Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENGANTAR ILMU FARMASI DAN ETIKA

RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT DAN PERKEMBANGAN


PENGGUNAAN OBAT

DISUSUN OLEH:
NAMA: AFRI LION
NIM: F202201216
KELAS: M4

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Riwayat penggunaan obat dan perkembangan pengunaan obat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

KENDARI, 11 FEBRUARI 2023


DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………ii
BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………………………………………….1
1. latar belakang……………………………………………………………………………..1
2. rumusan masalah………………………………………………………………………..3
3. tujuan………………………………………………………………………………………….3
BAB 2. PEMBAHASAN………..………………………………………………………………………..4
BAB 3. PENUTUP…………………………………………………………………………………………11
1. kesimpulan…………………………………………………………………………………11
2. saran………………………………………………………………………………………….11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………12
BAB 1
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Sejarah Penggunaan Obat Awalnya obat digunakan secara empirik dari tumbuhan,
berdasar pengalaman. Manusia telah menggunakan obat untuk menyembuhkan penyakit
yang di derita. Oleh karena, hakekat dari suatu penyakit belum diketahui. Sehingga manusia
pada zaman tersebut mencari sebab musabab penyakit itu pada keadaan sekitar. Jadi
dengan demikian pengobatan di pada zaman dahulu di dasarkan atas kepercayaan tentang
roh-roh halus dan kekuatan-kekuatan lainnya. Obat yang bertindak sebagai penyembuh
diambil dari lingkungan sekitarnya yang diambil dari ilham yang diterima dari dukun-dukun
penyembuh. Pengetahuan ini selanjutnya berjalan secara turun temurun dan penuh rahasia.

Dengan makin bertambahnya pengetahuan manusia tentang obat-obatan, maka


pemilihan obat berdasarkan pada perkiraan, bagaimana dari tubuh manusia yang sakit
untuk mengembalikan kelainan sakit ini. Maka dicarilah bahan-bahan obat yang mirip
dengan bagian tubuh yang sakit. Misalnya tubuh yang mengalami sakit yang berhubungan
dengan darah, maka dicarilah bahan-bahan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
mempunyai warna yang mirip darah. Sehingga penggunaan obat dengan cara yang demikian
disebut signatura.

Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan


teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi. Ibnu Sina (980-1037) menulis
beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat, cara
pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup. Menggabungkan pengetahuan
pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan
pengobatan yang lebih baik

Johann Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi


dan toksikologi obat pada hewan percobaan. Percobaan pada hewan merupakan uji
praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum obat diuji coba secara
klinik pada manusia.

Institut Farmakologi pertama didirikan pada tahun 1847 oleh Rudolf Buchheim
(1820-1879) di Universitas Dorpat (Estonia). Selanjutnya Oswald Schiedeberg (1838-1921)
bersama dengan pakar disiplin ilmu lain menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat
meliputi reseptor obat, hubungan struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep
tersebut juga diperkuat oleh T. Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J. Langley (18521925) di
Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di Jerman.

Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari
tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam
penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu
tinggi atau pada kondisi tertentu dari penderita. Untuk menjamin tersedianya obat agar
tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat diawetkan dengan pengeringan.
 Contoh tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah getah Papaver somniferum (opium
mentah), yang sering dikaitkan dengan obat penyebab ketergantungan dan ketagihan.
Dengan mengekstraksi getah tanaman tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin,
kodein, narkotin (noskapin), papaverin dll. yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu
sama lain walaupun dari sumber yang sama.

Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung


pada tempat asal tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan. Untuk
menghindari variasi dosis, F.W.Sertuerner (1783-1841) pada tahun 1804 mempelopori
isolasi zat aktif dan memurnikannya dan secara terpisah dilakukan sintesis secara kimia.
Sejak itu berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit.

  Perkembangan Obat Natural Diawali penemuan ekstrak Efedrin, Marijuana, dan


Opium, fermentasi alkohol dan minyak Cod Liver. Bagian tanaman yg diekstrak yaitu daun,
buah, kulit kayu, akar, akar, bunga dan getah. Terapi natural dengan bahan alam atau herbal
diawali dengan pengamatan efek alkohol pada manusia.

 Morfin didapat dari getah bunga opium (Papaver somniferum) Marijuana didapat
dari tanaman Cannabis sativa. Atropin dari Atropa Belladona, Ergotamin dan ergometrin
dari jamur Claviceps purpurea (zat patogen pada arak gandum) Reserpin dari Rauwolfia
serpentina.

Abad VI, mulai dikenal penggunaan obat Kolkhisin (pirai, gouth). Sediaan awal
sirup, rebusan, lalu berkembang mjd bentuk tintur Abad XVI : tembakau, kopi dan teh mulai
dikenal di Eropa Abad XVII : ditemukan ekstrak ipecacuanha, strikhnin, quinin, dan nitrit
oksid Abad XVIII : ditemukan ekstrak digitalis, atropin Abad XIX : mulai digunakan Aspirin
dan gliseril trinitrat pd pengobatan. Dan mulailah era isolasi bahan aktif dilakukan (Morfin,
Strikhnin, Quinin, Kodein, dan Kokain)

Awal abad XX, perkembangan pesat obat sintetik, Sintektik narkotik, hormon,
insulin, antibiotik, antikonvulsan, psikotropika, anti kanker. Ditemukan sumber obat tidak
hanya dari tanaman, juga dari sumber lain seperti jamur dan bakteri.

  Akhir Abad XX. peptida manusia dapat diekstraksi dari kultur mikroba. Awal abad
XXI. ditemukan terapi gen. Dimulailah era bioteknologi. Saat ini. dikembangkan produk
protein endogen dan peptida, duplikasi protein, manipulasi genetik mikroba pada manusia.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Riwayat penggunaan obat
2. Perkembangan penggunaan obat

3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Riwayat pengunaan obat
2. Untuk mengetahui perkembangan penggunaan obat
BAB 2
PEMBAHASAN

Obat adalah zat apa pun yang menyebabkan


perubahan fisiologi atau psikologi organisme saat dikonsumsi.  Obat-obatan biasanya
dibedakan dari makanan dan zat yang menyediakan nutrisi. Konsumsi obat dapat dilakukan
melalui inhalasi, injeksi, ingesti, absorpsi melalui kulit, atau disolusi di bawah lidah.

Dalam farmakologi, obat adalah zat kimia, biasanya struktur kimianya diketahui, yang
ketika diberikan pada organisme hidup akan menghasilkan efek biologis.  Obat farmasi, juga
disebut medikasi atau obat dalam pemahaman masyarakat umum adalah zat kimia yang
digunakan untuk mengobati, menyembuhkan, mencegah, atau mendiagnosa suatu penyakit
atau untuk meningkatkan kesejahteraan. Secara tradisional, obat-obatan diperoleh melalui
ekstraksi tumbuhan obat, tetapi baru-baru ini juga melalui sintesis organic. Obat-obatan
farmasi dapat digunakan dalam jangka waktu terbatas atau secara teratur untuk
gangguan kronis.

Obat-obatan farmasi (medikasi) sering dibagi menjadi beberapa kelompok,


pengelompokan obat dilakukan berdasarkan struktur kimia yang serupa, mekanisme
aksi yang sama (mengikat pada target biologis yang sama), mode aksi terkait dan yang
digunakan untuk mengobati penyakit yang sama. Sistem klasifikasi kimiawi terapeutik
anatomis (ATC) merupakan sistem klasifikasi obat yang paling banyak digunakan, yang
memberikan masing-masing obat kode ATC yang unik, berupa kode alfanumerik yang
menempatkan obat tersebut ke kelompok obat tertentu dalam sistem ATC. Sistem klasifikasi
utama lainnya adalah Sistem klasifikasi Biofarmasi. Sistem ini mengelompokkan obat
berdasarkan sifat kelarutan dan permeabilitasnya atau daya serapnya.
Obat psikoaktif adalah zat kimia yang memengaruhi fungsi Sistem saraf pusat,
mengubah persepsi\suasana hati, atau kesadaran. Obat-obatan ini dibagi menjadi beberapa
kelompok berbeda seperti: stimulan, depresan, antidepresan, ansiolitik, antipsikotis,
dan halusinogen. Obat-obatan psikoaktif ini telah terbukti bermanfaat dalam mengobati
berbagai kondisi medis termasuk gangguan mental di seluruh dunia. Obat-obatan yang
paling banyak digunakan di dunia di antaranya kafein, nikotin, dan alcohol, yang juga
dianggap sebagai obat rekreasi, karena mereka digunakan untuk kesenangan dibandingkan
untuk tujuan pengobatan. Penyalahgunaan beberapa obat psikoaktif dapat
menyebabkan ketergantungan psikologis atau fisik. Perlu dicatat bahwa semua obat dapat
memiliki efek samping. Penggunaan stimulan yang berlebihan dapat meningkatkan psikosis
stimulan. Banyak obat rekreasional berstatus ilegal dan perjanjian internasional
seperti konvensi tunggal tentang narkotika dibuat untuk melarangnya.

Riwayat penggunaan obat adalah seluruh obat atau sediaan farmasi lain yang pernah
atau sedang digunakan.

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan


informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan,
riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik atau
pencatatan penggunaan obat pasien.

Adapun tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat sebagai berikut:


1. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik atau pencatatan
penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan obat.

2. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain
dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan.

3. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).

4. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat.

5. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.


6. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan.

7. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang digunakan.

8. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat.

9. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat.

10. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan minum
obat.

11. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter.

12. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan.

Riwayat penggunaan obat adalah hal yang penting dalam mencegah kesalahan
peresepan serta pengurangan risiko untuk pasien. Di samping itu, riwayat penggunaan obat
yang akurat juga berguna untuk mendeteksi hubungan terapi obat atau perubahan tanda-
tanda klinis yang mungkin akibat dari penggunaan obat. Riwayat penggunaan obat yang baik
harus mencakup semua obat yang sedang dan telah diresepkan pada pasien, reaksi obat
sebelumnya termasuk kemungkinan reaksi hipersensitif, dan obat-obat yang tak
menggunakan resep, termasuk pengobatan herbal atau alternatif, serta kepatuhan terhadap
terapi. Bagian penting dari riwayat penggunaan obat sering tidak lengkap dan tidak akurat.
Penelitian menunjukan hal ini merupakan salah satu kebiasaan yang terjadi di dunia.
Apoteker bisa memainkan peran penting pada pencegahan kesalahan ini dengan terlibat
dalam memperoleh riwayat penggunaan obat setelah adanya perpindahan pasien.

Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam
usaha pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan/dokter umumnya masih
enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tersebut berbeda dengan di
beberapa negara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan
pengobatan tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama
keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional
karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih
kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali,
diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat.

Definisi obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan,
hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat
tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang lebih dikenal dengan nama jamu,
umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tanaman. Bagian tanaman
yang digunakan dapat berupa akar, batang, daun, umbi atau mungkin juga seluruh bagian
tanaman.

Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari alam nabati, yang khasiatnya
jelas dan terbuat dari bahan baku, baik berupa simplisia atau sediaan galenik yang telah
memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin keseragaman komponen aktif,
keamanan dan kegunaannya. Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung
sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum obat modern ditemukan dan dipasarkan. Hal itu
tercermin antara lain pada lukisan di relief Candi Borobudur dan resep tanaman obat yang
ditulis dari tahun 991 sampai 1016 pada daun lontar di Bali.

Dalam dekade belakangan ini di tengah banyaknya jenis obat modern di pasaran dan
munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, terdapat kecenderungan global untuk
kembali ke alam (back to nature). Faktor yang mendorong masyarakat untuk
mendayagunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat modern/sintetis dan
banyaknya efek samping. Selain itu faktor promosi melalui media masa juga ikut berperan
dalam meningkatkan penggunaan obat bahan alam. Oleh karena itu obat bahan alam
menjadi semakin populer dan penggunaannya meningkat tidak saja di negara sedang
berkembang seperti Indonesia, tetapi juga pada negara maju misalnya Jerman dan Amerika
Serikat. Tahun 2000 pasar dunia untuk obat herbal termasuk bahan baku mencapai 43 000
juta dolar Amerika. Penjualan obat herbal meningkat dua kali lipat antara tahun 1991 dan
1994, dan antara 1994 dan 1998 di Amerika Serikat.

Di Indonesia menurut survei nasional tahun 2000, didapatkan 15,6% masyarakat


menggunakan obat tradisional untuk pengobatan sendiri dan jumlah tersebut meningkat
menjadi 31,7 % pada tahun 2001. Jenis obat tradisional yang digunakan dapat berupa obat
tradisional buatan sendiri, jamu gendong maupun obat tradisional industri pabrik.

Meningkatnya minat masyarakat terhadap obat tradisional memacu industri farmasi di


Indonesia untuk ikut memproduksi obat tradisional.
Pada tahun 2002 jumlah industri farmasi yang memproduksi obat tradisional yang
mendaftar pada Badan POM ada 16 perusahaan dan meningkat menjadi 82 pada tahun
berikutnya. Jumlah industri yang memproduksi obat tradisional sampai akhir 2002 di
Indonesia didapatkan 1012, yang terdiri atas 105 industri skala besar dan 907 industri skala
kecil. Jumlah sediaan obat tradisional yang didaftar pada Badan POM akhir 2006 adalah 14
217 termasuk diantaranya 2 036 produk impor dan 52 produk lisensi.

Penelitian obat tradisional Indonesia mencakup penelitian obat herbal tunggal


maupun dalam bentuk ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selama ini meliputi
penelitian budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas, farmakodinamik,
formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian di atas, uji klinik masih sangat kurang dilakukan
dibandingkan jenis penelitian lainnya, sehingga data khasiat dan keamanan obat herbal
pada manusia masih sangat jarang. Hal tersebut antara lain karena biaya penelitian untuk uji
klinik sangat besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional/obat herbal
tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan efek yang jelas pada hewan coba.
Penelitian mengenai budidaya tanaman obat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
tanaman obat tertentu yang meningkat sehingga kebutuhan tidak terpenuhi dari lahan yang
ada atau karena berkurangnya lahan tempat tumbuh tanaman obat.

Berbeda dengan obat moderen yang mengandung satu atau beberapa zat aktif yang
jelas identitas dan jumlahnya, obat tradisional/obat herbal mengandung banyak kandungan
kimia dan umumnya tidak diketahui atau tidak dapat dipastikan zat aktif yang berperan
dalam menimbulkan efek terapi atau menimbulkan efek samping. Selain itu kandungan
kimia obat herbal ditentukan oleh banyak faktor. Hal itu disebabkan tanaman merupakan
organisme hidup sehingga letak geografis/tempat tumbuh tanaman, iklim, cara
pembudidayaan, cara dan waktu panen, cara perlakuan pascapanen (pengeringan,
penyimpanan) dapat mempengaruhi kandungan kimia obat herbal. Kandungan kimia
tanaman obat ditentukan tidak saja oleh jenis (spesies) tanaman obat, tetapi juga oleh anak
jenis dan varietasnya. Sebagai contoh bau minyak kayu putih yang disuling dari daun
Eucalyptus sp bervariasi tergantung dari anak jenis dan varietas tumbuhan, bahkan ada di
antaranya yang tidak berbau.

Pada tanaman obat, kandungan kimia yang memiliki kerja terapeutik termasuk pada
golongan metabolit sekunder. Umumnya metabolit sekunder pada tanaman bermanfaat
sebagai mekanisme pertahanan terhadap berbagai predator seperti serangga dan
mikroorganisme dan hanya dihasilkan oleh tanaman tertentu termasuk tanaman obat.
Kandungan aktif tanaman obat antara lain berupa alkaloid, flavonoid, minyak esensial,
glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen. Lemak, protein, karbohidrat merupakan
metabolit primer yang dihasilkan oleh semua jenis tanaman.
Dalam rangka pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi obat herbal
terstandar dan fitofarmaka, standarisasi dan persyaratan mutu simplisia obat tradisional
merupakan hal yang perlu diperhatikan.

Simplisia merupakan bahan baku yang berasal dari tanaman yang belum mengalami
pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia
tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor seperti telah dikemukakan
sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek yang dapat diulang
(reproducible).Kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai standar adalah kandungan
kimia yang berkhasiat, atau kandungan kimia yang hanya sebagai petanda (marker), atau
yang memiliki sidik jari (fingerprint) pada kromatogram. Untuk mendapatkan simplisia
dengan mutu standar diperlukan pembudidayaan dalam kondisi standar. Dewasa ini industri
obat tradisional disarankan dan didorong untuk melakukan budidaya dan mengembangkan
sendiri tanaman sumber simplisianya sehingga diharapkan diperoleh simplisia dengan mutu
standar yang relatif homogen. Standarisasi tidak saja diperlukan pada simplisia, tetapi juga
pada metode pembuatan sediaan termasuk pelarut yang digunakan dan standardisasi
sediaan jadinya.

Untuk pengembangan obat tradisional menjadi obat herbal terstandardisasi dan


fitofarmaka, simplisia harus memenuhi persaratan mutu agar dapat menimbulkan efek dan
aman. Persaratan mutu simplisia sejumlah tanaman tertera dalam buku Farmakope
Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, atau Materia Medika Indonesia. Materia Medika
Indonesia yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengawasan Obat Tradisional memuat
persaratan baku mutu simplisia yang banyak dipakai oleh perusahaan obat tradisional.
Pemeliharaan mutu harus diupayakan dari hulu ke hilir mulai dari budidaya, pemanenan dan
pengolahan pasca panen, pembuatan bahan baku, sampai ke pembuatan sediaan dan
sediaannya. Parameter standar mutu simplisia antara lain mencakup kadar abu, kadar zat
terekstraksi air, kadar zat terekstraksi etanol, bahan organik asing, cemaran mikroba
termasuk bakteri patogen, cemaran jamur/kapang, cemaran aflatoksin, cemaran residu
pestisida, cemaran logam berat, kadar air, kadar zat aktif/zat identitas.Parameter standar
mutu ekstrak selain hal di atas juga mencakup konsistensi ekstrak, sedangkan parameter
untuk sediaan termasuk di antaranya waktu hancur, kadar bahan tambahan (pengawet,
pewarna, pemanis, bahan kimia obat), kadar etanol, dan stabilitas.

Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan


formal/profesi dokter, maka hasil data empirik harus didukung oleh bukti
ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaannya pada manusia. Bukti
tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara
sistematik. Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka
adalah sebagai berikut.

1. Seleksi.

2. Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik.

3. Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan


terstandar.

4. Uji klinik.

Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia meskipun
nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji klinik
yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena beberapa hal yaitu:

1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik.

2. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan aman
pada uji preklinik.

3. Perlunya standardisasi bahan yang diuji.

4. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis
empiris, selain itu kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor.

5. Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah laku di
pasaran.
BAB 3
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Obat memang sangat penting saat ini untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang
terdapat di tubuh kita, akan tetapi tidak semua obat dapat di gunakan begitu saja, karena
ada Sebagian obat yang harus digunakan dengan resep dokter ataupun apoteker.
Pemberian obat juga tidak boleh sembarangan, pemberi obat harus mengetahui Riwayat
penyakit ataupun Riwayat obat yang pernah digunakan oleh pasien nya agar obat tersebut
tidak menjadi racun bagi tubuh. Dibalik itu semua ada sejarah perkembangan obat yang
sangat Panjang sampai menjadi seperti sejarang ini, meskipun sekarang sudah banyak obat-
obat akan tetapi masih banyak yang menggunakan obat tradisional.

2. SARAN
Sebaiknya penggunaan obat harus dengan resep dokter atau apoteker agar obat dapat
bekerja maksimal dan tidak menjadi racun ditubuh kita.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1997, Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Cetakan Ketiga (Revisi), Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

Depkes RI, 2006, Pedoman Penggunaan Obat bebas dan Obat Bebas Terbatas, Direktorat
bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesahatan,
Jakarta.

Green, et al., 1980, Health Education Planning, a Diagnostic Approach. California, Mayfield
Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai