Anda di halaman 1dari 58

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Radikal bebas adalah bahan atau spesies yang mengandung satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan di orbitalnya dan bersifat independen (karena itu
disebut “bebas”) (Halliwel & Gutteridge, 1999) . Radikal bebas dapat terbentuk di
dalam tubuh (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen) (Supari, 1996). Jumlah
radikal bebas yang terus bertambah sedangkan antioksidan endogen jumlahnya
tetap, maka ketidakseimbangan yang terjadi disebut dengan stress oksidatif.
Keadaan ini akan menyebabkan kerusakan sel (Arnelia, 2002).
Dampak reaktifitas radikal bebas juga memicu timbulnya penyakit
degeneratif seperti kanker, aterosklerosis, penyakit jantung koroner (PJK) dan
diabetes melitus (Rohmatussolihat, 2009). Selain beban ganda (double burden)
yang ditimbulkan bersama penyakit menular, hingga kini penyakit degeneratif
menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut laporan WHO, hampir 17
juta orang meninggal lebih awal setiap tahun karena epidemi penyakit degeneratif
(Kemenkes RI, 2010)
Peran radikal bebas dalam beberapa penyakit degeneratif misalnya memicu
timbulnya kanker karena mengaktivasi sel onkogen dan menyebabkan defek
kromosom pada tahap inisiasi dan propagasi (Valko, Izakovic, Mazur, Rhodes, &
Telser, 2004; Halliwell, 2007). Penelitian dengan hewan coba yang menggunakan
streptozosin dan alloksan sebagai agen penghasil Reactive Oxygen Species (ROS)
telah dilakukan untuk membuktikan bahwa pada diabetes melitus tipe satu,
keadaan autoimun menghasilkan radikal bebas yang membuat kerusakan pada sel
β penkreas (Packer, 2000)
Radikal bebas dapat ditangkal atau diredam dengan pemberian atau
mengkonsumsi antioksidan (Halliwel, 2007). Beberapa penelitian telah
melaporkan bahwa terdapat berbagai sumber antioksidan yang ada di sekeliling
kita, termasuk tanaman obat (Rohmatussolihat, 2009). Salah satu contohnya
adalah tambolekar atau Coptosapelta flavescens Korth (Coptosapelta tomentosa
Valeton ex K. Heyne).
Secara empiris bagian dari tanaman ini yang banyak digunakan adalah

1
akarnya. Masyarakat di Kutai Kartanegara menggunakan akar tanaman ini untuk
mengobati hipertensi, diabetes mellitus dan kanker (Al' Amrie, 2011). Tanaman
yang dikenal dengan nama lain merung ini, akarnya digunakan untuk menambah
stamina dan vitalitas oleh masyarakat di Kotabaru, Kalimantan Selatan. (Rezeky,
2009).
Uji pendahuluan yang dilakukan oleh Al’ Amrie (2011) menunjukkan bahwa
terdapat metabolit sekunder fenolik, saponin, alkaloid dan antrakuinon pada
ekstrak akar tanaman ini. Secara kualitatif, penelitian yang dilakukan Kosala
(2014) menunjukkan bahwa akar tanaman ini memiliki sifat antioksidan pada
metabolit sekundernya. Dalam penelitian tersebut digunakan fraksi ekstrak
n-heksan, etil asetat dan metanol.
Pengujian aktivitas anitoksidan dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti
pemerangkapan radikal bebas DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil), β-Carotene
Bleaching Method (BCB Method), Thiobarbituric Acid-Reactive Substance (TBARS),
Cupric Reducing Antioxidant Capacity (CUPRAC Assay), Oxygen-Radical
Absorbance Capacity (ORAC Assay), dan Ferric Reducing Antioxidant Power
(FRAP Assay) (Rafi, Niken, Elly, & Latifah, 2013; Rosidah, Sadikun, & Asmawi,
2008). Metode yang banyak digunakan adalah metode DPPH karena hasilnya
terbukti akurat, reliable, praktis dan relatif cepat (Prakash, Rigelhof, & Miller,
2001)
Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari
tanaman Zingiberaceae, khususnya kunyit dan temulawak. Kurkumin diketahui
memiliki banyak aktivitas farmakologis diantaranya antioksidan, antiinflamasi, dan
antikarsinogenik (Joe, Vijaykumar, & Lokesh, 2004; Chattopadhyay, Biswas,
Bandyopadhyay, & Banerjee, 2004; Araujo & Leon, 2001). Oleh penduduk
Indonesia, kurkumin sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan, bumbu
dan obat-obatan dan tidak menimbulkan efek toksik yang merugikan (Meiyanto,
1999).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan penelitian untuk
memperdalam aktivitas antioksidan pada ekstrak fraksi n-heksan, etil asetat dan
metanol akar C. flavescens Korth yang dibandingkan dengan kurkumin dengan
menggunakan metode peredaman DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil).

2
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana perbandingan aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 antara
fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol akar C. flavescens Korth serta ketiga fraksi
dengan kurkumin?

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui perbandingan aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 antara
fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol akar C. flavescens Korth serta ketiga fraksi
dengan kurkumin.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Ilmiah
1) Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam perkembangan fitofarmaka.
2) Sebagai sumber referensi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat bagi Peneliti


Memberikan pengalaman bagi penulis, baik secara praktis maupun teoritis,
sebagai bekal untuk pengembangan diri dalam bidang ilmu yang berkaitan dengan
penelitian ini.

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat


Sebagai sumber informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang
manfaat tumbuhan ini sebagai salah satu sumber antioksidan.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tumbuhan Coptosapelta flavescens Korth


2.1.1 Taksonomi
Taksonomi tumbuhan C. flavescens Korth sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub Division : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Sub Class : Sympetalae
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Coptosapelta
Spesies : Coptosapelta flavescens Korth (Hastaniah, 2014)

Gambar 2.1. Daun (Sahid, Kosala, Rosita, Jufriah, & Saidah, 2012) , Bunga (“The
Encyclopedia of Plants in Thailand”, 2012), Akar (Al’Amrie, 2011) C. flavescens Korth

4
2.1.2 Nama Daerah
Di beberapa daerah di Indonesia tanaman ini memiliki nama yang
berbeda-beda:
1. Sumatera:
a. Bangka: Akar metedong (Heyne, 1987)
b. Lampung: Kertupai (Heyne, 1987)
c. Belitung Timur, Bangka Belitung: Akar segendai (Oktavia, 2012)
2. Kalimantan:
a. Kotabaru, Kalimantan Selatan: Manuran (Rezeky, 2009)
b. Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur: Merung (Al' Amrie, 2011)
c. Paser, Kalimantan Timur: Tambolekar (Sahid et al., 2012)
3. Malaysia: Sebasoh akar (Wiart, 2006)

2.1.3 Morfologi
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan sejenis perdu dengan batang
memanjat , panjang 2 – 8 m dengan bunga yang wangi sekali baunya, mula-mula
berwarna putih dan lama-kelamaan menjadi kuning jingga (Heyne, 1987).
Daunnya berukuran 5 cm x 10 cm. Tangkai daunnya berbulu dan kecil (Wiart,
2006). Bentuk akarnya membulat seperti bonggol dan berkayu, berwarna coklat
kekuningan. Bau akar, daun dan batangnya sangat khas dan menyengat seperti
karet, dan rasanya agak sepat dan pahit (Rezeky, 2009).

2.1.4 Habitat dan Distribusi


Tumbuhan ini tersebar di kawasan hutan hujan dan di tepi sungai Asia
Pasifik (Wiart, 2006). Di Indonesia, tumbuhan ini tersebar di bagian barat. Di
Jawa Barat pada ketinggian di bawah 550 m di atas permukaan laut, tumbuhan ini
tumbuh di hutan belukar, hutan sekunder dan tepi-tepi hutan. Pada umumnya
tumbuhan jarang dijumpai, tetapi bila terdapat di suatu tempat tumbuhan ini
jumlahnya cukup banyak (Heyne, 1987).

2.1.5 Kegunaan, Kandungan dan Aktivitas Farmakologis


Masyarakat di desa Gedambaan Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten
Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan, menggunakan bagian akar tumbuhan ini

5
untuk diminum yang dipercayai berkhasiat untuk meningkatkan vitalitas dan
stamina (Rezeky, 2009). Berdasarkan Laporan Tim Ristoja (2012) di Kalimantan
Timur, Kabupaten Paser, masyarakat desa Suatang menggunakan bagian akar dan
kulit akar tanaman ini untuk mengobati demam dan pilek. Di daerah lain, oleh
masyarakat di Kabupaten Kutai Kartanegara, akar tanaman ini digunakan untuk
mengobati encok atau sakit pinggang, menambah stamina, mengobati hipertensi,
diabetes melitus, afrodisiaka serta untuk mengobati kanker (Al' Amrie, 2011). Di
daerah Lampung, air dari perasan akar yang telah ditumbuk tanpa dimasak,
diminum untuk mengobati infeksi cacing. Di Semenanjung Malaya, kulit akar
tanaman ini digunakan sebagai racun panah (Heyne, 1987). Sama seperti di
Lampung, di Malaysia akar tanaman ini juga digunakan untuk mengobati infeksi
cacing. Selain itu digunakan juga untuk mengurangi nyeri kolik, mengobati
demam dan membantu pemulihan pasca melahirkan (Wiart, 2006). Akar tanaman
yang diproses oleh masyarakat Kabupaten Belitung Timur dengan cara diseduh ini
digunakan untuk mengatasi masuk angin dan batuk kremi (Oktavia, 2012).
Menurut Minh, Yen, & Thoa (2014) semua bagian tanaman ini digunakan sebagai
antiinflamasi dan obat kuat oleh masyarakat Hre di daerah Ba To di Vietnam.
Berbagai aktivitas farmakologis yang dimiliki oleh tanaman ini telah
terbukti dalam beberapa penelitian eksperimen laboratoris. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Al' Amrie (2011) dengan metode DPPH membuktikan bahwa akar
C. flavescens Korth memiliki aktivitas anitoksidan dengan fraksi n-heksana adalah
fraksi yang memberikan aktivitas antioksidan terbaik. Fraksi etil asetat dan fraksi
n-butanol menunjukkan adanya aktivitas afrodisiaka pada akar tanaman ini
(Gamaliana, 2010; Nugraha, 2010). Sementara itu penelitian oleh Mahyuddin
(2012) menunjukkan bahwa akar tanaman ini berpotensi sebagai antibiotik, tetapi
aktivitasnya lebih kecil dibandingkan dengan oksitetrasiklin sebagai kontrol
positif. Sedangkan sebagai antifungal, akar tanaman ini memiliki efek yang sama
dengan ketokonazol sebagai kontrol positif. Aktivitas farmakologis lain yang telah
diuji adalah akar tanaman ini memiliki potensi sebagai anthelmintik terhadap
Ascardia galli (Novianti, 2012), aktivitas larvisida terhadap Aedes aegypti dan
Culex Sp. (Wibowo, 2013) dan berdasarkan penelitian Hounkong et al., (2014)
akar tanaman ini berpotensi sebagai antiparasit E. histolytica dan G. intestinalis
dengan kandungan antrakuinon dan naptokuinon yang dimilikinya.

6
2.2 Radikal Bebas
2.2.1 Pengertian Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa reaktif, yang secara
umum dikenal sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan di
kulit terluarnya. Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini
dapat dilihat dari sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron yang ada
di sekelilingnya. Reaktivitas radikal bebas merupakan suatu cara untuk mencari
pasangan elektron. Sebagai akibat dari kerja radikal bebas tersebut maka akan
terbentuk radikal bebas baru yang berasal dari atom atau molekul yang
elektronnya diambil untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya. Namun bila
dua senyawa radikal bertemu maka elektron-elektron yang tidak berpasangan dari
kedua senyawa tersebut akan bergabung membentuk ikatan kovalen yang stabil
(Winarsi, 2007).

2.2.2 Sumber-sumber Radikal Bebas


Radikal bebas dapat bersumber dari dalam tubuh (endogen) maupun dari
luar tubuh (eksogen) (Supari, 1996).

2.2.2.1 Radikal bebas endogen


Produksi radikal bebas selalu terjadi di dalam tubuh dan berlangsung terus
menerus. Adapun penyebab dasar produksi tersebut yaitu (Lippincott, 2008):
1) Sistem imun
Sel-sel dari sistem imun dengan sengaja menciptakan radikal oksigen dan
ROS (Reactive Oxygen Species) sebagai senjatanya melawan antigen.
2) Produksi energi
Selama proses produksi energi, sel menghasilkan radikal oksigen dan ROS
sebagai produk buangan yang beracun secara berkelanjutan dan berlimpah.
Sel yang terlibat dalam proses metabolik dapat memproduksi radikal bebas
yang berbeda-beda dan setiap sel dapat memproduksi lebih dari satu jenis
radikal bebas.
3) Stress
Tekanan yang sering terjadi di masyarakat industri dapat memicu respon
dari tubuh terhadap stress untuk memproduksi radikal bebas yang banyak.

7
Tubuh menciptakan bahan-bahan untuk memproduksi energi, dimana proses
produksi energi ini akan meningkatkan jumlah radikal bebas. Selain itu,
hormon kortisol dan katekolamin yang memediasi reaksi stress di dalam
tubuh menjadi terdegenerasi karena radikal bebas yang destruktif.

2.2.2.2 Radikal bebas eksogen


1) Polusi dan bahan-bahan eksternal lain
Polusi udara seperti asbestos, benzene, karbon monoksida, klorin,
formaldehida (formalin), ozon, asap rokok dan toluen. Bahan atau pelarut
kimia seperti produk-produk pembersih, lem, cat dan pengencernya (thinner).
Parfum, polusi air seperti kloroform dan trihalometan yang disebabkan
proses klorinasi, sinar X, gas radon, radiasi solar, makanan yang
mengandung bahan kimia yang digunakan untuk pertanian atau perkebunan
seperti pupuk dan pestisida, makanan yang diproses dengan kandungan lipid
peroksida yang tinggi. Semua hal di atas berpotensi menimbulkan radikal
bebas.
2) Diet
Bahan aditif, alkohol, kopi, makanan yang berasal dari hewan, makanan
yang dipanggang, makanan yang digoreng, makanan yang dimasak dengan
suhu yang tinggi, makanan yang terlalu kering atau gosong, herbisida,
minyak sayur terhidrogenasi, pestisida, gula.
3) Racun
Karbon tetraklorida, Paraquat, Benzo (a) pirin, Anilin celup, Toluen.
4) Obat-obatan
Adriamisin, Bleomisin, Mitomisin C, Nitrofurantoin, Klorpromazin.
(Lippincott, 2008)

2.2.3. Efek Radikal Bebas


2.2.3.1 Efek negatif
Beberapa efek negatif radikal bebas yang dihubungkan dengan penyakit,
yaitu:
1) Kanker
Karsinogenesis pada manusia adalah suatu proses kompleks yang

8
melibatkan perubahan tingkat biomolekuler (Valko et al., 2004; Valko,
Leibfritz, Moncola, & Cronin, 2007; Valko, Rhodes, Moncol, & Izakovic,
2006). Tahap inisiasi dan propagasi kanker berhubungan dengan defek
kromosom dan aktivasi sel onkogen yang diinduksi oleh radikal bebas.
Bentuk kerusakan tersering yang ada terjadi karena pembentukan
hidroksilasi DNA (Valko et al., 2004; Halliwell, 2007). Pembentukan ini
akan turut serta pada pertumbuhan sel normal yang menyebabkan mutasi
dan mengubah transkripsi gen normal (Valko et al., 2004; Willcox, Ash, &
Catignani, 2004).
2) Penyakit neurodegeneratif
Contohnya pada penyakit Alzheimer, dapat disebabkan karena gangguan
metabolisme energi, gangguan homeostasis Ca2+, stress oksidatif dan
akumulasi amyloid β peptida (Aβ) (Mattson, Gleichmann, & Cheng, 2008).
Adanya amyloid β peptide dapat meningkatkan produksi radikal bebas (ROS)
dan menurunkan produksi ATP sehingga menyebabkan terjadinya disfungsi
mitokondria neuron (Hashimoto, Rockenstein, Crews, & Masliah, 2003)
3) Penyakit kardiovaskuler
Pada penyakit kardiovaskuler, ada beberapa sumber yang berpotensi
memproduksi radikal bebas yaitu xantin oksidase (Phan, Gannon, Varani,
Ryan, & Ward, 1989), siklooksigenase (Holland J A et al., 1990),
lipooksigenase (Hsieh, Yen, Yen, & Lau, 2001), respirasi mitokondria
(Sanders et al., 1993; Ballinger et al., 2002), sitokrom P450 (Fleming et al.,
2001), sintesis nitrit oksida yang tidak berpasangan (uncoupled) (Harrison,
1997; Vazquez-Vivar et al., 1998; Xia, Tsai, Berka, & Zweier, 1998), dan
NADP serta NADPH oksidase (Griendling, Sorescu, & Ushio-Fukai, 2000).
Salah satu contoh pada hipertensi esensial, dimana penelitian yang
dilakukan terhadap tikus menunjukkan bahwa inaktivasi gen dari enzim
yang memicu timbulnya radikal bebas (ROS) dapat menurunkan tekanan
darah tikus (Kerr et al., 1999).
4) Penyakit ginjal
Kelebihan radikal bebas juga berperan penting dalam berbagai penyakit
ginjal seperti glomerulonefritis dan tubulointersisial nefritis, gagal ginjal
kronik, proteinuria, uremia (Droge, 2002; Galle, 2001). Beberapa obat

9
nefrotoksik seperti siklosporin, takrolimus, gentamisin, bleomisin dan
vinblastin berperan dalam proses stress oksidatif melalui peroksidasi lipid
(Galle, 2001; Sadeg, Pham-Huy, Martin, Warnet, & Claude, 1993; Massicot,
Martin, Dutertre-Catella, Ellouk-Achard, & Pham-Huy, 1997).

Tabel 2.1. Penyakit yang berhubungan dengan radikal bebas (Langseth, 1996)

Beberapa kondisi yang berhubungan dengan radikal bebas


Sistem saraf Paru
1. Parkinson 1. Hipoksia
2. Neurotoksin 2. Efek asap rokok
3. Defisiensi vitamin E 3. Emfisema
4. Hypertensive cerebrovascular 4. Adults respiratory distress syndrome
injury 5. Polutan (ozon, NO2)
5. Ensefalomielitis alergik Sel darah merah
(penyakit demielinisasi) 1. Falconi anemia
6. Potentiation of traumatic injury 2. Anemia sel sabit
Mata 3. Favism
1. Katarak 4. Malaria
2. Degenerasi makula terkait usia Kanker
3. Photic retinopathy 1. Penyakit terkait alkohol
4. Perdarahan okuler Penuaan
5. Retinopathy of prematurity Radiation of injury
Sistem Kardiovaskuler Penyakit inflamasi/fungsi imun
1. Aterosklerosis 1. Penyakit autoimun
2. Keshan disease (defisiensi 2. Artritis reumathoid
selenium) 3. Glomerulonefritis
3. Kardiomiopati alcohol 4. Vaskulitis (virus hepatitis B)
Ginjal Leprosy
1. Sindrom nefrotik autoimun Iron overload
Fungsi reproduksi 1. Dietary overload
1. Abnormalitas sperma 2. Hemokromatosis idiopatik
2. Germ-line mutations of leading Iskemia/reperfusi
congenital malformation 1. Stroke/infark miokard
3. Hipertensi pada kehamilan 2. Transplantasi organ
Sistem pencernaan Stress oksidatif yang diinduksi
1. Lesi saluran pencernaan yang latihan/exercise
diinduksi obat OAINS
2. Kerusakan hepar
3. Pankreatitis yang diinduksi
asam lemak bebas

2.2.3.2 Efek positif


1) Radikal bebas berperan penting dalam tubuh untuk mengatur aliran darah
melewati arteri, melawan infeksi dan menjaga otak dalam keadaan siaga dan
fokus.

10
2) Sel-sel fagosit yang terlibat dalam pertahanan tubuh memproduksi dan
memobilisasi oksigen radikal bebas untuk menghancurkan bakteri dan sel dari
bahan asing lain yang masuk dalam tubuh.
3) Sama seperti antioksidan, beberapa radikal bebas memberikan sinyal molekul.
Dalam hal ini radikal bebas dalam jumlah kecil bertanggung jawab atas
penyusunan dan perombakan gen.
4) Beberapa radikal bebas seperti nitrit oksida dan superoksida yang diproduksi
oleh sel-sel imun dalam jumlah banyak digunakan untuk membunuh virus dan
bakteri.
5) Beberapa radikal bebas merupakan pembunuh sel kanker. Faktanya, beberapa
obat kanker yang ada ditujukan untuk meningkatkan jumlah radikal bebas
dalam tubuh.
(Lippincott, 2008)

2.3 Antioksidan
2.3.1 Pengertian Antioksidan
Antioksidan adalah setiap substansi atau bahan yang dapat menunda,
mencegah atau menghilangkan kerusakan oksidatif pada molekul target (Halliwell,
2007). Reaksi oksidasi memproduksi radikal bebas yang dapat memulai reaksi
berantai atau kaskade yang akhirnya menyebabkan kerusakan atau kematian sel.
Antioksidan dapat menghilangkan efek lanjutan radikal bebas dengan membentuk
ikatan oksidasi dengan radikal bebas dan menghambat reaksi oksidasi lain
sehingga dapat menghentikan reaksi berantai yang berbahaya tersebut (Shebis,
Iluz, Kinel-Tahan, Dubinsky, & Yehoshua, 2013).

2.3.2 Penggolongan Antioksidan


Antioksidan secara alami ada di dalam tubuh (endogen) dan ada pula
yang diperoleh melalui makanan (eksogen) (Pham-Huy, He, & Pham-Huy, 2008).
Contoh dari masing-masing antioksidan dapat dilihat pada tabel berikut:

11
Tabel 2.2 Penggolongan antioksidan (Bouayed & Bohn, 2010)

Antioksidan endogen Antioksidan eksogen

1. Antioksidan enzimatik, contohnya: Antioksidan yang diperoleh dengan


a. SOD (Superoxide dismutase); enzim mengkonsumsi buah, sayur dan
yang mendetoksifikasi radikal padi-padian, seperti :
superoksida (O2-) a. Vitamin: vitamin C, vitamin E
b. CAT (Catalase) dan GPx (Glutathione b. Trace element : zinc, selenium
peroxidase); enzim yang terlibat dalam c. Karotenoid: β-karoten, likopen,
medetoksifikasi peroksida (CAT lutein, zeaxantin
berperan menghadapi H2O2 dan GPx d. Asam fenolat: asam klorogenik, asam
berperan menghadapi H2O2 dan ROOH) gallic, asam cafeic
c. Glutathione reductase; berperan dalam e. Flavonol: quarsetin, kempferol,
proses regenerasi glutathione mirisetin
d. Thioredoxin reductase; berperan untuk f. Flavanol: proantosianidin, katekin
melawan oksidasi protein g. Antosianin: sianidin, pelagonidin
e. Glucose-6-phosphate dehydrogenase; h. Isoflavon: genistein, daidzein,
berperan dalam regenerasi NADPH glisitein
2. Antioksidan non-enzimatik, seperti: i. Flavanon: naringenin, eriodisitol,
Glutathione (GSH), asam urat, asam hesperetin
lemak, NADPH, koenzim Q, albumin, j. Flavon: luteolin, apigenin
bilirubin

Penggolongan antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya dibagi dalam empat


kelompok, yaitu (Noguchi, Watanabe, & Shi, 2000):
1. Pencegahan. Dengan cara menekan pembentukan radikal bebas.
2. Pembersihan radikal. Dengan cara menekan proses rantai inisiasi dan
memutus rantai reaksi propagasi.
3. Perbaikan dan antioksidan de novo.
4. Adaptasi. Adanya radikal bebas memerikan sinyal kepada antioksidan
untuk menyesuaikan diri di tempat yang tepat.

2.3.3 Sumber-sumber Antioksidan


Sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan
alami (hasil ekstraksi bahan alam) dan antioksidan sintetik (hasil sintesis reaksi
kimia) (Winarsi, 2007). Beberapa contoh antioksidan alami dan sintetik sebagai
berikut:

12
Tabel 2.3. Sumber-sumber antioksidan (Hurrell, 2003)

Antioksidan alami Antioksidan sintetik


1. Antioksidan mineral. Merupakan 1. Butylated hydroxyl anisole
suatu kofaktor enzim antioksidan. (BHA)
Jika bahan ini tidak ada maka akan 2. Butylated hydroxyrotoluene
berpengaruh pada metabolisme (BHT)
makromolekul seperti karbohidrat. 3. Propyl gallate (PG) dan EDTA
Contoh: selenium, besi, tembaga, 4. Tertiary butyl hydroquinone
zinc, mangan (TBHQ)
2. Antioksidan vitamin. Bahan ini 5. Nordihydro guaretic acid
banyak dibutuhkan dalam fungsi (NDGA)
metabolisme tubuh, seperti vitamin
C, vitamin E, vitamin B
3. Fitokimia. Merupakan campuran
fenolik yang bukan vitamin maupun
mineral. Contohnya epigalo
catechin

2.3.4 Fungsi Antioksidan


Antioksidan dapat melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan karena
adanya molekul yang tidak stabil atau radikal bebas. Fungsi antioksidan
diantaranya :
a. Menghancurkan radikal bebas yang dapat merusak sel
b. Membantu pertumbuhan sel
c. Melindungi sel agar tidak prematur dan dari penuaan
d. Membantu melawan degenerasi macular yang berhubungan dengan usia
e. Memberikan dukungan terhadap sistem imun tubuh
(Chakraborty, Kumar, Dutta, & Gupta, 2009)

Salah satu antioksidan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai pembanding
adalah kurkumin.

2.3.5 Kurkumin
Kurkuminoid adalah kelompok senyawa fenolik yang terkandung dalam
rimpang tanaman famili Zingiberaceae antara lain: Curcuma longa syn. Curcuma
domestica (kunyit) dan Curcuma xanthorhiza (temulawak). Kandungan utama
dari kurkuminoid adalah kurkumin yang berwarna kuning dan di dalam kunyit
presentasenya berkisar 3 – 4% (Joe et al., 2004; Eigner & Schulz, 1999).

13
Kurkumin tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan aseton
(Joe et al., 2004; Chattopadhyay et al., 2004; Araujo & Leon, 2001). Banyak hasil
penelitian menunjukkan bahwa kurkumin aman dan tidak toksik bila dikonsumsi
oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah 100
mg/ hari (Commandeur & Vermeulen, 1996). Adapun nilai IC50 kurkumin dari
ekstrak metanol kunyit (Curcuma domestica) adalah 43,57 ppm (Rachman,
Logawa, Hegartika, & Simanjuntak, 2008).
Kurkumin memiliki beberapa aktivitas farmakologis diantaranya sebagai
antiinflamasi, antihepatotoksik dan antikanker. Penelitian yang menunjukkan
bahwa kurkumin berpotensi sebagai antikanker yaitu berdasarkan kemampuannya
dalam menghambat proses karsinogenesis pada tahap inisiasi dan
promosi/progresi (Meiyanto, 1999). Berdasarkan hasil penelitian Rao (1997)
menunjukkan bahwa kurkumin merupakan penangkal radikal bebas terhadap
radikal hidroksil, anion superoksid, dan oksigen singlet.

2.4 Metode Pengujian Aktivitas Antioksidan


2.4.1 Metode β-Carotene Bleaching (BCB)
Metode carotene bleaching atau metode β karoten-asam linoleat adalah
metode untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan berdasarkan kemampuan
antioksidan untuk mencegah peluruhan warna jingga karoten akibat oksidasi
dalam sistem emulsi minyak dan karoten (Utami, Arbianti, Hermansyah, Reza, &
R, 2009). Pada metode ini, radikal bebas terbentuk dari hidroperoksida yang
dihasilkan oleh asam linoleat. Radikal bebas asam linoleat terbentuk karena
pengurangan atom hidrogen dari satu gugus metilen dialil yang menyerang ikatan
rangkap pada β-karoten sehingga terjadi oksidasi β karoten yang menyebabkan
hilangnya gugus kromofor yang memberi warna jingga (Rosidah, Sadikun, &
Asmawi, 2008)

2.4.2 Metode Thiobarbituric Acid-Reactive Substance (TBARS)


Merupakan metode pengukuran radikal bebas paling umum untuk
mengukur produk peroksidasi lemak pada membran lipid atau asam lemak
(Fajarwati & Ellys, 2001). Prinsip dari metode TBARS ini adalah pengaruh panas
dan asam akan menyebabkan dekomposisi lipid peroksida membentuk

14
malondialdehid (MDA) yang direaksikan dengan TBA akan terjadi perubahan
warna menjadi merah muda yang diukur dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 532 nm (Nurdiana & Kulsum, 2003)

2.4.3 Metode Cupric Reducing Antioxidant Capacity (CUPRAC Assay)


Pada metode ini, kompleks bis-neokuproin-tembaga(II) atau Cu(Nc)22+
akan mengoksidasi senyawaan antioksidan dalam ekstrak tanaman dan mengalami
reduksi membentuk kompleks bis-neokuproin-tembaga(I) atau Cu(Nc)2+. Hal ini
dapat dilihat dari perubahan warna kompleks larutan dari biru toska menjadi
warna kuning (Apak et al., 2007)

2.4.4 Metode Oxygen-Radical Absorbance Capacity (ORAC Assay)


ORAC menghitung penghambatan antioksidan yang diinduksi oksidasi
radikal peroksil dan karena itu menggambarkan aktivitas pemutus rantai radikal
klasik oleh transfer atom H (Ou, Hampsch-Woodill, & Prior, 2001). Dalam pengujian
dasar, radikal peroksil bereaksi dengan sebuah fluorescent probes untuk membentuk
produk non fluoresen yang bisa dihitung dengan mudah. Kapasitas antioksidan
ditentukan oleh penurunan angka dan jumlah produk yang terbentuk (Cao, Alessio, &
Cutler, 1993)

2.4.5 Metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP Assay)


Uji aktivitas antioksidan pada metode ini didasarkan atas kemampuan
senyawa antioksidan dalam mereduksi senyawa besi(III)-tripiridil-triazin atau
Fe(TPTZ)23+ yang berwarna biru menjadi besi(II)-tripiridil-triazin atau
Fe(TPTZ)22+ yang berwarna kuning (Benzie & Strain, 1996)

2.4.6 Metode Pemerangkapan DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil)


DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil) adalah radikal bebas stabil
berwarna ungu. Saat direduksi dengan senyawa antiradikal, terjadi perubahan
warna menjadi warna kuning (diphenyl picryl hydrazin). Metode DPPH ini
berfungsi untuk mengukur elektron tunggal seperti aktivitas transfer hidrogen
sekaligus juga untuk mengukur aktivitas penghambatan radikal bebas. Untuk
skrining awal berbagai sampel terutama tumbuhan, metode ini sangat cocok untuk

15
digunakan.
Campuran reaksi berupa larutan sampel dan DPPH yang dilarutkan dalam
etanol absolut dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dan dibaca pada
panjang gelombang maksimum. Metode ini sering digunakan untuk mendeteksi
kemampuan antiradikal suatu senyawa karena hasilnya terbukti akurat, reliable,
praktis dan relatif cepat (Prakash et al., 2001)
Senyawa DPPH berwarna ungu karena adanya delokalisasi elektron pada
sesama atom hidrogen yang semula ikatan tunggal menjadi rangkap (Hanani,
Mun'im, & Sekarini, 2005). Peredaman tersebut dihasilkan karena bereaksinya
molekul diphenyl picryl hydrazil dengan atom hidrogen yang dilepaskan satu
molekul komponen bahan uji sehingga membentuk senyawa diphenyl picryl
hydrazin (DPPH-H) yang berwarna kuning. Penurunan absrobansi DPPH dari
warna ungu ke kuning diukur pada λ = 517 nm menurut reaksi berikut :

+ H

Gambar 2.2. Reaksi DPPH terhadap antiradikal (Molyneux, 2004)

Larutan DPPH dapat dengan mudah bereaksi pada semua ikatan senyawa
berupa larut air, larut lemak, yang tidak terikat, maupun yang menempel pada
dinding sel dari tumbuhan dan DPPH dapat diredam oleh berbagai macam jenis
antioksidan (Prakash et al., 2001)
Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah
harga Inhibition Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang
bisa menghambat radikal bebas sebesar 50% . Suatu zat memiliki sifat antioksidan
bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC50 berkisar antara 200-1000 ppm
maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan
(Molyneux, 2004). Semakin kecil nilai IC50 maka semakin baik aktivitas
antioksidannya. Nilai IC50 diperoleh dari persamaan regresi linier yang

16
menyatakan hubungan antara konsentrasi sampel (senyawa uji) dengan aktivitas
antioksidan (Yu & Cheng, 2008). Rumus regresi linier:
y = bx + a

Keterangan (Rachmat, 2013):


y = variabel terikat
x = variabel bebas
b = slope, yaitu perkiraan besarnya perubahan nilai variabel “y” pada saat variabel “x”
berubah satu unit pengukuran
a = intercept, yaitu perbedaan besarnya rata-rata variabel “y” pada saat variabel “x”
sama dengan 0 (nol)

2.5 Ekstraksi dan Fraksinasi


2.5.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah cara untuk menarik kandungan senyawa kimia dari
simplisia nabati atau hewani dengan pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari
bahan yang tidak dapat larut. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan
dikeringkan terlebih dulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu
(Harborne, 2006).
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
teknik maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature
ruangan (kamar). Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus
disebut maserasi kinetik. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes
RI, 2000).

2.5.2 Fraksinasi
Proses isolasi yang harus dilakukan untuk memperoleh senyawa murni
meliputi ekstraksi, fraksinasi, pemurnian (Sahidin, 2012). Fraksinasi adalah
prosedur yang bertujuan untuk memisahkan golongan utama dari golongan
lainnya pada suatu kandungan alami tumuhan. Fraksinasi dilakukan berturut-turut
dengan larutan penyari yang selektif sehingga dapat memisahkan kelompok
kandungan kimia tersebut. Dimulai dengan pelarut yang bersifat nonpolar,

17
kemudian disari dengan pelarut yang kurang polar (semi polar) dan terakhir
dengan pelarut polar. Senyawa-senyawa yang berifat polar akan larut ke pelarut
polar, begitu juga senyawa yang bersifat nonpolar akan larut ke pelarut nonpolar.
(Harborne, 2006)

2.6 Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitan
atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan
metode atau cara pengukuran dengan menggunkan alat ini disebut dengan
spektrofotometri. Spektrofotometer terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang diabsorbsi.
Jadi spektrofotometer merupakan alat atau instrument yang digunakan untuk
mengukur absorbsi atau penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu
(Khopkor, 2003). Spektrofotometer UV (ultra violet) dan visibel terbagi dalam
beberapa daerah yaitu: daerah ultraviolet jauh < 200 nm, daerah ultraviolet tengah
200-400 nm, daerah sinar tampak 400-800 nm (Gholib & Rohman, 2009).

18
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Akar C. flavescens Korth

Ekstraksi dengan
fraksinasi bertingkat
Kontrol (+) Kontrol (-)

Kurkumin Ekstrak n-heksan Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol Metanol

Sifat Antioksidan

Spektrofotometri

Nilai IC50

Analisis

3.2 Hipotesis Penelitian

H 1 : Ada perbedaan aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 antara


ketiga fraksi akar C. flavescens Korth dan ketiga fraksi dengan
kurkumin.
H0 : Tidak ada perbedaan aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50
antara ketiga fraksi akar C. flavescens Korth dan ketiga fraksi dengan
kurkumin.

19
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Penelitian yang dilakukan berupa penelitian eksperimental laboratoris (true
experiment) dengan rancangan Post test only control group design, suatu
rancangan percobaan yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol yang hanya dinilai efeknya setelah diberi perlakuan.

4.2 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Universitas
Mulawarman. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2015.

4.3 Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi Sampel
Sampel penelitian berupa akar dari tanaman C. flavescens Korth yang diambil
dari desa Suatang, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur dengan ordinat Selatan:
02° 01’ 40,9” , Timur: 116° 07’ 12,0”, setinggi 42 m di atas permukaan laut.
Sebagian spesimen dibuat herbarium dan difoto, diterminasi dengan dibantu oleh
Laboratorium Dendrologi dan Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Universitas
Mulawarman untuk memperoleh keabsahan bahan spesimen.

4.3.2 Teknik Sampling


Setelah tumbuhan diidentifikasi, selanjutnya diambil salah satu bagian dari
tanaman C. flavescens Korth yaitu akarnya. Pengambilan sampel dilakukan secara
manual, secara acak atau random karena peneliti memperkirakan bahwa setiap
sampel dalam populasi bersifat homogen.

4.4 Variabel Penelitian


4.4.1 Variabel Bebas
Konsentrasi ekstrak fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol akar C.
flavescens Korth serta kurkumin.

20
4.4.2 Variabel Terikat
Persentase (%) peredaman radikal DPPH oleh ekstrak fraksi n-heksan, etil
asetat dan metanol akar C. flavescens Korth serta kurkumin.

4.5 Definisi Operasional


4.5.1 Fraksi Ekstrak Akar C. flavescens Korth
Fraksi ekstrak akar C. flavescens Korth adalah ekstrak yang didapatkan
melalui perendaman akar C. flavescens Korth menggunakan pelarut n-heksan, etil
asetat dan metanol.

4.5.2 Persentase Peredaman Radikal DPPH


𝐴𝑜 − (𝐵1 − 𝐴1 )
persentase peredaman = x 100 %
𝐴𝑜
Keterangan :
A0 = nilai absorbansi larutan DPPH
A1 = nilai absorbansi larutan sampel
B1 = nilai absorbansi larutan DPPH ditambah larutan sampel

4.5.3 IC50 (Inhibition Concenteration)


IC50 adalah konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen
penghambatan terhadap radikal bebas sebesar 50% yang dihitung dari persamaan
regresi linier.

4.6 Instrumen Penelitian


4.6.1 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah rotary evaporator
RVOG-ML 1-B (IKA), timbangan digital (sartorius), vorteks, desikator,
spektrofotometer, tabung reaksi, kertas saring, tempat tabung reaksi, inkubator.

4.6.2 Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang dignunakan dalam penelitian ini adalah akar tanaman
C. flavescens Korth, pelarut n-heksan, pelarut etil asetat, pelarut metanol,
kurkumin, aquades, DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil).

21
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Persiapan Sampel
Akar tanaman C. flavescens Korth yang telah dikumpulkan, dibersihkan,
dikeringkan di dalam lemari pengering kemudian dihaluskan secara manual lalu
disimpan pada suhu ± 60°C selama 3 hari sampai kering.

4.7.2 Ekstraksi
Ekstraksi akar tanaman C. flavescens Korth dengan menggunakan metode
maserasi dan fraksinasi. Berikut ini tahapan ekstraksi:
1. Serbuk akar C. flavescens Korth sebanyak 600 gr dimasukkan ke dalam
toples, tambahkan pelarut n-heksan sebanyak 2400 ml hingga seluruh
sampel terendam.
2. Toples disimpan pada tempat yang terlindung cahaya matahari dan
dibiarkan selama 5 hari sambil dibolak balik (diaduk), kemudian
disaring dengan menggunakan corong kaca dan kertas saring serta
penyedot vakum untuk memisahkan filtrat dari residunya.
3. Hasil filtrat n-heksan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu ±
40°C untuk menguapkan pelarut dan didapatkan fraksi ekstrak n-heksan.
4. Residu dari n-heksan pada langkah ke-2 diangin-anginkan kemudian
ditambahkan dengan pelarut etil asetat sebanyak 2400 ml dan dibiarkan
selama 5 hari kemudian disaring dan dipisahkan filtrat dari residunya
(sama seperti langkah ke-2).
5. Hasil filtrat etil asetat dari langkah ke-4 dipekatkan dengan rotary
evaporator (sama seperti langkah ke-3) sehingga didapat fraksi ekstrak
etil asetat.
6. Residu dari etil asetat pada langkah ke-4 diangin-anginkan kemudian
ditambahkan dengan pelarut metanol sebanyak 2400 ml dan dibiarkan
selama 5 hari kemudian disaring dan dipisahkan filtrat dari residunya.
7. Hasil filtrat metanol dari langkah ke-6 dipekatkan dengan rotary
evaporator sehingga didapat fraksi ekstrak metanol. Residu yang ada
kemudian dibuang.
8. Hasil ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol akar C. flavescens Korth
yang telah didapat disimpan dalam desikator kemudian diuji dan

22
dibandingkan aktivitas antioksidan dari tiga ekstrak tersebut.

4.8 Uji Peredaman Radikal Bebas (DPPH)


Seperti yang dijelaskan oleh Blois (1958), uji DPPH dengan sedikit
modifikasi, yaitu : larutan ekstrak 2 ml dimasukkan ke dalam lima buah tabung
reaksi dengan perbedaan konsenterasi (akan dilakukan uji pendahuluan terlebih
dulu) yang dilarutkan dalam metanol (dilakukan secara triplo) ditambah larutan
DPPH 40 ppm sebanyak 1 ml. Siapkan juga tabung berisi larutan kurkumin 2 ml
dengan konsentrasi seperti bahan ekstrak sebagai kontrol positif dan ditambahkan
larutan DPPH 40 ppm sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam inkubator pada
suhu 37°C selama 30 menit. Sedangkan untuk kontrol negatif yaitu 2 ml metanol
ditambah 1 ml DPPH, selanjutnya serapannya dibaca dengan spektrofotometer λ =
517 nm setelah itu diukur absorbansinya dan dihitung besarnya presentase
peredaman DPPH dengan rumus :
𝐴𝑜 − (𝐵1 − 𝐴1 )
persentase peredaman = x 100 %
𝐴𝑜
Keterangan :
A0 = nilai absorbansi larutan DPPH
A1 = nilai absorbansi larutan sampel
B1 = nilai absorbansi larutan DPPH ditambah larutan sampel

4.9 Pengolahan dan Penyajian Data


Data diproses dengan menggunakan program Microsoft Excell 2007 dan
SPSS versi 19. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel.

4.10 Teknik Analisis Data


Untuk mengetahui apakah data memiliki persebaran yang normal atau tidak
akan dilakukan uji Shapiro Wilk terlebih dahulu. Jika data terdistribusi normal
maka akan dilakukan analisis dengan one way ANOVA dan kemudian dilanjutkan
dengan uji PostHoc untuk melihat kelompok sampel mana yang terdapat
perbedaan. Namun jika data memiliki persebaran yang tidak normal maka akan
dilakukan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.

23
4.11 Kerangka Kerja

Sampel akar
C. flavescens Korth
Dihaluskan

Sampel serbuk akar


C. flavescens Korth
Ekstraksi +
n-heksan 2400 ml

Residu fraksi Ekstrak akar


akar n-heksan n-heksan

Ekstraksi +
etil asetat 2400 ml

Residu fraksi Ekstrak akar


akar etil asetat etil asetat
Ekstraksi +
metanol 2400 ml

Residu fraksi Ekstrak akar


akar metanol metanol

24
Konsentrasi 1a, 1b, 1c DPPH

Konsentrasi 2a, 2b, 2c DPPH


Ekstrak akar IC50
Konsentrasi 3a, 3b, 3c DPPH
n-heksan
Konsentrasi 4a, 4b, 4c DPPH

Konsentrasi 5a, 5b, 5c DPPH

Konsentrasi 1a, 1b, 1c DPPH

Konsentrasi 2a, 2b, 2c DPPH


Ekstrak akar
etil asetat Konsentrasi 3a, 3b, 3c DPPH IC50

Konsentrasi 4a, 4b, 4c DPPH

Konsentrasi 5a, 5b, 5c DPPH


Analisis
Konsentrasi 1a, 1b, 1c DPPH

Konsentrasi 2a, 2b, 2c DPPH


Ekstrak akar
metanol Konsentrasi 3a, 3b, 3c DPPH IC50

Konsentrasi 4a, 4b, 4c DPPH

Konsentrasi 5a, 5b, 5c DPPH

Konsentrasi 1a, 1b, 1c DPPH

Konsentrasi 2a, 2b, 2c DPPH

Kurkumin Konsentrasi 3a, 3b, 3c DPPH IC50

Konsentrasi 4a, 4b, 4c DPPH

Konsentrasi 5a, 5b, 5c DPPH

25
BAB 5
HASIL

Penelitian eksperimen menguji kekuatan hubungan antar variabel dengan


adanya perlakuan atau intervensi. Salah satu jenis penelitian eksperimen adalah
eksperimen murni (true experiment) yang di dalamnya terdapat intervensi dari
peneliti, adanya kelompok kontrol serta randomisasi. Penelitian ini menggunakan
desain eksperimen murni dan hanya akan dinilai efek peredaman radikal
DPPH-nya setelah diberi perlakuan (Post test only control group design).
Pengujian aktivitas antioksidan pada ketiga fraksi ekstrak akar
tambolekar (Coptosapelta flavescens Korth) dan kurkumin sebagai kontrol positif
dilakukan dengan metode peredaman radikal DPPH dengan konsentrasi yang
berbeda-beda yang dapat dilihat pada tabel. Setiap sampel dilakukan pengulangan
sebanyak tiga kali. Setelah semua data nilai absorbansi diperoleh, kemudian
dikonversi menjadi persentase peredaman radikal DPPH. Nilai rata-rata
persentase peredaman radikal DPPH dengan tiga kali pengulangan dari tiap
sampel dapat dilihat dalam tabel 5.1, 5.2, 5.3 dan tabel 5.4 di bawah ini:
Tabel 5.1 Nilai rata-rata persentase peredaman radikal DPPH fraksi n-heksan
Persentase peredaman radikal DPPH (Mean±SD)
Sampel
500 ppm 750 ppm 1000 ppm 1250 ppm 1500 ppm
n-heksan 14,45±19,90 25,22±18,91 67,41±12,77 63,88±4,62 67,16±6,81

Tabel 5.2 Nilai rata-rata persentase peredaman radikal DPPH fraksi etil asetat
Persentase peredaman radikal DPPH (Mean±SD)
Sampel
5 ppm 10 ppm 25 ppm 50 ppm 75 ppm
Etil asetat -2,83±24,03 7,57±11,54 17,89±12,93 62,99±26,47 69,68±5,18

Tabel 5.3 Nilai rata-rata persentase peredaman radikal DPPH fraksi metanol
Persentase peredaman radikal DPPH (Mean±SD)
Sampel
100 ppm 200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm
Metanol 11,14±9,42 24,16±13,05 34,82±14,93 32,46±6,03 60,14±6,03
Keterangan: ppm = part per million, SD = standar deviasi

26
Tabel 5.4 Nilai rata-rata persentase peredaman radikal DPPH kurkumin
Persentase peredaman radikal DPPH (Mean±SD)
Sampel
5 ppm 7,5 ppm 10 ppm 12,5 ppm 15 ppm
Kurkumin 29,13±5,73 42,46±9,39 54,74±9,02 64,37±5,35 79,72±7,62

Perbandingan aktivitas antioksidan dilakukan dengan membandingkan


nilai IC50. Setelah didapatkan persentase peredaman radikal DPPH, selanjutnya
dilakukan penghitungan nilai IC50 dengan memasukkan nilai peredaman tersebut
yang kemudian dikonversikan melalui rumus regresi linier pada program
Microsoft Office Excel. Grafik regresi linier dapat dilihat pada lampiran 5. Rumus
regresi linier serta nilai IC50 keempat sampel dapat dilihat pada tabel 5.5, 5.6, 5.7,
dan tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.5 Rumus regresi dan nilai IC50 fraksi n-heksan

Sampel Rumus regresi Nilai IC50 Rata-rata IC50 (Mean±SD)


n-heksan 1 y = 0,038x + 22,97 711,3157895
n-heksan 2 y = 0,068x – 28,78 1158,52941 997,97 ± 248,85
n-heksan 3 y = 0,066x – 24,19 1124,091

Tabel 5.6 Rumus regresi dan nilai IC50 fraksi etil asetat

Sampel Rumus regresi Nilai IC50 Rata-rata IC50 (Mean±SD)


Etil asetat 1 y = 0,084x + 16,76 37,60181
Etil asetat 2 y = 1,375x – 26,15 55,3818182 49,12 ± 9,99
Etil asetat 3 y = 1,028x – 5,923 54,39981

Tabel 5.7 Rumus regresi dan nilai IC50 fraksi metanol

Sampel Rumus regresi Nilai IC50 Rata-rata IC50 (Mean±SD)


metanol 1 y = 0,095x + 12,61 393,5789
metanol 2 y = 0,124x – 15,01 524,2742 459,55 ± 65,35
metanol 3 y = 0,099x + 4,381 460,798

Tabel 5.8 Rumus regresi dan nilai IC50 kurkumin

Sampel Rumus regresi Nilai IC50 Rata-rata IC50 (Mean±SD)


kurkumin 1 y = 4,877x + 12,74 9,689776
kurkumin 2 y = 4,484x + 4,221 10,20941 9,17 ± 1,35
kurkumin 3 y = 5,409x – 2,412 7,639943
Keterangan: IC50 = inhibition concentration 50, SD = standar deviasi
Setelah diketahui rata-rata nilai IC50 dari setiap sampel, selanjutnya
dilakukan uji normalitas Shapiro Wilk untuk mengetahui apakah nilai IC50

27
peredaman radikal DPPH tersebut berdistribusi normal atau tidak. Dari hasil uji
normalitas tersebut didapatkan nilai p = 0,132 untuk fraksi n-heksan, p = 0,094
untuk fraksi etil asetat, p = 0,968 untuk fraksi metanol dan p = 0,368 untuk
kurkumin. Tabel hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran 7. Berdasarkan
nilai p setiap sampel tersebut, disimpulkan bahwa data memiliki distribusi yang
normal (p > 0,05). Selanjutnya dilakukan uji ANOVA satu arah untuk melihat
apakah ada perbedaan atau tidak ada perbedaan yang bermakna antar keempat
sampel. Tabel hasil uji ANOVA satu arah dapat dilihat pada lampiran 8. Hasil
yang didapatkan dari uji ANOVA tersebut p = 0,000 yang berarti terdapat
perbedaan bermakna antar keempat sampel (p < 0,05). Kemudian dilakukan uji
kesamaan varians dengan uji Levene dan didapatkan hasil p = 0,003 yang berarti
data tidak homogen. Tabel hasil uji kesamaan varians dapat dilihat pada lampiran
9. Untuk melihat sampel mana saja yang memiliki perbedaan bermakna
berdasarkan hasil uji ANOVA dengan data yang tidak homogen berdasarkan hasil
uji Levene, maka dilakukan uji PostHoc Games-Howell. Kesimpulan yang
diberikan dari hasil uji Games-Howell bahwa fraksi etil asetat dengan metanol,
etil asetat dengan kurkumin dan fraksi metanol dengan kurkumin adalah
kelompok sampel yang memiliki perbedaan yang bermakna dengan nilai p =
0,019 untuk fraksi etil asetat dengan metanol, p = 0,047 untuk fraksi etil asetat
dengan kurkumin, p = 0,017 untuk fraksi metanol dengan kurkumin (p < 0,05).
Tabel hasil uji Games-Howell dapat dilihat pada lampiran 10.

28
BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Pengantar
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan aktivitas
antioksidan dari ketiga fraksi ekstrak akar tambolekar (Coptosapelta flavescens
Korth) yaitu ekstrak n-heksan, etil asetat dan ekstrak metanol serta kurkumin.
Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah bagian akar tambolekar (C.
flavescens Korth). Tahap pengerjaan diawali dengan persiapan sampel, ekstraksi
sampel dan uji aktivitas antioksidan dengan metode peredaman radikal DPPH.

6.2 Interpretasi dan diskusi hasil


Pada proses penghalusan akar didapatkan 600 g bubuk halus akar
tambolekar berwarna kuning coklat. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi.
Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi dengan cara maserasi karena cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan cukup sederhana. Waktu maserasi pada
umumnya 3 hari, waktu ini dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan bahan yang
diekstraksi pada bagian dalam dan luar sel. Prinsip dari metode ini adalah osmosis
dan difusi, yaitu pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan terdesak keluar akibat
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel sehingga
metabolit sekunder yang terdapat dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut.
Peristiwa tersebut berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi di dalam dan
di luar sel. Agar tidak terjadi perbedaan konsentrasi yang besar antara larutan di
dalam dan di luar sel maka saat maserasi dilakukan pengadukan (Hargono et
al.,1986). Hasil maserasi disaring dengan menggunakan kertas saring untuk
memisahkan filtrat dari ampas serbuk akar tambolekar (C. flavescens Korth).
Filtrat akar kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C,
sedangkan ampas atau residunya dimaserasi lagi dengan pelarut yang berbeda.
Proses ini dilakukan berulang kali sampai pelarut jernih.
Dalam penelitian ini dilakukan proses fraksinasi langsung dengan tiga
pelarut yaitu n-heksan (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar)
yang bertujuan untuk memisahkan metabolit sekunder akar tambolekar mulai dari

29
yang non polar sampai polar. Proses ini dilakukan berturut-turut dengan larutan
penyari selektif sehingga dapat memisahkan kelompok kandungan kimia tersebut.
Dimulai dengan pelarut non polar kemudian semi polar dan terakhir dengan
pelarut polar (Harborne, 2006).
Pengujian perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak n-heksan, etil asetat
dan metanol akar tambolekar (C. flavescens Korth) serta kurkumin dilakukan
dengan metode DPPH. Metode ini sering digunakan untuk mendeteksi
kemampuan antiradikal suatu senyawa karena hasilnya terbukti akurat, reliable,
praktis dan relatif cepat. Larutan DPPH dapat dengan mudah bereaksi pada semua
ikatan senyawa yang larut air, larut lemak, yang tidak terikat, maupun yang
menempel pada dinding sel dari tumbuhan dan DPPH dapat diredam oleh
berbagai macam jenis antioksidan (Prakash et al., 2001).
Pada penelitian ini digunakan kontrol positif kurkumin untuk
membandingkan efek antioksidannya dengan fraksi ekstrak setiap sampel uji.
Kurkumin digunakan sebagai kontrol positif karena berasal dari tanaman obat
yang terbukti mempunyai efek antioksidan yang sangat kuat. Dalam penelitian ini
diketahui nilai IC50 kurkumin sebesar 9,17 ppm.
Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 konsentrasi
yang berbeda pada tiap sampel. Setelah didapatkan semua nilai absorbansi sampel
yang dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm, nilai
tersebut kemudian dikonversi menjadi persentase peredaman radikal DPPH dan
dilanjutkan dengan menghitung nilai IC50. Nilai IC50 adalah besarnya konsentrasi
ekstrak tumbuhan yang dapat meredam radikal DPPH sebesar 50%. Nilai IC50
didapatkan dengan memasukkan nilai peredaman radikal tersebut kemudian
dikonversikan melalui rumus regresi.
Hasil penghitungan persentase peredaman radikal DPPH fraksi n-heksan,
etil asetat dan fraksi metanol akar tambolekar (C. flavescens Korth) serta
kurkumin dapat dilihat pada tabel 5.1, tabel 5.2, tabel 5.3 dan tabel 5.4. Setelah
mendapatkan nilai persentase peredaman radikal DPPH setiap sampel uji,
selanjutnya menghitung nilai IC50 dengan rumus regresi linier. Dari rumus tersebut
didapat nilai IC50 masing-masing fraksi dan kurkumin di setiap pengulangannya.
Kemudian dihitung rata-rata nilai IC50 tersebut dan diapatkan hasil untuk fraksi
n-heksan adalah 997,97 ± 248,85 %, fraksi etil asetat sebesar 49,12 ± 9,99 %,

30
fraksi metanol sebesar 459,95 ± 65,35 % dan kurkumin sebesar 9,17 ± 1,35 %.
Dari hasil tersebut diketahui bahwa fraksi etil asetat adalah sampel uji yang
memiliki aktivitas antioksidan terbaik (49,12 ppm) dibandingkan dengan n-heksan
(997,97 ppm) dan metanol (459,95 ppm). Semakin kecil nilai IC50 suatu sampel
maka semakin besar aktivitas antioksidan yang dimilikinya. Tabel 6.1 berikut
menyajikan pengelompokan aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 dalam
satuan ppm:
Tabel 6.1 Pengelompokan aktivitas antioksidan (Blois, 2003)

Aktivitas antioksidan Nilai IC50 (ppm)


Sangat kuat < 50
Kuat 50 – 100
Sedang 101 – 250
Lemah 251 – 500
Tidak aktif > 500
Keterangan: IC50 = inhibition concentration, ppm = part per million
Dalam penelitian ini diketahui bahwa fraksi etil asetat memiliki aktivitas
antioksidan terbaik dibandingkan fraksi yang lain. Namun aktivitas
antioksidannya tidak sebaik aktivitas antioksidan yang dimiliki kurkumin (9,17
ppm) sebagai kontrol positif. Meskipun tidak sebaik kurkumin, nilai rata-rata IC50
etil asetat tergolong dalam kelompok aktivitas antioksidan yang sangat kuat.
Dengan kata lain, fraksi etil asetat dan kurkumin memiliki aktivitas antioksidan
yang setara berdasarkan tabel 6.1 di atas.
Mengingat penggunaan di masyarakat khususnya di desa Suatang,
Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, akar tanaman ini masih digunakan untuk
mengobati batuk pilek. Daya tahan tubuh atau stamina yang menurun dapat
memicu keadaan batuk pilek tersebut. Jika dikaitkan dengan antioksidan,
penurunan daya tahan tubuh atau stamina tersebut berhubungan dengan fungsi
antioksidan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rezeky (2009)
bahwa akar tanaman ini dapat meningkatkan stamina.
Penelitian yang dilakukan (Setyorini, 2015) untuk mendeteksi metabolit
sekunder pada fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol akar tambolekar
menunjukkan bahwa pada setiap fraksi akar tambolekar terdapat senyawa
polifenol, terpenoid/steroid dan antrakuinon. Dalam penelitiannya sampel yang
digunakan diperoleh dari daerah yang sama dalam penelitian ini. Setelah

31
dilakukan pengujian antioksidan kualitatif pada sampel tersebut, diketahui bahwa
senyawa polifenol dan antrakuinon memiliki sifat antioksidan pada fraksi etil
asetat dan metanol. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang artinya
memiliki sifat atau dapat menarik senyawa polar dan juga senyawa non polar
(Harwood & Moody, 1989). Berdasarkan hasil pengujian secara kuantitatif,
diperkirakan bahwa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antioksidan pada
tanaman ini lebih banyak terdapat di dalam pelarut etil asetat.
Sebagai pembanding, penelitian yang dilakukan Al-Amrie’ (2011) untuk
menguji aktivitas antioksidan akar tambolekar menunjukkan bahwa fraksi
n-heksan adalah sampel yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik diantara
sampel lainnya dengan nilai IC50 sebesar 69,02 ppm sedangkan fraksi etil asetat
memiliki nilai IC50 sebesar 97,64 ppm. Sampel yang digunakan dalam
penelitiannya diperoleh dari tempat yang berbeda dengan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini. Dalam uji pendahuluannya, diketahui bahwa akar tanaman
ini memiliki metabolit sekunder yaitu golongan alkaloid, senawa fenolik,
antrakuinon serta saponin. Metabolit sekunder yang bersifat antioksidan adalah
golongan alkaloid dan senyawa fenolik.
Beberapa hal yang dapat menjelaskan perbedaan hasil penghitungan
aktivitas antioksidan ini diantaranya yaitu kandungan metabolit sekunder dan
metode yang digunakan. Menurut Hargono et al., (1986), faktor-faktor seperti
daerah atau lokasi tumbuhnya tanaman, usia tanaman, waktu pengambilan
simplisia, penyimpanan bahan tanaman dan pelarut yang digunakan dapat
mempengaruhi jumlah senyawa aktif yang teridentifikasi saat penelitian. Oleh
karena itu, aktivitas antioksidan suatu senyawa aktif tanaman dapat tidak
terdeteksi saat pengujian tergantung dari faktor-faktor di atas. Faktor lain yang
mungkin berperan adalah metode yang digunakan. Dalam penelitian ini, ekstraksi
tanaman diawali dengan melarutkannya dalam pelarut non polar kemudian semi
polar dan polar. Sementara itu cara ekstraksi yang dilakukan Al-Amrie (2011)
adalah diawali dengan melarutkannya dalam pelarut polar dan sampel yang
digunakan berupa ekstrak kasar atau crude extract. Adanya beberapa perbedaan
tersebut dapat memberikan hasil yang berbeda pula. Seperti yang dijelaskan oleh
Takaya, Kondo, Furukawa, & Niwa (2003), meskipun suatu senyawa uji
memperlihatkan aktivitas antioksidan yang tinggi dengan salah satu metode, tapi

32
tidak selalu akan memberikan hasil yang sama baiknya jika menggunakan metode
yang lain sehingga disarankan untuk mengukur aktivitas antioksidan dengan
berbagai macam metode.

6.3 Keterbatasan penelitian


Keterbatasan yang ada dalam penelitian ini adalah adanya peralatan
laboratorium yang tidak tersedia di laboratorium farmakologi FK Unmul
mengharuskan peneliti mencari peralatan yang ada di fakultas lain, sehingga
peneliti harus menyesuaikan keadaan peralatan laboratorium yang ada dan
mungkin kurang sesuai dengan yang direncanakan.

33
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Nilai IC50 yang diperoleh yaitu 997,97 ppm untuk fraksi n-heksan, 49,12 ppm
untuk fraksi etil asetat, 459,55 ppm untuk fraksi metanol dan 9,17 ppm untuk
kurkumin. Fraksi n-heksan tidak aktif sebagai antioksidan, fraksi etil asetat dan
kurkumin memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat, fraksi metanol
memiliki aktivitas antioksidan yang lemah.

7.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjut dari fraksi etil asetat akar tambolekar secara
in vivo dengan menggunakan hewan coba untuk menguji efek lain terkait
antioksidan seperti antihipertensi, antihepatotoksik, antiinflamasi dan lain-lain.

34
DAFTAR PUSTAKA

Al' Amrie, A. F. (2011). Aktivitas Antioksidan Akar Merung Terhadap Radikal


Bebas DPPH (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Mulawarman,
Samarinda.

Apak, R., Guclu, K., Demirata, B., Ozyurek, M., Celik, S. E., Bektasoglu, B., et al.
(2007). Comparative Evaluation of Various Total Antioxidant Capacity
Assays Applied to Phenolic Compounds with the CUPRAC Assay. Molecules,
1496-1547.

Araujo, C. A., & Leon, L. L. (2001). Biological activities of Curcuma longa L.


Mem. Inst. Oswaldo Cruz , 723-728.

Arnelia. (2002). Fitokimia, Komponen Ajaib Cegah PJK, Diabetes Melitus dan
Kanker .

Ballinger, S. W., Patterson, C., Knight-Lozano, C. A., Burow, D. L., Conklin, C.


A., Hu, Z., Reuf, J., Horaist, C., Lebovitz, R., Hunter, G. C., McIntyre, K., &
Runge, M. S. (2002). Mitochondrial integrity and function in atherogenesis.
Circulation , 544-549.

Benzie, I., & Strain, J. (1996). The ferric reducing ability of plasma (FRAP) as a
measurement of 'antioxidant power': the FRAP assay. Anal Biochem, 70-76.

Blois. (2003). Comparison of Antioxidant Activities of Isoflavones from Kudzu


Root. JFS, 68(6):1.

Blois, M. S. (1958). Antioxidant determinations by the use of a stable free radical.


Nature 181, 1199-1200.

Bouayed, J., & Bohn, T. (2010). Exogenous antioxidants-Double-edged swords in


celluler redox state. Health beneficial effects at physiologic doses versus
deleterious effects at high doses . Oxidative Medicine and Celluler Longevity ,
228-237.

Cao, G., Alessio, H. M., & Cutler, R. G. (1993). Oxygen-radical absorbance


capacity assay for antioxidants. Free radical Biol med, 303-311.

Chakraborty, P., Kumar, S., Dutta, D., & Gupta, V. (2009). Role of Antioxidants in
Common Health Diseases. Research Journal of Pharmacy and Technology. ,
238-244.

Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U., & Banerjee, R. K. (2004).


Tumeric and Curcumin : Biological actions ans medicinal applications.
Current Science , 44-53.

Commandeur, J. R., & Vermeulen, N. P. (1996). Cytotoxicity and cytoprotective

35
activities of natural compounds. The case of Curcumin. Xenobiotica ,
667-680.

Depkes, R. I. (2000). Parameter Standart Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 10-11.

Droge, W. (2002). Free radicals in the physiological control of cell function.


Review. Physiol Rev , 47-95.

Eigner, D., & Schulz, D. (1999). Ferula asa-foetida and Curcuma longa in
traditional medical treatment and diet in Nepal. J. Ethnopharmacol , 1-6.

Fajarwati, & Ellys, I. (2001). Pengaruh Rumput Laut (Euchema spinosum)


Terhadap Radikal Bebas pada Hepar Tikus (Rattus novergicus) yang
Mendapat Diet Kolesterol Tinggi. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas
Brawijaya, Malang.

Fleming, I., Michaelis, U. R., Bredenkotter, D., Fisslthaler, B., Dehghani, F.,
Brandes, R. P., et al. (2001). Endothelium derived hyperpolarizing factor
synthase (Cytocrom P450 2C9) is a funtionally significant source of reactive
oxygen species in coronay arteries. Circ Res , 44-51.

Galle, J. (2001). Oxidative stress in chronic renal failure. Nephro Dial Transplant ,
42.

Gamaliana, D. Y. (2010). Uji Aktivitas Afrodisiaka Fraksi Etil Asetat Akar


Manuran (Coptosapelta tomentosa Valeton ex. K. Heyne) terhadap mencit
putih jantan. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarmasin .

Gholib, I., & Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Griendling, K. K., Sorescu, D., & Ushio-Fukal, M. (2000). NAD(P)H oxidase:


role in cardiovascular biology and disease. Circ Res 86, 494-501.

Halliwel, B. (2007). Dietary polyphenols : good, bad, or indifferent for your


health. Cardiovascular Research , 341-347.

Halliwell, B. (2007). Biochemistry of Oxidative Stress. Biochem Soc Trans ,


1147-50.

Halliwell, B., & Gutteridge, J. (1999). Free Radicals in Biology and Medicine.
New York: Oxford University Press.

Hanani, E., Mun'im, & Sekarini, R. (2005). Identifikasi Senyawa Antioksidan


dalam Spons callyspongia Sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu
Kefarmasian Vol.2, 127-133.

Harborne, J. B. (2006). Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis

36
tumbuhan Cetakan ke-4. Bandung: ITB.

Hargono, D., Sutarno, S.,Pramono, S., Rahayu, TR., Tanuatmadja, IJS.,


Sumarsono. (1986). Sediaan Galenik dan Uji Klinik Obat Tradisional.
Katalog dalam Terbitan Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Harrison, D. G. (1997). Celluler and moleculer mechanisms of endothelial cell


dysfunction. J Clin Invest , 2153-2157.

Harwood, L. M, & C. J Moody. 1989. Experimental Organic Chemistry,


Principles and Practices. Blackwel Scientific Publications: Oxford, UK.

Hashimoto, M., Rockenstein, E., Crews, L., & Masliah, E. (2003). Role of protein
aggregation in mitochondrial dysfunction and neurodegeneration in
Alzheimer's and Parkinson's disease. Neuromolecular Med, Vol. 4 , 21-36.

Hastaniah. (2014). Hasil Identifikasi Tanaman. Laboratorium Dendrologi dan


Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman .

Heish, C. C., Yen, M. H., Yen, C. H., & Lau, Y. T. (2001). Oxidized low density
lipoprotein induces apoptosis via generation of reactive oxygen species in
vascular smooth muscle cells. Cardiovasc Res , 135-145.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III ccetakan ke-1. Jakarta:
Balitbang Kehutanan.

Holland, J. A., Pritchard, K. A., Pappolla, M. A., Wolin, M. S., Rogers, N. J., &
Stemermen, M. B. (!990). Bradykinin induces superoxide anion release from
human endothelial cells. J Cell Physiol , 21-25.

Hounkong, K., Sawangjaroen, N., Kongyen, W., Rukachaisirikul, V.,


Voravuthikunchai, S. P., & Phongpaichit, S. (2014). Anti-intestinal protozoan
activites of 1-hydroxy-2-hydroxymethylantraquinone from Coptosapelta
flavescens. Asia Pacific Journal of Tropical Disease , 457-462.

Hurrell, R. (2003). Influence of vegetable protein sources on trace element and


mineral bioavailability. J. Nutr , 2973-2977.

Joe, B., Vijaykumar, M., & Lokesh, B. R. (2004). Biological properties of


curcumin-cellular and molecular mechanisms of action. Critical Review in
Food Science and Nutrition , 97-112.

Kemenkes R I. (2010). Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan


Intelegensia Akibat Gangguan Degeneratif. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 264/SK/Menkes/2010 .

Kerr, S., Brosnan, M. J., McIntyre, M., Reid, J. L., Dominiczak, A. F., & Hamilton,
C. A. (1999). Superoxide anion production is increased in a model of genetic

37
hypertension; role of the endothelium. Hypertension , 1353-1358.

Khopkor, S. M. (2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Kosala, K. (2014). Mendeteksi Efek Antioksidan Metabolit Sekunder Ekstrak


Akar Coptosapelta flavescens Korth. (KTI tidak dipublikasikan). Universitas
Mulawarman, Samarinda.

Langseth, L. (1996). Oxidants, and Antioxidants Diseases Prevention. Belgium:


International Life Science Institute.

Lippincott, W. (2008). Parh's Pathophysiology: Concepts of Altered Health States,


seventh edition.

Mahyuddin, I. (2012). Potensi Antimikroba Ekstrak Akar Merung (Coptosapelta


tomentosa). (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Mulawarman:
Samarinda.

Massicot, F., Martin, C., Dutertre-Catella, H., Ellouk-Achard, S., & Pham-Huy, C.
(1997). Modulation of energy status and cytotoxicity induced by FK506 and
cyclosporin A in renal ephitelial cell line. Arch Toxicol , 529-31.

Mattson, M. P., Gleichmann, M., & Cheng, A. (2008). Mitochondria in


neuroplasticity and neurological disorders. . Neuron , 748-766.

Meiyanto, E. (1999). Kurkumin sebagai obat kanker: Menelusuri mekanisme aksi.


Majalah Farmasi Indonesia , 224-236.

Minh, V. V., Yen, N. T., & Thoa, P. T. (2014). Medicinal plants used by the Hre
community in the Ba To district of central Vietnam. Journal of Medicinal
Plants Studies, 2(3), 64-71.

Molyneux, P. (2004). The Use of The Stable Free Radical Diphenyl


Picrylhydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin
J. Sci. Technol , 211-219.

Noguchi, N., Watanabe, A., & Shi, H. (2000). Free Radicals. Res , 809-817.

Novianti, F. (2012). Uji Anthelmintik Ekstrak Akar Merung (Coptosapelta


tomentosa Terhadap Cacing Ascaridia Galli. (Skripsi tidak dipublikasikan).
Universitas Mulawarman, Samarinda.

Nugraha, D. F. (2010). Uji Aktivitas Afrodisiaka Fraksi n-Butanol Akar Manuran


(Coptosapelta tomentosa Valeton ex. K. Heyne) terhadap mecit jantan (Mus
musculus) galur DDY. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin.

Nurdiana, & Kulsum, U. (2003). Kajian Flavonoid Meniran (Phyllantus niruri L.)
Sebagai Antioksidan Pada Kerusakan Hepar Akibat Radikal Bebas. Jurnal

38
Imu-ilmu Hayati (Life Scince), 221-231.

Oktavia, D. (2012). Komposisi Vegetasi Dan Potensi Tumbuhan Obat Di Hutan


Kerangas Kabupaten Belitung Timur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ou, B., Hampsch-Woodill, M., & Prior, R. L. (2001). Development and validation
of an improved oxygen radical absorbnce capacity assay using fluorescein as
the fluorescent probe. J. Agric. Food Chem, 4619-4926.

Packer, L. (2000). Antioxidant in Diabetes Management. New York: Marcel


Dekker, Inc.

Pham-Huy, L. A., He, H., & Pham-Huy, C. (2008). Free Radicals, Antioxidants in
Diseases and Health. Review Article. International Journal of Biomedical
Science , 89-96.

Phan, S. H., Gannon, D. E., Varani, J., Ryan, U. S., & Ward, P. A. (1989).
Xanthine oxidase activity in rat pulmonary artery endothelial cells and its
alteration by activated neutrophils. Am J Pathol , 1201-1211.

Prakash, A., Rigelhof, F., & Miller, E. (2001). Antioxidant Activity. Medallion
Laboratories Analytical Progress , 1-6.

Rachman, F., Logawa, E. D., Hegartika, H., & Simanjuntak, P. (2008). Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Tunggal dan Kombinasinya dari Tanaman Curcuma spp.
Jurnal Ilmu Kefarmasian , 69-74.

Rachmat, Mochamad. (2013). Biostatistika Aplikasi pada Penelitian Kesehatan.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rafi, M., Niken, W., Elly, S., & Latifah, K. D. (2013). Aktivitas Antioksidan
Kadar Fenol dan Flavonoid Total dari Enam Tumbuhan Obat Indonesia.
Traditional Medicine Journal. 18 (1), 29-34.

Rao, M. N. (1997). Antioxidant properties of curcumin. Proceedings of the


International Symposium on Curcumin Pharmacochemistry (pp. 39-47).
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Rezeky, F. C. (2009). Aktivitas Afrodisiaka Ekstrak Metanol Akar Manuran Pada


Mencit Putih Jantan. (Skripsi tidak dipulikasikan). Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin

Rohmatussolihat. (2009). Antioksidan, Penyelamat Sel-Sel Tubuh Manusia.


BioTrends .

Rosidah, Y., Sadikun, A., & Asmawi, M. Z. (2008). Antioxidant Potential of


Gynura procumbens. Pharmaceutical Biolog. 46(9), 616-625.

39
Sadeg, N., Pham-Huy, C., Martin, C., Warnet, J. M., & Claude, J. R. (1993).
Effect of cyclosporin A and its metabolites and analogs on lipid peroxidation
in rabbit renal microsomes. Drug Chem Toxicol , 165-74.

Sahid, A., Kosala, K., Rosita, E., Jufriah, & Saidah. (2012). Hasil Wawancara tim
Ristoja 2012 Kab. Paser dengan batera, desa Suatang, Apar, Kec. Paser
Belengkong, Paser .

Sahidin, I. (2012). Mengenal Senyawa Alami. Pembentukan dan Pengelompokan


Secara Kimia. Kendari: Unhalu Press.

Sanders, S. P., Zweier, J. L., Kuppusamy, P., Harrison, S. J., Bassett, D. J.,
Gabrielson, E. W., & Sylvester, J. T. (1993). Hyperoxic sheep pulmonary
microvascular endothelial cells generate free radicals via mithocondrial
electron transport. J Clin Invest , 46-52.

Setyorini, A. (2015). Identifikasi Metabolit Sekunder Dan Deteksi Antioksidan


Ekstrak Fraksinasi Bertingkat Akar Coptosapelta Flavescens Korth Dengan
Kromatografi Lapis Tipis. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas
Mulawarman, Samarinda.

Shebis, Y., Iluz, D., Kinel-Tahan, Y., Dubinsky, Z., & Yehoshua, Y. (2013).
Natural Antioxidants: Function and Sources. Food and Nutrition Sciences ,
643-649.

Supari, F. (1996). Radikal Bebas dan Patofisiologi Beberapa Penyakit. Prosiding


Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan: Reaksi Biomolekuler, Dampak
terhadap Kesehatan dan Penangkalan. Bogor.

Takaya, Y., Kondo, Y., Furukawa, T., Niwa, M. 2003. Antioxidant Constituents of
Radish Sprout (Kaiware-daikon) Raphanus sativus L. J. Agric. Food Chem.
51, 8061-8066.

The Encyclopedia of Plants in Thailand. (2012, Agustus 6).


http://web3.dnp.go.th/botany/detail.aspx?words.

Utami, T. S., Arbianti, R., Hermansyah, H., Reza, A., & R, R. (2009).
Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Simpur (Dillenia
indica) dari Berbagai Metode Ekstraksi dengan Uji ANOVA. Seminar
Nasional Teknik Kimia Indonesia-STNKI 2009.

Valko, M., Izakovic, M., Mazur, M., Rhodes, C. J., & Telser, J. (2004). Role of
oxygen radicals in DNA damage and cancer incidence. . Moll Cell Biochem ,
37-56.

Valko, M., Leibfritz, D., Moncola, J., & Cronin, M. D. (2007). Free radicals and
antioxidants in normal physiological functions and human disease. Int J
Biochem Cell Biol , 44-84.

40
Valko, M., Rhodes, C. J., Moncol, J., & Izakovic, M. (2006). Free radicals, metals
and antioxidans in oxidative stress-induced cancer. Mini-review. Chem Biol
Interact , 1-40.

Vazquez-Vivar, J., Kalyanaraman, B., Martasek, P., Hogg, N., Masters, B. S.,
Karoui, H., Tordo, P., & Pritchard, KA, J., (1998). Superoxide generation by
endothelial nitric oxide synthase: the influence of cofactors. Proc Natl Acad
Sci (USA) , 9220-9225.

Wiart, C. (2006). Medical Plants Of The Asia Pacific : Drugs For The Future?
Malaysia: World Scientific Publishing.

Wibowo, E. K. (2013). Bioaktivitas Ekstrak Akar Merung (Coptosapelta


tomentosa Valeton K. Heyne) Terhadap Larva Aedes Aegypti dan Culex Sp.
(Skripsi tidak dipublikasikan). Unviersitas Mulawarman, Samarinda.

Willcox, J. K., Ash, S. L., & Catignani, G. L. (2004). Antioxidants and prevention
of chronic disease. Review. Crit Rev Food Sci Nutr , 275-95.

Winarsi, H. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.

Xia, Y., Tsai, A. L., Berka, V., & Zweier, J. L. (1998). Superoxide generatiion
from endothelial nitric-oxide synthase. A Ca2+/calmodulin-dependent and
tetrahydrobiopterin regulatory process. J Biol Chem , 25804-25808.

Yu, L., & Cheng, Z. (2008). Antioxidants Properties of Wheat Phenolic Acids in
Wheat Antioxidants. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

41
Lampiran 1
Surat Identifikasi Tanaman

42
Lampiran 2

Surat Kelayakan Etik

43
Lampiran 3

Pembuatan Konsentrasi Sampel

Rumus pengenceran: C1 × V1 = C2 × V2

Keterangan:
C1 = konsentrasi induk
V1 = volume larutan yang dicari
C2 = konsentrasi yang akan dibuat / yang diketahui
V2 = volume pelarut (metanol dengan volume 2 ml)

Sampel Fraksi n-heksan

Konsentrasi induk = 2000 ppm atau 2000 µg/ml


5 konsentrasi n-heksan yang digunakan yaitu 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm, 1250
ppm dan 1500 ppm
Pembuatan konsentrasi 500 ppm:
2000 × V1 = 500 × 2
500 × 2
V1 =
2000
V1 = 0,5 ml = 500 µl
Dengan konsentrasi induk 2000 ppm, maka diperlukan pelarut metanol sebanyak
1500 µl untuk melarutkan 500 µl n-heksan.

Pembuatan 4 konsentrasi fraksi n-heksan:


Konsentrasi (ppm) 750 1000 1250 1500
V. ekstrak (µl) 750 1000 1250 1500
V. metanol (µl) 1250 1000 750 500

Sampel Fraksi Etil Asetat

Konsentrasi induk = 2000 ppm atau 2000 µg/ml


5 konsentrasi etil asetat yang digunakan yaitu 5 ppm, 10 ppm, 25 ppm, 50 ppm
dan 75 ppm

Pembuatan ke-5 konsentrasi fraksi etil asetat:


Konsentrasi (ppm) 5 10 25 50 75
V. ekstrak (µl) 5 10 25 50 75
V. metanol (µl) 1950 1990 1975 1950 1925

44
(Lanjutan)

Sampel Fraksi Metanol

Konsentrasi induk = 2000 ppm atau 2000 µg/ml


5 konsentrasi metanol yang digunakan yaitu 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400
ppm dan 500 ppm

Pembuatan ke-5 konsentrasi fraksi metanol:


Konsentrasi (ppm) 100 200 300 400 500
V. ekstrak (µl) 100 200 300 400 500
V. metanol (µl) 1900 1800 1700 1600 1500

Sampel Kurkumin

Konsentrasi induk = 1000 ppm atau 1000 µg/ml


5 konsentrasi kurkumin yang digunakan yaitu 5 ppm, 7,5 ppm, 10 ppm, 12,5 ppm
dan 15 ppm

Pembuatan ke-5 konsentrasi kurkumin:


Konsentrasi (ppm) 5 7,5 10 12,5 15
V. ekstrak (µl) 10 15 20 25 30
V. metanol (µl) 1990 1985 1980 1975 1970

45
Lampiran 4
Tabel Data Nilai Absorbansi dan Persentase Peredaman DPPH Fraksi n-heksan
NiIai Absorbansi
Konsentrasi Persentase Peredaman DPPH Rata-rata
Sampel Kontrol Negatif
(ppm) Blanko Persentase
H1 H2 H3 KN1 KN2 KN3 1 2 3
500 0,249 0,301 0,293 0,006 0,383
0,383 0,289 0,315 36,553 -2,076 8,888 14,455
750 0,212 0,261 0,274 0,009 0,383
0,383 0,289 0,315 46,997 12,802 15,873 25,224
1000 0,086 0,104 0,153 0,01 333333
0,383 0,289 0,315 80,156 67,474 54,603 67,411
1250 0,131 0,128 0,129 0,012 0,383
0,383 0,289 0,315 68,929 59,861 62,857 63,882
1500 0,117 0,131 0,115 0,015 0,383
0,3 0,289 0,315 73,368 59,861 68,253 67,161

Tabel Data Nilai Absorbansi dan Persentase Peredaman DPPH Fraksi Etil Asetat
NiIai Absorbansi
Konsentrasi Persentase Peredaman DPPH Rata-rata
Sampel Kontrol Negatif
(ppm) Blanko Persentase
EA1 EA2 EA3 KN1 KN2 KN3 1 2 3
5 0,309 0,372 0,318 0,002 0,383
0,383 0,289 0,315 19,843 -28,027 -0,317 -2,833
10 0,312 0,302 0,308 0,007 0,383
0,383 0,289 0,315 20,365 -2,076 4,444 7,577
25 0,268 0,278 0,267 0,005 333333
0,383 0,289 0,315 31,331 5,536 16,825 17,897
50 0,045 0,177 0,178 0,02 0,383
0,383 0,289 0,315 93,472 45,674 49,841 62,996
75 0,155 0,092 0,117 0,02 0,383
0,3 0,289 0,315 64,751 75,086 69,206 69,681

Keterangan:
H1 = fraksi n-heksan ulangan ke-1 EA1 = fraksi etil asetat ulangan ke-1 KN1 = kontrol negatif ulangan ke-1
H2 = fraksi n-heksan ulangan ke-2 EA2 = fraksi etil asetat ulangan ke-2 KN2 = kontrol negatif ulangan ke-2
H3 = fraksi n-heksan ulangan ke-3 EA3 = fraksi etil asetat ulangan ke-3 KN3 = kontrol negatif ulangan ke-3
ppm = part per milion

46
(Lanjutan)

Tabel Data Nilai Absorbansi dan Persentase Peredaman DPPH Fraksi Metanol
NiIai Absorbansi
Konsentrasi Persentase Peredaman DPPH Rata-rata
Sampel Kontrol Negatif
(ppm) Blanko Persentase
M1 M2 M3 KN1 KN2 KN3 1 2 3
100 0,311 0,292 0,286 0,007 0,383
0,383 0,289 0,315 20,626 1,384 11,428 11,146
200 0,26 0,269 0,23 0,007 0,383
0,383 0,289 0,315 33,942 9,432 29,206 24,163
300 0,226 0,258 0,21 0,021 333333
0,383 0,289 0,315 46,475 17,993 40 34,822
400 0,244 0,216 0,237 0,012 0,383
0,383 0,289 0,315 39,425 29,411 28,571 32,469
500 0,152 0,154 0,142 0,02 0,383
0,3 0,289 0,315 65,535 53,633 61,269 60,146

Tabel Data Nilai Absorbansi dan Persentase Peredaman DPPH Kurkumin


NiIai Absorbansi
Konsentrasi Persentase Peredaman DPPH Rata-rata
Sampel Kontrol Negatif
(ppm) Blanko Persentase
K1 K2 K3 KN1 KN2 KN3 1 2 3
5 0,252 0,224 0,227 0,003 0,383
0,383 0,289 0,315 34,986 23,529 28,888 29,135
7,5 0,195 0,173 0,221 0,009 0,383
0,383 0,289 0,315 51,436 43,252 32,698 42,462
10 0,141 0,157 0,161 0,007 333333
0,383 0,289 0,315 65,013 48,096 51,111 54,740
12,5 0,127 0,128 0,116 0,008 0,383
0,383 0,289 0,315 68,929 58,477 65,714 64,373
15 0,063 0,095 0,077 0,014 0,383
0,3 0,289 0,315 87,206 71,972 80 79,726

Keterangan:
M1 = fraksi metanol ulangan ke-1 K1 = Kurkumin ulangan ke-1 KN1 = kontrol negatif ulangan ke-1
M2 = fraksi metanol ulangan ke-2 K2 = Kurkumin ulangan ke-2 KN2 = kontrol negatif ulangan ke-2
M3 = fraksi metanol ulangan ke-3 K3 = Kurkumin ulangan ke-3 KN3 = kontrol negatif ulangan ke-3
ppm = part per milion

47
Lampiran 5
Grafik Regresi Linier

Fraksi n-heksan ulangan ke-1


100
y = 0.0382x + 22.977
80 Nilai y = 50
Peredaman DPPH

R² = 0.6635
y = 0,038x + 22,97
60 50 = 0,038x + 22,97
Series1
50 − 22,97
40 x=
0,038
Linear (Series1)
20 x = 711,315789
IC50 = 711,315789
0
0 500 1000 1500 2000
Konsentrasi

Fraksi n-heksan ulangan ke-2


80
y = 0.0684x - 28.789
60 R² = 0.7209
Peredaman DPPH

40
Series1
20 Linear (Series1)

0
0 500 1000 1500 2000
-20
Konsentrasi

Fraksi n-heksan ulangan ke-3


80
y = 0.0663x - 24.19
Peredaman DPPH

60 R² = 0.8968

40
Series1
20 Linear (Series1)

0
0 500 1000 1500 2000
Konsentrasi

48
(Lanjutan)

Fraksi etil asetat ulangan ke-1


100
y = 0.8845x + 16.763
80 R² = 0.6448
Peredaman DPPH

60

40 Series1
Linear (Series1)
20

0
0 20 40 60 80
Konsentrasi

Fraksi etil asetat ulangan ke-2


100
y = 1.3756x - 26.156
80 R² = 0.9696
Peredaman DPPH

60

40
Series1
20
Linear (Series1)
0
0 20 40 60 80
-20

-40
Konsentrasi

Fraksi etil asetat ulangan ke-3


80
y = 1.028x - 5.9239
60 R² = 0.9913
Peredaman DPPH

40
Series1
20 Linear (Series1)
0
0 20 40 60 80
-20
Konsentrasi

49
(Lanjutan)

Fraksi metanol ulangan ke-1


70
y = 0.0953x + 12.611
60
R² = 0.8263
Peredaman DPPH

50
40
30 Series1
20 Linear (Series1)
10
0
0 200 400 600
Konsentrasi

Fraksi metanol ulangan ke-2


60
y = 0.1246x - 15.017
50 R² = 0.9369
Peredaman DPPH

40

30
Series1
20
Linear (Series1)
10

0
0 200 400 600
-10
Konsentrasi

Fraksi metanol ulangan ke-3


70
y = 0.099x + 4.381
60
R² = 0.7313
Peredaman DPPH

50
40
30 Series1
20 Linear (Series1)
10
0
0 100 200 300 400 500 600
Konsentrasi

50
(Lanjutan)

Kurkumin ulangan ke-1


100
y = 4.8773x + 12.742
80 R² = 0.9701
Peredaman DPPH

60

40 Series1
Linear (Series1)
20

0
0 5 10 15 20
Konsentrasi

Kurkumin ulangan ke-2


80
y = 4.4844x + 4.2215
Peredaman DPPH

60 R² = 0.9667

40
Series1
20 Linear (Series1)

0
0 5 10 15 20
Konsetrasi

Kurkumin ulangan ke-3


100
y = 5.4095x - 2.4127
80
Peredaman DPPH

R² = 0.9733
60

40 Series1
Linear (Series1)
20

0
0 5 10 15 20
Konsentrasi

51
Lampiran 6

Tabel Hasil Analisis Data (Deskriptif)

Mean IC50 95% Confidence interval for Mean


Sampel IC50 (ppm) Std. deviasi Std. Error Minimum Maximum
(ppm) Lower Bound Upper Bound
H1 711,32
H2 1158,53 997,97 248,85 143,67 379,79 1616,16 711,32 1158,53
H3 1124,09
EA1 37,60
EA2 55,38 49,12 9,99 5,76 24,30 73,95 37,60 55,38
EA3 54,40
M1 393,58
M2 524,27 459,55 85,35 37,73 297,19 621,90 393,58 524,27
M3 460,80
K1 7,64
K2 10,21 9,17 1,35 0,78 5,80 12,55 7,64 10,21
K3 9,69

52
Lampiran 7

Tabel Hasil Pengujian Uji Normalitas (Shapiro Wilk)

Tests of Normality
Fraksi Ekstrak Akar Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Tambolekar
(Coptosapelta flavescens
Korth) Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Nilai IC50 n-heksan .361 3 . .807 3 .132
etil asetat .368 3 . .791 3 .094
Metanol .177 3 . 1.000 3 .968
Kurkumin .313 3 . .894 3 .368
a. Lilliefors Significance Correction

Keterangan:
Nilai Sig. < 0,05 = distribusi data tidak normal
Nilai Sig. > 0,05 = distribusi data normal

Kesimpulan:
Nilai IC50 fraksi n-heksan akar tambolekar berdistribusi normal dengan nilai Sig. 0,132
Nilai IC50 fraksi etil asetat akar tambolekar berdistribusi normal dengan nilai Sig. 0,094
Nilai IC50 fraksi metanol akar tambolekar berdistribusi normal dengan nilai Sig. 0,968
Nilai IC50 kurkumin akar tambolekar berdistribusi normal dengan nilai Sig. 0,368

53
Lampiran 8

Tabel Hasil Uji ANOVA satu arah

ANOVA
Nilai IC50
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1905617.098 3 635205.699 38.322 .000
Within Groups 132602.850 8 16575.356
Total 2038219.947 11

Keterangan:
Nilai Sig. > 0,05 = tidak ada perbedaan yang bermakna antar kelompok sampel
Nilai Sig. < 0,05 = ada perbedaan yang bermakna antar kelompok sampel

Kesimpulan:
Ada perbedaan bermakna antar kelompok sampel dengan nilai Sig. 0,000

54
Lampiran 9

Tabel Hasil Uji Kesamaan Varians

Test of Homogeneity of Variances


Nilai IC50
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
11.099 3 8 .003

Keterangan:
Nilai Sig. > 0,05 = data memiliki varians yang sama atau homogen
Nilai Sig. < 0,05 = data memiliki varians yang tidak sama atau tidak homogen

Kesimpulan:
Keempat sampel memiliki varians yang tidak sama atau tidak homogen dengan nilai Sig. 0,003

55
Lampiran 10
Tabel Hasil Uji PostHoc

Multiple Comparisons
Nilai IC50
Games-Howell

(I) Fraksi Ekstrak Akar (J) Fraksi Ekstrak Akar 95% Confidence Interval
Tambolekar (Coptosapelta Tambolekar (Coptosapelta Mean Difference
flavescens Korth) flavescens Korth) (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

n-heksan etil asetat 948.85089 143.79163 .055 -43.7836 1941.4853

Metanol 538.42833 148.54820 .143 -361.6424 1438.4990

Kurkumin 988.79899 143.67796 .051 -6.5731 1984.1711


etil asetat n-heksan -948.85089 143.79163 .055 -1941.4853 43.7836
Metanol -410.42256* 38.17223 .019 -662.0014 -158.8438
Kurkumin 39.94810* 5.82304 .047 1.1826 78.7136
Metanol n-heksan -538.42833 148.54820 .143 -1438.4990 361.6424
etil asetat 410.42256* 38.17223 .019 158.8438 662.0014
Kurkumin 450.37066* 37.74178 .017 189.1393 711.6021
Kurkumin n-heksan -988.79899 143.67796 .051 -1984.1711 6.5731

etil asetat -39.94810* 5.82304 .047 -78.7136 -1.1826

Methanol -450.37066* 37.74178 .017 -711.6021 -189.1393

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


Kesimpulan:
Keterangan:
Fraksi etil asetat dengan fraksi metanol adalah kelompok yang memiliki
Nilai Sig. > 0,05 = kelompok yang tidak memiliki perbedaan yang bermakna
perbedaan yang bermakna dengan Sig. 0,019
Nilai Sig. < 0,05 = kelompok yang memiliki perbedaan yang bermakna
Fraksi etil asetat dengan fraksi kurkumin adalah kelompok yang
memiliki perbedaan yang bermakna dengan Sig. 0,047
Fraksi metanol dengan kurkumin adalah kelompok yang memiliki
perbedaan yang bermakna dengan Sig. 0,017
56
Lampiran 11
Dokumentasi Penelitian

Akar Tambolekar Serbuk Akar Tambolekar Ekstrak akar Tambolekar

Fraksi n-heksan
\

Fraksi Etil Asetat

57
Fraksi Metanol

Kurkumin

58

Anda mungkin juga menyukai