Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 1
IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOIDA
(Ekstrak Alstonia scholaris)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 1
KELAS : D
MEGA SAVIRRA (201710410311176)
DOSEN PEMBIMBING :
Siti Rofida, S.Si, M.Farm., Apt.
Drs. Herra Studiawan, M.Si., Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA (Ekstrak Alstonia scholaris)
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam tanaman.
1.3 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki biodiversitas terbesar di dunia
setelah Brazil, yaitu lebih dari 40.000 spesies tumbuhan (10-12%) dari jumlah spesies
tumbuhan. Di antara spesies tumbuhan tersebut, beberapa dimanfaatkan masyarakat sebagai
obat tradisional (Dyatmiko, 2010).
Tumbuhan menghasilkan senyawa metabolit sekunder antara lain alkaloid, flavonoid,
steroid, dan terpenoid. Alkaloid termasuk golongan senyawa metabolit sekunder yang paling
banyak digunakan dalam pengobatan (Cordel dan Geoffrey, 2006).
Pulai gading (Alstonia scholaris (L.) R. Br.) merupakan jenis tanaman lokal dengan
sebaran luas yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Alstonia digunakan sebagai salah satu jenis
tumbuhan obat Indonesia dan diketahui mengandung senyawa alkaloid monoterpen indol.
Berdasarkan hasil penelitian senyawa alkaloid memperlihatkan aktivitas sebagai antibakteri,
antitumor, diabetes militus, tekanan darah tinggi, dan malaria. Berdasarkan pendekatan
etnobotani tersebut maka senyawa alkaloid pada genus Alstonia khususnya untuk daun
Alstonia scholaris perlu diteliti lebih lanjut akan adanya manfaat alkaloid yang digunakan
sebagai antiplasmodial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Alstonia scholaris
- Taksonomi Tanaman :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi  : Magnoliophyta 
Kelas  : Magnoliopsida 
Sub Kelas : Asteridae
Ordo  : Gentianales
Famili : Apocynaceae
Genus : Alstonia
Spesies : Alstonia scholaris
(Kadir, 2014)
Gambar 1 Alstonia scholaris

- Klasifikasi Tanaman :
Familia : Apocynaceae
Nama daerah : Pule, Pulai, kayu gabus, lame, Polay, kaliti, hange, rite,
tewer, hanjalutung.
Kandungan senyawa : Alkaloida, ekitamina, ekitenina, alsonina, akiserina,
ekitina, ekiretina, ditamina, ekitamidina, ekiteina.
Penyebaran : Tumbuh di India terutama di daerah hutan pantai barat,
Sri Lanka hingga Australia dan kepulauan Solomon. Di
Jawa tumbuh di hutan jati, hutan campuran dan hutan kecil
di pedesaan pada ketinggian tempat antara 0,5 m sampai
1.050 m diatas permukaan laut. Kadang-kadang ditanam
sebagai pohon hias
Budidaya : Tumbuhan ini belum di budidayakan
Khasiat : Antipiretik, stomakik, antelmintik, antidiabetic
(Materia Medika Indonesia Jilid IV, 1980)
Pulai atau Alstonia scholaris adalah pohon bergetah yang memiliki tinggi antara
6-10 meter, dengan diameter batang bias mencapai 60-100 cm. Kulit batang pulai
berwarna coklat terang dan terdapat getah berwarna putih susu pada bagian dalam kulit
kayu. Batang yang sudah tua kulit batangnya sangat rapuh dan mudah terkelupas. Pulai
memiliki akar tunggang dengan adanya lentisel berpori pada bagian permukaan akarnya.
Daun pulai tergolong dalam tipe duduk daun berkarang. Bentuk daun bulat telur
seperti spatula dengan ujung daun meruncing. Urat daun sangat jelas menonjol di bagian
permukaan bawahnya. Daun terpusar mulai dari 4 sampai 9 helai, bentuk lonjong sampai
lanset atau lonjong sampai bundar telur sungsang. Menjagat tipis dan kuat, permukaan
atas licin, sedangkan permukaan bawah buram, panjang 10cm sampai 23cm lebar 3 cm
sampai 7,5 cm, panjang tangkai daun 7,5mm sampai 15mm.
Bunga pulai tergolong bunga biseksual. Bunga akan mengelompok pada pucuk
daun. Perhiasan bunga berwarna putih kehijauan dengan bagian tepi melengkung ke
bagian dalam. Bunganya wangi, warna hijau terang sampai putih kekuningan dan pada
kedua permukaannya berbulu halus dan rapat, panjang tabung 7 mm sampai 9 mm agak
mengecil pada bagian lehernya, helaian mahkota menyerong dan bundar. Panjang tangkai
putik 3 cm sampai 5 cm.
Buah pulai berbentuk memanjang dan ramping. Buah terdiri dari 2 folikel dan
buah pulai akan pecah saat kering. Buah memiliki panjang 20 cm sampai 50 cm, biji-biji
berambut pada bagian tepinya dan berjambul pada bagian ujungnya, panjang 1,5 cm
sampai 2 cm.
Makroskopis dari kulit Pule antara lain terdiri dari potongan-potongan
menggulung atau berbentuk pipa, tebalnya hingga 3mm. Permukaan luar sangat kasar,
tidak rata, mudah mengelupas, banyak retak membujur dan melintang. Warna
permukaannya hijau kelabu, coklat muda atau kehitaman. Permukaan dalam berwarna
kuning kecoklatan sampai coklat kelabu tua, bergaris halus dan terdapat retak melintang.
Mudah dipatahkan, bekas patahan kasar dan agak berserat. (Materia Medika Jilid IV: 3)
Mikroskopis dari kulit Pule yaitu jaringan gabus yang terdiri dari banyak jalur sel
gabus bedinding tipis, berseling dengan jalur sel yang berdinding agak tebal, berlignin
dan bernoktah. Kambium gabus terdiri dari beberapa lapis sel berdinding tipis, di dalam
lumen terkadang terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk prisma. Memiliki korteks
sekunder lebar, parenkimatik, dinding tipis. Di dalam jaringan parenkimnya terdapat
banyak saluran getah. (Materia Medika Jilid IV: 3)
Golongan alkaloid tumbuhan Alstonia dicirikan oleh kandungan kimia berupa
alkaloid indol monoterpen yang dari segi struktur molekul dibedakan atas beberapa jenis.
Kerangka dasar dari masing-masing alkaloid ini diturunkan dari hasil kondensasi antara
asam amino triptofan dan monoterpen sekologanin yang menghasilkan berbagai kerangka
indol monoterpen seperti jenis korinantan, kuran, kordilofolan, akuamilan, stemadenin,
aspidodasikarpin, echitamin, narelin, valesamin,sekoangustilobin, ajmalicin, dan
sebagainya.
Manfaat dan khasiat pulai antara lain untuk meredakan rasa nyeri karena tusukan,
sebagai obat tukak di dalam hidung (yang bukan difteri), sebagai tonikum, ekspektoran,
untuk obat perut kembung dan ginjal yang membesar, obat penyakit kulit, disentri,
memperkuat lambung, obat diabetes, darah tinggi dan malaria.

B. Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan senyawa yang paling banyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas
dalam berbagai tumbuhan. Semua alkaloida mengandung paling sedikit satu atom
nitrogen.
Alkaloid adalah senyawa produk alam yang paling bervariasi, sehingga jumlah
senyawa golongan ini memiliki jenis yang paling banyak jika dibandingkan dengan
golongan lainnya. Variasi senyawa alkaloid disebabkan oleh rantai samping yang sangat
beragam. Beberapa contoh senyawa alkaloid yang sudah ditemukan di dalam tumbuhan
adalah papralina, disentrinona, dan kodamina. (Saidi dkk., 2018).
Senyawa alkaloid memiliki peran yang sangat besar dalam bidang kedokteran.
Senyawa yang pertama kali diisolasi secara murni adalah morfin. Berbagai obat penting
terutama obat syaraf adalah alkaloid. Berbagai doping, bahan obat narkotik, hingga kopi
yang dikonsumsi sehari-hari oleh manusia pun mengandung alkaloid berupa kafein.
(Saifudin, 2014)
Keberadaan dan Fungsi Alkaloid: Alkaloid berpotensi sebagai sumber obat yang
berlimpah dan berefek farmakologis beragam. Sifat fisika-kimia yang bersifat semipolar
dan mampu berinteraksidengan membran sel. Kontribusi atom N di dalam struktur
memberikan efektifitas interaksi kimiawi dengan reseptor. (Saifudin, 2014)
C. Penggolongan Alkaloida
Sistem klasifikasi berdasarkan Hegnauer yang paling banyak diterima, dimana
alkaloida dikelompokkan atas:
a) Alkaloida Sesunggunya
Alkaloida golongan ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa,
umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari
asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik.
Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam
aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik
dan alkaloida quartener yang bersifat agak asam dari pada bersifat basa.
b) Protoalkaloida
Protoalkaloida merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam
amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh
berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat basa.
c) Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekusor asam amino. Senyawa ini
biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok
ini yaitu steroid dan purin.
Berikut ini adalah pengelompokkan alkaloid berdasarkan struktur cincin atau
struktur intinya yang khas, dimana pengelompokan dengan cara ini telah digunakan
secara luas:
1. Alkaloid Piridin-Piperidin
Alkaloid dengan struktur inti dari kelompok ini terbagi menjadi 3 sub kelompok
yaitu: 1) Derivat piperidin, contohnya lobelin dan lobelia; 2) Derivat asam
nikotinat, contohnya arekolin dari areca; 3) Derivat piridin dan piperidin, contoh
dari alkaloid ini adalah nikotin dari tembakau, areca dari tanaman Areca catechu,
dan lobelia dari tanaman lobelia inflata.
2. Alkaloid Isoquinolin
Alkaloid isoquinolin merupakan hasil kondensasi derivat feniletilamin dengan
derivat fenilasetaldehid dimana kedua senyawa ini merupakan derivat dari
fenilalanin dan tirosin. Obat-obat penting yang berasal dari alkaloid isoquinolin
adalah ipekak, emetin, hidrastin, sanguinaria, kurare, tubokurarin, berberin, dan
opium.
3. Alkaloid Indol
Obat-obat penting yang mengandung gugus indol adalah rauwolfia (reserpin),
catharanthus atau vinca (vinblastin dan vincristin), nux vomica (strihnin dan
brusin), physostigma (fisostigmin), dan ergot (ergotamin dan ergonovin). Terdapat
tiga kerangka monoterpenoid yang membentuk kompleks indol yaitu kerangka tipe
Aspidosperma, Corynanthe, dan Iboga. Penamaan tipe kerangka ini berdasarkan
tanaman yang banyak mengandung alkaloid dengan inti monoterpen.
4. Alkaloid Quinolin
Alkaloid yang memiliki struktur inti quinolin dihasilkan dari tanaman cinchona
(kina). Alkaloid yang tergolong quinolin diantaranya quinin, quinidin, cinchonin,
dan cinchonidin. Alkaloid cinchona saat ini merupakan satu-satunya kelompok
alkaloid quinolin yang memiliki efek terapeutik. Cinchonin yang merupakan isomer
dari cinchonidin merupakan ”alkaloid orang tua” dari semua seri alkaloid quinin.
Quinin dan isomernya yaitu quinidin merupakan 6-metoksicinchonin.
5. Alkaloid Imidazol
Cincin imidazol (glioxalin) adalah cincin utama dari pilokarpin yang dihasilkan
oleh tanaman Pilocarpus jaborandi. Pilokarpin adalah basa tersier yang
mengandung gugus lakton dan imidazol. Ditinjau dari strukturnya, alkaloid ini
mungkin dibentuk dari histidin atau suatu metabolit yang ekivalen.
6. Alkaloid steroid
Alkaloid steroid dikarakterisasi dengan adanya inti siklopentanofenantren. Alkaloid
ini biasanya dibentuk dari kolesterol dan memiliki prekursor yang sama dengan
kolesterol. Alkaloid steroid yang penting adalah veratrum.
7. Alkaloid Tropan
Karakter alkaloid yang mengandung inti tropan adalah jika direaksikan dengan
asam nitrat, kemudian residunya dilarutkan dalam aseton maka akan muncul warna
ungu gelap. Hal ini disebabkan karena munculnya larutan etanol dalam KOH
( Reaksi Vitalli Morin). Contoh alkaloid tropan adalah dihasilkan oleh Atropa
belladone dan kokain yang dihasilkan oleh Erythroxylem coca.
8. Basa Purin
Purin adalah inti heterosiklik yang mengandung anggota 6 cincin pirimidin yang
bergabung dengan anggota 5 cincin imidazol. Purin sendiri tidak ada di alam tetapi
derivatnya signifikan secara biologis. Alkaloid basa purin yang penting adalah
kafein, teobromin, dan teofilin.
9. Alkaloid Amin
Alkaloid dalam kelompok ini tidak memiliki atom nitrogen dalam cincin
heterosiklik. Kebanyakan merupakan derivat dari feniletilamin dan asam amino
umum seperti fenilalanin dan tirosin. Contoh alkaloid ini adalah efedrin dan
kolkisin.
D. Cara Mengidentifikasi Senyawa alkaloid
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan tertentu yang menggunakan dua fase
yakni fase tetap (stationary) yang bisa juga disebut fase diam, dan fase gerak (mobile).
Kromatografi yang sering digunakan ialah kromatografi kolom, kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas. Kromatografi kertas dan kromatografi
lapis tipis umumnya digunakan untuk percobaan identifikasi karena cara ini khas dan
mudah dilakukan untuk zat dengan jumlah sedikit. (Materia Medika Jilid 1. 1977: 120)
Bervariasinya teknik kromatografi menyebabkan kesulitan tersendiri bagi
seseorang yang akan melakukan penelitian yang melibatkan penggunaan metode
kromatografi. Faktor-faktor yang dapat diambil sebagai pertimbangan untuk menentukan
jenis kromatografi antara lain:
1. Mudah tidaknya teknik ini dilakukan, terutama untuk Teknik kromatografi
yang konvensional seperti kromatografi kertas, kolom, atapun lapis tipis
mengingat ketiga jenis kromatografi ini dapat kita lakukan sendiri tanpa
bantuan instrumentasi yang rumit.
2. Maksud dari pemisahan yang kita lakukan. Apakah untuk keperluan preparasi,
analisis kualitatif, atau kuantitatif? Bila dirasa sulit dilakukan dengan teknik
yang konvensional, maka pemilihan jenis kromatografi yang instrumental
perlu menjadi pertimbangan.
3. Bentuk senyawa yang akan dipisahkan. Setiap langkah penelitian tentunya
harus diawali dengan penentuan target senyawa yang dikehendaki.
Prinsip utama dalam teknik kromatografi adalah bagaimana kita memilih fasa
diam dan fasa gerak yang tepat yang nantinya akan berfungsi sebagai media untuk
mendapatkan senyawa yang diinginkan.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang
bersifat basa dan menggunakan pelarut polar untuk mengekstraksi dalam jaringan
tumbuhan, antara lain metanol, etanol, asam asetat dan amonia. Metode ekstraksi
senyawa alkaloid dari tumbuhan Alstonia scholaris ada 2 cara, yaitu :
- Ekstrak dengan etanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan
dengan NaOH kemudian dipartisi dengan CHCl3.
- Ekstrak dengan methanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan
dibasakan dengan NaOH kemudian dipartisi dengan EtOAc

E. KLT
Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia yang terdiri atas
bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam,
atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa
bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan diletakkan di dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan
(dideteksi) (Stahl, 1985).
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya
hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi
kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa
secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk
pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan
tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi
yang lebih reaktif seperti asam sulfat.
Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi
senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari
senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa
dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal.
BAB III
PROSEDUR KERJA
a. Preparasi Sampel
1. Ekstrak sebanyak 0,9 gram ditambah etanol 96% ad larut, ditambah 5 ml HCl
2N dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit, sambil diaduk
2. Setelah dingin ditambah 0,3 gram NaCl, diaduk rata kemudian disaring.
3. Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi tiga bagian dan disebut sebagai
laritan IA, IB, dan IC.
b. Reaksi Pengendapan
1. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah pereaksi Wagner
dan larutan IC dipakai sebagai blanko
2. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan adanya alkaloid
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
(Farmakope Herbal Indonesia Jilid I. 2008. Halaman 165)
Pengujian kualitatif senyawa alkaloid ekstrak Alstonia scholaris dengan metode
kromatografi lapis tipis sesuai dengan Farmakope Herbal Indonesia Edisi 1 tahun
2008
1. Timbang ± 1 gram serbuk simplisia
2. Direndam sambil dikocok diatas penangas air dengan 10mL pelarut yang
sesuai selama 10 menit kemudian diasaring
3. Filtrat dimasukkan kedalam labu ukur 10mL, kemudian tambahkan pelarut ad
garis tanda
Prosedur KLT (Farmakope Herbal Indonesia Jilid I. 2008. Halaman 165)

1. Digunakan alat sablon untuk menentukan tempat penotolan dan jarak rambat.
2. Totolkan larutan uji (0,1% dalam metanol.P) dan larutan pembanding
(Tetrahidroalstonin 0,1% dalam metanol.P) dengan jarak antara 1,5 cm sampai
2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering.
3. Ditempelkan kertas saring dalam bejana kromatografi.
4. Dimasukkan sejumlah larutan pengembang ke dalam bejana kromatografi.
5. Bejana ditutup dan dibiarkan hingga fase gerak merambat sampai batas jarak
rambat.
6. Jika fase gerak telah mencapai batas jarak rambat, maka kertas saring
dikeluarkan dan dikeringkan di udara.
7. Bercak diamati dengan sinar tampak menggunakan ultraviolet gelombang
pendek (254nm) kemudian dengan ultraviolet gelombang panjang (366nm).
8. Diukur dan dicatat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta dicatat panjang
gelombang untuk tiap bercak yang diamati.
9. Dihitung harga R.
BAB IV
BAGAN ALIR
a. Preparasi Sampel

Diambil ekstrak sebanyak 0,9 Ditambah etanol 96% ad larut


gram

Ditambah 5ml HCl 2N Dipanaskan di atas penangas 2-3


menit, sambil diaduk

Setelah dingin, ditambah 0,3


Diaduk rata, kemudian disaring
gram NaCL

Filtrat ditambah 5ml HCl 2N Filtrat dibagi tiga bagian; IA, IB,
IC

b. Reaksi Pengendapan

Larutan IA + Pereaksi Mayer Diamati perubahannya. Jika



Larutan IB + Pereaksi Wagner terjadi kekeruhan atau terbentuk
endapan, maka ditunjukkan
Larutan IC dipakai sebagai adanya alkaloid

c. Kromatografi Lapis Tipis

→ Direndam sambil dikocok di atas


penangas air dengan 10ml pelarut
Timbang ±1 gram serbuk simplisia yang sesuai selama 10 menit

Filtrat dimasukkan ke dalam labu
ukur 10ml, lalu tambahkan pelarut
ad garis tanda
d. Prosedur KLT

Totolkan larutan uji (0,1% dalam


Digunakan plat untuk menentukan metanol.P) dan larutan pembanding
tempat penotolan dan jarak rambat (Tetrahidroalstonin 0,1% dalam
→ metanol.P) dengan jarak antara 1,5
cm dari tepi bawah lempeng, dan
biarkan mengering

Dimasukkan sejumlah larutan


Ditempelkan kertas saring dalam eluen (kloroform : ethanol) 9:1,
bejana kromatografi dalam bejana kromatografi

Jika fase gerak telah mencapai


Bejana ditutup dan dibiarkan batas jarak rambat, maka kertas
hingga fase gerak merambat saring dikeluarkan dan dikeringkan
sampai batas jarak rambat di udara

Diukur dan dicatat jarak tiap


Bercak diamati dengan sinar bercak dari titik penotolan serta
tampak menggunakan ultraviolet dicatat panjang gelombang untuk
gelombang pendek (254nm) →
tiap bercak yang diamati. Lalu
kemudian dengan ultraviolet dihitung harga Rf
gelombang panjang (366nm)
BAB V
PERHITUNGAN dan DOKUMENTASI
BAB VI
PEMBAHASAN
BAB VII
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Cordell and Geoffrey A., 2006, Introduction to Alkaloid, John Willey and Sons, Toronto.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1977. Materia Medika Jilid I. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Jilid IV. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Dyatmiko, Wahjo, 60 Persen Ada Di Tumbuhan Obat, http://www.antara.co.id 30 November 2010.

Kadir, Rachman. 2014. Makalah Materia Medika dan Terapi 5 Tanaman Obat. Universitas
Indonesia Timur, Makassar.
Padmawinata, K. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit ITB
(Terjemahan dari Robinson, T. 1991. The Organic constituens of Higher Plant, 6th ed).
Saifudin, Azis. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Penerbit Deepublish:
Yogyakarta.
Saidi, Nurdin, et al. 2018. Analisis Metabolis Sekunder. Syiah Kuala University Press:
Darussalam - Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai