama satu menit. Ditambahkan 10 ml asam klorida
pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah yang intensif
menunjukkan adanya flavonoid.
Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan hingga kering sisanya
dilarutkan dalam 1 ml etanol 96%, ditambah0,1 g magnesium dan 10 tetes
asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu
menunjukkan adanya flavonoid.
Pembuatan Sampel
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Belimbing wuluh
Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol
70%. Caranya:
Daun belimbing wuluh segar dicuci bersih dan dikeringakn diletakan diatas kertas
kemudian di angin-anginkan di dalam ruangan sampai kering.
Daunbelimbing yang sudah kering di timbang seberat 500 g simplisia di masukan
kedalam bejana.
Daun belimbing wuluh dimasersi sapai terendam air dan diberi etanol 70% sebanyak
1000 ml(1 liter),kemudian di aduk sesekali selama 15 menit lalu diamkan selama 24
jam lalu tampung maserat(maserat pertama).
Diulangi sebanyak dua kali sampai konsentrasi zat berkhasiat,ditandai dengan tidak
berwarnanya larutan penyari.
Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan alat vacum putar.
Lalu dikeringkan dengan alat pengering beku(freeze dryer) pada suhu 40c pada
tekanan 2atmosfer selama lebih kurang 24 jam dan diperoleh ekstrak kental
simplisia daun belimbing wuluh
Hasil filtratnya di uapkan dengan vacum evaporator
Setelah di evaporator didapatkan gr ekstrak,hasil ini menunjukan 100% ekstrak
kental.
Lalu di timbang ekstrak daun belimbing wuluh sebnyak berapa grygddapat
konsentrasi ekstrak.(sampurno,2004)
Pembuatan Infusa daun
belimbing wuluh
Campur 10% simplisia daun belimbing
wuluh yang memiliki derajat halus yang
sesuai dalam panci dengan air
secukupnya, panaskan di atas tangas air
selama15 menit terhitung mulai suhu
mencapai 900 C sambil sekali-kali diaduk
(Anonim, 1995).
Pembuatan Sediaan gel dari Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
a.Pembuatan Gel Ekstrak daun belimbing wuluh
Formulasi sediaan gel antiinflamasi:
Bahan Formula
Aqupec HV-505 (%) 2
Triethanolamin (%) 4
Gliserin (%) 10
Metil paraben (%) 0,2
Propil paraben (%) 0,05
Etanol 70% (%) 25
Ekstrak daun belimbing wuluh (%) 20

Aquadest (ml) ad 100
Gel dibuat dengan cara Aqupec dikembangkan dalam
aquadest sampai mengembang, kemudian digerus
sambil ditambahkan triethanolamin sedikit demi sedikit
sampai terbentuk massa gel. Lalu ditambahkan gliserin.
Metil paraben dan propil paraben yang sudah dilarutkan,
ditambah etanol sedikit demi sedikit hingga tercampur.
Sedikit demi sedikit ekstrak daun belimbing wuluh yang
telah diencerkan dengan alkohol ditambahkan ke dalam
basis gel, digerus sampai homogen (Abdassah, dkk,
2009) Proses perlakuan gel dioleskan secara topikal.
Pengujian Stabilitas Sediaan gel
a.Pengujian secara Organoleptik:
Analisis organoleptik dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan bentuk,
warna, dan bau dari sediaan dengan ekstrak daun belimbing wuluh dan sediaan
standar selama waktu penyimpanan, yang dilakukan pada hari ke 1, 3, 7, dan
selanjutnya setiap minggu hingga 56 hari penyimpanan.
b.Pengujian Konsistensi dan bleeding:
Dilakukan dengan mengamati perubahan konsistensi dari sediaan gel yang dibuat
apakah terjadi pemisahan atau bleeding antara bahan pembentuk gel dengan
pembawanya yaitu air.
c.Pengujian pH:
Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan pH meter ke dalam sediaan gel
dengan ekstrak daun belimbing wuluh , dilakukan pada hari ke 1, 3, 7, dan
selanjutnya setiap minggu hingga hari 56 penyimpanan.
d.Pengujian Viskositas:
Sediaan dengan ekstrak daun belimbing wuluh dan sediaan standar diukur
viskositasnya dengan menggunakan viskotester. Pengukuran dilakukan pada hari ke
1, 3, 7, dan selanjutnya setiap minggu hingga 56 hari penyimpanan.(Abdassah, dkk,
2009).
Pengujian Stabilitas Sediaan gel
Penyiapan Bahan Uji, Kontrol
dan Obat pembanding.
Ekstrak etanol daun belimbing
wuluhdengan dosis 265,530,1059g/kgBB
dan sediaan gel 20%,Infusa daun
belimbing wuluh 10 g/kgBB(bahan uji) dan
dexametason 0,135 g/kg bb (kontrol
positif) dibuat dalam bentuk suspensi
CMC 0,5%. Dan sebagai kontrol negatif
yang digunakan adalah suspensi CMC
0,5% dalam airsuling.
Pembuatan Suspensi CMC 0,5%
Sebanyak 500 mg CMC ditaburkan merata
kedalam lumpang yang telah berisi air
suling panas sebanyak 35 mL. Didiamkan
selama 15 menit sehingga diperoleh
massa yang transparan, digerus sehingga
membentuk jel kemudian diencerkan
dengn sedikit air, dimasukan ke dalam
labu terukur 100 mL, lalu ditambahkan air
suling hingga tanda batas.
Pembuatan Suspenssi Dexamethason dosis 0,135 g/kg bb
Ditimbang sebanyak 0.135 mg serbuk
dexametason kemudian digerus dengan
penambahan supensi CMC 0,5% sampai
homogen, dimasukkan kedalam labu ukur
10 ml, dicukupkan sampai garis tanda
dengan air suling.
Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun belimbing wuluh dosis 265
g/kg bb,530 g/kg bb,1059 g/kg bb
Ditimbang 265mg,530 mg,dan1059 mg
ekstrak daun belimbing wuluh masing-
masing digerus dengan penambahan
suspensi CMC 0,5% sampai homogen,
dimasukan kedalam labu tentukur 10 ml,
dicukupkan sampai garis tanda dengan
suspensi CMC 0,5%.
Perhitungan dan perencanaan
dosis yang di gunakan:
Adapun perencanaan dan perhitungan dosis antara
lain:hasil konfersi dosis x berat dosis maksimum x
1000/berat binatang
percobaan.(litbang,2002.libermann,lachman,1989).
Berdasarkan dosis deksametason 0,5 mg (manusia 70
kg) yang konversi ketikus 200 gram adalah:
Dosis deksametason konversi dosis manusia ketikus
(0,018)/BB tikus (200 gram).
Dosis daun ekstrak belimbing wuluh :
Bobot ekstrak yang diperoleh/bobot simplisia yang
diperoleh konsentrasi (10%, 20%, 40%).
(Prayoga, 2008)
Penyiapan Induktor Radang ( lambda
karagenan 1%)
Ditimbang sebanyak 100 mg lambda
karagenan, lalu dihomogenkan dengan
larutan NaCl 0,9%, kemudian dimasukkan
kedalam labu tentukur 10 ml kemudian
dicukupkan dengan larutan NaCl 0,9%
sampai garis tanda kemudian diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam dan
diberikan secara injeksi peroral sebanyak
0,1 ml.
Penyiapan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang di gunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan
berat badan 150-200 gram sebanyak 35 ekor dibagi dalam 7 kelompok yang
masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan. Sebelum pengujian, hewan
percobaan dipelihara pada kandang yang mempunyai ventilasi yang baik dan selalu
dijaga kebersihanya. Hewan yang sehat ditandai dengan memperlihatkan gerakan
yang lincah. Setiapkali perlakuan selasai tikus diistirahatkan selama 2 minggu,
selanjutnya tikus dapat dipakai lagi untuk perlakuan berikutnya (Wirda, 2001).
Tikus Putih
Sistematika tikus putih:
Filum :Chordata
Sub filum :Vertebrata
Classis :Mamalia
Sub Classis :Placentalia
Ordo :Rodentia
Familia :Muridae
Genus :Rattus
Spesies :Rattus norvegicus (Anna, 2011).
Prosedur Penggunaan Alat Pletismometer (Ugo Basile Cat no.
7140) Larutan untuk reservoir
Sebanyak 2 ml campuran senyawa
pembasah (Ornano Imbibente BBC. 97)
yang telah tersedia dalam kemasan
standar. Dimasukkan ke dalam labu ukur 1
L, ditambahkan 0,4 g NaCl kemudian
dilarutkan dengan air suling lalu
dimasukkan kedalam labu ukur 1000 ml,
kemudian dicukupkan dengan
menggunakan air suling sampai garis
tanda batas.
Penyiapan Alat:
Larutan untuk reservoir yang telah disiapkan
sebelumnya dimasukkan ke dalam reservoir
yang telah dirangkai pada alat kemudian diisi sel
dengan memutar kepala katub kira-kira 450 ke
arah kiri atau kanan sesuai dengan posisi
reservoir itu dihubungkan, alirkan beberapa kali
dengan memutar kepala katub untuk
menghindari gelembung udara. Atur batas air
sampai mendekati garis merah bagian atas
pada sel.tunggu beberapa detik hingga nilai
yang di tunjukan stabil. Alat siap di gunakan
untuk pengukuran radang pada kaki tikus.
Prosedur Pengujian Inflamasi
Sebelum pengujian,tikus dipuasakan selama 18 jam dengan tetap diberi air minum.tikus
dikelompokkan ke dalam 7 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (suspensi CMC 0,5%),
kelompok bahan uji (tiga dosis suspensi ekstrak etanol daun belimbing wuluh), dan kontrol positif
(dexametason).infusa dan sediaan topical gel.
Pada hari pengujian, masing-masing hewan ditimbang dan diberi tanda pada kaki kirinya,
kemudian kaki kiri tikus dimasukkan ke dalam sel yang berisi cairan khusus yang telah disiapkan
sebelumnya sampai cairan naik pada garis batas atas, pedal kemudian ditahan, dicatat angka
pada monitor sebagai volume awal (Vo) yaitu volume kaki belum diberi obat dan diinduksi dengan
larutan karagenan. Masing-masing tikus diberi suspensi bahan uji secara oral sesuai dengan
kelompoknya. Satu jam kemudian, kepada masing-masing telapak kaki tikus disuntik secara
intraplantar dengan 0,1 ml larutan karagenan 1%. Setelah 30 menit, Dilakukan pengukuran
dengan cara mencelupkan kaki tikus ke dalam sel pletismometer yang berisi cairan khusus
sampai larutan mencapai garis batas atas, dan pedal ditahan. Dicatat angka pada monitor.
Perubahan volume cairan yang terjadi dicatat sebagai volume telapak kaki tikus (Vt). Pengukuran
dilakukan setiap 30 menit selama 360 menit. Dan tiap kali pengukuran larutan sel tetap
dicukupkan sampai garis tanda atau garis merah bagian atas sel dan pada menu utama ditekan
tombol 0, juga kaki tikus dikeringkan sebelumnya.
Volume radang adalah selisih volume telapak kaki tikus setelah dan sebelum disuntikkan
karagenan. Pada waktu pengukuran, volume cairan harus sama setiap kali pengukuran, tanda
batas pada kaki tikus harus jelas, kaki tikus harus tercelup sampai batas yang dibuat (Juheini,
1990).
Terakhir memberikan reaksi negative terhadap preaksi tertentu.cairan penyari yang dialirkan
secara terus-menerus dari atas akan mengalir turun secara lambat melalui simplisia(Brain dan
turner,1975).

Anda mungkin juga menyukai