BAB I PENDAHULUAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
“formalize out of existence the critical questions of power, history and
politics,”.
Stuart Hall (1972) menjelaskan bahwa kajian media dan budaya,
atau yang lebih dikenal dengan Media and Cultural Studies, pada dasarnya
mencoba untuk menggoyang kemampuan berpikir kita tentang “realitas”
dan apa yang dimaksud dengan “real” (yang sebenarnya) dalam kehidupan
budaya kita sehari-hari. Dalam dunia yang sudah dipenuhi dengan images
atau gambar-gambar, dan tulisan-tulisan yang ada di koran, televisi, film,
video, radio, iklan, novel dan lain sebagainya, cara kita dan lingkungan
sekitar kita ternyata bervariasi dan berbeda satu sama lain. Di era yang
disebutnya sebagai “media saturated world” saat kehidupan manusia telah
dimediasi oleh media masa, dan cara kita melihat, memandang, memahami
dan berperilaku terhadap realitas sosial telah diantarai oleh media massa.
Apa yang ada di sekitar kita, menentukan cara kita bertindak dan
berperilaku terhadapnya, karena apa yang kita lihat, tonton, baca,
dengarkan, dan nikmati dari media massa seolah “mengajarkan” kita untuk
melakukan seperti itu. Pada kenyataannya, budaya kita sebenarnya juga
dibentuk oleh media massa yang kita nikmati tiap harinya.
Lebih jauh lagi, Hall (1972) menyatakan bahwa sentral dari studi
media dan budaya adalah pada khalayak atau masyarakat yang selama ini
kurang disentuh, terutama masyarakat sebagai makhluk yang membuat
makna secara aktif dan masyarakat yang tidak dikooptasi oleh
kepentingan-kepentingan kekuasaan (power interrest) yang selama ini
mendominasi media massa dan menentukan kehidupan sosial budaya
masyarakat.
3
2. Seluruh praktik, institusi, dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam
nilai-nilai partikular, kepercayaan, kompetensi, kebiasaan hidup, dan
bentuk-bentuk perilaku yang biasa dari sebuah populasi
3. Pelbagai kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan gender, ras, kelas,
kolonialisme dan sebagainya dengan pengembangan cara-cara berpikir
tentang kebudayaan dan kekuasaan yang biasa digunakan oleh agen-
agen dalam mengejar perubahan, dan
4. Pelbagai kaitan wacana di luar dunia akademis dengan gerakan sosial
dan politik, para pekerja di lembaga kebudayaan, dan manajemen
kebudayaan. Selain itu cultural studies juga mencakup budaya pop,
ideologi, wacana, feminisme, politik budaya, media, dan lain
sebagainya. Karena cakupannya yang luas, di sini akan dipaparkan
beberapa cakupan-cakupan tersebut.
2) Feminisme
4
Franklin et al. (1991) menunjukkan sejumlah kesamman pokok perhatian
antara cultural studies dengan feminisme. Franklin et al. tertarik pada
aspirasi feminisme dan cultural studies dalam mengkaitkan gerakan sosial
dan politik di luar akademik dan dengan sikap kritisnya disiplin yang lebih
mapan semisal sosiologi dan sastra inggris. Fokus kepada produksi
pengetahuan muncul kecurigaan timbal balik dan tantangan terhadap
gagasan mapan tentang ‘pengetahuan yang pasti’ , dengan menyatakan
tempatnya sebagai posisionalitas proses mengetahui. Gray
mendeskripsikan demikian “siapa yang bisa tahu tentang siapa, dengan
cara apa dan untuk tujuan apa ‘(gray, 1997:94). Jadi baik feminisme
maupun cultural studies ingin menghasilkan pengetahuan diri dan oleh
kelompok yang ‘terpinggirkan’ dan tertindas dengan niatan tegas yaitu
malakukan intervensi politik. Walhasil, cultural studies dan feminisme
sama-sama memiliki kepentingan substantif dalam isu kekuasaan,
reprensentasi, kebudayaan pop, subjektivitas, identitas dan konsumsi.
3) Budaya Pop
Kebudayaan pop terutama adalah kebudayaan yang diproduksi secara
komersial dan tidak ada alasan untuk berpikir bahwa tampaknya ia akan
berubah dimasa yang akan datang. Namun, dinyatakan bahwa audien pop
menciptakan makna mereka sendiri melalui teks kebudayaan pop dan
melahirkan kompetensi kultural dan sumber daya diskursif mereka sendiri.
Kebudayaan pop dipandang sebagai makna dan praktik yang dihasilkan
oleh audien pop pada saat konsumsi dan studi tentang kebudayaan pop
terpusat pada bagaimana dia digunakan. Argumen-argumen ini
menunjukkan adanya pengulangan pertanyaan tradisional tentang
bagaimana industri kebudayaan memalingkan orang kepada komoditas
yang mengabdi kepada kepentingannya dan lebih suka mengeksplorasi
bagaimana orang mengalihkan produk industri menjadi kebudayaan pop
yang mengabdi kepada kepentingan.
Edgar & Sedgwick (1999) dalam bukunya Key Concepts on
Cultural Theory menulis, istilah “culture” memang tidak mudah
5
didefinisikan, karena memiliki makna yang berbeda-beda dalam beragam
konteks. Kendati demikian, konsep tentang budaya yang
mendasari cultural studies dapat ditemukan bermuara pada antropologi
kultural, sebagaimana cultural studies itu sendiri. “… It entails
recognition that all human beings live in a world that is created by human
beings, and in which they find meaning.” Karena itu, “culture is the
complex everyday world we are all encounter and through which we all
move.” Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka, tampaknya, budaya
mencakup (hampir) segala sesuatu dan cultural studies, sebagai
konsekuensinya, juga mempelajari (hampir) segala sesuatu.
Namun, kendatipun cultural studies tampaknya merupakan kajian
yang paling sukar ditetapkan batas-batasnya, tidak berarti segala sesuatu
dapat masuk menjadi bahasan cultural studies. Sardar dan Van Loon
(2002) merinci karakteristik cultural studies (CS) sebagai berikut:
1) cultural studies (CS) bertujuan mengkaji pokok persoalan dari sudut
praktik kebudayaan dan hubungannya dengan kekuasaan. Tujuan tetapnya
adalah mengungkapkan hubungan tersebut mempengaruhi dan membentuk
praktik kebudayaan.
2) Cultural Studies (CS) tidak hanya studi tentang budaya, seakan-akan ia
merupakan entitas tersendiri yang terpisah dari konteks sosial dan
politiknya. Tujuannya adalah memahami budaya dalam segala bentuk
kompleksnya dan menganalisis konteks sosial dan politik tempat budaya
mengejawantahkan dirinya.
3) Budaya dalam cultural studies (CS) selalu menampilkan dua fungsi: ia
sekaligus merupakan objek studi maupun lokasi tindakan dan kritisisme
politik. cultural studies (CS) bertujuan, baik usaha pragmatis maupun
ideal.
4) Cultural Studies (CS) berupaya membongkar dan mendamaikan
pengotakan pengetahuan, mengatasi perpecahan antara bentuk
pengetahuan yang tak tersirat (yaitu pengetahuan intuitif berdasarkan
budaya lokal) dan yang objektif (yang dinamakan
universal). CS mengasumsikan suatu identitas bersama dan kepentingan
6
bersama antara yang mengetahui dan yang diketahui, antara pengamat dan
yang diamati.
5) Cultural Studies (CS) melibatkan dirinya dengan evaluasi moral
masyarakat modern dan dengan garis radikal tindakan politik.
Tradisi cultural studies (CS) bukanlah tradisi kesarjanaan yang bebas nilai,
melainkan tradisi yang punya komitmen bagi rekontruksi sosial dengan
melibatkan diri pada kritik politik. Jadi, cultural studies (CS) bertujuan
memahami dan mengubah struktur dominasi di mana-mana, namun secara
khusus lagi dalam masyarakat kapitalis industrial.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cultural studies merupakan suatu pembentukan wacana, yaitu
‘kluster (atau bangunan) gagasan-gagasan, citra-citra dan praktik-praktik,
yang menyediakan cara-cara untuk membicarakan topik, aktivitas sosial
tertentu atau arena institusional dalam masyarakat. Cara-cara tersebut
dapat berbentuk pengetahuan dan tindakan yang terkait dengannya’ (Hall,
1997a:6). Cultural studies dibangun oleh suatu cara berbicara
yang tertata perihal objek-objek (yang dibawanya sebagai permasalahan)
dan yang berkumpul di sekitar konsep-konsep kunci, gagasan-gagasan dan
pokok-pokok perhatian.
Mengenai ruang lingkup kajian budaya diungkapkan secara jelas
dalam Barker (2000), yakni:
1. Relasi antara kebudayaan dan kekuasaan
2. Seluruh praktik, institusi, dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam nilai-
nilai partikular, kepercayaan, kompetensi, kebiasaan hidup, dan bentuk-
bentuk perilaku yang biasa dari sebuah populasi
3. Pelbagai kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan gender, ras, kelas,
kolonialisme dan sebagainya dengan pengembangan cara-cara berpikir
tentang kebudayaan dan kekuasaan yang biasa digunakan oleh agen-agen
dalam mengejar perubahan, dan
7
4. Pelbagai kaitan wacana di luar dunia akademis dengan gerakan sosial dan
politik, para pekerja di lembaga kebudayaan, dan manajemen kebudayaan.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan
kita mengenai cultural studies, dari pengertian, ruang lingkup sampai
contoh-contohnya. Agar kita dapat memanfaatkan pengetahuan yang kita
dapat ini dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA