PENGGOLONGAN OBAT
Dosen pembimbing
Riska Yunita S.Kep.,Ns
Dosen pembimbing
Riska Yunita S.Kep.,Ns
Kelompok 3:
Bambang Irawan
Dinda Insani R
Indri Anita
Lutviatil Lailiyah
Merina Halimatus Z
Noer Holisah
Sulaiman Baihaky
Sandi Nugroho P
Zainal Arifin
Zainullah
i
HALAMAN PENGESAHAN
MAKALAH
PENGGOLONGAN OBAT
Mengetahui,
Dosen Mata Ajar
ii
LEMBAR KONSULTASI
iii
KATA PENGANTAR
Penyusun
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat ialah semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati, yang
dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah
penyakit berikut gejala-gejalanya.Kebanyakan obat yang digunakan
dimasa lampau adalah obat yang berasal dari tanaman. Dengan cara
mencoba–coba, secara empiris orang purba mendapatkan pengalaman
dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk menyembuhkan
penyakit. Pengetahuan ini secara turun temurun disimpan dan
dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, sebagaimana
pengobatan tradisional jamu di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi siswa,baik penyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap apa itu pemeriksaan laboratorium.
2. Bagi institusi
Makalah ini bagi institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam memahami
apa itu obat
3. Bagi Masyarakat
7
Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan tentang
apa itu guna obat bagi masyarakat.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Obat
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional,
Departemen Kesehatan RI, 2005).
Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi
proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya.
Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat
menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan
penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan
berbagai gejala penyakit. (Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia). Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk
diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan.
Pengertian Obat secara khusus :
1. Obat Baru
Adalah obat yang berisi zat (berkhasiat/tidak berkhasiat),seperti
pembantu,pelarut,pengisi,lapisan atau komponen lain yang belum dikenal
sehigga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.
2. Obat Essensial
Adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan masyarakat dan tercantum dalam daftar Obat Essensial Nasional
(DOEN) yang ditetapkan oleh Mentri Kesehatan RI.
3. Obat Jadi
Adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk
salep,cairan,suppositoria,capsul,pil,tablet,serbuk,atau bentuk lainnya yang
secara teknis sesuai dengan Famakope Indonesia atau buku resmi lain
yang ditetapkan pemerintah.
4. Obat Paten
9
Adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama
pembuat yang telah diberi kuasa dan obat itu dijual dalam kemasan asli
dari perusahaan yang memproduksinya
5. Obat Asli
Adalah obat yang diperoleh langsung dari bahan bahan
alamiah,diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan
digunakan dalam pengobatan tradisional.
6. Obat Tradisional
Adalah obat yang didapat dari bahan alam diolah secara sederhana
berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.
7. Obat Generik
Adalah obat yang nama resmi nya tercantum dalam Farmakope
Indonesia dengan zat khasiat yang dikandungnya.
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam
pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain
merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat
berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan
obat atau farmakoterapi.
Penetapan diagnosa
Untuk pencegahan penyakit
Menyembuhkan penyakit
Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
Peningkatan kesehatan
Mengurangi rasa sakit
10
Zat aktif yang terkandung didalamnya cenderung relative aman dan
memiliki efek samping yang rendah. Obat yang termasuk golongan ini ditandai
dengan lingkaran berwarna hijau bergaris tepi hitam yang terdapat pada kemasan.
Umumnya obat bebas digunakan untuk mengobati penyakityang termasuk
kategori ringan, seperti pusing, flu dan batuk. Contoh obat bebas seperti
paracetamol, livron B plex.
11
obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit
contoh vaksin, dan serum.
obat yang menghilangkan simtomatik/gejala, meredakan nyeri
contoh analgesic
obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi fungsi zat
yang kurang, contoh vitamin dan hormon.
Obat-obat otonom yaitu obat yang bekerja pada berbagai bagian susunan
saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai ke efektor. Banyak obat dapat
mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara
spesifik dan bekerja pada dosis kecil.
b. Cara Kerja Obat Otonom
Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi system kolinergik
maupun adrenergik, yaitu :
12
Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
Kolinergik
Hemikolinium menghaambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dan dengan
demikian mengurangi sintesis Ach. Toksin botulinus n menghabat pelepasan
Ach di semua saraf kolinergik sehingga dapat menyebabkan kematian akibat
paralysis pernapasan perifer. Toksin tersebut memblok secara ireversibel
pelepasan Ach dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu
toksin paling potenn yang dikenal orang. Toksin tetanus mempunyai
mekanisme keraja yang serupa.
Adrenergik
13
dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokadd adreergik akibat pengosongan
depot NE di ujung saraf.
Ikatan dengan reseptor
Obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip
dengan efek transmitor disebut agonis. Obat yang hanya menduduki reseptor
tanpa enimbulkan efek langsung, tetapui efek akibat hilangnya efek
transmitor(karena tergeser transmitor dari reseptor) disebut antagonis atau
bloker.
Contoh obat kolinergik: hemikolinium, toksin botolinus, atropine, pirenzepin,
trimetafan,dll.
Contoh obat adrenergik: guanetidin, tiramin, amfetamin, imipiramin, klonidin,
salbutamol, doxazosin, dll.
Hambatan destruktif transmitor
Kolinergik
Antikolinesterase merupakan kelompok besar yang menghanbat destruksi Ach
karena menghambat AChE, dengn akibat perangsangan berlebihan di reseptor
muskarinik oleh Ach dan terjadinya perangsangan disusul blockade di reseptor
nikotinik.
Adrenergik
Ambilan kembali NE setelah pelepasannya di ujung saraf merupakan
mekanisme utama penghentian transmisi adrenergic. Hambatan proses ini oleh
kokain dan impiramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan
simpatis oleh obat tersebut.
14
Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf
simpatis.
Obat yang meniru efek bila saraf simpatis ditekan atau melawan efek
adrenergik, mis propanolol, dll
Klasifikasi berdasarkan tempat kerjanya terdiri dari : Antagonis
adrenoseptor α( α- Bloker), Antagonis adrenoseptor β(β - Bloker),
Penghambat saraf adrenergik
3. Kolinergik (Parasimpatomimetik)
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf parasimpatis.
Obat yang meniru perangsangan dari saraf parasimpatis, cth pilokarpin,
fisostigmin
Efek yang ditimbulkan :
o stimulasi aktivitas sal cerna, sekresi kel ludah, getah lambung, air
mata, dll
o memperlambat sirkulasi darah dan mengurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah
o memperlambat pernafasan dengan menciutkan saluran nafas,
meningkatkan sekresi dahak
o kontraksi otot mata dengan miosis, menurunkan TIO dan
memperlancar keluarnya air mata
o Kontraksi kandung kemih dan ureter.
Efek samping kolinergik : mual, muntah, diare, sekresi ludah, keringat dan
air mata, bradikardi, bronkokonstriksi.
Penggunaan : glaukoma, myastenia gravis, atonia
4. Penghambat Kolinergik( Parasimpatolitik)
Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf
parasimpatis.
Anti kolinergik yang bekerja pada reseptor muskarinik
Atropin, Ipratropium bromida
Efek sentral terhadap SSP
Merangsang pada dosis kecil
Mendepresi pada dosis toksik
Efek farmakodinamik : Mengurangi sekresi saluran nafas, anti
spasmodik,dll
Indikasi: Intoksikasi insektisida
organofosfat
Asma Bronkial dll
5. Obat Ganglion
Efek obat golongan ini merangsang atau menghambat penerusan impuls
ganglion.
Terdiri dari :
a. Obat perangsang ganglion
Nikotin
b. Obat penghambat ganglion
Heksametonium (C6), Pentolinium, dll.
15
(Pearce, Evelyn C, 1995; Gunawan, Sulistis Gan et al, 2007)
Obat analgesik, antipiretik serta Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat
berbeda secara kimia.Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Atas kerja farmakologisnya,
analgesik dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Obat Analgesik Narkotika/Analgesik opioid
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat
seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk
meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Pada semua analgesik opioid dapat
menimbulkan adiksi/ketergantungan.
Ada 3 golongan obat ini yaitu :
a. Obat yang berasal dari opium-morfin,
b. Senyawa semisintetik morfin, dan
c. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme umum dari analgesic opioid adalah :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion
Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan
meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion
16
kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya serotonin, dan
peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan
transmisi rangsang nyeri terhambat.
17
G. Mekanisme Analgesik (Timbulnya Rasa Nyeri)
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila
ada jaringan tubuh yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi
dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Dengan kata lain, nyeri pada umumnya
terjadi akibat adanya kerusakan. Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga
jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron
sensori, serabut konektor atau interneuron, dan sel saraf eferen atau neuron
motorik.
Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan
impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor
ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia
tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut
nosiseptor.
Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang
yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan
jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh,
kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui
jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat banyak
melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari
thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan
sebagai nyeri. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan
zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien,
substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung
syaraf dan menyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997). Secara
skematis, mekanisme terjadinya rasa nyeri adalah: Adanya stimulus dari luar (bisa
karena penyebab fisika maupun kimia), menyebabkan adanya kerusakan membran
sel.
Membran sel yang rusak akan mengalami labilisasi lisosomes dan terjadi
pelepasan enzim fosfolipase yang akan menghidrolisa fosfolipid dari membran sel
untuk menghasilkan asam arakhidonat. Prostaglandin disintesis dari asam
arakhidonat melalui jalurCOX. Dengan kata lain, prostaglandin dihasilkan oleh
jaringan yang sedang terluka atau sakit yang disintesis dari asam lemak tak jenuh
18
rantai panjang yaitu asam arakidonat. Proses pembentukan prostaglandin dari
asam arakidonat dengan bantuan COX, ditunjukkan oleh persamaan reaksi di
bawah ini. Sedangkan untuk tipe prostaglandin yang dapat menimbulkan respon
nyeri adalah Prostaglandin E2 (PGE2) dan Prostasiklin (PGI2). Kehadiran obat
penghilang rasa sakit seperti obat-obat analgesik dapat menghambat proses
pembentukan molekul inidengan cara menghambat kerja enzim COX (Zulfikar,
2010)
o Penggolongan obat dan Mekanisme Kerjanya
Untuk obat-obat analgesic terbagi dalam beberapa golongan, yaitu:
1. Golongan Salicylates, contoh obatnya:
a. Aspirin/asetosal
Mempunyai kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya
menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat
ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada
dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung .Efek ini dapat
diperkecil dengan penyangga yang cocok ( misalnya, minum aspirin bersama
makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).
b. Salisilamid
Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek
analgesic dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak
diubah menjadi salisilat. Efek anlgesik antipiretik salisilamid lebih lemah daripada
salisilat, karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolism lintas
pertama, sehingga hanya sebagian salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi
sebagai zat aktif. Obat ini mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke
jaringan. Obat inimenghambat glukoronidasi obat anlagesik lain di hati misalnya
Na salisilat dan asetaminofen, sehingga pemberian bersama dapat meningkatkan
efek terapi dan toksisitas obat tersebut.
c. Diflunisial
Obat ini merupakan derivate difluorofenil dari asam salisilat, tetapi dalam
tubuh tidak diubah menjadi asam salisilat. Bersifat analgesic dan anti-inflamasi
tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Obat ini juga berperan dalam
penghambatan prostaglandin melalui penghambatan enzim COX.
19
2. Golongan para Aminophenol, Contoh Obatnya :
a. Acetaminophen,
adalah metabolit dari fenasetin. Untuk Fenasetin, tidak digunakan lagi
dalm pengobatan, karena penggunaannya dikaitkan dengan terjadinya anemia
hemolitik, dan mungkin kanker kandung kemih. Obat ini menghambat
prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-
inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang
seperti nyeri kepala,mialgia,nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek
samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati.
Farmakodinamik
Efek analgesic paracetamol serupa dengan salisilat, yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek antiimflamasinya sangat lemah, oleh karena itu paracetamol tidak digunakan
sebagai antireumatik. Paracetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang
lemah. PG dihambat akibat adanya penghambatan enzim COX.
20
Dosis : dewasa 25-100 mg (SK atau IM) tiap 3-4 jam. Anak 0.5-2
mg/kg BB secar IM. Dosis maksimal: 100 mg tiap 3-4 jam.
Kemasan : dus, 10 ampul @ 2 mL ini 50 mg/mL.
2. CITOMOL
Sirup : parasetamol 120 mg/5 mL; kaplet: parasetamol 500 mg.
Indikasi : untuk meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala,
sakit gigi dan menurunkan demam.
Kontra indikasi : tidak boleh diberikan pada penderita dengan
gangguan fungsi hati. Penderita yang hipesensitif terhadap
parasetamol.
Perhatian ; hati hati pengguaan obat ini pada penderita penyakit
ginjal. Penggunaan obat ini pada penderita yang mengkonsumsi
alkohol dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi hati.bila
setelah dua hari demam tidak menurun atau setelah lima hari nyeri
tidak menghilang, segera hubungi unit pelayanan kesehatan.
Efek samping : penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat
menyebabkan kerusakan hati, reaksi hipersensitivitas.
Dosis : sirup anak 0-1 tahun;sehari 3-4 x 1/2 sendok takar; anak 1
sampai 2 tahun: sehari 3-4 x 1 sendok takar ; anak 2-6 tahun :
sehari 3-4 x 1-2 sendok takar ; anak 6-9 tahun : sehari 3-4 x sehari
2-3 sendok takar ; anak 9-12 tahun ; sehari 3-4 x 3-4 sendok takar.
Kaplet : dewasa : sehari 3-4 x 1 kaplet ; anak 6-12 tahun : sehari 3-
4 x ½ sendok – 1 kaplet atau sesuai petunjuk dokter .
Kemasan : sirup : dus,botol 60 mL ;kaplet : dus , 10 stripx 10
kaplet ; botol , 1000 kaplet.
21
3. FENTANYL
Fentanyl 50 mcg/ mL.
Indikasi : suplement analgesik narkotik pada anastesis regional
atau general
Kontra indikasi : depresi pernafasan cedera kepala alkoholisme
akut , serangan asma akut , intoleransi, hamil , menyusui.
Perhatian : lansia dan pasien lemah, difungsi hati dan ginjal,
peni.paru, penurunan cadangan pernafasan, anak < 2 tahun ,
hipotiroidisme , hipertrofi prostal , shok , gangguan obstruksi usus ,
peni.
Efek samping : depresi nafas , kekakuan otot , hipotensi , bradikal
dialirik ospame , mual , muntah , menggigil, tidak bisa istirahat ,
halusinasi paska oprasi , gejala ekstrapiramidal bila digunakan
dengan trankulizer pergerakan , mioklonik , pusing , apnea , reaksi
alergi .
Interaksi obat : dengan obat anastesi lain meningkatkan efek
anastesi, obat yang menekan XXP .
Dosis : pramedikasi ; 100 mcg scr im 30-60 sebelum operasi .
tambahan pada anastesi regional : 50-100 mcg secara IV/IM
lambat selama 1-2menit bila tambahan analgesia diperlukan . paska
operasi ( ruang pemulihan ) : 50- 100 mcg secara IM dapat diulangi
dalam 1-2 jam bila perlu. Sebagai analgesik tambahan terhadap
anestesi umum :dosis rendah : 2 mcg/kgBB .sebagai zat anestesi :
50-100 mcg/kgMM
Kemasan : 5 Amp 2 dan 10 ml.
22
4. MST CONTINUS
Morhn sulfat 10 mg ; 30 mg
Indikasi : penatalaksaan nyeri kronik yang erlu analgesik opioid
Dosis : pasien tidak pernah memakai apioid . awal 10-15 mg, efek
obat selama 12 jam. Nyeri yang tidak dapat dikontrol dengan
apioid : awal 20-30 mg tiap 12 jam. Telat utuh , jangan dibagi /
dikunyah / dihancurkan.
Kemasan : 60 tablet 10 mg 60 tablet 15 mg 60 tablet 30 mg.
5. Etodolac
23
6. Indomethacin
24
Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan
darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
b. Paracetamol/acetaminophen
Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak
menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang
berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
Acetaminophen
c. Asam Mefenamat
25
harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya
dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
Asam Mefenamat
26
Kontraindikasi : penderita ketergantungan obat dan optium ;
hipesensitif, penderita mendapat pengobatan dengan penghambat
MAO , intoksitasi akut dan alcohol, hipnotik , analgesic atau obat
yang mempengaruhi SSP lainnya.
Efek samping : pusing,sidasi, lelah , sakit kepala , berkeringat ,
kulit kemerahan , mulut kering , mual , muntah , dan opstipasi .
Intraksi obat : efek analgesik dari sedasi tranmodol ditingkatkan
pada penggunaan bersama dengan obat obat yang berkerja pada
SSP seperti hipnotik
Dosis : dewasa dan anak > 16 tahun 50 mg dosis tunggal . bila
masih terasa nyeri , dapat ditambahkan 50 mg stelah selang waktu
30 sampai 60 menit dosis maksimal sehari 400 mg .
3. Antalgin
27
Efek sampik : reaksi hipesensitifitas pada kulit misalnya
kemerahan .
Dosis : 1 tablet berikutnya 1 tablet setiap 6 sampai 8 jam , 4 tablet
sehari .
4. Benostan
28
Dosis : sirup ; sehari 3 sampai 4 kali anak < 1 tahun , 2,5ml ; 2-6
tahun : 5 ml ; 7-12 tahun : 10 ml ; dewasa , sehari 3-4 x 1-2 tab
sampai maksimal sehari 8 tap.
I. Obat Antipiretik
J. Obat Sedative-hipnotik
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi
diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau
menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat
ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan
menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).
29
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat
(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan ,
hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma
dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan
aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat
hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan
tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D.,
1995).
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor
kinetik berikut:
a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh,
b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari,
c) kecepatan mulai bekerjanya,
d) bahaya timbulnya ketergantungan,
e) efek “rebound” insomnia,
f) pengaruhnya terhadap kualitas tidur,
g) interaksi dengan otot-otot lain,
h) toksisitas, terutama pada dosis berlebihan
(Tjay, 2002).
30
a) depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan
pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada
kloralhidrat dan paraldehida;
b) tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat;
c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat;
d) “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual,
perasaan ringan di kepala dan termangu.
Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang
(plasma-t½- nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan
barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil,
mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002).
Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya
kerja yaitu khasiat anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya
relaksasi otot. Keuntungan obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat
4 tidur lainnya adalah tidak atau hampir tidak merintangi tidur. Dulu, obat
ini diduga tidak menimbulkan toleransi, tetapi ternyata bahwa efek
hipnotisnya semakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti
cepatnya menidurkan, serta memperpanjang dan memperdalam tidur
(Tjay, 2002).
Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi
dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma
sampai dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20-
60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis,
tidak disertai mimpi yang mengganggu. Fase tidur REM dipersingkat.
Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan
luar (Ganiswarna dkk, 1995).
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur,
dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya
(raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu
dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak
menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan
31
dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat
penghambatan (Ganiswarna dkk, 1995).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obat adalah setiap zat kimia (alami maupun sintetik) yang selain makanan
yang mempunyai pengaruh atau menimbulkan efek terhadap organisme hidup,
baik efek psikologis, fisiologis maupun biokimiawi.
Penggolongan obat secara luas dibedakan berdasarkan ilmu farmasinya
diantaranya penggolongan obat berdasarkan jenisnya, mekanisme kerja obatnya,
tempat atau lokasi pemakaian, cara pemakaian, efek yang di timbulkan, daya kerja
atau terapi, asal obat dan cara pembuatannya.
32
B. Saran
Dalam pengkajian makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
untuk itu perlu adanya pengetahuan dari segla sumber dan di harapkan saran juga
masukan untuk menyempurnakan makalah ini.
Daftar Pustaka
Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta.
FKUI
Tan, Hoan, Tjay., & Kirana R. (2002). Obat-Obat Penting Edisi Kelima Cetakan
Kedua.Jakarta: Gramedia
33
34