Anda di halaman 1dari 33

1

RENCANA PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN : FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS


SEDIAAN SALEP EKSTRAK KULIT
BATANG NUSA INDAH PUTIH (Mussaenda
pubescens Ait.f.) TERHADAP
Stapylococcus aureus PENYEBAB BISUL
NAMA MAHASISWA : HARDIANTY H. NURSIN
NOMOR MAHASISWA : 13.201.962
PEMBIMBING UTAMA : Dra. ARIYANI BUANG, M.Si., Apt
PEMBIMBING KEDUA : AJENG KURNIATI R, S.Si., M.Kes., Apt

BAB I

PENDAHULUAN

Sumber obat tradisional terutama berasal dari bahan alam baik

tumbuhan ataupun bahan-bahan mineral. Saat ini Indonesia merupakan

salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial, dimana hasil

alam yang paling banyak digunakan sebagai bahan obat adalah

tumbuhan, yang telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama

(Djauhariyah, 2004).

Masyarakat Indonesia memanfaatkan tumbuhan obat secara

tradisional karena efek samping lebih kecil dari obat yang dibuat secara

sintesis. Mahalnya obat sintesis membuat masyarakat beralih ke

tumbuhan obat. Hal ini menandai adanya peningkatan kesadaran

masyarakat untuk kembali ke alam dalam rangka mencapai kesehatan

1
2

optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami (Mursito,

2001).

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.131/Menkes/SK/II/2004

tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang menyatakan bahwa

pengembangan dan peningkatan obat tradisional harus terus dilakukan

agar diperoleh obat yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat yang

nyata yang teruji secara ilmiah dimanfaatkan secara luas baik untuk

pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan

kesehatan formal (Depkes RI, 2006).

Saalah satu tumbuhan obat adalah Nusa Indah putih (Mussaenda

pubescens Ait.f.) yang berkhasiat sebagai antibakteri, anti radang,

pembersih darah dan penurun panas. Kandungan kimia daun, kulit batang

dan akar nusa indah putih mengandung saponin, di samping itu kulit

batang dan akarnya juga mengandung flavonoida, disamping daun nusa

indah putih mengandung saponin, kardenolin dan polifenol

(Widyaningrum, H., dkk., 2011).

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan

digunakan sebagai obat luar (Ditjen POM RI., 1979). Secara umum salep

digunakan pada permukaan kulit sedangkan Staphylococcus aureus

adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya

penyakit seperti; infeksi pada folikel rambut dan kelenjar keringat, bisul,

infeksi pada luka, meningitis, endocarditis, pneumonia, pyelonephritis dan

osteomyelitis (Radji, 2010).


3

David 2012, dengan judul penelitian penentuan antioksidan,

antibakteri dan profil fitokimia tanaman hias terpilih dari bunga Nusa indah

(Mussaenda pubescens Ait.f.). Hasil pengujian antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, menujukan bahwa fraksi etil

asetat dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli pada kisaran 2,5-10 mg/ml.

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak batang nusa indah putih dapat

diformulasi dalam bentuk sediaan salep, bagaimana efektifitas sediaan

salep ekstrak kulit batang nusa indah putih dalam menghambat

pertumbuhan Staphylococcus aureus, dan pada konsentrasi berapa

ekstrak kulit batang nusa indah putih yang efektivitas menghambat

Staphylococcus aureus?

Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasi sediaan salep

ekstrak batang nusa indah putih, mengetahui efektivitas sediaan salep

ekstrak kulit batang nusa indah putih dalam menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus, dan pada konsentrasi berapa ekstrak kulit batang

nusa indah putih yang efektivitas menghambat Staphylococcus aureus.

Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan data ilmiah

tentang bahan alam yang dapat dijadikan sebagai sediaan salep dan

sebagai bahan pertimbangan bagi industri obat atau obat tradisional

dalam pembuatan salep dengan menggunakan bahan alam nusa indah

putih.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Nusa Indah Putih (Mussaenda pubescens Ait.f.)

1. Klasifikasi Nusa Indah Putih (Tjitrosoepomo, G., 2005)

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Rubiales

Suku : Rubiaceae

Marga : Mussaenda

Jenis : Mussaenda pubescens Ait.f.

2. Nama Daerah

Nusa Indah Putih (Jawa), daun putri (Sumatera), nusa indah

(Melayu) (Widyaningrum, H., dkk., 2011).

Gambar 1: Nusa Indah Putih (Mussaenda pubescens Ait.f.)

4
5

3. Morfologi

Habitus: Perdu, memanjat, tinggi 2-5 m. Batang: Bulat,

percabangan rapat, permukaan kasar, coklat kotor. Daun: Tunggal,

berhadapan, tangkai bulat, berbulu, panjang 1-3 cm, hijau

kemerahan, helaian daun benluk oval atau lonjong, ujung dan

pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 8-15 cm,

lebar 4-8 cm, permukaan berbulu hijau. Bunga: Majemuk, di ujung

cabang atau batang, bentuk malai, kelopak semu bentuk oval,

ukuran seperti daun, putih, dasar mahkota bentuk tabung, ujung

lepas, 4 helai, warna orange. Buni, bentuk bulat, permukaan

berbulu, hijau. Bulat, keras, coklat. Buah: Tunggang, kuning

kecoklatan. putih gading. Biji: Bentuk lanset, kecil, berwarna coklat.

Akar: Serabul, berwarna putih kekuningan.

4. Khasiat Kegunaan.

Anti bakteri, anti radang,pembersih darah dan penurun

panas.

5. Kandungan Zat Kimia

Daun, kulit batang dan akar nusa indah putih mengandung

saponin, di samping itu kulit batang dan akarnya juga mengandung

flavonoida, disamping daun nusa indah putih mengandung saponin,

kardenolin dan polifenol (Widyaningrum, H., dkk., 2011).


6

B. Salep

1. Pengertian Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah

dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut

atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Ditjen

POM RI., 1979).

Salep terdiri dari bahan obat yang terlarut ataupun

terdispersi di dalam basis atau basis salep sebagai pembawa zat

aktif. Basis salep yang digunakan dalam sebuah formulasi obat

harus bersifat inert dengan kata lain tidak merusak ataupun

mengurangi efek terapi dari obat yang dikandungnya (Anief, 2007)

Adapun fungsi dari salep adalah:

a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.

b. Sebagai bahan pelumas kulit.

c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan

kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit (Anief, 2005).

2. Dasar salep

Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi

dalam 4 kelompok: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar saleop

serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep

yang dapat larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah

satu dasar salep tersebut (Ditjen POM RI, 1995).


7

Macam-macam dasar salep antara lain :

a. Dasar salep hidrokarbon,

Dasar salep ini yaitu terdiri antara lain vaselin putih,

Vaselin kuning, Paravin encer, Paravin padat, Jelene, Minyak

tumbuh-tumbuhan, Campuran Vaselin dengan malam putih,

malam kuning.

Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas

air, preparat yang berair mungkin dapat dicampurkan hanya

dalam jumlah sedikit saja, bila lebih minyak sukar bercampur.

Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolien. Dasar

salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan

tidak memungkinkan larinya lembab ke udara dan sukar dicuci.

Kerjanya sebagai bahan penutup saja. Tidak mengering atau

tidak ada perubahan dengan berjalannya waktu (Ansel, 2005).

b. Dasar salep serap

Dasar salep ini dapat dibagi dalam dua kelompok.

Kelompok pertama terdiri atas dasar yang dapat bercampur

dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (Paraffin

hidrofilik dan Lanolin anhidrat) dan kelompok kedua terdiri atas

emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah

larutan air tambahan (Lanolin) (Ansel, 2005).


8

c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air

Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara

lain salep hidrofilik dan lebih tepatnya disebut krim. Dasar salep

ini mudah dicuci dari kulit atau dilap basah, sehingga lebih dapat

diterima untuk bahan dasar kosmetik. Beberapa bahan obat

dapat menjadi lebih efektif dengan menggunakan dasar salep ini.

Keuntungan lain adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah

menyerap air pada kelainan dermatologik (Ansel, 2005).

d. Dasar salep larut dalam air

Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan

terdiri dari konstituen larut air. Sama halnya dengan dasar salep

yang dapat dicuci dengan air dasar salep ini banyak memiliki

keuntungan (Ansel, 2005).

Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor

seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang

dicampurkan, ketersediaan hayati, serta stabilitas dan ketahanan

sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar

salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang

diinginkan. Misalnya obat-obat yang dapat terhidrolisis, lebih

stabil dalam dasar salep hidrokarbondaripada dasar salep yang

mengandung air meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif

dalam dasar salep yang mengandung air (Anief, 2005).


9

3. Metode pembuatan salep

Menurut Ansel (2005), salep dibuat dengan dua metode

umum, yaitu: metode pencampuran dan metode peleburan.

Metode untuk pembuatan tertentu terutama tergantung pada

sifat-sifat bahannya.

a. Pencampuran

Dalam metode pencampuran, komponen dari salep

dicampur dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.

b. Peleburan

Pada metode peleburan, semua atau beberapa

komponen dari salep dicampurkan dengan melebur bersama-

sama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai

mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan

biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental

setelah didinginkan.

Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir

bila temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak

menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen.

C. Kulit

1. Pengertian Kulit

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang secara

konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-

benda. Kulit mempunyai keragaman dalam struktur dan fungsi


10

diberbagai situs tubuh. Permukaan kulit mempunyai keasaman

(pH) tertentu yang berkisar antara 4,5 – 6,0 yang dibentuk oleh

asam lemak permukaan kulit (skin surface lipid) yang berasal dari

serum, keringat, sel tanduk yang lepas dan kotoran yang melekat

pada kulit.

Pada umumnya bakteri yang ada pada kulit mampu

bertahan hidup lama karena kulit mengeluarkan substansi

bakterisida. Secara garis besar kulit terbagi atas tiga lapisan,

yaitu:

a. Lapisan epidermis ( lapisan luar )

b. Lapisan dermis ( lapisan antara )

c. Lapisan subkutis ( lapisan dalam )

Anatomi struktur kulit dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini:

Gambar 2. Struktur Kulit

2. Absorbsi perkutan

Kulit karena impermeabilitasnya dapat dilewati oleh

sejumlah senyawa kimia dalam jumlah sedikit. Bila suatu sistem

obat digunakan secara topikal, maka obat akan keluar dari

pembawanya dan berdifusi ke permukaan jaringan kulit. Obat


11

dapat berdifusi ke jaringan kulit melalui daerah kantung rambut,

kelenjar keringat atau di antara kelenjar keringat dan kantung

rambut.

Ada 4 jenis kulit, yakni kulit kering, berminyak, normal dan

kombinasi:

a. kulit kering

Pada jenis kulit kering, kelenjar sebasea dan keringat

hanya dalam jumlah sedikit. Jenis kulit kering mempunyai ciri-

ciri penampakan kulit terlihat kusam.

b. kulit berminyak

Pada jenis kulit berminyak, kelenjar sebasea dan

keringat terdapat dalam jumlah banyak. Jenis kulit berminyak

mempunyai ciri kulit wajah mudah berjerawat.

c. kulit normal

Pada jenis kulit normal, jumlah sebasea dan keringat

tidak terlalu banyak karena tersebar secara merata. Ciri jenis

kulit normal: kulit tampak lembut, cerah dan jarang mengalami

masalah.

d. kulit kombinasi.

Pada jenis kulit kombinasi, penyebaran kelenjar sebasea

dan keringat tidak merata. Jenis kulit kombinasi mempunyai ciri

kulit dahi, hidung dan dagu tampak mengkilap, berjerawat,

tetapi kulit dibagian pipi tampak lembut (Dwikarya, 2003).


12

3. Fungsi kulit antara lain :

a. Mengatur suhu tubuh

Kulit akan mempertahankan suhu normal dengan

melakukan penguapan keringat.

b. Pertahanan

Kulit sebagai barier yang akan melindungi dari gangguan

fisik, serangan bakteri, dehidrasi dan radiasi UV.

c. Sensasi

Kulit memiliki serabut-serabut saraf dan reseptor yang

berhubungan dengan temperatur, sentuhan, tekanan dan nyeri.

d. Ekskresi

Selain mengeluarkan panas dan beberapa air dari tubuh,

keringat juga mengeluarkan ion-ion bahan organik.

e. Imunitas

Sel penyusun dari epidermis yang penting adalah sistem

imun dimana akan mempertahankan dari serangan bahan

asing.

f. Sintesis vitamin D

Kulit mengandung provitamin D sebagai prekursor yang

apabila diaktivasi oleh pancaran UV membentuk vitamin D.

(Silvia, 1995).
13

D. Ekstraksi

1. Pengertian ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang

dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut

dengan menggunakan suatu pelarut cair. Simplisia yang diekstraksi

mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain

(Ditjen POM RI, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir

semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Ditjen POM RI, 1995).

2. Metode Ekstraksi

Menurut Ditjen POM RI (2000), ada beberapa metode

ekstraksi:

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Secara teknologi

termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian

konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti


14

dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu

baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya

dilakukan pada temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlah nya 1 – 5 kali

bahan.

c. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur

titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas

yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya

dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5

kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

d. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang

selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus

sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif

konstan dengan adanya pendingain balik.


15

e. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan

kontinu) pada temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50°C.

f. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air

mendidih, temperatur terukur (96-98°C) selama waktu tertentu

(15-20 menit).

g. Dekok

Dekok adalah infus dengan waktu yang lebih lama (30

menit) dan temperatur sampai titik didih air.

3. Uraian cairan penyari

Ethanol dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena

selektif, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, tidak mudah

ditumbuhi mikroba, dapat dicampur dengan air pada segala

perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih

sedikit. Etanol dapat melarutkan alkaloida, minyak menguap,

glikosida, kurkumin antarakinin, flavanoid, steroid, damar dan

klorofil (Ditjen POM RI, 1986)

E. Bakteri Staphylococcus aureus (Staf Pengajar FKUI, 1994)

1. Klasifikasi

Kerajaan : Procaryotae
16

Divisi : Firmicutes

Kelas : Eubacteriaceae

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococcaceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus

2. Sifat dan Morfologi

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif,

berbentuk bulat bergaris tengah 0,5-1,5 mikrometer, terdapat

bergerombol seperti buah anggur, berbentuk rantai pendek atau

berpasangan, tidak bergerak, tidak tahan asam, diatas pembenihan

padat berupa koloni bulat dengan diameter 1-2 mm, sedikit

cembung, amorf, tidak transparan biasanya terdapat diatas

permukaan kulit, saluran pernapasan bagian atas, saluran kencing,

mulut dan hidung, jaringan kulit bagian dalam dari bisul bernanah,

infeksi luka, radang paru-paru dan selaput lendir lainnya, dapat

tumbuh pada suhu 10 – 45˚, suhu pertumbuhan optimum 37˚C,

pada pH 7,0 – 7,5. Bakteri ini dapat menginfeksi setiap jaringan

ataupun alat tubuh dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan

tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis dan

pembentukan abses.
17

F. Mekanisme Kerja Antimikroba (Waluyo L. , 2008)

Antimikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau

membunuh mikroorganisme hidup. Senyawa yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik dan yang dapat

membunuh bakteri disebut bakterisid. Berdasarkan mekanisme

kerjanya antimikroba dibagi lima kelompok yaitu :

1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba

Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan

hidupnya, yang harus disintesis dari asam paraaminobenzoat

(PABA). Bila senyawa antimikroba menang bersaing dengan PABA

untuk diikut sertakan dalam pembentukan asam folat maka

terbentuk analog asam folat yang nonfungsionsl. Akibatnya

kehidupan mikroba akan terganggu. Contohnya Sulfonamid,

Trimetropin dan sulfon.

2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba.

Antimikroba ini menghambat pereaksi dalam sintesis dinding

sel, sehingga terjadi kerusakan yang menyebabkan lisis, contoh

Penisilin, Sefalosforin, Basitrasin, Vankomisin, dan Sikloserin.

3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba

Antimikroba ini mempengaruhi sistem permeabilitas selektif

dari membran sel mikroba, sehingga kerusakan membrane sel

menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari berbagai


18

sel mikroba seperti protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain -

lain. Contohnya Polimiksin.

4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba

Sintesis ini berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA

dan tRNA pada mikroba, ribosom terdiri dari yang berkonstanta

sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30 S dan 50 S. Untuk

berfungsi pada sintesis protein rantai mRNA menjadi ribosom 70 S.

Contohnya tetrasiklin dan Kloramfenikol.

5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Antimikroba berikatan dengan enzim polymerase-RNA,

sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut

pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat

panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel kuman

kecil. contohnya Rifampisin.

G. Uji Mikrobiologi

Dikenal beberapa cara pemeriksaan dan pengujian secara

mikrobiologis terhadap kemampuan antimikroba dari bahan terapeutik

seperti antimikroba dan desinfektansia. Walaupun pada umumnya

pengujian ini dilakukan terhadap kebanyakan antibiotika, namun cara

ini dapat pula dipakai untuk bahan-bahan yang diduga mempunyai

daya hambat atau membunuh mikroorganisme. Secara umum dapat

dilakukan dengan cara :


19

1. Metode difusi

Pada metode ini kemampuan zat antimikroba ditentukan

berdasarkan luasnya daerah hambatan yang terjadi. Metode ini

dapat juga dilakukan dengan beberapa cara :

a. Cara difusi dengan plat silinder

Cara ini berdasarkan atas perbandingan antara luas

daerah hambatan yang dibentuk oleh larutan contoh terhadap

pertumbuhan dari mikroorganisme dengan luas daerah

hambatan yang terjadi oleh larutan pembanding.

b. Cara difusi dengan plat mangkuk

Prinsip kerjanya sama dengan plat silinder. Perbedaan

disini adalah menggunakan alat berupa “cup plate” yaitu lubang

atau semacam mangkuk yang diletakkan langsung pada

medium.

c. Cara difusi dengan kertas saring

Pada cara ini digunakan kertas saring yang dibuat dengan

bentuk serta ukuran tertentu, biasanya berbentuk bulat dengan

diameter 7-10 mm, yang akan dicelup dalam larutan

pembanding. Kertas saring tersebut kemudian dikeringkan dan

diletakkan diatas medium agar yang telah ditanami mikroba uji.

d. Cara difusi Kirby-Bauer

Cara ini menggunakan alat untuk meletakkan kertas

saring dan cawan petri yang digunakan berukuran 150 x 15 mm


20

sehingga langsung dapat diuji dengan berbagai konsentrasi

larutan contoh.

e. Cara difusi agar berlapis

Cara ini merupakan modifikasi cara Kirby-Bauer.

Perbedaannya pada cara ini menggunakan dua lapis agar,

lapisan pertama (base layer) yang tidak mengandung mikroba

sedangkan lapisan kedua (seed layer) mengandung mikroba.

2. Metode pengenceran

Metode ini menggunakan sejumlah urutan tabung yang

berisi media cair dan sejumlah antimikroba dengan kadar yang

berbeda-beda sesuai dengan yang telah ditetapkan, lalu

diinokulasikan mikroba uji. Kekeruhan yang terjadi diukur dengan

alat fotoelektrik kolorimetri, kemudian dibandingkan dengan

kekeruhan yang terjadi pada zat antimikroba pembanding yang

mendapat perlakuan sama (Jawetz M., 1998).

H. Bahan

1. Adeps Lanae (Ditjen POM RI., 1979)

Nama Resmi : ADEPS LANAE

Nama Lain : Lemak bulu domba

Pemerian : Zat berupa lemak, Liat, lekat, kuning muda

atau kuning pucat, Agak tembus cahaya, bau

lemah dan Khas


21

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut

dalam ethanol 95%p, mudah larut dalam

kloroform p, dan dalam eter p.

Kegunaan : Zat tambahan

2. Vaselin Album (Ditjen POM RI., 1979)

Nama resmi : VASELINUM ALBUM

Nama Lain : Vaselin Putih

Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini

tetap setelah dileburkan dibiarkan hingga

dingin tanpa diaduk berfluoresensi lemah,

juga jika dicairkan, tidak berbau, hampir tidak

berasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam ethanol

(95 %) P, larut dalam kloroform P, dalam eter

P dan dalam eter Minyak tanah P,larutan

kadang-kadang beropalesensi lemah.

Kegunaan : Zat tambahan

3. Ethanol (Ditjen POM RI., 1979)

Nama resmi : AETHANOLUM DILUTUM

Nama lain : Etanol, Alkohol 70%

Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau

khas, mudah terbakar dengan memberi nyala

warna biru, tidak berasap


22

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform dan

dalam eter p

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Pelarut

4. Nama resmi : TOCOPHEROLUM (Ditjen POM RI., 1979)

Nama lain : Tokoferol, vitamin E

Pemerian : Tokoferol tidak berbau atau sedikit barbau;

tidak berasa atau sedikit barasa, α-tokoferol

dan α-tokoferol asetat, cairan seperti minyak;

kuning, jernih,d-α-tokoferol asetat pada suhu

dingin bentuk padat, α-tokoferol asam

suksinat, serbuk putih,d-isomernya melebur

pada suhu 750C dan diraseninya melebur

pada suhu lebih kurang 700C. sediaanya,

cairan seperti minyak, kuning hingga merah

kecoklatan, jernih. Bentuk esternya stabil

diudara dan cahaya, tetapi tidak stabil dalam

alkali, bentuk asam suksinatnya tidak stabil

diudara dan cahaya terutama dalam suasana

alkalis.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam

larutan alkali; larut dalam etanol (95%) P,

dalam eter P, dalam aseton P, dan dalam


23

minyak nabati; sangat mudah larut dalam

kloroform P.

Kegunaan : Antioksidan

5. Propil paraben (Ditjen POM, 1979; Kibbe, 2000)

Nama Resmi : PROPHYLIS PARABENUM

Nama Lain : Propil paraben, Nipasol

Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil. Tidak berbau

dan tidak berasa.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut

dalam etanol, dan dalam eter, sukar larut

dalam air mendidih, dalam 40 bagian minyak

lemak dan mudah larut dalam larutan alkali

hidroksida.

Kegunaan : Sebagai pengawet

Range : 0.02%-0,05%
24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan desain Penelitian

Jenis penelitian ini dilakukan secara eksperimental di

laboratorium, dengan desain penelitian yaitu sampel batang nusa

indah putih (Mussaenda pubescens Ait.f.) yang dibuat ekstrak

kemudian diformulasi dalam bentuk sediaan salep.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2014 di

Laboratorium Fitokimia Farmasi, Laboratorium Teknologi Farmasi dan

di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia Timur Makassar.

C. Alat dan Bahan

1. Alat - alat yang digunakan adalah Alat sokletasi, ayakan, cawan

petri, erlemeyer, gelas ukur, gelas kimia, inkubator, labu ukur, oven,

ose bulat/lurus, penangas air, paperdisck, pinset, rotary evaporator,

timbangan analitik, dan timbangan kasar.

2. Bahan yang digunakan adalah etanol 96%, aluminium foil,

aquadest, biakan Staphylococcus aureus, α-tokoferol, adeps lanae,

pH meter, kertas saring, Mediun nutrient agar (NA), NaCl 0,9 %,

ekstrak kulit batang nusa indah putih, propil Paraben, dan vaselin

Album.

24
25

D. Penyiapan Sampel

1. Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan adalah kulit batang nusa indah putih

diperoleh dari kota Makassar.

2. Pengolahan sampel

Sampel penelitian berupa kulit batang nusa indah putih

yang telah dikumpulkan, dibersihkan kemudian dipotong kecil-kecil

sesuai dengan derajat halusnya (4/18), lalu dikeringkan dengan

cara diangin-anginkan pada tempat yang tidak terkena sinar

matahari langsung .

3. Pembuatan ekstrak kulit batang nusa indah putih

Kulit batang nusa indah putih ditimbang sebanyak 500 g,

kemudian direfluks dengan etanol 70%, pengerjaan ini dilakukan

sebanyak 3-4 kali selama 4 jam hingga tidak memberikan filtrat

yang berwarna. Residu dikeringkan kemudian direfluks dengan

etanol kembali selama 3-4 jam. Dilakukan penggantian cairan

penyari etanol hingga filtrat tidak berwarna. Filtrat dikumpulkan

kemudian diuapkan dengan menggunakan rotavapor hingga

diperoleh ekstrak kental (Dirjen POM RI, 1989).

4. Sterilisasi alat

Alat-alat yang digunakan dicuci dengan deterjen dan dibilas

dengan air. Untuk peralatan gelas disterilkan dalam oven pada

suhu 1800 C selam 2 jam, sedangkan peralatan yang dapat rusak


26

oleh panas dan bahan-bahan yang akan digunakan disterilkan

menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C dengan tekanan 2 atm

selama 15 menit. Jarum ose disterilkan dengan cara dipijarkan

menggunakan api langsung (Pratiwi S. T., 2008)

E. Rancangan Formula

Tabel I. Formula Sediaan salep ekstrak kulit batang nusa indah putih

Konsentrasi (%b/b)

Bahan F1
F2 F3 F4 Kontrol
Kontrol
5% 10% 15% Positif
negatif
Ekstrak kulit batang Nusa
- 0,5 1 1,5
Indah Putih
Adeps Lanae 5 5 5 5 Salep
α-tokoferol 0,1 0,1 0,1 0,1 Hitam
Propil Paraben 0,02 0,02 0,02 0,02
Vaselin Album ad 10 ad 10 ad 10 ad 10

F. Pembuatan Sediaan Salep

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Ditimbang

semua bahan sesuai dengan perhitungannya masing-masing. Adeps

lanae, dan vaselin di masukan kedalam cawan perselin kemudian

dilebur pada suhu 70OC, ditambahkan propil paraben dan α-tokoferol

diaduk hingga homogen. Ekstrak 5% dimasukan kedalam lumpang

lalu diaduk. Dimasukan basis salep digerus hingga homogen lalu

dicukupkan bobotnya (Formula II). Dibuat formula II, III, dan IV Seperti

cara kerja formula I. Perbedaannya hanya pada konsentrasi ekstrak

kulit batang nusa indah putih yang akan digunakan.


27

G. Evaluasi dan uji efektivitas sediaan salep

1. Evaluasi sediaan salep ekstrak kulit batang nusa indah putih

a. Uji Organoleptis.

Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna dan bau

yang diamati secara visual (Ditjen POM, 1995).

b. Uji pH salep

Pemeriksaan pH menggunakan pH meter dengan

mencelupkan pH meter ke dalam sediaan salep. pH kulit (4,5 -

6,5) (Wasitaatmadja, S.M. 1997).

c. Uji daya sebar

Salep hasil formulasi sebanyak 0,5 gram diletakkan di

atas kertas grafik yang dilapisi kaca transparan, dibiarkan sesaat

(15 detik) dan luas daerah yang diberikan oleh sediaan dihitung

kemudian diberi beban tertentu masing-masing 10, 20, 50, 100,

dan 200 g dan dibiarkan selama 60 detik. Pertambahan luas

yang diberikan oleh sediaan dapat dihitung.

d. Uji daya lekat

Salep dengan berat 0,5 g diletakkan di atas dua gelas

objek. Diberi penekanan pada gelas objek bagian atas. Setelah

itu salah satu gelas objek diberi beban 100 gram kemudian

dicatat waktu yang diperlukan untuk memisahkan dua gelas

objek tersebut. Semakin lama waktu yang diperlukan, maka

semakin baik daya lekatnya.


28

2. Uji Aktivitas Antimikroba

a. Penyiapan medium Medium Nutrient Agar

Komposisi:

Ekstrak daging sapi 3g

Pepton 5g

Agar 15 g

Air suling ad 1000 ml

Cara Pembuatan :

Bahan ditimbang sebanyak 7 gram dan dimasukkan ke

dalam erlenmeyer 250 ml lalu dilarutkan ke dalam air suling agar

larut sempurna. Dipanaskan di atas waterbath, di atur pada pH

7,2 dan dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 250 ml

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.

b. Peremajaan bakteri uji

Bakteri uji Staphylococcus aureus yang berasal dari

biakan murni di ambil satu ose dan diinokulasikan dengan cara di

goreskan secara zig zag pada medium NA miring kemudian

diinkubasi dalam incubator pada suhu 37°C selama 1 x 24 jam.

c. Pembuatan suspensi bakteri uji

Bakteri uji yang telah diremajakan diambil sebanyak 1 ose

lalu di suspensikan dengan 5 ml larutan garam fisiologis NaCl

0,9 % steril lalu di homogenkan.


29

d. Pengujian aktivitas antimikroba

Medium Nutrien Agar dituang secara aseptik kedalam

cawan petri steril sebanyak 10 ml kemudian ditambahkan 0,2 ml

biakan suspensi bakteri dicampur dengan baik supaya bakteri

terdistribusi secara merata. Kemudian paperdisc dicelupkan

kedalam masing-masing salep ekstrak kulit batang nusa indah

putih dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan kontrol negatif.

Paperdisc yang telah dicelupkan kedalam masing masing

sampel uji diletakkan pada permukaan media yang telah

memadat secara aseptis dengan menggunakan pinset steril,

dengan jarak 2-3 cm dari pinggir cawan petri, diinkubasi pada

suhu 37oC selama 1 x 24 jam. Daerah hambatan yang terbentuk

diukur dengan mistar geser. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 3

kali dan diambil rata-ratanya.

H. Pengamatan dan pengukuran zona hambatan

Pengamatan dan pengukuran diameter hambatan dilakukan

setelah masa inkubasi selama 24 jam. Zona hambatan yang terbentuk

diukur dengan menggunakan jangka sorong.

I. Pengolahan dan analisis data

Data yang diperoleh dari pengukuran diameter hambatan di

tabulasi kemudian dirata-ratakan lalu di analisis ANAVA


30

J. Pembahasan Hasil

Hasil penelitian yang telah diperoleh dibahas berdasarkan

analisis data.

K. Pengambilan Kesimpulan

Kesimpulan diambil berdasarkan hasil dari penelaitian dan

pembahasan
31

DAFTAR PUSTAKA

Ansel H.C, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV,


Penerbit Universitas Indonesia

Anief, M. 2005. Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada, University Press,


Yogyakarta

Anief, M. 2007. Farmasetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

David 2012, Penentuan Antioksidan, Antibakteri dan profil Fitokimia


tanaman hias terpilih dari bunga (Mussaenda pubescens Ait.f.)
Jurnal Flora, Nueva Vizcaya, Philippines

Depkes RI, 2006. Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta: Hal. 1,8

Ditjen POM RI, 1995. Farmakope Indonesia. Jilid IV. : Departemen


Kesehatan RI. Jakarta. Hal. 7.

Ditjen POM RI, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal. 1, 10-11.

Ditjen POM RI., 1979, Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta

Ditjen POM RI, 1986, Sediaan galenika, departemen kesehatan RI,


Jakarta

Djauhariyah, 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.


Hal. 57

Dwikarya, M.,2003, Merawat Kulit Dan Wajah, Cetakan V, Kawan


Pustaka, Jakarta.

Jawetz, dkk., 1998. Mikrobiologi untuk Profesi Kedokteran. Edisi 16


Terjemahan Gerard Bonang E.G.C. Penerbit Buku Kedokteran
Jakarta

KemenKes, 2004 . Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Menteri Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.

Kibbe, A.H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipient. Third edition.


American Pharmaceutical Press : USA.
32

Mursito. 2001. Ramuan Tradisional Untuk Kesehatan Anak. Jakarta:


Penebar Swadaya. Hal.2.

Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Gramedia, Jakarta.

Radji, M., 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Silvia, 1995. Patofisiologi : Konsep Klinik dan Proses-Proses Penyakit,


Edisi IV, Buku II, EGC. Jakarta.

Staf Pengajar FKUI, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi.
Universitas Indonesia. Jakarta

Tjitrosoepomo, G., 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta

Waluyo L., 2008. Teknik dan metode dasar dalam mikrobiologi.


Universitas Muhamadiah malang. Malang.

Wasitaatmadja, S.M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI-Press,


Jakarta.

Widyaningrum, H., dkk. 2011. Kitab Tanaman Obat Nusantara. MedPress


(Anggota IKAPI). Jakarta
33

Kulit Batang Nusa Indah Putih Biakan Murni


(Mussaenda pubescens Ait.f.)
Staphylococcus
Diinokulasi 1 ose
Di Ekstraksi secara Refluks aureus kedalam medium NA
dengan pelarut Etanol
Diinkubasi pada suhu
370C selama 1 x 24 jam

Ampas Ekstrak Biakan murni hasil


Etanol peremajaan

Diuapkan dengan - Di suspensikan dengan


Staphyl Rotavapor NaCl 0,9 % b/v
ococcus Staphyloc
aureus occus Suspensi Bakteri
Ekstrak
aureusKental

Formulasi Sediaan Salep Medium nutrient agar


(NA)

Formula I Formula Formula Formula Kontrol


(Kontrol II III IV positif
negatif) (5%) (10%) (15%) Salep Hitam

Evaluasi sediaan salep Uji Efektivitas


Uji organoleptik, Uji pH, daya (Uji Mikrobiologis)
sebar dan daya lekat
- Paperdist di celupkan kedalam suspensi sampel uji
- Di inkubasi pada suhu 370C selama 1x 24 jam

Pengamatan dan
pengukuran zona
hambatan
Pengolahan dan analisi
data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3. Skema Kerja Formulasi dan Uji efektivitas sediaan salep


ekstrak kulit batang nusa indah putih (Mussaenda pubescens
Ait.f.) terhadap Stapylococcus aureus penyebab bisul

Anda mungkin juga menyukai