Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia selain merupakan negara yang mempunyai kekayaan hayati yang
besar, negara ini juga mempunyai warisan budaya mengenai pemanfaatan obat.
Warisan tersebut dituangkan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang
diwariskan secara turun-temurun hingga ke generasi sekarang, sehingga tercipta
berbagai ramuan tumbuhan obat yang merupakan ciri khas pengobatan tradisional
Indonesia. Masyarakat lokal yang tinggal di negara ini juga memiliki pengetahuan
yang cukup tinggi tentang pemanfaatan sumber daya hayati tersebut. Salah satu
ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan sumber daya hayati tersebut adalah
fitokimia.
Fitokimia dalam arti luas adalah cabang ilmu yang mempelajari senyawa
organik yang dibentuk oleh tumbuhan, yaitu mencakup struktur kimia, biosintesis,
perubahan serta metabolisme, penyebaran secara alamiah, dan fungsi biologis.
Tanaman dari zaman dahulu sering digunakan sebagai obat-obatan secara turun-
temurun, dan khasiatnya hanya diketahui dari cerita orang bukan berdasarkan
suatu penelitian. Sampai saat ini juga masih banyak yang menggunakan tanaman
sebagai obat terutama di daerah-daerah pedalaman, namun ada juga tamanan yang
mempunyai efek samping yang dapat membahayakan yang tidak diketahui oleh
masyarakat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui
kandungan senyawa-senyawa dalam tumbuhan yang dapat berkhasiat sebagai
obat, serta efek yang dapat ditimbulkan dari tanaman tersebut, salah satunya yaitu
dengan melakukan ekstraksi.
Ekstraksi adalah penarikan suatu zat aktif atau komponen yang larut dalam
serbuk simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Dalam mengektraksi
suatu sampel tanaman dapat dilakukaan dengan beberapa metode yaitu dastilasi
uap air, refluks, maserasi, perkolasi ataupun soxhletasi. Pengujian harus dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode untuk membuktikan hasil yang didapatkan
telah sesuai ataupun akurat.
Dari uraian diatas maka dilakukanlah praktikum tentang Ekstraksi pada
tanaman Kersen (Muntingia Calabura L) dan daun Salam (Eugenia Polyantha w)
dengan metode maserasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara mengekstraksi kandungan senyawa aktif dari tanaman daun
Kersen (Muntingia Calabura L) dan daun Salam (Eugenia Polyantha w)
dengan metode maserasi.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami
metode ekstraksi dengan cara maserasi pada sampel daun Kersen (Muntingia
calabura L.) dan daun Salam (Eugenia polyantha w)
1.4 Manfaat
Adapun Manfaat yang didapatkan pada percobaan ini adalah dapat
memberikan informasi mengenai parameter standarisasi simplisia daun kersen
(Muntingia calabura L dan daun Salam (Eugenia polyantha w) sehingga tidak
hanya dikenal sebagai bahan obat tradisional berdasarkan pengalaman turun-
temurun tetapi juga dapat dikembangkan menjadi bahan dasar pembuatan obat
seperti obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ektraksi
2.1.1 Pengertian Ektraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia
dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif
dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian,
hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI 1995).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan
antioksidan yang terdapat pada tumbuhan pada umumnya diekstrak dengan
pelarut. Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang
masuk kedalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan
dan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase
pembilasan, pelarut membilas komponen-komponen isi sel yang telah pecah pada
proses penghancuran sebelumnya. Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi
pembengkakan dinding sel dan pelonggaran kerangka selulosa dinding sel
sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat
dengan mudah masuk kedalam sel. Bahan isi sel kemudian terlarut ke dalam
pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya
gaya yang ditimbulkan karena perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat
di dalam dan di luar sel (Voigt, 1995).
2.1.2 Macam-Macam Metode Ekstraksi
Adapun macam-macam ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah :
1) Ekstraksi Cara Dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud
rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi
(Prashant Tiwari, 2011)
1. Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyariakan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dengan karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat
didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Prashant Tiwari, et al.,
2011).
2. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan pelarut
yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator. Perkolasi
bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk
zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang
berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi) (Prashant
Tiwari, et al., 2011).
2) Ekstraksi Cara Panas
Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya
panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara
dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet dan infusa.
1. Metode Refluks
Salah satu metode sintesis senyawa anorganik adalah refluks, metode ini
digunakan apabila dalam sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatil. Pada
kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum
reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil
yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan
kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uapakan mengembun pada
kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada
selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap
air atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk
sintesis senyawa anorganik karena sifatnya reaktif.
2. Metode Soklet
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan
menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara
pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan
membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam
labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut.
2.1.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Ekstraksi
Berikut faktor – faktor yang mempengaruhi ekstraksi (Ubay, 2011).
1. Jenis pelarut
Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah zat terlarut yang
terekstrak dan kecepatan ekstraksi.
2. Suhu
Secara umum, kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam
pelarut.
3. Rasio pelarut dan bahan baku
Jika rasio pelarut-bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah
senyawa yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat.
4. Ukuran partikel
Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku semakin
kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila ukuran partikel
semakin kecil.
5. Pengadukan
Fungsi pengadukan adalah untuk mempercepat terjadinya reaksi antara pelarut
dengan zat terlarut.
6. Lama waktu
Lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan ekstrak yang lebih banyak,
karena kontak antara zat terlarut dengan pelarut lebih lama.
2.2 Uraian Tanaman
2.2.1 Daun Kersen (Muntinga calabura L).
A. Klasifikasi
Taksonomi daunn kersen sebagai berikut (Kosasih dkk., 2013) :
Kingdom : Planate
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Family : Muntingiaceae
Genus : Muntinga
Species : Muntinga calabura L
B. Morfologi
Daun berbentuk bulat telur, panjang antara 2,5 cm dan 15 cm, lebar antara 1
cm dan 6,5 cm, dengan tepi daun bergerigi, ujung runcing, dan struktur berseling
mendatar. Warna daun hijau muda dengan bulu rapat pada bagian bawah daun.
Batang bisa tumbuh hingga setinggi 12 meter, walau rata-rata hanya 1- 4 meter.
Cabang pohon mendatar dan membentuk naungan rindang. Bunga berwarna putih
terletak di ketiak sebelah atas daun, bertangkai panjang, mahkota bertepi rata,
bundar telur, benangsari berjumlah banyak bisa 10 sampai 100 belai. Buah
:bentuk bulat, jika masak buah berwarna merah , sedangkan saat masih muda
berwarna hijau. Rasanya manis dan memiliki banyak biji kecil seperti pasir. Biji
Didalam buah terdapat biji kecil berukuran 0,5 mm berwarna kuning (Kosasih
dkk., 2013).
C. Kandungan Kimia
Kandungan kersen menurut Kosasih dkk antara lain setiap 100 gram kersen
mengandung air (77,8 gram), protein (0,384 gram), lemak (1,56 gram),
karbohidrat (17,9 gram), serat (4,6 gram), abu (1,14 gram), kalsium (124,6
miligram), fosfor (84 miligram), besi (1,18 miligram), karoten (0,019 gram),
tianin ( 0,065 gram), riboflavin ( 0,037 gram), niacin (0,554 gram), dan vitamin C
(80,5 miligram). Adapun nilai energi yang dihasilkan 380 KJ / 100 gram. Dsun
kersen merupakan antioksidan, karena mempunyai kandungan vitamin C yang
cukup tinggi yaitu 80,5 mg. Didalam buah kersen juga terdapat kandungan
flavanoid, tanin, triterpenoid, saponin, polifenol, niasin dan betakaroten (Kosasih
dkk,2013). Didalam daun kersen terkandung flavanoid, tanin, glikosida, saponin,
steroid dan minyak esensial, kandungan tersebut yang membuat dan kersen
memiliki potensi antioksidan dan aktivitas antibakteri.
D. Kegunaan
Daunnya dapat dijadikan semacam teh. Pohon kersen khususnya berguna
sebagai pohon peneduh dipinggir jalan (Kosasih dkk, 2013). Sedangkan manfaat
dari daun kersen dapat diambil dengan cara diekstrak.
2.2.2 Daun Salam (Eugenia polyantha w.)
A. Klasifikasi
Taksonomi tanaman salam adalah sebagai berikut (Putra, 2015) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum
B. Morfologi
Daun salam tumbuh subur diatas tanah dataran rendah sampai ketinggian
1400 meter di atas permukaan laut di Pulau Jawa. Daun salam mempunyai pohon
yang besar dan tingginya bisa mencapai 20-25 meter (Winarto, 2004). Simplisia
daun salam berwarna kecoklatan, bau aromatik lemah, dan rasa kelat. Daun
tunggal bertangkai pendek, panjang tangkai daun 5-10 mm. Helai daun berbentuk
lonjong memanjang yang panjangnya 7-15 cm dengan lebar 5-10 cm, ujung
pangkal daun meruncing Bunga majemuk tersusun dalam malai yang keluar dari
ujung ranting, berwarna putih, dan berbau harum, buahnya buni, bulat,
berdiameter 8-9 mm, buah muda berwarna hijau, setelah masak menjadi merah
gelap, rasanya agak sepat. Biji bulat, diameter kurang lebih 1 cm, berwarna coklat
((FHI), 2009).
C. Kandungan Kimia
Kandungan kimia salam antara lain minyak atsiri 0,05% terdiri atas sitral,
eugenol, tanin dan flavonoid. Anggota famili Myrtaceae itu memiliki sifat rasa
kelat, wangi, astrigen dan memperbaiki sirkulasi. Minyak atsiri mengandung sitral
dan eugenol yang berfungsi sebagai anastetik dan antiseptik. Eugenol adalah
unsur utama dari minyak atsiri yang terdapat pada golongan Myrtaceae dan
Lauraceae, contohnya seperti minyak cengkeh, batang dan daun cengkeh, biji dan
daun pimenta, dan daun kayu manis (Shabur Julianto, 2016). Dalam beberapa
tanaman, eugenol terlihat seperti glukosa. Dalam jumlah paling sedikit eugenol
terdapat dalam banyak minyak atsiri, contohnya kulit kayu manis, champor,
dlingo, sereh wangi Jawa, kenanga, pala, sassafras, myrrh, salam, salam
California, lengkuas, dalam ekstrak minyak dari bunga acacia (Shabur Julianto,
2016). Senyawa ini dipakai dalam industri parfum, penyedap, dan farmasi sebagai
pencuci hama dan pembius lokal (Shabur Julianto, 2016). Overdosis eugenol
dapat menyebabkan gangguan yang disebabkan oleh darah seperti diare, nausea,
ketidaksadaran, pusing, atau meningkatnya denyut jantung (Shabur Julianto,
2016).
D. Manfaat
1. Bidang Periodontologi.
Flavonoid berperan dalam memperkuat dinding pembuluh darah kapiler
sehingga perdarahan yang timbul dapat berhenti, selain itu flavonoid juga
berperan sebagai anti inflamasi dengan cara menekan sintesis prostaglandin dan
menstimulasi hidroksilasi prolin. Prostaglandin diketahui merupakan mediator
inflamasi sehngga jaringan gingiva kembali normal (Shabur Julianto, 2016).
2. Bidang Bedah Mulut.
Flavonoid berperan dalam mempercepat proses penyembuhan luka pasca
pencabutan gigi dengan cara meningkatkan proliferasi sel fibroblas dan produksi
serabut kolagen. Selain itu, aplikasi flavonoid juga dapat mengurangi rasa sakit
yang timbul pasca ekstraksi gigi dengan cara menghambat jalur siklooksigenase
dan fosfolipase A2 sehingga sintesis prostaglandin akan berkurang (Shabur
Julianto, 2016).
3. Bidang Konservasi Gigi.
Flavonoid berperan dalam meningkatkan regenerasi pulpa gigi melalui
kemampuannya menginduksi terbentuknya jembatan dentin pada perawatan
kaping pulpa langsung (Shabur Julianto, 2016).
2.1.1 Daun Salam (Eugenia polyantha w.)
A. Klasifikasi
Taksonomi tanaman salam adalah sebagai berikut (Putra, 2015) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum
B. Morfologi
Daun salam tumbuh subur diatas tanah dataran rendah sampai ketinggian
1400 meter di atas permukaan laut di Pulau Jawa. Daun salam mempunyai pohon
yang besar dan tingginya bisa mencapai 20-25 meter (Winarto, 2004). Simplisia
daun salam berwarna kecoklatan, bau aromatik lemah, dan rasa kelat. Daun
tunggal bertangkai pendek, panjang tangkai daun 5-10 mm. Helai daun berbentuk
lonjong memanjang yang panjangnya 7-15 cm dengan lebar 5-10 cm, ujung
pangkal daun meruncing ((FHI), 2009). Bunga majemuk tersusun dalam malai
yang keluar dari ujung ranting, berwarna putih, dan berbau harum, buahnya buni,
bulat, berdiameter 8-9 mm, buah muda berwarna hijau, setelah masak menjadi
merah gelap, rasanya agak sepat. Biji bulat, diameter kurang lebih 1 cm, berwarna
coklat (Tjitrosoepomo, 2002).

C. Kandungan Kimia
Kandungan kimia salam antara lain minyak atsiri 0,05% terdiri atas sitral,
eugenol, tanin dan flavonoid. Anggota famili Myrtaceae itu memiliki sifat rasa
kelat, wangi, astrigen dan memperbaiki sirkulasi (Hariana, 2008). Minyak atsiri
mengandung sitral dan eugenol yang berfungsi sebagai anastetik dan antiseptik
(Dalimartha, 2005). Eugenol adalah unsur utama dari minyak atsiri yang terdapat
pada golongan Myrtaceae dan Lauraceae, contohnya seperti minyak cengkeh,
batang dan daun cengkeh, biji dan daun pimenta, dan daun kayu manis (Shabur
Julianto, 2016). Dalam beberapa tanaman, eugenol terlihat seperti glukosa. Dalam
jumlah paling sedikit eugenol terdapat dalam banyak minyak atsiri, contohnya
kulit kayu manis, champor, dlingo, sereh wangi Jawa, kenanga, pala, sassafras,
myrrh, salam, salam California, lengkuas, dalam ekstrak minyak dari bunga acacia
(Shabur Julianto, 2016). Senyawa ini dipakai dalam industri parfum, penyedap,
dan farmasi sebagai pencuci hama dan pembius lokal (Shabur Julianto, 2016).
Overdosis eugenol dapat menyebabkan gangguan yang disebabkan oleh darah
seperti diare, nausea, ketidaksadaran, pusing, atau meningkatnya denyut jantung
(Shabur Julianto, 2016).
D. Manfaat
1. Bidang Periodontologi.
Flavonoid berperan dalam memperkuat dinding pembuluh darah kapiler
sehingga perdarahan yang timbul dapat berhenti, selain itu flavonoid juga
berperan sebagai anti inflamasi dengan cara menekan sintesis prostaglandin dan
menstimulasi hidroksilasi prolin. Prostaglandin diketahui merupakan mediator
inflamasi sehngga jaringan gingiva kembali normal (Sabir, 2003),
2. Bidang Bedah Mulut.
Flavonoid berperan dalam mempercepat proses penyembuhan luka pasca
pencabutan gigi dengan cara meningkatkan proliferasi sel fibroblas dan produksi
serabut kolagen (Sabir, 2003). Selain itu, aplikasi flavonoid juga dapat
mengurangi rasa sakit yang timbul pasca ekstraksi gigi dengan cara menghambat
jalur siklooksigenase dan fosfolipase A2 sehingga sintesis prostaglandin akan
berkurang (Sabir, 2003).
3. Bidang Konservasi Gigi.
Flavonoid berperan dalam meningkatkan regenerasi pulpa gigi melalui
kemampuannya menginduksi terbentuknya jembatan dentin pada perawatan
kaping pulpa langsung (Sabir, 2003).
2.2 Uraian Bahan Etanol (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alkohol
Pemerian : Caira tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah
bergerak : bau khas ; rasa panas, mudah terbakar, dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P, dan
dalam eter P .
Kegunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyalaap
BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu wadah maserasi
(toples), kain saring, gelas ukur dan gelas kimia.
3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu etanol
96%, aluminium foil dan daun kersen (Muntingia calabura).
3.2 ProsedurKerja
3.2.1 Ekstraksi daun salam:
Menurut Junita dan Ratu (2015) Adapun Langkah-langkah yang dilakukan
dalam Metode pembuatan Ekstraksi daun salam yaitu :
1. Disiapkan alat dan bahan yang di butuhkan.
2. Dicuci daun salam dengan air mengalir.
3. Ditimbang dan dikeringkan dalam lemari pengering.
4. Dihancurkan sampel daun salam yang sudah kering menjadi serbuk dengan
alat penyerbuk.
5. Diekstraksi sampel daun salam dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 70%.
6. Difiltrasi larutan tersebut menggunakan corong Buchner.
7. Dievaporasi hasil fitrat menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu
70oC.
8. Diuapkan ekstrak kental menggunakan waterbath pada suhu 50oC sehingga
didapatkan ekstrak kental
3.2.2 Ekstraksi daun kersen
Menurut Diah, dkk (2017) Adapun Langkah-langkah yang dilakukan dalam
Metode pembuatan Ekstraksi daun kersen yaitu :
1. Ditimbang sampel daun kersen 50 g.
2. Dimasukkan sampel kedalam Erlenmeyer.
3. Ditambahkan pelarut etanol sebanyak 250 ml dan disimpan pada suhu ruang
selama 1 x 24.
4. Disaring sampel dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak etanol.
5. Diekstraksi lagi sampel dengan 250 ml etanol dan disimpan pada suhu ruanag
selama 1 x 24 jam.
6. Disaring lagi sampel sehingga diperoleh ekstrak etanol yang ke dua.
7. Dicampur ekstrak etanol yang pertama dan kedua dan dipekatkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC.
8. Diaduk hasil ekstrak tersebut dan diperoleh ekstrak kental.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar Keterangan

Eksrak Daun Salam

Ekstrak Daun Kersen

4.2. Pembahasan
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu
pelarut cair (Tambun, Limbong, Pinem, & Manurung, 2016).
Tujuan dilakukanya ekstraksi yaitu dapat menarik komponen kimia dari
tanaman. Ekstraksi efektif apabila komponen aktif dari tanaman tidak kehilangan
aktivitasnya dan memiliki kemurnian tinggi, untuk itu diperlukan proses ekstraksi
yang lebih baru dan lebih baik. Dalam melakukan ekstraksi dapat menggunakan
beberapa metode yaitu maserasi, perkolasi, refluks dan sokletasi (Prashant,Tiwari,
et al., 2011)
Pada percobaan ini digunakan daun Kersen (Muntingia calabura L.) sebagai
bahan baku simplisia. Dilakukan pengumpulan simplisia sebanyak 500 gram,
kemudian dicuci dengan air bersih yang mengalir dan dibersihkan dari pengotor
seperti debu, serta bagian lain yang tidak dibutuhkan, selanjutnya bahan
dikeringkan dibawah sinar matahari tidak langsung agar zat yang tidak tahan
panas tidak rusak. Simplisia kering yang dihasilkan kemudian dihaluskan dan
disimpan dalam wadah yang bersih dan tertutup rapat.
Ekstraksi daun kersen ini menggunakan metode maserasi. Metode tersebut
dipilih karena mudah dan sederhana. Maserasi merupakan metode ekstraksi
dengan proses perendaman bahan dengan pelarut yang sesuai dengan senyawa
aktif yang akan diambil dengan pemanasan rendah atau tanpa adanya proses
pemanasan (Suharto et al., 2016).
Hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan. Kemudian
sampel daun kersen ditimbang sebanyak 200 gram, dimasukan kedalam erlemeyer
dan ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 250 ml kemudian disimpan pada
suhu ruangan selama 1 x 24 jam. Setelah 1 x 24 jam sampel disaring dengan
kertas saring sehingga diperoleh ekstrak etanol. Pelarut etanol 96% adalah
senyawa polar yang mudah menguap sehingga baik digunakan sebagai pelarut
ekstrak (Ardiyati, 2016). Setelah diperoleh ekstrak etanol kemuadian dilakukan
lagi perlakuan yang sama sehingga memperoleh ekstrak etanol yang kedua.
Perolehan ekstrak etanol pertama dan kedua dicampur dan dipekatkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 40 derajat. Selanjutnya ekstrak pekat
yang diperoleh diuapkan menggunakan penangas air pada suhu 50-70-oC.
Suhu, waktu, jenis pelarut, perbandingan bahan dan pelarut sertaukuran
partikel dapat mempengaruhi fakor-faktor dari ekstraksi. Senyawa aktif yang
terkandung pada daun kersen akan lebih banyak dihasilkan jika diekstraksi
menggunakan pelarut metanol, karena metanol bersifat polar sehingga akan lebih
mudah larut dibandingkan pelarut lain (Suharto et al., 2016). Ekstraksi dengan
metode maserasi memiliki kelebihan yaitu terjaminnya zat aktif yang diekstrak
tidak akan rusak (Pratiwi, 2010). Pada saat proses perendaman bahan akan terjadi
pemecahan dinding sel dan membran sel yang diakibatkan oleh perbedaan tekanan
antara luar sel dengan bagian dalam sel sehingga metabolit sekunder yang ada
dalam sitoplasma akan pecah dan terlarut pada pelarut organik yang digunakan
(Novitasari dan Putri, 2016).
Umumnya ekstraksi metode maserasi menggunakan suhu ruang pada
prosesnya, namun dengan menggunakan suhu ruang memiliki kelemahan yaitu
proses ekstraksi kurang sempurna yang menyebabkan senyawa menjadi kurang
terlarut dengan sempurna. Dengan demikian perlu dilakukan modifikasi suhu
untuk mengetahui perlakuan suhu agar mengoptimalkan proses ekstraksi
(Ningrum, 2017). Kelarutan zat aktif yang diekstrak akan bertambah besar dengan
bertambah tingginya suhu. Akan tetapi, peningkatan suhu ekstraksi juga perlu
diperhatikan, karena suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada
bahan yang sedang diproses (Margaretta et al., 2011).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa praktikan mampu
mengetahui dan memahami metode ekstraksi dengan cara maserasi pada sampel
daun Kersen (Muntingia calabura L.) dan daun Salam (Eugenia polyantha w)
5.2. Saran
Diharapkan untuk pelaksanaan praktikum agar bahan yang digunakan lebih
dilengkapi lagi karena masih banyak yang kurang serta untuk praktikan lebih
memperhatikan percobaan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Asih & Pratiwi. (2010). Perilaku prososial ditinjau dari empati dan kematangan
emosi. Jurnal Psikologi, 1, No. 1.

Ardiyati, R. (2016). Analisis kesulitan siswa kelas xi ipa sman 1 kasihan


mempelajari materi limit fungsi 2013/2014. Uny, 13.

Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trobus : Bogor

Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta

Diah Astika Winahyu, Nofita, Rahma Dina. 2018. PERBANDINGAN KADAR


FLAVONOID PADA EKSTRAK ETANOL DAN EKSTRAK ETIL ASETAT
DAUN KERSEN (Muntingia calabura L) DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS. Universitas Malahayati

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Halaman: 111.

FHI, 2009. Farmakope Herbal Indonesia. 1st edn. Jakarta. Departemen Kesehatan
RI.

Hariana, 2008, Tumbuhan Berguna Indonesia, Volume II, Yayasan Sarana Wana
Jaya : Diedarkan oleh Koperasi Karyawan, Badan Litbang Kehutanan,
Jakarta

Kosasih, Linda Dyah. Aisyah, Mimin Nur. 2013. Pengaruh Penerapan Akuntansi

Mukhriani. 2018. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif.


Uin Alauddin Makassar. Makassar

Nasrudin. (2010). Perbedaan Kreativitas pada Siswa Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Dasar Islami Terpadu (SDIT). Penelitian, Jurnal Ilmiah Psikologi
Indigenous. Vol. 9, No. 1, Mei 2010.

Ningrum, M.P. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Maserasi terhadap
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Rumput Laut Merah (Euchema
cottonii). Tesis. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian.
Novitasari, A.E. dan D.Z. Putri. 2016. Isolasi dan identifikasi saponin pada
ekstrak daun mahkota dewa dengan ekstraksi maserasi. Jurnal Sains.
6(12):10-14.

Prashant Tiwari, 2011. Initial And Bulk Extraction. Natural Products Isolation.
Totowa (New Jersey) Human Press Inc.

Saleha, R., Junita. 2015. PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL


DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP
PERTUMBUHAN BAKTERI Aggregatibacter actinomycetemcomitans
DOMINAN PERIODONTITIS In Vitro. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Sabir, 2003. Skrinning Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis


Komponen Kimia Labu Siam dalam Ekstrak Etanol,Jurnal Biofarmasi 3
(1): 26-31, ISSN: 1693-2242 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS
Surakarta.

Sembiring B. 2007. Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat.


Warta Puslitbangbun Vol 13 No 12 Agutus 2007.
Balitro.litbang.depta.go.id (dikses 30 Juni 2017).

Suharto, M.A.P., H.J. Edy dan J.M. Dumanauw. 2016. Isolasi dan identifikasi
senyawa saponin dari ekstrak metanol batang pisang ambon (Musa
paradisiaca var. sapientum L.). Jurnal Sains. 3(1):86-92.

Shabur Julianto, 2016. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida,


Karya Ilmiah, FMIPA, USU, Medan

Tjitrosoepomo, 2002. Sumber Insektisida Alami. Dalam Kumpulan Bahan


Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian
Pengendalian Hama Terpadu. IPB. Bogor

Ubay, 2011. Natural Products Isolation. Totowa (New Jersey). Humana Press Inc.

Voigt, 1995. Cucurbits. CAB International New York. USA.

Winarto. 2015. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, Dan Identifikasi Senyawa Aktif.


Jurnal Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai