Anda di halaman 1dari 19

M AK ALAH

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU FARMAKOGNOSI

DISUSUN OLEH :
DHEA YULIANA
X FARMASI
Guru Pembimbing :
Syafruddin, S. Farm. Apt

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BUNGO


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)
DHARMA ANANDA
TAHUN 2016/2017

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
Sejarah dan Perkembangan Ilmu Farmakognosi Penulisan makalah ini telah
mendapat bantuan dari berbagai piha,oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang terkait dalam membantu penyelesaian makalah
ini.
Selanjutnya penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan dan kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Maka
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang
membutuhkannya.
Embacang Gedang, Januari 2017
Penulis,

DHEA YULIANA

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1

Latar Belakang Masalah................................................................ 1

1.2

Rumusan Masalah..........................................................................2

1.2

Tujuan Penulisan............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1

Sejarah dan Perkembangan Farmakognosi.................................... 3

2.2

Definisi dan Ruang Lingkup Farmakognosi.................................. 3

2.3

Hubungan farmakognosi dengan batoni zoologi dan ilmu lain.. 4

2.4

Budi daya tanaman obat farmakognosi..........................................6

BAB III PENUTUP


3.1

Kesimpulan.................................................................................... 15

3.2

Saran.............................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Perkataan

Farmakognosi

berasal

dari

dua kata Yunani

yaitu Pharmakon yang berarti obat dan gnosis yang berarti ilmu atau
pengetahuan. Jadi farmakognosi berarti pengetahuan tentang obat.
Definisi yang mencakup seluruh ruang lingkup farmakognosi
diberikan oleh Fluckiger, yaitu pengetahuan secara serentak berbagai
macam cabang ilmu pengetahuan untuk memperoleh segala segi yang
perlu diketahui tentang obat.
Ada beberapa definisi tentang obat misalnya :
1. Obat :
Yakni suatu bahan atau paduan bahan bahan yang dimaksudkan
untuk

digunakan

dalam

menetapkan

diagnosa,

mencegah,

mengurangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka


atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan,
memperelok bagian badan manusia.
2. Obat Jadi :
Yakni obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
cairan, salep, tablet, pil, suppositoria atau bentuk yang mempunyai
nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau buku- buku lain
yang ditetapkan pemerintah .
3. Obat Paten :
Yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat atau dikuasakannya

dan dijual dalam bungkus asli dari

pabrik yang memproduksinya.


4. Obat Baru :
Yakni obat yang terdiri dari atau berisi suatu zat baik sebagai bagian
yang berkhasiat maupun yang tidak

berkhasiat, misalnya lapisan,

pengisi, pelarut, bahan pembantu atau komponen lain yang belum


dikenal, sehingga tidak diketahui khasiat atau kemurniannya.
5. Obat Tradisional :
Adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-

bahan tersebut, cara tradisional telah digunakan untuk pengobatan


berdasarkan pengalaman.
1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Farmakognosi ?
2. Apa yang dimaksud dengan Farmakognosi dan bagaimana Ruang
Lingkup Farmakognosi ?
3. Bagaimana Hubungan Farmakognosi Dengan Botani Zoologi dan
Ilmu Lain ?
4. Bagaimana Cara Budidaya Tanaman Obat ?

1.3

Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Sejarah dan Perkembangan Farmakognosi ?
2. Untuk Mengetahui Definisi dan Ruang Lingkup Farmakognosi ?
3. Untuk Mengetahui Hubungan Farmakognosi Dengan Botani Zoologi
dan Ilmu Lain ?
4. Untuk Mengetahui Cara Budidaya Tanaman Obat ?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Sejarah dan Perkembangan Farmakognosi


Pada kurang lebih 2500 tahun sebelum masehi, penggunaan
tanaman obat sudah dilakukan orang,

hal

ini dapat diketahui dari

lempeng tanah liat yang tersimpan di Perpustakaan Ashurbanipal di


Assiria, yang memuat simplisia antara lain kulit delima, opium, adas
manis, madu, ragi, minyak jarak. Juga orang Yunani kuno

misalnya

Hippocrates (1446 sebelum masehi), seorang tabib telah mengenal kayu


manis, hiosiamina, gentiana, kelembak, gom

arab, bunga kantil dan

lainnya.
Pada tahun 1737 Linnaeus, seorang ahli botani Swedia, menulis
buku Genera Plantarum

yang kemudian merupakan buku pedoman

utama dari sistematik botani, sedangkan farmakognosi modern mulai


dirintis oleh
Grundriss

Martiuss.
Der

Seorang apoteker Jerman dalam bukunya

Pharmakognosie

Des

Planzenreisches

telah

menggolongkan simplisia menurut segi morfologi, cara- cara untuk


mengetahui kemurnian simplisia.
Farmakognosi mulai berkembang pesat setelah pertengahan abad
ke 19 dan masih terbatas pada uraian makroskopis dan mikroskopis. Dan
sampai dewasa ini

perkembangannya sudah sampai ke usaha- usaha

isolasi, identifikasi dan juga teknik-teknik kromatografi untuk tujuan


analisa kualitatif dan kuantitatif.
2.2

Definisi dan Ruang Lingkup Farmakognosi


Farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan
kimia sintesa, sehingga

ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang

diuraikan dalam definisi Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk


praktikum Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis,
mikroskopis dan organoleptis yang

seharusnya juga mencakup

identifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang

terkandung dalam

simplisia dan bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa. Sebagai


contoh :

Chloramphenicol dapat dibuat secara sintesa total, yang

sebelumnya hanya dapat diperoleh dari biakkan cendawan Streptomyces


venezuela.
Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa
tumbuhan, hewan dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan
menentukan sistimatikanya, maka diperoleh bahan alam berkhasiat obat.
Jika bahan alam yang berkhasiat obat ini dikoleksi, dikeringkan, diolah,
diawetkan dan disimpan, akan diperoleh bahan yang siap pakai atau
simplisia, disinilah keterkaitannya dengan farmakognosi.
Simplisia yang diperoleh dapat berupa rajangan atau serbuk. Jika
dilakukan uji khasiat, diadakan pengujian toksisitas, uji pra klinik dan uji
klinik untuk menentukan fitofarmaka atau fitomedisin ; bahan bahan
fitofarmaka inilah yang disebut obat. Bila dilakukan uji klinik, maka akan
diperoleh obat jadi.
Serbuk dari simplisia jika diekstraksi dengan menggunakan
berbagai macam metode ekstraksi dengan pemilihan pelarut , maka
hasilnya disebut ekstrak. Apabila ekstrak yang diperoleh ini diisolasi
dengan pemisahan berbagai kromatografi, maka hasilnya disebut isolat.
Jika isolat ini dimurnikan, kemudian ditentukan sifat sifat fisika
dan kimiawinya akan dihasilkan zat murni, yang selanjutnya dapat
dilanjutkan penelitian tentang identifikasi, karakterisasi, elusidasi struktur
dan spektrofotometri.
2.3

Hubungan Farmakognosi Dengan Botani Zoologi dan Ilmu Lain


Simplisia harus mempunyai identitas botani zoologi yang
pasti, artinya harus diketahui dengan tepat nama latin tanaman atau hewan
dari mana simplisia tersebut diperoleh, misalnya : menurut Farmakope
Indonesia ditentukan bahwa untuk Kulit Kina harus diambil dari tanaman
asal Cinchona succirubra, sedangkan jenis kina terdapat banyak sekali ,
yang tidak mempunyai kadar kina yang tinggi. Atas dasar pentingnya
identitas botani zoologi maka nama nama tanaman atau hewan dalam
Farmakope selalu disebut nama latin dan tidak dengan nama

daerah,

karena satu nama daerah seringkali berlaku untuk lebih dari satu macam
tanaman sehingga dengan demikian nama daerah tidak selalu memberikan
kepastian identitas. Dengan demikian menetapkan identitas botani
zoologi secara tepat adalah langkah pertama yang harus ditempuh sebelum
melakukan kegiatan-kegiatan lainnya dalam bidang farmakognosi.
Sebelum kimia organik dikenal, simplisia merupakan bahan utama
yang harus tersedia di tempat meramu atau meracik obat dan umumnya
diramu atau diracik

sendiri oleh tabib yang memeriksa sipenderita,

sehingga dengan cara tersebut Farmakognosi dianggap sebagai bagian


dari Materia Medika. Simplisia diapotik kemudian terdesak oleh
perkembangan galenika, sehingga persediaan simplisia di apotik
digantikan dengan sediaan sediaan galenik yaitu,

tingtur, ekstrak,

anggur dan lain lain.


Kemudian setelah kimia organik berkembang, menyebabkan makin
terdesaknya kedudukan simplisia di apotik - apotik. Tetapi hal ini bukan
berarti

simplisia tidak diperlukan lagi, hanya

tempatnya tergeser ke

pabrik - pabrik farmasi, Tanpa adanya simplisia di apotik tidak akan


terdapat sediaan-sediaan galenik, zat kimia murni maupun sediaan bentuk
lainnya, misalnya:

serbuk, tablet,

ampul, contohnya:

Injeksi Kinin

Antipirin, Secara sepintas Kinina antipirin dibuat secara sintetis tetapi dari
sediaan tersebut hanya Antipirin saja yang dibuat sintetis sedangkan
kinina hanya dapat diperoleh jika ada Kulit Kina, sedangkan untuk
mendapatkan kulit kina yang akan ditebang atau dikuliti adalah dari jenis
Cinchona yang dikehendaki. Untuk memperoleh jenis Cinchona yang
dikehendaki tidak mungkin diambil dari jenis Cinchona yang tumbuh liar,
sehingga harus ada cara pengumpulan dan perkebunan yang baik dan
terpelihara. Dalam perkebunan ini farmakognosi erat hubungannya dengan
ilmu-ilmu lain misalnya: Biokimia, dalam pembuatan zat-zat sintetis
seperti Kortison, Hidrokortison dan lain - lainnya.

Dari contoh - contoh tersebut maka dapat diketahui bahwa ruang


lingkup Farmakognosi tidak terbatas pada pengetahuan tentang simplisia
yang tertera dalam Farmakope, tetapi meliputi pemanfaatan alam nabatihewani dan mineral

dalam berbagai aspeknya di bidang farmasi dan

Kesehatan.
2.4

Budidaya Tanaman Obat


Berdasarkan kenyataan hingga sekarang sumber simplisia nabati
sebagian masih diperoleh dengan menebang atau memungut langsung dari
tempat tumbuh alami. Sedangkan pembudidayaan tanaman obat masih
terbatas pada jenis-jenis tertentu.
Penambangan simplisia tanpa pertimbangan atau pengelolaan
yang

baik

demi kesetimbangan alam, akan dapat mengakibatkan

kelangkaan. Bahkan sering terjadi, dengan pengenalan teknologi baru atau


pengabaian lingkungan tumbuh, dapat menimbulkan dampak (akibat)
yang merugikan bagi kelestarian

suatu species. Adanya tindakan

pembudidayaan, merupakan suatu tindakan pengadaan atau penyediaan


simplisia secara kontinyu dan teratur yang sekaligus dapat merupakan
suatu pelestarian nuftah. Pembudidayaan tanaman obat dapat pula
merupakan usaha utama atau sambilan yang dapat menambah pendapatan
keluarga.
Dipekarangan
berarti

pengembangan TOGA (tanaman obat keluarga)

pendayagunaan lahan untuk untuk memenuhi nilai estetika

maupun untuk keperluan kesehatan. Umumnya simplisia hasil budidaya


pedesaan mutunya belum tinggi.

Hal ini umumnya karena kurang

intensifnya penanaman, meliputi cara bertanam, pemeliharaan dan panen.


Bahkan sering penentuan waktu panen lebih banyak berorientasi kepada
harga pasar dari pada stadia tumbuh yang erat hubungannya

dengan

tingginya hasil dan kualitas.


Budidaya tanaman obat pada hakekatnya adalah suatu cara
pengelolaan sehingga suatu tanaman obat dapat mendatangkan hasil tinggi

dan bermutu baik. Keadaan ini bisa terjadi jika tanaman dapat tumbuh
pada lingkungan yang sesuai , antara lain pada kesuburan tanah sepadan,
iklim yang sesuai dengan teknologi tepat guna.
Tahap pembudidayaan tanaman dilakukan sebagai berikut :
1. Pengelolaan Tanah
Sebagian besar tanaman obat diusahakan di tanah kering. Pada
dasarnya pengolahan tanah bertujuan menyiapkan tempat atau media
tumbuh yang serasi bagi pertumbuhan tanaman. Pada kesuburan fisik dan
kesuburan kimiawi. Jika kedua macam kesuburan telah dipenuhi untuk
jenis tanaman yang diusahakan., maka dapat dikatakan tanah tersebut
subur bagi tanaman tersebut. Kesuburan fisik sangat erat hubungannya
dengan struktur tanah yang menggambarkan susunan butiran tanah, udara,
dan air, sehingga dapat menjamin aktivitas akar dalam mengambil zat-zat
yang diperlukan tanaman.

Sedangkan kesuburan kimiawi sangat erat

hubungannya dengan kemampuan tanah menyediakan kebutuhan nutrisi


tanaman. Kedua kesuburan tersebut saling berinteraksi dalam menentukan
tingkat kesuburan bagi pertumbuhan tanaman.
Di samping itu, pengolahan tanah mencakup pula menghilangkan
gulma yang merupakan saingan tanaman, menimbun dan meratakan bahan
organik yang penting bagi tanaman serta pertumbuhannya,

saluran

drainase untuk mencegah terjadinya kelebihan air seperti dikehendaki


oleh tanaman. Dalam pengolahan tanah memerlukan waktu mengingat
terjadinya proses fisik , kimia dan biologis dalam tanah sehingga terbentuk
suatu media yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Beberapa hal yang patut diperhatikan dalam pengolahan tanah bagi
tanaman obat antara lain :
A. Bagi tanaman obat yang dipungut hasilnya dalam bentuk umbi (tuber)
umumnya dikehendaki pengolahan-pengolahan tanah cukup dalam
(25 40 cm), struktur gembur sehingga pertumbuhan umbi atau
rimpang dapat berkembang dengan baik.

B. Menghindari tercampurnya bahan induk yang belum melapuk dalam


daerah pekarangan tanaman.Untuk itu perlu adanya waktu yang cukup
untuk memberi kesempatan terjadinya proses pelapukan, antara lain
proses oksidasi, sehingga akan terbentuk lapisan tanah yang menjamin
pertumbuhan akar. Hal itu penting yaitu pada waktu membuat lubang
tanah (sedalam 40x 60) bagi tanaman obat berbentuk pohon, seperti
Cengkeh (Eugenia caryophyllata), Kola (Cola nitida).
C. Pembuatan teras teras apabila tanah terlalu miring,agar erosi dapat
diperkecil, misal dalam penanaman Sereh (Cymbopogon nardus )
D. Pengolahan tanah intensif, diusahakan bebas gulma pada awal
pertumbuhan, yaitu untuk tanaman obat berhabitur perdu seperti
Kumis kucing (Orthosiphon stamineus), Mentol (Mentha piperita),
Timi
(Thymus vulgaris)
E. Pembuatan guludan sering dilengkapi dengan saluran drainase yang
baik, terutama bagi tanaman yang tidak toleran terhadap genangan
air .Seperti

Cabe ( Capsicum annuum ).

2. Penanaman
Dalam penanaman dikenal

dua cara utama yaitu

penanaman

bahan tanaman (benih atau stek ) secara langsung pada lahan dan
disemaikan dahulu baru kemudian diadakan pemindahan tanaman ke lahan
yang telah disediakan atau disiapkan. Umumnya persemaian diadakan
terutama bagi tanaman yang pada waktu masih kecil memerlukan
pemeliharaan intensif. Tanpa perlakuan tersebut akan mengakibatkan
tingkat kematian yang tinggi. Disamping itu persemaian diperlukan
apabila benih terlalu kecil sehingga sulit untuk mengatur tanaman sesuai
dengan perkembangan teknologi tepat guna.
Tujuan lain dari adanya persemaian agar dapat memanfaatkan
(menghemat) waktu

musim tanam tiba (umumnya pada awal musim

hujan), sehingga pada saat musim tiba tanaman telah mengawali tumbuh
lebih dahulu. Contohnya temulawak (Curcuma xanthorrhiza), rimpang

ditunaskan lebih dahulu pada persemaian yang lembab dan agak gelap,
baru kemudian belahan rimpang dengan tunasnya ditanam di lahan.
Hal-hal yang perlu mendapat pertimbangan pada penanaman
tanaman obat antara lain :
A. Mengingat pada umumnya penanaman pada lahan kering tanpa irigasi
dan cuaca cukup panas maka penanaman dilakukan pada awal musim
hujan.
B. Penanaman dengan jarak atau baris teratur akan lebih baik dipandang
dari segi fisiologi tanaman pemeliharaan dan estetika.
C. Penanaman secara tunggal (monokultur) terutama bagi tanaman yang
tidak tahan cahaya matahari, misalnya Mentol (Mentha piperita).
D. Penanaman ganda dapat dilakukan pada tanaman yang memerlukan
naungan ataupun untuk pertumbuhannya dapat beradaptasi terhadap
sinar matahari tidak langsung, misalnya Kemukus (Piper cubeba) .
Tanaman yang dapat saling bertoleransi terhadap persaingan karena
dapat memenuhi beberapa tujuan antara lain : memperluas areal tanam
(pada satu tempat dan waktu bersamaan ditanam lebih dari satu macam
tanaman), menghemat pemeliharaan, memperkecil resiko kegagalan
panen. Penggunaan alat penopang bagi tanaman obat yang berbatang
merambat dengan sistem tanaman ganda, tiang penopang dapat saja
diganti dengan tanaman tegak lalu yang dapat juga menghasilkan.
E. Populasi tanaman erat hubungannya dengan hasil, antara lain
dipengaruhi oleh terjadinya persaingan antara tanaman dan kesuburan
tanah.
3. Pemeliharaan Tanaman
Beberapa faktor penghambat produksi, misalnya gulma, hama
penyakit harus ditekan sehingga batas tertentu.

Demikian pula faktor

penghambat lingkungan fisik dan kimia , seperti kekurangan air,


tingginya suhu, kesuburan tanah, hendaknya diperkecil pengaruhnya.
Perlu dilakukan pemupukan, misalnya

pemupukan nitrogen pada

kandungan alkaloida pada tanaman tembakau ( Nicotiana tobacum) .

Demikian pula tindakan pemangkasan merupakan bentuk pemeliharaan


lain.
Beberapa tindakan pemeliharaan pada tanaman obat adalah :
A. Bibit yang mudah layu, perlu adanya penyesuaian waktu tanamnya
sehingga tidak mendapat sinar matahari berlebihan, misalnya
penanaman Tempuyung (Sonchus arvensis) hendaknya dilakukan pada
sore hari dan diberi naungan sementara.
B. Penyiangan yang intensif guna menekan populasi gulma disamping
dapat mengurangi kesempatan tumbuh tanaman usaha juga dapat
mengganggu kebersihan hasil pada saat panen ( misal pada tanaman
Mentha arvensis)
C. Penimbunan dan penggemburan dilakukan agar memperbaiki sifat
tanah tempat tumbuh.
D. Perbaikan saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan atau
kelebihan air yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
E. Untuk mengurangi evaporasi (penguapan) air tanah, sehingga
kelembaban tanah dapat tetap sesuai , dilakukan pemberian

mulsa.

Misalnya pada tanaman Jahe ( Zingiber officinale) pemberian mulsa


jerami dapat menaikkan hasil sebesar 35 % .
F. Pemangkasan bunga, yang berarti mencegah perubahan fase vegetatif
ke generatif yang banyak memerlukan energi, sehingga kandungan
bahan berkhasiat sebagai sumber energi tidak berkurang. Pada tanaman
Dioscorea compositae kandungan glikosida diosgenin dapat bertambah
dengan dilakukan pemangkasan bunga.
G. Pemangkasan pucuk batang akan menstimulir percabangan, sehingga
dapat menambah jumlah daun yang tumbuh serta kandungan
alkaloida

dalam

akar

bertambah.

Misalnya

pada

tanaman

Kumiskucing ( Orthosiphon stamineus).


H. Pemupukan nitrogen dapat meningkatkan kandungan alkaloida dalam
akar Pule pandak ( Rauwolfia serpentina).
4. Pemungutan Hasil ( Panen)
Penentuan saat panen suatu tanaman obat hendaknya selalu diingat
akan kwantitas dan kwalitas simplisia. Hal ini mengingat jumlah zat

berkhasiat dalam tanaman tidak selalu konstan sepanjang tahun atau


selama tanaman siklus hidupnya, tetapi selalu berubah dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan. Misalnya

tanaman

Kelembak ( Rheum

officinale) tidak mengandung derivat antrakinon dalam musim


melainkan antranol, yang dirubah
panas. Umur

dingin,

menjadi antrakinon pada musim

tanaman juga umumnya

merupakan faktor penting

dalam akumulasi bahan yang diinginkan.


Beberapa penentuan (pedoman) saat panen :
A. Bagi tanaman Empon-empon (familia Zingiberaceae), panen dilakukan
umumya pada saat bagian tanaman diatas tanah menua atau kuning yang
biasanya terjadi pada musim

kering,dan jika yang diambil akarnya .

Misalnya temulawak (Curcuma xanthorrhiza)


B. Daun dipungut sewaktu proses fotosintesa maksimal yaitu sebelum
pembentukan buah. Misal tanaman Saga (Abrus praecatorius) .
C. Bunga dipetik selagi masih kuncup (sebelum berkembang) misal pada
cengkeh
(Eugenia caryophyllata).
D. Buah dipetik menjelang masak, misal Solanum laciniatum sedangkan adas
(Anethum graveolens) dipetik setelah masak benar.
E. Biji dipungut sebaiknya pada saat buah masak
F. Kulit diambil sewaktu bertunas
G. Pengolahan Simplisia
1.

Pengeringan
Hasil panen tanaman obat untuk dibuat simplisia umumnya perlu

segera dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air,


untuk menjamin dalam penyimpanan, mencegah pertumbuhan jamur, serta
mencegah terjadinya proses atau reaksi enzimatika yang dapat menurunkan
mutu.
Dalam pengeringan faktor yang penting adalah suhu, kelembaban
dan aliran udara ( ventilasi ). Sumber suhu dapat berasal dari matahari
atau dapat pula dari suhu buatan.
Umumnya pengeringan

bagian tanaman yang mengandung

minyak atsiri atau komponen lain yang termolabil, hendaknya dilakukan


pada suhu tidak terlalu tinggi dengan aliran udara berlengas rendah secara

teratur. Untuk

simplisia

yang

mengandung

alkaloida,

umumnya

dikeringkan pada suhu kurang dari 70 0 C.


Agar dalam pengeringan tidak terjadi proses pembusukan ,
hendaknya simplisia jangan tertumpuk terlalu tebal. Sehingga proses
penguapan berlangsung dengan cepat.

Sering suhu yang tidak terlalu

tinggi dapat menyebabkan warna simplisia menjadi lebih menarik.


Misalnya pada pengeringanTemulawak suhu awal pengeringan dengan
panas buatan antara 50 0 55 0 C.
2. Pengawetan
Simplisia

nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari

serangga atau cemaran atau mikroba dengan penambahan kloroform,


CCl4, eter atau pemberian bahan atau penggunaan cara yang sesuai,
sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan.
3. Wadah
Wadah adalah tempat penyimpanan artikel dan dapat berhubungan
langsung atau tidak langsung dengan artikel. Wadah langsung (wadah
primer) adalah wadah yang langsung berhubungan dengan artikel
sepanjang waktu. Sedangkan wadah yang tidak bersentuhan langsung
dengan artikel disebut wadah sekunder.
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang
disimpan didalamnya baik secara fisika maupun kimia, yang dapat
mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurniannya hingga tidak
memenuhi persyaratan resmi.
Wadah tertutup baik : harus melindungi isi terhadap masuknya
bahan padat dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan,
pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.
4. Suhu penyimpanan

Dingin : adalah suhu tidak lebih dari 80C, Lemari pendingin


mempunyai suhu antara
20C 80C, sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -200C
dan -100C.
Sejuk : adalah suhu antara 80C dan 150C. Kecuali dinyatakan lain, bahan
yang harus di simpan pada suhu sejuk dapat disimpan pada lemari
pendingin.
Suhu kamar : adalah suhu

pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali

adalah suhu yang di atur antara 150 dan 300.


Hangat : hangat adalah suhu antara 300 dan 400 .
Panas berlebih : panas berlebih adalah suhu di atas 400.
5. Tanda dan Penyimpanan
Semua simplisia yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda
palang medali berwarna merah di atas putih dan harus disimpan dalam
lemari terkunci. Semua simplisia yang termasuk daftar obat keras kecuali
yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda tengkorak dan harus disimpan
dalam lemari terkunci.
6.

Kemurnian Simplisia
Persyaratan simplisia nabati dan simplisia hewani diberlakukan

pada simplisia yang diperdagangkan,


digunakan untuk suatu pembuatan

tetapi pada simplisia yang

atau isolasi minyak atsiri, alkaloida,

glikosida, atau zat aktif lain, tidak harus memenuhi persyaratan tersebut.
Persyaratan yang membedakan strukrur mikroskopik serbuk yang
berasal dari simplisia nabati atau simplisia hewani dapat tercakup dalam
masing masing monografi, sebagai petunjuk identitas, mutu atau
kemurniannya.
7. Benda asing

Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung


organisme patogen, dan harus bebas dari cemaran mikro organisme ,
serangga dan binatang lain maupun kotoran hewan . Simplisia tidak boleh
menyimpang bau dan warna, tidak boleh mengandung lendir , atau
menunjukan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan simplisia nabati
harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal dari
tanah maupun benda anorganik asing.
Dalam perdagangan , jarang dijumpai simplisia nabati tanpa terikut
atau tercampur bagian lain , maupun bagian asing, yang biasanya tidak
mempengaruhi simplisianya sendiri. Simplisia tidak boleh mengandung
bahan asing atau sisa yang beracun atau membahayakan kesehatan. Bahan
asing termasuk bagian lain tanaman yang tidak dinyatakan dalam paparan
monografi.

PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan
kimia sintesa, sehingga

ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang

diuraikan dalam definisi Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk

praktikum Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis,


mikroskopis dan organoleptis yang

seharusnya juga mencakup

identifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang

terkandung dalam

simplisia dan bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa.


Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa
tumbuhan, hewan dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan
menentukan sistimatikanya, maka diperoleh bahan alam berkhasiat obat.

3.2

Saran
Berikut saran kami dari penulisan makalah ini adalah perlu
dilakukan pendelaman pengetahuan mengenai biosentesis glikosida dan
contoh simplisia yang mengandung glikosida karena pengetahuan ini dapat
sangat berguna terutama bagi mahasiswa farmasi yang bidang mencakup
pembuatan sediaan obat.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.indobiogen.or.id/berita_artikel/serbi_2006_sembilan_tanaman
_obat.php
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0310/19/pustaka/634368.htm

http://www.google.co.id/search?hl=id&cr=countryID&client=firefoxa&rls=org.mozilla:enUS:official&q=kesadaran+menggunakan+tanaman+obat&start=20&sa=N
http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/11/15454633/obat.herbal.puny
a.prospek.cerah

Anda mungkin juga menyukai