FARMAKOGNOSI
Oleh :
Dian Lestari Mahmuddin
520011007
i
LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH
FARMAKOGNOSI
Oleh :
Dian Lestari Mahmuddin
520011007
Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Farmakognosi”
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN MAKALAH..................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
ABSTRAK.......................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................2
1.1. LATAR BELAKANG........................................................................2
1.2. TUJUAN PENULISAN.....................................................................2
13. MANFAAT PENULISAN.................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3
2.1. DEFINISI FARMAKOGNOSI.........................................................3
2.2. PERAN FARMAKOGNOSI.............................................................4
BAB III METODE PENULISAN..................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................7
BAB V PENUTUP...........................................................................................12
5.1. KESIMPULAN..................................................................................12
5.2. SARAN................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
iv
ABSTRAK
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2. PERAN FARMAKOGNOSI
4
Jika isolat ini dimurnikan, kemudian ditentukan sifat-sifat fisika dan
kimiawinya akan dihasilkan zat murni, yang selanjutnya dapat dilanjutkan
penelitian tentang identifikasi, karakterisasi, elusidasi struktur dan
spektrofotometri. Proses ekstraksi dari serbuk sampai diperoleh isolat bahan
obat dibicarakan dalam fitokimia dan analisis fitokimia. Bahan obat jika
diadakan uji toksisitas dan uji pra klinik akan didapatkan obat jadi.
5
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
6
BAB IV
PEMBAHASAN
7
Uji LD50 adalah menetapkan dosis yang akan membunuh 50% hewan dan
menentukan slope (kemiringan) kurva dosis vs respon.
Pengamatan dan pemeriksaan
Setelah perlakuan zat toksik, hewan harus diperiksa tidak hanya jumlah
dan waktu kematian, tetapi jga saraf sentral, saraf otonom, dan pengaruh
terhadap tingkah laku (termasuk reaksi awal, intensitas, dan lama
reaksinya). Frekuensi pengaruh dosis harus dicatat untuk masing-masing
kelompok dosis.
2) Uji Toksisitas Sub-kronik (Jangka Pendek)
Uji ini dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagai efek berbahaya
yang dapat terjadi jika suatu senyawa digunakan selama waktu tertentu,
selama waktu tertentu, serta untuk menunjukkan apakah berbagai efek
tersebut berkaitan dengan dosis.
Kegunaan uji toksisitas sub-kronik adalah untuk mengetahui efek
samping dan kontraindikasi obat yang diuji. Uji ini dilakukan dengan
memberikan bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima
kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup
hewan; yaitu 3 bulan untuk tikus, dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Tetapi
beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek,
misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.
Jenis Hewan Uji
Sekurang-kurangnya digunakan dua jenis hewan, hewan pengerat dan
bukan hewan pengerat. Biasanya dapat digunakan tikus dan anjing, dari
dua jenis kelamin, sehat, dewasa, umur 5 sampai 6 minggu untuk tikus,
dan 4-6 bulan untuk anjing.
Jumlah Hewan Uji
Masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor hewan pengerat atau empat
ekor anjing untuk setiap jenis kelamin. Bila pada percobaan akan
dilakukan pengorbanan/pembedahan, maka jumlah hewan uji harus sudah
dipertimbangkan sebelumnya.
8
Dosis Uji
Sekurang-kurangnya digunakan tiga kelompok dosis dan satu kelompok
kontrol untuk setiap jenis kelamin. Dosis dan jumlah kelompok dosis
harus cukup, hingga dapat diperoleh dosis toksik dan dosis tidak berefek.
Dosis toksik harus menyebabkan gejala toksik yang nyata pada beberapa
hewan uji dan terjadinya kematian tidak boleh lebih dari 10%, sedang
dosis tidak berefek tidak boleh menyebabkan gejala toksik. Sebagai dosis
toksik biasanya digunakan 10-20% dari harga LD50, dengan
mempertimbangkan hasil yang diperoleh pada uji pendahuluan, tingkat
dosis lain ditetapkan dengan faktor perkalian tetap 2 sampai 10.
Cara Pemberian Zat Uji
Pada dasarnya zat uji harus diberikan sesuai dengan cara pemberian atau
pemaparan yang diharapkan pada manusia. Bila diberikan secara oral,
dapat diberikan dengan cara pencekokan menggunakan sonde atau secara
ad libitum di dalam makanan atau minuman hewan. Bila zat uji akan
dicampur dengan makanan atau minuman hewan, jumlah zat uji yang
ditambahkan harus diperhitungkan berdasarkan jumlah makanan atau
minuman yang dikonsumsi setiap hari
Lama Pemberian Zat Uji
Lama pemberian zat uji selama 28 sampai 90 hari atau 10% dari
seluruh umur hewan, diberikan tujuh hari dalam satu minggu
3) Uji Toksisitas Kronik (Jangka Panjang)
Pada dasarnya uji toksisitas kronik sama dengan toksisitas sub-akut.
Perbedaannya hanya terletak pada lamanya pemberian dosis dan masa
pengamatannya. Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara
berulang selama 3–6 bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk
mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7–10 tahun untuk anjing dan monyet.
Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak akan
bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik. Umumnya satu atau
lebih jenis binatang yang digunakan. Kecuali tidak ditunjukkan, tikuslah
yang digunakan, anjing dan primata merupakan pilihan berikutnya.
9
Karena ukurannya yang kecil, tikus tidak cocok digunakan dalam studi
toksisitas jangka panjang, meskipun mereka sering digunakan dalam studi
karsinogenesitas. Jantan dan betina dalam jumlah yang sama digunakan.
Umumnya 40-100 tikus ditempatkan dalam kelompok masing-masing
dosis dan juga dalam kelompok kontrol. Penggunaan anjing dan primata
non manusia jauh lebih sedikit
4.3. Pengertian Uji Biofarmasetika
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat
fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas
menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik. Biofarmasetik bertujuan untuk mengatur pelepasan obat
sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang
optimal pada kondisi klinik tertentu.
Uji Pelarutan In Vitro
Mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media
“aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung
dalam produk obat. Faktor yang harus dipertimbangkan : ukuran dan bentuk
wadah dapt mempengaruhi laju dan tingkat pelarutan, jumlah pengadukan
dan sifat pengadukkan, suhu media pelarutan, kelarutan maupun jumlah obat
dalam bentuk sediaan, rancangan alat pelarutan.
Beberapa metode pelarutan (disolusi) yaitu Metode ‘Rotating Basket’,
Metode “Paddle”, Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi (jarang
digunakan). Pemenuhan Syarat Pelarutan : Jumlah obat yang larut dalam
suatu waktu tetentu, Q, dinyatakan sebagai suatu prosentase dari kandungan
yang tertera dalam label (USP/FI-IV). Untuk bebrapa produk, dinyatakan
lolos uji pelarutan dengan harga Q ditetapkan 75% dalam waktu 45 menit
dan standar ini telah disarankan untuk semua produk. Untuk suatu produk
obat baru penetapan spesifikasi pelarutan memerlukan suatu pertimbangan
yang seksama dari sifat fisika dan kimia obat. Sebagai tambahan untuk
pertimbangan bahwa uji pelarutan memastikan kemantapan bioavailabilitas
10
produk, uji harus dilengkapi variasi fabrikasi dan dan variabel-variabel uji
sehingga suatu produk tidak ditolak secara tidak tepat.
Metode uji pelarutan lain yang tidak resmi (kurang populer) : Metode
“Rotating bottle”, Metode pelarutan dengan aliran, Metode pelarutan
“Intrinsik”, Metode peristaltik.
11
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang
bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami
yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji farmakodinamik, uji
toksikologi dan uji biofarmasetika. Dimana Uji farmakodinamik yaitu untuk
mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek farmakologik seperti yang
diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan mekanisme kerjanya. Uji toksikologi
untuk mengevaluasi efek umum suatu senyawa secara keseluruhan. Sedagkan
Uji biofarmasetika untuk mengetahui hubungan sifat fisikokimia formulasi
obat terhadap bioavailabilitas obat
5.2. SARAN
Manfaat farmakognosi sangatlah luas, sehingga perlu dilakukakn
kajian lebih mendalam, termasuk kajian kandungan terhadap tanaman
potensial lainnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
13