Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia kaya akan berbagai keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk


dikembangkan sebagai obat. Kebanyakan masih belum dieksplorasi dan sangat potensial
untuk sumber minuman. Sebanyak 77% dari hasil penelitian tumbuhan tersebut lebih
didasarkan dari penggunaannya secara tradisional salah satunya adalah kulit kayu faloak
(Cordell, 2000).
Senyawa kimia yang terkandung dalam suatu tanaman memegang peranan penting
dalam menunjang kegunaan tanaman tersebut, khususnya sebagai tanaman obat. Senyawa
kimia tersebut memiliki bermacam-macam kegunaan, salah satunya ialah sebagai
penangkal radikal bebas (Suradikusumah, 1989).
Radikal bebas adalah suatu molekul yang kehilangan elektron sehingga molekul
tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel
lain. Radikal bebas yang mengambil elektron dari sel tubuh manusia dapat menyebabkan
perubahan struktur DNA sehingga timbullah sel-sel mutan. Bila perubahan DNA ini terjadi
bertahun-tahun, maka dapat menjadi penyakit yang mematikan. Contoh penyakit yang
sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung dan kanker (Elvina,
1997). Tubuh manusia sebenarnya dapat menghasilkan antioksidan, tapi jumlahnya
seringkali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk kedalam tubuh, untuk
itu dibutuhkan antioksidan dari luar untuk memperkuat tubuh.
Antioksidan merupakan senyawa yang mendonasikan satu atau lebih elektron
kepada senyawa oksidan, kemudian mengubah senyawa oksidan menjadi senyawa yang
lebih stabil. Beberapa antioksidan dapat dihasilkan dari produk alami seperti dari rempah,
herbal, sayuran, dan buah. Salah satu produk sediaan antioksidan yang berkembang saat
ini ialah teh herbal (herbal tea) di antaranya ialah kulit batang faloak yang cukup terkenal
dikalangan masyarakat NTT.
penggunaan teh berkembang menjadi suatu produk sediaan yang biasa disebut
sebagai teh herbal. Pada umumnya, teh herbal lebih dikenal dimasyarakat karena khasiat
antioksidan yang terkandung didalamnya. Ironisnya. Masih banyak tanaman diindonesia
yang memiliki potensi akan antioksidan yang baik bagi tubuh, namun belum dimanfaatkan
secara luas oleh masyarakat Indonesia. Beberapa diantaranya ialah kulit batang faloak.
Faloak (Sterculia comosa Wallich) merupakan salah satu dari spesies yang belum
mendapatkan perhatian, sehingga pohon ini dianggap tidak bermanfaat. Memang saat ini
kayu faloak belum banyak dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku ukiran, pertukangan
maupun pemanfaatan lainnya. Oleh karena itu, pencarian sifat dan kandungan obat dari
spesies ini menjadi penting karena dengan mengenal fungsi dan manfaatnya, faloak
(Sterculia comosa Wallich) dapat menambah khasanah tumbuhan obat dunia saat ini.
Pemanfaatan faloak oleh masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai
saat ini masih bersifat pemanfaatan secara tradisional yang didasarkan pengetahuan dan
pengalaman secara turun-temurun. Pemanfaatan faloak selama ini digunakan untuk
menyembuhkan berbagai penyakit dalam, antara lain kulit pohon faloak dapat
menyembuhkan penyakit liver, maag, hepatitis, ginjal, reumatik, sakit pinggang, anemia,
pembersih darah setelah melahirkan dan memulihkan stamina. Berdasarkan pengalaman
masyarakat, mengkonsumsi faloak secara rutin dapat meningkatkan stamina (mengurangi
rasa letih atau lelah bagi pekerja berat). Namun, semua pengetahuan tersebut belum
didukung dengan kajian ilmiah atas pemanfaatan faloak sebagai bahan minuman.
Sebelumnya penelitian tentang faloak telah dilakukan oleh Astuti, dkk (2003),
mengenai uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol klika faloak (Sterculia quadrifida R.Br)
dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa uji aktivitas antioksidan atau penghambatan terhadap radikal bebas
menggunakan metode DPPH menunjukkan bahwa ekstrak etanol klika faloak (Sterculia
quadrifida R.Br) memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa aktivitas antioksidan pada ekstrak
klika faloak adalah flavonoid dan senyawa fenol. Menurut Ranta (2011), tentang aktivitas
anticendawan zat ekstraktif faloak (Sterculia comosa Wallich). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa hasil uji tapis untuk mengetahui kemampuan anticendawan
menunjukkan bahwa zat ekstraktif kulit, daun, dan biji faloak, serta fraksi-fraksinya
menghasilkan berbagai tingkatan zona hambat. C. Albicans hanya mampu di hambat oleh
fraksi dietil eter biji dengan diameter zona hambat yang lebih tinggi di bandingkan dengan
fraksi aseton kulit, sedangkan seluruh fraksi dari zat ekstraktif daun faloak tidak mampu
menghambat pertumbuhan C. Albicans.

B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Membuat formulasi minuman teh herbal dari campuran kulit batang faloak, dan campuran
jahe gajah yang dapat diterima secara organoleptik.
2. Mengetahui aktivitas antioksidan dari teh faloak
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Menghasilkan formulasi minuman teh dengan campuran jahe gajah yang baik
2. Menghasilkan produk teh dari kulit batang faloak dengan karakteristik seduhan teh yang
baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN FALOAK (Sterculia comosa Wallich)


Tumbuhan yang berasal dari NTT ini memiliki nama ilmiah (Sterculia comosa Wallich).
Faloak tumbuh didaerah yang kering seperti sabu-raijua, dan kupang NTT. Faloak tersebar
di Indonesia dan Filipina (Tantra 1976). Di Indonesia, faloak terdapat di Sulawesi dan
Maluku, sedangkan di NTT, khususnya di sabu, kupang dan Timor, sebaran pohon faloak
belum terdata dengan baik berdasarkan hasil penelusuran referensi yang berkaitan dengan
flora Indonesia dan hasil penelusuran Koleksi Herbarium Bagian Botani Pusat Penelitian
Biologi LIPI-Bogor Indonesia. Zipcodezoo (2010) menjelaskan secara umum bahwa genus
Sterculia tumbuh melimpah di daerah tropis Asia dengan jumlah yang telah diidentifikasi
sebanyak 26 spesies dari 100 150 spesies secara umum yang tumbuh di daerah tropis
dan subtropis. Dari 26 spesies yang terdapat di Asia tersebut, 14 spesies teridentifikasi
sebagai spesies endemik dan salah satunya diketahui terdapat di Cina.
Faloak merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki kemampuan untuk tumbuh
dan berkembang dengan baik di kondisi alam seperti di NTT yang tergolong wilayah kering
karena hanya memiliki empat bulan basah dengan curah hujan 1.470 mm pada tahun 2008,
serta suhu rata-rata di atas 270C (BPS NTT, 2009). Faloak yang tumbuh di Kota Kupang
dan sekitarnya pada umumnya tumbuh di atas tanah yang bersolum dangkal dan berbatu.
Bahkan semua pohon yang diamati dalam penelitian ini tumbuh di atas batuan-batuan
(Gambar 1). Tantra (1976) menunjukkan bahwa faloak tumbuh di hutan primer pada
lingkungan tanah bertekstur liat/lempung berpasir atau berbatu-batu (rocky soil) pada
ketinggian 300 m di atas permukaan laut (dpl). Namun hal ini sangat berbeda dengan faloak
yang dilaporkan pada penelitian ini, yakni bertempat tumbuh tersebar dalam Kota Kupang
pada tanah yang berbatu, sedangkan informasi persebaran faloak di NTT maupun di Timor,
Sampai dengan saat ini belum ada laporan tertulisnya.

Gambar 2.1. Tumbuhan faloak (Sterculia comosa Wallich) di kupang NTT :


a. Tempat tumbuh, daun, dan buah mentah pohon faloak
b. Pohon faloak setelah kulit diambil sebagai obat, dan buah matang
B. Kulit Batang Faloak
Kulit batang faloak mempunyai warna coklat, tidak berbau dan sedikit berasa sepat.
Ciri makroskopik dari potongan kulit batang faloak ini yaitu memiliki sifat yang keras, tidak
menggulung,permukaan luar tidak rata dengan lekuk-lekuk panjang membujur tidak
beraturan, permukaan dalam lebih rata, warna coklat kekuningan sampai coklat tua, bekas
patahan tidak rata dan berserabut. Zipcodezoo (2010), menjelaskan bahwa S. comosa
merupakan flora berbentuk pohon yang termasuk family Sterculiaceae dan secara
taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales (Columniferae)
Suku : Sterculiaceae
Marga : Sterculia L.
Spesies : Sterculia comosa Wallich.

Gambar 2.2. Kulit batang faloak

Menurut Atta-Ur-Rahman (2001), senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai


antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolat dan alkaloid. Senyawa
flavonoid dan polifenolat bersifat antioksidan, antidiabetes, antikanker, antiseptik dan
antiinflamasi, sedangkan alkaloid mempunyai sifat antineoplastik yang juga ampuh
menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai antioksidan alami adalah Faloak (S.
quadrifida R.Br). Faloak merupakan salah satu tanaman yang tumbuh di provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT). Bagian pohon Faloak yang sering digunakan adalah kulit batang
(klika). Oleh masyarakat NTT, klika Faloak dipercaya dapat menyembuhkan berbagai
penyakit seperti hepatitis, diabetes dan gangguan pencernaan. Klika Faloak mengandung
senyawa antioksidan alami yaitu flavonoid dan senyawa fenolik yang mampu melindungi
tubuh dari serangan radikal bebas (Siswadi, 2013). Adanya kandungan zat aktif tersebut
maka diperlukan suatu kajian mengenai aktivitas antioksidan dari klika Faloak.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol klika faloak
(S. quadrifida R.Br) dengan metode DPPH (2,2- diphenyl-1-picrylhydrazyl). Metode DPPH
merupakan suatu metode untuk menentukan aktivitas antioksidan dalam sampel dengan
melihat kemampuannya dalam menangkal radikal bebas, Penelitian ini juga bertujuan untuk
menentukan aktivitas antioksidan ekstrak etanol klika Faloak terhadap radikal bebas DPPH.

C. Jahe Gajah (Zingiber officinale var. officinale)


Jahe gajah (Zingiber officinale var. officinale) termasuk Suku Zingiberaceae, merupakan
salah satu tanaman rempah-rempahan yang telah lama digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena
itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe
terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional (Nursal dkk.,
2006). Menurut Ponglux dkk. (1987) dalam Nursal dkk. (2006), secara taksonomi jahe dapat
diklasifikasikan ke dalam :
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale

a. Kandungan Kimia
Rimpang jahe mengandung 2 komponen, yaitu:
1. Volatile oil (minyak menguap)
Biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi aroma yang khas pada
jahe, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri
merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Jahe kering mengandung
minyak atsiri 1-3%, sedangkan jahe segar yang tidak dikuliti kandungan minyak atsiri lebih
banyak dari jahe kering. Bagian tepi dari umbi atau di bawah kulit pada jaringan epidermis
jahe mengandung lebih banyak minyak atsiri dari bagian tengah demikian pula dengan
baunya. Kandungan minyak atsiri juga ditentukan umur panen dan jenis jahe. Pada umur
panen muda, kandungan minyak atsirinya tinggi. Sedangkan pada umur tua,
kandungannyapun makin menyusut walau baunya semakin menyengat.
2. Non-volatile oil (minyak tidak menguap)
Biasa disebut oleoresin salah satu senyawa kandungan jahe yang sering diambil, dan
komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat pedas tergantung dari umur panen, semakin
tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit. Oleoresin merupakan minyak berwarna coklat
tua dan mengandung minyak atsiri 15-35% yang diekstraksi dari bubuk jahe. Kandungan
oleoresin dapat menentukan jenis jahe. Jahe rasa pedasnya tinggi, seperti jahe emprit,
mengandung oleoresin yang tinggi dan jenis jahe badak rasa pedas kurang karena
kandungan oleoresin sedikit. Jenis pelarut yang digunakan, pengulitan serta proses
pengeringan dengan sinar matahari atau dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya
oleoresin yang dihasilkan.
Menurut Kusumaningati (2009), kemampuan jahe sebagai antioksidan alami tidak
terlepas dari kadar komponen fenolik total yang terkandung di dalamnya, dimana jahe
memiliki kadar fenol total yang tinggi dibandingkan kadar fenol yang terdapat dalam tomat
dan mengkudu. Gingerol dan shogaol telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan
fenolik jahe. Rimpang jahe juga bersifat nefroprotektif terhadap mencit yang diinduksi oleh
gentamisin, dimana gentamisin meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) dan jahe
yang mengandung flavanoida dapat menormalkan kadar serum kreatinin, urea dan asam
urat (Laksmi dan Sudhakar M, 2010).

D.Teh Herbal
Herbal tea atau teh herbal merupakan salah satu produk minuman campuran teh dan
tanaman herbal yang memiliki khasiat dalam membantu pengobatan suatu penyakit atau
sebagai penyegar (Hambali dkk, 2005). Sedangkan Ravikumar (2014), menyatakan teh
herbal umumnya campuran dari beberapa bahan yang biasa disebut infusi/tisane.
Infusi/isane terbuat dari kombinasi daun kering, biji, kayu, buah, bunga dan tanaman lain
yang memiliki manfaat.
Winarsi (2011), menyatakan bahwa teh herbal tidak berasal dari tanamanan daun teh
yaitu Camellia sinenis. Teh herbal dapat dikonsumsi sebagai minuman sehat yang praktis
tanpa mengganggu rutinitas sehari-hari dan tetap menjaga kesehatan tubuh. Teh herbal
yang dibuat diharapkan dapat meningkatkan cita rasa dari tiap bahan yang digunakan tanpa
mengurangi khasiatnya. Teh herbal juga memiliki nilai jual yang sangat tinggi dan dipercaya
akan kegunaannya. Syarat mutu teh kering dalam kemasan berdasarkan SNI 3836:2013
dapat dilihat pada Tabel 2.1
E. Teh celup
Teh celup yaitu olahan teh yang dikemas menggunakan kantong teh untuk satu kali
hidangan. Teh celup Walini memiliki beberapa varian rasa seperti teh hitam, teh hitam rasa
jahe, teh hitam rasa lemon, teh hitam rasa kayu manis, teh hitam rasa leci, teh hitam rasa
apel, teh hitam rasa blackcurrant, teh hitam wangi, teh hitam rasa mint, dan teh hijau. Setiap
sachet teh celup memiliki berat 2 gram. Teh celup dijual dengan kemasan sachet dengan
setiap 1 sachet berisi 1 tea bag, dan kemasan dus dengan setiap dus berisi 25 tea bag.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Teh Kering dalam Kemasan Menurut SNI 3836:2013
No Kriteria uji satuan persyaratan

1 Keadaan air seduhan


1.1 Warna - Khas produk teh
1.2 Bau - Khas produk teh
1.3 Rasa - Khas produk teh
2. Kadar polifenol (b/b) % Min. 5,2
3. Kadar air (b/b) % Maks. 8,0
4 Kadar ekstrak dalam air (b/b) % Min 32
5 Kadar abu total (b/b) % Maks. 8,0
6 Kadar abu larut dalam air dari abu % Min. 45
Total (b/b)
7 Kadar abu tak larut dalam asam (b/b) % Maks. 1,0
8 Alkalinitas abu larut dalam air % 1-3
(Sebagai KOH) (b/b)
9 Serat kasar % Maks. 16,5
10 Cemaran logam
10.1 Cadmium (Cd) Mg/kg Maks. 0,2
10.2 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 2,0
10.3 Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40,0
10.4 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 0,03
11 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks. 1,0
12 Cemaran mikroba:
12.1 Angka lempng total (ALT) Koloni/g Maks.
3x103
12.2 Bakteri Coliform APM/g <3
12.3 Kapang Koloni/g Maks. 5x102
Anonim, 2013
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, laboratorium
Analisa Pangan, Program Studi Teknologi Pangan UPN Veteran Jatim Surabaya,
laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada yang dilakukan pada
bulan Maret Mei 2017.
3.2 Bahan Penelitian
Kulit batang faloak didapat didaerah sabu NTT, daun pandan di dapat didaerah
surabaya, DPPH 2,2 diphenyl-1-picryldhydrazil (Sigma Aldrich), Methanol p.a (Merck),
aquadest, lempeng KLT (E. Merck 05554, Reagen A1C13 10% sebagai penampak noda
pada KLT HCL P (Merck), asam asetat anhidrat, aseton, asam sulfat P Mayor LP,
dragendorff LP, bouchardat LP, dan kuersetin (Sigma- Aldrich)

3.3 Alat yang digunakan


Alat yang digunakan untuk pembuatan teh celup adalah, blender, ayakan, cabinet dryer,
kantong celup, timbangan analitik ( acculab dan Sartarius BP 221). Alat- alat yang
digunakan untuk analisis uji aktivitas penangakapan radikal bebas DPPH adalah
spektrofotometer Uv-Vis (Jasco V-530), pipet ukur, tabung reaksi, propipet, labu takar,
sentrifuge. Alat untuk analisa kualitas warna adalah colory meter. rotary evaporator (Butchi),
alat vortex Health VM-300 Touch), penangas air (Lab Line). Oven (Jumo), alat Kuvet
(merck), blender, alat-alat reflux, alat-alat gelas,
3.4. Metode Penelitian
Kulit batang faloak segar dan daun pandan dikumpulkan dan dikeringkan dengan
prosedur sebagai berikut : Kulit batang faloak yang diperoleh ditimbang, selanjutnya
dilakukan pencucian dengan air bersih, lalu dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 60oC
selama enam jam. Kemudian, dilakukan proses pembuatan serbuk dari kulit batang faloak
dan daun pandan kering dan dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 400C
selama satu jam. Proses pembuatan serbuk dilakukan dengan menggunakan alat
penggiling hingga didapat serbuk berukuran 70 mesh. Serbuk yang telah diayak tersebut
ditimbang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 1 faktor dan 2 kali
ulangan. Ulangan ditentukan berdasarkan perhitungan berikut :
t(r-1)15 ; dimana t= perlakuan, r=ulangan. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa
minimal ulangan yang harus dilakukan apabila terdapat 9 perlakuan adalah 3 kali ulangan.
Data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan ANOVA. Jika ada perbedaan antar
perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji lanjut, yaitu uji Duncan.

1. Faktor Peubah
Tahap I
Pengaruh lama seduhan teh kulit faloak terhadap aktivitas antioksidan, uji organoleptik,
dan intensitas warna.
Lama seduhan teh celup kulit faloak adalah sebagai berikut :
A1 = 1 Menit
A2 = 2 Menit
A3 = 3 Menit
A4 = 4 Menit
A5 = 5 Menit
Tahap II
Formulasi bahan kulit faloak dengan penambahan jahe gajah
F1= formulasi kulit faloak 100 % : Jahe gajah 0 %
F2= formulasi kulit faloak 95 % : Jahe gajah 1 %
F3= formulasi kulit faloak 90 % : Jahe gajah 2 %
F4= formulasi kulit faloak 85 % : Jahe gajah 3 %
F5= formulasi kulit faloak 80 % : Jahe gajah 4 %
F6= formulasi kulit faloak 75 % : Jahe gajah 5 %
F7= formulasi kulit faloak 70 % : Jahe gajah 6 %
F8= formulasi kulit faloak 65 % : Jahe gajah 7 %
F9= formulasi kulit faloak 60 % : Jahe gajah 8 %
3.5. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah :

1. Aktivitas antioksidan pada kulit faloak.


2. Kadar air
3. Kadar abu
4. Daya rehidrasi
5. Intensitas warna
6. Total fenol
7. Uji organoleptik : warna,rasa,aroma

3.3 Prosedur Penelitian


a. Prosedur Pembuatan Tepung kulit faloak
1. Kulit faloak yang diperoleh dilakukan sortasi
2. Kulit faloak yang sudah disortasi kemudian dicuci dengan air bersih
3. Mengeringkan kulit faloak tersebut dengan cabinet dryer dengan suhu 60oC selama
enam jam.
4. Menggiling kulit faloak tersebut menggunakan dishk mill sampai halus.
5. mengayak kulit faloak yang sudah halus tersebut menggunakan ayakan dengan
ukuran 70 mesh.
6. Diperoleh tepung kulit faloak kemudian dilakukan analisa kadar air, kadar abu.
b. Prosedur Pembuatan Tepung Jahe Gajah
1. Jahe yang diperoleh dilakukan sortasi
2. Jahe yang sudah di sortasi kemudian dicuci dengan air bersih
3. Mengeringkan jahe tersebut dengan cabinet dryer dengan suhu 60o selama 6 jam
4. Menggiling jahe menggunakan dishk mill sampai halus
5. Mengayak kulit faloak yang sudah halus tersebut menggunakan ayakan dengan
ukuran 70 mesh
6. Diperoleh tepung jahe kemudian dilakukan analisa kadar air, dan kadar abu.
c. Prosedur Pembuatan Teh Celup
1. Mengambil bahan tepung kulit faloak dan daun pandan
2. Mencampurkan sesuai formulasi yang ada dengan motode drymixing
3. Menimbang tepung kulit faloak dan daun pandan yang sudah drymixing sebanyak 2
gram
4. Pengemasan. Teh yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan kedalam kantong teh
celup.

Bahan baku (kulit Bahan baku (Jahe)


faloak)

sortasi
Sortasi

pencucian
Pencucian
Pengeringan dengan cabinet
dryer
Pengeringan dengan cabinet
dryer Penggilingan

Penggilingan
Pengayakan 70 mesh Analisa:
Pengayakan 70 1. Kadar Air
mesh Analisa:
Tepung Jahe
2. Kadar Abu
Tepung Kulit Faloak 1. Kadar Air Gambar 3.2. Diagram Alir
dan Jahe Pembuatan Tepung Jahe
Gambar 3.1. Diagram Alir 2. Kadar Abu
Pembuatan Tepung Kulit Faloak
Tepung kulit faloak
dan tepung Jahe

Formulasi

Drymixing
(pencampuran)
Pengemasan
Analisa:

1. Kadar Air
Teh celup 2. Kadar Abu

Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Teh 3. Daya Rehidrasi


Celup

PROPOSAL PENELITIAN

KARAKTERISTIK dan AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TEH CELUP KULIT


KAYU FALOAK (Sterculia comosa Wallich) dengan PENAMBAHAN
JAHE GAJAH (Zingiber officinale Rosc.)

Oleh :

Plorince Teju Haja


1333010038

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR
2017

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan YME karena atas
pertolongan dan rahmatNya penulis boleh dapat menyelesaikan proposal
penelitian dengan judul KARAKTERISTIK dan AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TEH
CELUP KULIT KAYU FALOAK (Sterculia comosa Wallich) dengan
PENAMBAHAN JAHE GAJAH (Zingiber officinale Rosc.) dengan baik.
Proposal ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat penelitian dan untuk
mengetahui bagaimana proses pembuatan teh celup dan uji aktivitas antioksidan
serta karakteristik Teh Celup dari kulit faloak

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu saran dan masukan yang membangun sangat penulis butuhkan.

Mohon maaf apabila terdapat salah kata, atas perhatiannya penulis ucapkan
terima kasih.
Surabaya, 7 Februari 2017

Penulis

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, N, dkk, 2003. Pola Asuh dan Hubungannya dengan pertumbuhan dan
Perkembangan Anak di Sulawesi-Selatan. Universitas Hasanudin, Makasar.
Cordell, G.A, 2000. Biodiversity and drug discovery-A Symbioti relationship.phytochemystry,
55: 463-480.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi NTT. 2010. NTT dalam angka. Badan Pusat
Statistik NTT. Kupang.
Hambali, E. M. Z. Nasution dan E. Herliana. 2005. Membuat Aneka Herbal Tea.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Karyadi, Elvina, 1997. Antioksidan: Resep awet muda dan umur panjang (online),
(http://www.kompas.com/kompascetak/fokus.htm diakses 3 maret 2017).
Kusumaningati RW, 2009 . Analisa Kandungan Fenol Total Jahe (Zingiber officinale
Rosc.) Secara in Vitro, Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Laksmi B.V.S dan Sudhakar M. 2010 . Protective Effect of Zingiber officinale on
Gentamicin-Induced Nephrotoxicity in Rats. International Journal of Pharmacology.
6(1):58-62.
Nursal.2006. Bioaktifitas Ekstrak Etanol Jahe (Zingiber officinale Roxb) Dalam Menghambat
Pertumbuhan Koloni Bakteri Escheria coli dan Bacillus subtilis. Volume 2(2) : 64-66.
Progr am Studi Pendidika n Bio logi FKIP UNRI : Riau
Siswadi, S., S.G. dan Rianawati, H., 2013 Potential Distribution and Utilization of Faloak
(Sterculia quadrifida R.Br 1844), Proceeding International Confrence of Forest and
Biodiversity Manado, Editor : Langi. M, Manado Forestry Institute, Manado.
Suradikusumah, E. 1989. Kimia Tumbuhan, Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Umroni, A., Siswadi, & Rianawati, H. (2013). Teknik konservasi domestikasi jenis kayu papi
(Exocarpus latifolia, R.Br) (di Pulau Sumba Laporan Hasil Penelitian). Kupang: Balai
Penelitian Kehutanan Kupang.

Anda mungkin juga menyukai