Disusun Oleh :
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
1. Apa pengertian kajian budaya dan media
2. Apakah perspektif kajian budaya menurut para ahli
3. Bagaimana konsep-konsep kunci kajian budaya
4. Bagaimana ruang lingkup kajian budaya
5. Apakah contoh kasus kajian budaya
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah itu kajian budaya dan media
2. Untuk mengetahui bagaimana perspektif kajian budaya menurut para ahli
3. Untuk mengetahui konsep-konsep kunci kajian budaya
4. Untuk mengetahui ruang lingkup kajian budaya
5. Untuk mengetahui contoh kasus kajian budaya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kajian Budaya dan Media
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Sedangkan media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyapaikan informasi atau pesan.
Kajian Budaya (Cultural Studies) adalah suatu cara pandang teoritis
mengenai suatu objek dengan perspektif bidang kritik sastra, sosiologi, sejarah,
kajian media, dan berbagai bidang lainnya. Kajian budaya merupakan bidang
interdisipliner yang mengambil berbagai cara pandang dari ilmu lain untuk
meneliti hubungan antara kebudayaan dengan politik atau kekuasaan. Objek
kajian budaya tidak hanya dipahami secara sempit mengenai seni atau
kebudayaan, namun juga menyetuh kehidupan sehari-hari manusia yang
menyangkut budaya populer. Namun, kajian budaya tidak bisa direduksi menjadi
kajian budaya populer walaupun proyek utama kajian budaya adalah mengkaji
budaya populer. Teks, sebagai objek kajian, dalam kajian budaya tidak hanya
dipandang secara sempit, namun dipandang menyentuh unsur subjektivitas dan
latar belakang sosial yang membentuk sebuah teks. Asumsi dasar kajian budaya
adalah Marxisme1.
1
Chris barker, Cultural Studies: Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Bentang, 2000) hlm 10.
yang terkait dengan topik tertentu, aktifitas sosial atau tindakan institusi dalam
masyarakat. Sejak awal kemunculanya, kajian budaya menjadi makin besar dan
hasil-hasi yang dihasilkan semakin meningkat, bahkan buku-buku teks tentang
kajian budaya dan budaya populer dikalangan akademi tumbuh pesat
2
Rachmah Ida, Metode Penelitian, Studi Media dan Kajian Budaya, (Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP,2016)
hlm.01
2. Stuart Hall ( 1981, 1989 )
Stuart Hall menyatakan bahwa media merupakan alat yang kuat bagi kaum
elite. Media berfungsi untuk mengkomunikasikan cara-cara berfikir yang
dominan, tanpa mempedulikan efektifitas pemikiran tersebut. Media
merepresentasikan ideologi dari kelas yang dominan didalam
masyarakat.Karena media dikontrol oleh korporasi (kaum elite), informasi
yang ditampilkan kepada publik juga pada akhirnya dipengaruhi dan
ditargetkan dengan tujuan untuk mencapai keuntungan.Pengaruh media dan
peranan kekuasaan harus dipetimbangkan ketika menginterpretasikan suatu
budaya.
3. Warisan Marxis: Kekuatan bagi Masyarakat
Filsuf Karl Marx (1963) dihargai sebagai orang yang mampu mengidentifikasi
bagaimana mereka yang memiliki kekuasaan (kaum elite) mengeksploitasi
yang lemah (kelas pekerja). Marx percaya bahwa keadaan lemah dapat
menuntun pada terjadinya alienasi (kondisi psikologis dimana orang mulai
merasa bahwa mereka memiliki sedikit control terhdap masa depan mereka).
Salah satu keinginan Marx adalah memastikan bahwa tindakan revolusioner
dari kaum proletariat dapat dilakukan untuk memutus mata rantai perbudakan
dan untuk mmengurangi alienasi di dalam masyarakat yang kapitalistik
Penerapan prinsip-prisnsip Marxis apada kajian budaya cuma samapai pada
batasan tertentu saja (neo-marxis), yaitu: (1) mereka yang ada dalam kajian
budaya telah menginterogasikan berbagai macam perspektif kedalam
pemikiran mereka, termasuk perspektif dari kesenian, humaniora, dan ilmu
sosial. (2) para teoritikus kajian budaya juga memasukkan kelompok marginal
yang tidak memiliki kekuasaan tambahan, tidak terbatas pada para pekerja
saja3.
3
Richard West, Pengantar Teori Komunikasi:Teori dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba Humanika, 2008)
hlm:34
5. Kekuasaan (power). Kekuasaan selalu berada disetiap tingkatan hubungan
sosial, kekuasaan tidak hanya yang menyatukan kebersamaan sosial atau
keseragaman atau menekankan tekanan melalui subordinasi terhadap proses-
proses sosial , tindakan sosial dan hubungan yang terjadi.
6. Budaya populer. Budaya populer sering kali menjadi dasar kajian, dalam
budaya pop, nilai-nilai, ideologi, subordinasi, represenrrtasi, dan eksistensi
kekuasaan. Dan ekonomi politik di artikulasikan.
7. Teks dan pembaca atau penonton, teks tidak hanya berupa tulisan, melainkan
juga gambar, suara, objek (seperti pakaian), aktivitas (seperti menari dan
olahraga).
8. Subjektivitas dan identitas, moment konsumsi teks yang dilakukan oleh
audiens (pembaca maupun penonton merupakan proses yang dibentuk oleh
subjektifitas dan identitas lau menjadi isu sentral bagi kajian budaya di tahun
1990 zan. Kajian budaya kemudian mengungkapkan lebih detail bagaimana
kita menjadi orang seperti sekarang ini, bagaimana kita diproduksi sebagai
subjek serta bagaimana kita mengidentifikasi dengan deskripsi tentang diri
kita sebagai laki-laki atau perempuan4.
4
Rachmah Ida, Metode Penelitian, Studi Media dan Kajian Budaya, (Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP,2016)
hlm.4-8
akademis dengan gerakan sosial dan politik, para pekerja di lembaga
kebudayaan, dan manajemen kebudayaan.5
Selain itu cultural studies juga mencakup budaya pop, ideologi, wacana,
feminisme, politik budaya, media, dan lain sebagainya. Karena cakupannya yang
luas, di sini akan dipaparkan beberapa cakupan-cakupan tersebut.
Politik Kultural (Budaya)
Cultural studies adalah bidang multidisipliner atau bahkan pascadisipliner
yang mengaburkan sekat-sekat antara dirinya dengan disiplin lain. Namun
karena cultural studies tidak ingin dipandang sebagai ‘apa pun’, maka ia
harus berusaha membedakan dirinya melalui politik. Cultural studies selalu
meklaim terfokus pada isu kekuasaan, politik dan kebutuhan akan perubahan
sosial. Sesungguhnya, cultural studies memiliki aspirasi untuk membangun
jaringan dengan gerakan politik di luar akademi. Jadi, cultural studies adalah
setumpuk teori dan serangkaian tindakan politis, termasuk produksi teori
sebagai praktik politis (sebenarnya, praktik yang diunggulkan). Bagi cultural
studies, pengetahuan tidak pernah menjadi fenomena netral atau objektif,
melainkan soal posisionalitas, yang digambarkan Gray sebagai ‘siapa dapat
mengenal apa tentang siapa, dengan cara apa dan untuk tujuan apa’.6
Feminisme
Franklin et al. (1991) menunjukkan sejumlah kesamman pokok perhatian
antara cultural studies dengan feminisme. Franklin et al. tertarik pada
aspirasi feminisme dan cultural studies dalam mengkaitkan gerakan sosial
dan politik di luar akademik dan dengan sikap kritisnya disiplin yang lebih
mapan semisal sosiologi dan sastra inggris. Fokus kepada produksi
5
Anang Santoso, Ilmu Bahasa dalam Perspektif Kajian Budaya, Jurusan Sastra Indonesia Fak. Sastra
Universitas Negeri Malang, Hlm. 2-3
6
Chris Barker, Cultural Studies; Teori & Praktik (Cet. Ke-6), Terjemahan Nurhadi, (Bantul, Kreasi
Wacana, 2009) Hlm. 371-372
pengetahuan muncul kecurigaan timbal balik dan tantangan terhadap
gagasan mapan tentang ‘pengetahuan yang pasti’ , dengan menyatakan
tempatnya sebagai posisionalitas proses mengetahui. Gray mendeskripsikan
demikian “siapa yang bisa tahu tentang siapa, dengan cara apa dan untuk
tujuan apa. Jadi baik feminisme maupun cultural studies ingin menghasilkan
pengetahuan diri dan oleh kelompok yang ‘terpinggirkan’ dan tertindas
dengan niatan tegas yaitu malakukan intervensi politik. Walhasil, cultural
studies dan feminisme sama-sama memiliki kepentingan substantif dalam isu
kekuasaan, reprensentasi, kebudayaan pop, subjektivitas, identitas dan
konsumsi.7
Budaya Pop
Kebudayaan pop terutama adalah kebudayaan yang diproduksi secara
komersial dan tidak ada alasan untuk berpikir bahwa tampaknya ia akan
berubah dimasa yang akan datang. Namun, dinyatakan bahwa audien pop
menciptakan makna mereka sendiri melalui teks kebudayaan pop dan
melahirkan kompetensi kultural dan sumber daya diskursif mereka sendiri.
Kebudayaan pop dipandang sebagai makna dan praktik yang dihasilkan oleh
audien pop pada saat konsumsi dan studi tentang kebudayaan pop terpusat
pada bagaimana dia digunakan. Argumen-argumen ini menunjukkan adanya
pengulangan pertanyaan tradisional tentang bagaimana industri kebudayaan
memalingkan orang kepada komoditas yang mengabdi kepada
kepentingannya dan lebih suka mengeksplorasi bagaimana orang
mengalihkan produk industri menjadi kebudayaan pop yang mengabdi
kepada kepentingan.
8
Ibid., Hlm. 50
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kajian budaya merupakan bidang interdisipliner yang mengambil berbagai cara
pandang dari ilmu lain untuk meneliti hubungan antara kebudayaan dengan politik
atau kekuasaan. Objek kajian budaya tidak hanya dipahami secara sempit mengenai
seni atau kebudayaan, namun juga menyetuh kehidupan sehari-hari manusia
Menurut Barker konsep-konsep kunci dalam kajian budaya anatar lain:
Praktik-praktik budaya (signifying practices), Representasi, Materialisme dan non –
reductionis, Artikulasi, kekuasaan (power), budaya populer, teks, dan pembaca atau
penonton,subjektifitas dan identitas. Sedangkan ruang lingkup kajian budaya
diungkapkan secara jelas dalam Barker, yakni (1) relasi antara kebudayaan dan
kekuasaan, (2) seluruh praktik, institusi, dan sistem klasifikasi, (3) berbagai kaitan
antara bentuk-bentuk kekuasaan gender, ras, kelas, kolonialisme dan sebagainya, ,
dan (4) berbagai kaitan wacana di luar dunia akademis dengan gerakan sosial dan
politik, para pekerja di lembaga kebudayaan, dan manajemen kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Barker, Chris, Cultural Studies: Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Bentang, 2000).
Ida, Rachmah, Metode Penelitian, Studi Media dan Kajian Budaya, (Jakarta:
PRENADA MEDIA GROUP,2016).
West, Richard, Pengantar Teori Komunikasi:Teori dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba
Humanika, 2008)
Barker, Chris, Cultural Studies; Teori & Praktik (Cet. Ke-6), Terjemahan Nurhadi,
(Bantul, Kreasi Wacana, 2009).
Santoso, Anang, Ilmu Bahasa dalam Perspektif Kajian Budaya, Jurusan Sastra
Indonesia Fak. Sastra Universitas Negeri Malang,