Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FARMAKOGNOSI

Oleh :
Dian Lestari Mahmuddin
520011007

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH

FARMAKOGNOSI

Oleh :
Dian Lestari Mahmuddin
520011007

Disetujui Oleh :

Makassar, November 2021


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Jurusan Farmasi Universitas Pancasakti Makassar

Dosen Pembimbing :

Hesty Setiawati., S.Farm., M.Si.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Farmakognosi”

Dalam makalah ini dijelaskan farmakognosi merupakan bidang ilmu yang


mempelajri tentang sumber sumber bahan obat alam, terutama dari tumbuh
tumbuhan (bentuk makroskopis dan mikroskopis berbagai tumbuhan serta
organisme lainnya yang dapat digunakan dalam pengobatan) Penulis berharap,
makalah ini dapat memberi wawasan kepada pembaca dan khususnya untuk diri
saya pribadi.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak lepas dari


kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap, pembaca dapat
memberikan kritik dan saran agar penulis dapat menulis lebih baik lagi di masa
depan

Makassar, 26 November 2021

Penulis,

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN MAKALAH..................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
ABSTRAK.......................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................2
1.1. LATAR BELAKANG........................................................................2
1.2. TUJUAN PENULISAN.....................................................................2
13. MANFAAT PENULISAN.................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3
2.1. DEFINISI FARMAKOGNOSI.........................................................3
2.2. PERAN FARMAKOGNOSI.............................................................4
BAB III METODE PENULISAN..................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................7
BAB V PENUTUP...........................................................................................12
5.1. KESIMPULAN..................................................................................12
5.2. SARAN................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

iv
ABSTRAK

Farmakognosi merupakan bidang ilmu yang mempelajri tentang sumber


sumber bahan obat alam, terutama dari tumbuh tumbuhan (bentuk makroskopis
dan mikroskopis berbagai tumbuhan serta organisme lainnya yang dapat
digunakan dalam pengobatan). Metode yang digunakan dalam penulisan makalah
ini adalah menggunakan studi literatur yang diambil dari berbagai jurnal
internasional maupun nasional. Dari hasil pembahasan makalah ini diketahui
bahwa Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang
bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami yang
telah melewati berbagai macam uji seperti uji farmakodinamik, uji toksikologi
dan uji biofarmasetika
Kata Kunci : Farmakognosi

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Farmakognosi merupakan bidang ilmu yang mempelajri tentang sumber
sumber bahan obat alam, terutama dari tumbuh tumbuhan (bentuk makroskopis
dan mikroskopis berbagai tumbuhan serta organisme lainnya yang dapat
digunakan dalam pengobatan).
Farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan kimia
sintesa, sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang diuraikan dalam
definisi Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk praktikum
Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis, mikroskopis dan
organoleptis yang seharusnya juga mencakup indentifikasi, isolasi dan pemurnian
setiap zat yang terkandung dalam simplisia dan bila perlu penyelidikan
dilanjutkan ke arah sintesa. Sebagai contoh Chloramphenicol dapat dibuat secara
sintesa total, yang sebelumnya hanya dapat diperoleh dari biakkan cendawan
Streptomyces Venezuela.
Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa
tumbuhan, hewan dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan menentukan
sistematikanya, maka diperoleh bahan alam berkhasiat obat. Jika bahan alam yang
berkhasiat obat ini dikoleksi, dikeringkan, diolah, diawetkan dan disimpan, akan
diperoleh bahan yang siap pakai atau yang disebut dengan simplisia, disinilah
keterkaitannya dengan farmakognosi.
1.2. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui secara
detail mengenai farmakognosi
1.3. MANFAAT PENULISAN
Diharapkan makalah ini dapat membantu pembaca pada umumnya dan saya
pada khususnya untuk memahami lebih jauh mengenai farmakognosi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN FARMAKOGNOSI


Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat/bahan obat
yang berasal dari alam baik dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun mineral.
Farmakognosi disebut juga ilmu obat alam .Termasuk juga dalam
farmakognosi cara-cara penanaman, seleksi pengumpulan, produksi,
pengawetan penyimpanan dan perdagangan dari bahan obat yang berasal
dari alam. Pada awalnya masyarakat awam tidak mengenal sebuah istilah
“Farmakognosi”. Padahal farmakognosi sebenarnya menjadi mata pelajaran
yang sangat spesifik dibidang kesehatan dan farmasi. Masyarakat telah
mengetahui khasiat opium (candu), kina, penisilin, digitalis insulin dan
sebagainya. Namun mereka tidak sadar bahwa yang diketahui itu adalah
bidang dari farmakognosi. Mereka pun tidak mengetahui kalau bahan- bahan
berbahaya seperti minyak jarak, biji saga dan tempe bongkrek (aflatoksin)
merupakan bagian ilmu farmakognosi. Hal ini menunjukkan begitu
pentingnya ilmu farmakognosi untuk dikaji lebih mendalam. Farmakognosi
berasal dari bahasa latin dan pertama kali dicetuskan oleh C.A.Sedler,
seorang mahasiswa kedokteran di Halle/ Saale, Jerman, yang menggunakan
judul ”Analectica Pharmacognoistica” dalam disetasinya pada tahun 1815.
Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani, pharmakon yang berarti
“obat” (ditulis dalam tanda petik karena obat yang dimaksud adalah obat
alam, bukan sintetis) dan gnosis yang berarti pengetahuan. Namun penelitian
sejarah terakhir telah menemukan penggunaan istilah ”Farmakognosis” yang
lebih awal J.A. Schmidt menggunakan istilah tersebut dalam Lehrbuch der
Materia Medica, dipublikasikan di Vienna tahun 1811 yang menjelaskan
tentang studi tumbuhan obat dan sifat-sifat obat. Ia mengartikan
farmakognosi merupakan cara pengenalan ciri-ciri/ karakteristik obat yang
berasal dari bahan alam.

3
2.2. PERAN FARMAKOGNOSI

Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang


bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami
yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji farmakodinamik, uji
toksikologi dan uji biofarmasetika.
Farmakognosi  adalah  sebagai  bagian  biofarmasi, biokimia dan kimia
sintesa, sehingga  ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang  diuraikan
dalam definisi Fluckiger.  Sedangkan di Indonesia saat ini untuk praktikum
Farmakognosi hanya  meliputi segi pengamatan makroskopis, mikroskopis
dan organoleptis yang seharusnya juga mencakup identifikasi, isolasi dan
pemurnian setiap zat yang  terkandung dalam simplisia dan bila perlu
penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa. Sebagai contoh :  Chloramphenicol
dapat dibuat secara sintesa total, yang sebelumnya hanya dapat diperoleh
dari biakkan cendawan Streptomyces venezuela.
Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa
tumbuhan, hewan dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan
menentukan sistimatikanya, maka diperoleh bahan alam berkhasiat obat.
Jika bahan alam yang berkhasiat obat ini dikoleksi, dikeringkan, diolah,
diawetkan dan disimpan, akan diperoleh bahan yang siap pakai atau
simplisia, disinilah keterkaitannya dengan farmakognosi.

Simplisia yang diperoleh dapat berupa rajangan atau serbuk. Jika


dilakukan uji khasiat, diadakan pengujian toksisitas, uji pra klinik dan uji
klinik untuk menentukan fitofarmaka atau fitomedisin ; bahan – bahan
fitofarmaka inilah yang disebut obat. Bila dilakukan uji klinik, maka akan
diperoleh obat jadi.

Serbuk dari simplisia jika diekstraksi dengan menggunakan berbagai


macam metode ekstraksi dengan pemilihan pelarut , maka hasilnya disebut
ekstrak. Apabila ekstrak yang diperoleh ini diisolasi dengan pemisahan
berbagai kromatografi, maka hasilnya disebut isolat.

4
Jika isolat ini dimurnikan, kemudian ditentukan sifat-sifat fisika dan
kimiawinya akan dihasilkan zat murni, yang selanjutnya dapat dilanjutkan
penelitian tentang identifikasi, karakterisasi, elusidasi struktur dan
spektrofotometri. Proses ekstraksi dari serbuk sampai diperoleh isolat bahan
obat dibicarakan dalam fitokimia dan analisis fitokimia. Bahan obat jika
diadakan uji toksisitas dan uji pra klinik akan didapatkan obat jadi.

5
BAB III

METODOLOGI PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah


menggunakan studi literatur yang diambil dari berbagai jurnal internasional
maupun nasional, metode ini berupaya untuk meringkas kondisi pemahaman
terkini tentang suatu topik. Studi literatur menyajikan ulang materi yang
diterbitkan sebelumnya, dan melaporkan fakta atau analisis baru. Tinjauan
literatur memberikan ringkasan berupa publikasi terbaik dan paling relevan
kemudian membandingkan hasil yang disajikan dalam makalah.

6
BAB IV
PEMBAHASAN

Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuh- tumbuhan,


hewan, mineral atau sediaan galenik beserta khasiat, kandungan dan cara
pengolahannya. Manfaatnya adalah agar kita dapat mengetahui bahkan membuat
sendiri obat herbal sesuai dengan standar keamanan, mutu dan keefektifan khasiat
yang telah ditetapkan. Farmakognosi telah melewati berbagai macam uji seperti
uji farmakodinamik, uji toksikologi dan uji biofarmasetika.

4.1. Uji Farmakodinamik


Uji Farmakodinamik yaitu suatu pengujian untuk mengetahui apakah bahan
obat menimbulkan efek farmakologik seperti yang diharapkan atau tidak, titik
tangkap, dan mekanisme kerjanya. Dapat dilakukan secara in vivo dan in
vitro.
4.2. Pengertian Uji Toksiologi
Uji toksikologi umum adalah berbagai uji yang dirancang untuk mengevaluasi
efek umum suatu senyawa secara keseluruhan pada hewan uji. Uji yang
termasuk dalam golongan ini, meliputi:
1) Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah uji toksisitas terhadap suatu senyawa yang
diberikan dengan dosis tunggal pada hewan percobaan, yang diamati
selama 24 jam atau selama 7-14 hari
Tujuan uji toksisitas akut yaitu:
a. Menentukan jangkauan dosis letal dan berbagai efek senyawa terhadap
berbagai fungsi penting tubuh (seperti gerak; tingkah laku; dan
pernafasan) yang dapat dipergunakan sebagai indikator penyebab
kematian hewan uji
b. Menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik
spesifiknya 
c. Memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan.
Dosis dan jumlah hewan

7
Uji LD50 adalah menetapkan dosis yang akan membunuh 50% hewan dan
menentukan slope (kemiringan) kurva dosis vs respon.
Pengamatan dan pemeriksaan
Setelah perlakuan zat toksik, hewan harus diperiksa tidak hanya jumlah
dan waktu kematian, tetapi jga saraf sentral, saraf otonom, dan pengaruh
terhadap tingkah laku (termasuk reaksi awal, intensitas, dan lama
reaksinya). Frekuensi pengaruh dosis harus dicatat untuk masing-masing
kelompok dosis.
2) Uji Toksisitas Sub-kronik (Jangka Pendek)
Uji ini dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagai efek berbahaya
yang dapat terjadi jika suatu senyawa digunakan selama waktu tertentu,
selama waktu tertentu, serta untuk menunjukkan apakah berbagai efek
tersebut berkaitan dengan dosis.
Kegunaan uji toksisitas sub-kronik adalah untuk mengetahui efek
samping dan kontraindikasi obat yang diuji. Uji ini dilakukan dengan
memberikan bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima
kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup
hewan; yaitu 3 bulan untuk tikus, dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Tetapi
beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek,
misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.
Jenis Hewan Uji
Sekurang-kurangnya digunakan dua jenis hewan, hewan pengerat dan
bukan hewan pengerat. Biasanya dapat digunakan tikus dan anjing, dari
dua jenis kelamin, sehat, dewasa, umur 5 sampai 6 minggu untuk tikus,
dan 4-6 bulan untuk anjing.
Jumlah Hewan Uji
Masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor hewan pengerat atau empat
ekor anjing untuk setiap jenis kelamin. Bila pada percobaan akan
dilakukan pengorbanan/pembedahan, maka jumlah hewan uji harus sudah
dipertimbangkan sebelumnya.

8
Dosis Uji
Sekurang-kurangnya digunakan tiga kelompok dosis dan satu kelompok
kontrol untuk setiap jenis kelamin. Dosis dan jumlah kelompok dosis
harus cukup, hingga dapat diperoleh dosis toksik dan dosis tidak berefek.
Dosis toksik harus menyebabkan gejala toksik yang nyata pada beberapa
hewan uji dan terjadinya kematian tidak boleh lebih dari 10%, sedang
dosis tidak berefek tidak boleh menyebabkan gejala toksik. Sebagai dosis
toksik biasanya digunakan 10-20% dari harga LD50, dengan
mempertimbangkan hasil yang diperoleh pada uji pendahuluan, tingkat
dosis lain ditetapkan dengan faktor perkalian tetap 2 sampai 10.
Cara Pemberian Zat Uji
Pada dasarnya zat uji harus diberikan sesuai dengan cara pemberian atau
pemaparan yang diharapkan pada manusia. Bila diberikan secara oral,
dapat diberikan dengan cara pencekokan menggunakan sonde atau secara
ad libitum di dalam makanan atau minuman hewan. Bila zat uji akan
dicampur dengan makanan atau minuman hewan, jumlah zat uji yang
ditambahkan harus diperhitungkan berdasarkan jumlah makanan atau
minuman yang dikonsumsi setiap hari
Lama Pemberian Zat Uji
Lama pemberian zat uji selama 28 sampai 90 hari atau 10% dari
seluruh  umur hewan, diberikan tujuh hari dalam satu minggu
3) Uji Toksisitas Kronik (Jangka Panjang)
Pada dasarnya uji toksisitas kronik sama dengan toksisitas sub-akut.
Perbedaannya hanya terletak pada lamanya pemberian dosis dan masa
pengamatannya. Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara
berulang selama 3–6 bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk
mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7–10 tahun untuk anjing dan monyet.
Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak akan
bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik. Umumnya satu atau
lebih jenis binatang yang digunakan. Kecuali tidak ditunjukkan, tikuslah
yang digunakan, anjing dan primata merupakan pilihan berikutnya.

9
Karena ukurannya yang kecil, tikus tidak cocok digunakan dalam studi
toksisitas jangka panjang, meskipun mereka sering digunakan dalam studi
karsinogenesitas. Jantan dan betina dalam jumlah yang sama digunakan.
Umumnya 40-100 tikus ditempatkan dalam kelompok masing-masing
dosis dan juga dalam kelompok kontrol. Penggunaan anjing dan primata
non manusia jauh lebih sedikit
4.3. Pengertian Uji Biofarmasetika
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat
fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat.  Bioavailabilitas
menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik. Biofarmasetik bertujuan untuk mengatur pelepasan obat
sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang
optimal pada kondisi klinik tertentu.
Uji Pelarutan In Vitro
Mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media
“aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung
dalam produk obat.  Faktor yang harus dipertimbangkan : ukuran dan bentuk
wadah dapt mempengaruhi laju dan tingkat pelarutan, jumlah pengadukan
dan sifat pengadukkan, suhu media pelarutan, kelarutan maupun jumlah obat
dalam bentuk sediaan, rancangan alat pelarutan.
Beberapa metode pelarutan (disolusi) yaitu Metode ‘Rotating Basket’,
Metode “Paddle”, Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi (jarang
digunakan). Pemenuhan Syarat Pelarutan : Jumlah obat yang larut dalam
suatu waktu tetentu, Q, dinyatakan sebagai suatu prosentase dari kandungan
yang tertera dalam label (USP/FI-IV).  Untuk bebrapa produk, dinyatakan
lolos uji pelarutan dengan harga Q ditetapkan 75% dalam waktu 45 menit
dan standar ini telah disarankan untuk semua produk. Untuk suatu produk
obat baru penetapan spesifikasi pelarutan memerlukan suatu pertimbangan
yang seksama dari sifat fisika dan kimia obat. Sebagai tambahan untuk
pertimbangan bahwa uji pelarutan memastikan kemantapan bioavailabilitas

10
produk, uji harus dilengkapi variasi fabrikasi dan dan variabel-variabel uji
sehingga suatu produk tidak ditolak secara tidak tepat.
Metode uji pelarutan lain yang tidak resmi (kurang populer) : Metode
“Rotating bottle”, Metode pelarutan dengan aliran, Metode pelarutan
“Intrinsik”, Metode peristaltik.

11
BAB V
PENUTUP

5.1. KESIMPULAN
Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang
bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami
yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji farmakodinamik, uji
toksikologi dan uji biofarmasetika. Dimana Uji farmakodinamik yaitu untuk
mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek farmakologik seperti yang
diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan mekanisme kerjanya. Uji toksikologi
untuk mengevaluasi efek umum suatu senyawa secara keseluruhan. Sedagkan
Uji biofarmasetika untuk mengetahui hubungan sifat fisikokimia formulasi
obat terhadap bioavailabilitas obat

5.2. SARAN
Manfaat farmakognosi sangatlah luas, sehingga perlu dilakukakn
kajian lebih mendalam, termasuk kajian kandungan terhadap tanaman
potensial lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aco, Agus A. 2016. Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Di Era


Reformasi. Jurnal Office, 2 (2), 229- 238
Harborne JB. 1998. Phytochemical Methods: A guide to modern techniques of
plant analysis 3rd Edition. Chapman and Hall, London.
Setyowati, Dewi Lisnoor. 2014. Pendidikan Lingkungan Hidup. Semarang:
Uiversitas Negeri Semarang
Saleha Sitti.2009. Kerusakan Lingkungan dan Penanggulangannya. Salemba
Medika: Jakarta
Savitri,Evika Sansi.2008.Rahasia Tumbuhan Berkhasiat Obat Perspektif Islam.
Malang: UIN Press
Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi
UGM.
Sudjana, Moch. 1972. Kimia Analitik. Koperasi Warga Sekolah Analis Kimia.
Vanessa.2008.Penentuan Kadar Air dan Kadar abu dari gliserin yang di produksi
oleh PT.Sinar Oleochemical International Medan.pdf
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Wiryowidagdo, S,. 2002. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Edisi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Waller ,F.,1998. Phytotherapie der Traditionellen Chinesischen Medizin
Zeitschrift fur Phytotherapie 19: 77-89
Yasin, As‟ad. 2008. Tafsir Fi Dzilalil Qur‟an. Jakarta : Gema Insani
Sarker SD, Latif Z, & Gray AI. 2006. Natural products isolation. In: Sarker SD,
Latif Z, & Gray AI, editors. Natural Products Isolation. 2nd ed. Totowa
(New Jersey). Humana

13

Anda mungkin juga menyukai