Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PENGGOLONGAN OBAT

Dosen pembimbing
Riska Yunita S.Kep.,Ns

Dosen pembimbing
Riska Yunita S.Kep.,Ns

Kelompok 3:
Bambang Irawan
Dinda Insani R
Indri Anita
Lutviatil Lailiyah
Merina Halimatus Z
Noer Holisah
Sulaiman Baihaky
Sandi Nugroho P
Zainal Arifin
Zainullah

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES HASHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2016-2017

i
HALAMAN PENGESAHAN
MAKALAH
PENGGOLONGAN OBAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar


FARMAKOLOGI

Mengetahui,
Dosen Mata Ajar

Rizka Yuanita.,S Kep.,NS

ii
LEMBAR KONSULTASI

No Tanggal Dosen Konsultasi Ttd

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah


SWT. Atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga
selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh
yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni
Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas di STIKES Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah
dengan judul “PENGGOLONGAN OBAT” dan dengan selesainya
penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh
pondok pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. sebagai ketua STIKES
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Rizka Yunita.,S Kep.,NS. Sebagai dosen mata ajar farmakologi Pada
akhirnya atas penulisan materi ini sepenuhnya belum sempurna. Oleh
karena itu, dengan rendah hati pembuat makalah mengharap kritik dan
saran dari pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan
penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo,11 September 2016

Penyusun

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ............................................................................................ i


Lembar Pengesahan ....................................................................................... ii
Lembar Konsultasi.......................................................................................... iii
Kata Pengantar ............................................................................................... iv
Daftar Isi........................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi obat
B. Macam- macam obat
C. Definisi obat otonom
D. Definisi obat analgesik
E. Mekanisme analgesic
F. Definisi obat antipiretik
G. Definisi obat sedatif- hiptonika
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... vi

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat ialah semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati, yang
dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah
penyakit berikut gejala-gejalanya.Kebanyakan obat yang digunakan
dimasa lampau adalah obat yang berasal dari tanaman. Dengan cara
mencoba–coba, secara empiris orang purba mendapatkan pengalaman
dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk menyembuhkan
penyakit. Pengetahuan ini secara turun temurun disimpan dan
dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, sebagaimana
pengobatan tradisional jamu di Indonesia.

Obat yang pertama digunakan adalah obat yang berasal dari


tanaman yang di kenal dengan sebutan obat tradisional (jamu). Obat-obat
nabati ini di gunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktivitas yang
seringkali berbeda-beda tergantung dari asal tanaman dan cara
pembuatannya.Hal ini dianggap kurang memuaskan, maka lambat laun
ahli-ahli kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung
dalam tanaman – tanaman sehingga menghasilkan serangkaian zat – zat
kimia sebagai obat misalnya efedrin dari tanaman Ephedra vulgaris ,
atropin dari Atropa belladonna, morfin dari Papaver
somniferium, digoksin dari Digitalis lanata, reserpin dari Rauwolfia
serpentina, vinblastin dan Vinkristin adalah obat kanker dari Vinca Rosea.

Pada permulaan abad XX mulailah dibuat obat – obat sintesis,


misalnya asetosal, di susul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya.
Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan obat-
obat kemoterapeutik sulfanilamid (1935) dan penisillin (1940). Sejak
tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat
dan hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari
obat-obat baru.Penemuan-penemuan baru menghasilkan lebih dari 500
6
macam obat setiap tahunnya, sehingga obat-obat kuno semakin terdesak
oleh obat-obat baru. Kebanyakan obat-obat yang kini digunakan di
temukan sekitar 20 tahun yang lalu, sedangkan obat-obat kuno di
tinggalkan dan diganti dengan obat modern tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalahyaitu sebagai berikut :

a. Apa yang di maksud dengan obat?

b. Apa saja macam-macam obat?

c. Apa yang dimaksud dengan obat otonom?

d. Bagaimana klasifikasi obat otonom?

e. Apa yang dimaksud dengan obat analgesik?

f. Bagaimana mekanisme obat analgesik?

g. Apa yang dimaksud dengan obat analgesik non-narkotika?

h. Apa yang dimaksud dengan obat antipiretik?


i. Apa yang dimaksud dengan obat sedative Hipnotika?
C. Tujuan
Untuk mengetahui indikasi, kontra indikasi, efek samping obat,
mekanisme kerja obat dan berbagai macam –macam obat menurut pembagiannya.

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi siswa,baik penyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap apa itu pemeriksaan laboratorium.
2. Bagi institusi
Makalah ini bagi institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam memahami
apa itu obat
3. Bagi Masyarakat
7
Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan tentang
apa itu guna obat bagi masyarakat.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Obat
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional,
Departemen Kesehatan RI, 2005).
Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi
proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya.
Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat
menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan
penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan
berbagai gejala penyakit. (Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia). Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk
diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan.
Pengertian Obat secara khusus :
1. Obat Baru
Adalah obat yang berisi zat (berkhasiat/tidak berkhasiat),seperti
pembantu,pelarut,pengisi,lapisan atau komponen lain yang belum dikenal
sehigga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.
2. Obat Essensial
Adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan masyarakat dan tercantum dalam daftar Obat Essensial Nasional
(DOEN) yang ditetapkan oleh Mentri Kesehatan RI.
3. Obat Jadi
Adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk
salep,cairan,suppositoria,capsul,pil,tablet,serbuk,atau bentuk lainnya yang
secara teknis sesuai dengan Famakope Indonesia atau buku resmi lain
yang ditetapkan pemerintah.
4. Obat Paten

9
Adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama
pembuat yang telah diberi kuasa dan obat itu dijual dalam kemasan asli
dari perusahaan yang memproduksinya
5. Obat Asli
Adalah obat yang diperoleh langsung dari bahan bahan
alamiah,diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan
digunakan dalam pengobatan tradisional.
6. Obat Tradisional
Adalah obat yang didapat dari bahan alam diolah secara sederhana
berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.
7. Obat Generik
Adalah obat yang nama resmi nya tercantum dalam Farmakope
Indonesia dengan zat khasiat yang dikandungnya.

Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam
pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain
merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat
berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan
obat atau farmakoterapi.

Peran obat secara umum adalah sebagai berikut:

 Penetapan diagnosa
 Untuk pencegahan penyakit
 Menyembuhkan penyakit
 Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
 Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
 Peningkatan kesehatan
 Mengurangi rasa sakit

B. Macam –Macam Obat

Penggolongan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


917/Menkes/Per/X /1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan
keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi. Penggolongan
obat ini terdiri dari : obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika.
1. OBAT BEBAS

10
Zat aktif yang terkandung didalamnya cenderung relative aman dan
memiliki efek samping yang rendah. Obat yang termasuk golongan ini ditandai
dengan lingkaran berwarna hijau bergaris tepi hitam yang terdapat pada kemasan.
Umumnya obat bebas digunakan untuk mengobati penyakityang termasuk
kategori ringan, seperti pusing, flu dan batuk. Contoh obat bebas seperti
paracetamol, livron B plex.

2. OBAT BEBAS TERBATAS

Golongan obat bebas terbatas dapat digunakan untuk mengobati penyakit


yang kategorinya ringan hingga cukup serius. Contoh obat bebas terbatas Antimo,
noza dan CTM.
3. OBAT KERAS

Obat keras termasuk obat Berbahaya, berbahaya disini dimaksudkan jika


pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter karena dikhawatirkan dapat
memperparah penyakit, meracuni tubuh, bahkan menyebabkan kematian. Contoh
Obat Keras misalnya, seperti asam mefenamat.
4. Narkotika

Narkotika adalah obat-obatan yang dapat berasal dari tanaman maupun


tidak, baik berupa sintesis ataupun semi sintetis. Narkotika dapat menyebabkan
beberapa pengaruh bagi orang yang mengonsumsinya, seperti mampu mengurangi
rasa sakit dan nyeri, menurunkan atau merubah tingkat kesadaran, hilangnya rasa,
serta menimbulkan efek ketergantungan. Contoh Narkotika misalnya, opium
mentah, tanaman ganja, tanaman Papaver Somniferum L, maupun heroina.
a. OBAT BERDASARKAN MEKANISME KERJA
 obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit
akibat bakteri atau mikroba,contoh antibiotic

11
 obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit
contoh vaksin, dan serum.
 obat yang menghilangkan simtomatik/gejala, meredakan nyeri
contoh analgesic
 obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi fungsi zat
yang kurang, contoh vitamin dan hormon.

b. OBAT BERDASARKAN LOKASI ATAU TEMPAT PEMAKAIAN


Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian dibagi
menjadi 2 golongan :
a. obat dalam yaitu obat obatan yang dikonsumsi peroral, contoh tablet
antibiotik, parasetamol tablet
b. obat luar yaitu obat obatan yang dipakai secara topikal/tubuh bagian
luar, contoh sulfur, dll
c. OBAT BERDASARKAN CARA PEMAKAIAN
dibagi menjadi beberapa bagian,
 seperti oral : obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran cerna,
contoh tablet, kapsul, serbuk, dll
 perektal : obat yang dipakai melalui rektum, biasanya digunakan pada pasien
yang tidak bisa menelan, pingsan, atau menghendaki efek cepat dan
terhindar dari pengaruh pH lambung, FFE di hati, maupun enzim-enzim di
dalam tubuh
 Sublingual : Sublingual : pemakaian obat dengan meletakkannya dibawah
lidah., masuk ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat, contoh obat hipertensi
: tablet hisap, hormon-hormon
 Parenteral : obat yang disuntikkan melalui kulit ke aliran darah. baik secara
intravena, subkutan,intramuskular,intrakardial.Intrakardial,langsungkeorgan
Intra peritonial: pemberian obat pada rongga peritoneal, di sekitar daerah
abdomen/perut.

C. Pengertian Obat Otonom


a. Dasar Teori

Obat-obat otonom yaitu obat yang bekerja pada berbagai bagian susunan
saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai ke efektor. Banyak obat dapat
mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara
spesifik dan bekerja pada dosis kecil.
b. Cara Kerja Obat Otonom
Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi system kolinergik
maupun adrenergik, yaitu :
12
 Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
Kolinergik
Hemikolinium menghaambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dan dengan
demikian mengurangi sintesis Ach. Toksin botulinus n menghabat pelepasan
Ach di semua saraf kolinergik sehingga dapat menyebabkan kematian akibat
paralysis pernapasan perifer. Toksin tersebut memblok secara ireversibel
pelepasan Ach dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu
toksin paling potenn yang dikenal orang. Toksin tetanus mempunyai
mekanisme keraja yang serupa.
Adrenergik

Metiltirosin memblok sintesis NE. Sebaliknya metildopa, penghambat dopa


dekarboksilase, seperti dopa sendiri didekarboksilasi dan dihidroksilasi
menjadi a-metil NE. Guanetidin dan bretilium juga mengganggu pelepasan
dan penyimpanan NE.
 Menyebabkan pelepasan transmitor
Kolinergik
Racun laba-laba Black window menyebabkan pelepasan Ach(eksositosis)
yang berlebihan, disusul dengan blokade pelepasan ini.
Adrenergik
Banyak obat dapat meningkakan pelepasan NE. Tergantung dari kecepatan
dan lamanya pelepasan, efek yang terlihat dapat berlawanan. Tiramin, efedrin
, amfetamin, dan obat sejenisnya menyebabkan pelepasan NE yang relatif
cepat dan singkat sehingga mengahasilkan efek simpatomimetik. Sebaliknya
reser pin, dengan memblok transport aktif NE ke dalam vesikel menyebabkan
pelepasan NE secara lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE

13
dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokadd adreergik akibat pengosongan
depot NE di ujung saraf.
 Ikatan dengan reseptor
Obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip
dengan efek transmitor disebut agonis. Obat yang hanya menduduki reseptor
tanpa enimbulkan efek langsung, tetapui efek akibat hilangnya efek
transmitor(karena tergeser transmitor dari reseptor) disebut antagonis atau
bloker.
Contoh obat kolinergik: hemikolinium, toksin botolinus, atropine, pirenzepin,
trimetafan,dll.
Contoh obat adrenergik: guanetidin, tiramin, amfetamin, imipiramin, klonidin,
salbutamol, doxazosin, dll.
 Hambatan destruktif transmitor
Kolinergik
Antikolinesterase merupakan kelompok besar yang menghanbat destruksi Ach
karena menghambat AChE, dengn akibat perangsangan berlebihan di reseptor
muskarinik oleh Ach dan terjadinya perangsangan disusul blockade di reseptor
nikotinik.

Adrenergik
Ambilan kembali NE setelah pelepasannya di ujung saraf merupakan
mekanisme utama penghentian transmisi adrenergic. Hambatan proses ini oleh
kokain dan impiramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan
simpatis oleh obat tersebut.

D. Klasifikasi Obat Otonom


1. Adrenergik ( Simpatomimetik)
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf simpatis.
Obat yang meniru efek perangsangan saraf simpatis, mis efedrin, isoprenalin,
dll
 Kerja langsung  Katekolamin
 Adrenalin (epinefrin), fenilefrin dll)
 Efek yang ditimbulkan mirip perangsangan saraf adrenergik
 Kebanyakan obat adrenergik bekerja scr langsung pada reseptor
adrenergik
 Reseptor simpatis yang berperan : α1,α2,β1 dan β2.
 Kerja tidak langsung
 Adrenergik bekerja tidak langsung menyebabkan pelepasan
norepinefrin dari ujung pre sinaptik, obat ini memperkuat epinefrin
endogen tetapi tidak langsung mempengaruhi reseptor pasca sinaptik.
 Amfetamin, dan efedrin.
 Menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan NE( nor epinefrin)
yang tersimpan dalam ujung saraf adrenergik.
 Onset lebih lambat, masa kerja lebih lama.
 Pemberian terus menerus,waktu singkat  Takifilaksis.
2. Penghambat Adrenergik (Simpatolitik)

14
 Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf
simpatis.
 Obat yang meniru efek bila saraf simpatis ditekan atau melawan efek
adrenergik, mis propanolol, dll
 Klasifikasi berdasarkan tempat kerjanya terdiri dari : Antagonis
adrenoseptor α( α- Bloker), Antagonis adrenoseptor β(β - Bloker),
Penghambat saraf adrenergik
3. Kolinergik (Parasimpatomimetik)
 Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf parasimpatis.
 Obat yang meniru perangsangan dari saraf parasimpatis, cth pilokarpin,
fisostigmin
 Efek yang ditimbulkan :
o stimulasi aktivitas sal cerna, sekresi kel ludah, getah lambung, air
mata, dll
o memperlambat sirkulasi darah dan mengurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah
o memperlambat pernafasan dengan menciutkan saluran nafas,
meningkatkan sekresi dahak
o kontraksi otot mata dengan miosis, menurunkan TIO dan
memperlancar keluarnya air mata
o Kontraksi kandung kemih dan ureter.
 Efek samping kolinergik : mual, muntah, diare, sekresi ludah, keringat dan
air mata, bradikardi, bronkokonstriksi.
 Penggunaan : glaukoma, myastenia gravis, atonia
4. Penghambat Kolinergik( Parasimpatolitik)
 Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf
parasimpatis.
 Anti kolinergik yang bekerja pada reseptor muskarinik
 Atropin, Ipratropium bromida
 Efek sentral terhadap SSP 
Merangsang pada dosis kecil
Mendepresi pada dosis toksik
 Efek farmakodinamik : Mengurangi sekresi saluran nafas, anti
spasmodik,dll
 Indikasi: Intoksikasi insektisida
organofosfat
Asma Bronkial dll
5. Obat Ganglion
Efek obat golongan ini merangsang atau menghambat penerusan impuls
ganglion.
Terdiri dari :
a. Obat perangsang ganglion
Nikotin
b. Obat penghambat ganglion
Heksametonium (C6), Pentolinium, dll.

15
(Pearce, Evelyn C, 1995; Gunawan, Sulistis Gan et al, 2007)

F. Pengertian Obat Analgesik

Obat analgesik, antipiretik serta Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat
berbeda secara kimia.Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Atas kerja farmakologisnya,
analgesik dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Obat Analgesik Narkotika/Analgesik opioid
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat
seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk
meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Pada semua analgesik opioid dapat
menimbulkan adiksi/ketergantungan.
Ada 3 golongan obat ini yaitu :
a. Obat yang berasal dari opium-morfin,
b. Senyawa semisintetik morfin, dan
c. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme umum dari analgesic opioid adalah :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion
Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan
meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion
16
kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya serotonin, dan
peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan
transmisi rangsang nyeri terhambat.

2. Obat Analgesik Non-Narkotik


Dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/
Analgetika/ Analgesik Perifer. Penggunaan obat analgetik non-narkotik atau obat
analgesik perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa
sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek
menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik
Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna. Dalam obat
analgetik perifer ini dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Obat analgetik-antipiretik
b. Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
c. Obat Pirai
Namun, pada makalah ini hanya akan ditekankan pada obat analgetik
saja. Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang dapat mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghalangi kesadaran. Sebagai obat analgesic,
obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang,
misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dan nyeri lain yang berasal dari
integument, terutama terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek
analgesiknya jauh lebih rendah daripada obat analgesic opioid, tapi obat ini tidak
menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkankerugian.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase (COX) sehingga
konversi asam arakhidonat menjadi Prostaglandin E2 (PGE2) dan Prostasiklin
(PGI2) terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara yang
berbeda.Khusus parasetamol, hambatan biosintesis prostaglandin hanya terjadi
bila lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi
inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosid.
Ini menjelaskan mengapa efek antiinflamasi paracetamol praktis tidak ada.

17
G. Mekanisme Analgesik (Timbulnya Rasa Nyeri)
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila
ada jaringan tubuh yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi
dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Dengan kata lain, nyeri pada umumnya
terjadi akibat adanya kerusakan. Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga
jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron
sensori, serabut konektor atau interneuron, dan sel saraf eferen atau neuron
motorik.
Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan
impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor
ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia
tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut
nosiseptor.
Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang
yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan
jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh,
kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui
jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat banyak
melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari
thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan
sebagai nyeri. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan
zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien,
substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung
syaraf dan menyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997). Secara
skematis, mekanisme terjadinya rasa nyeri adalah: Adanya stimulus dari luar (bisa
karena penyebab fisika maupun kimia), menyebabkan adanya kerusakan membran
sel.
Membran sel yang rusak akan mengalami labilisasi lisosomes dan terjadi
pelepasan enzim fosfolipase yang akan menghidrolisa fosfolipid dari membran sel
untuk menghasilkan asam arakhidonat. Prostaglandin disintesis dari asam
arakhidonat melalui jalurCOX. Dengan kata lain, prostaglandin dihasilkan oleh
jaringan yang sedang terluka atau sakit yang disintesis dari asam lemak tak jenuh

18
rantai panjang yaitu asam arakidonat. Proses pembentukan prostaglandin dari
asam arakidonat dengan bantuan COX, ditunjukkan oleh persamaan reaksi di
bawah ini. Sedangkan untuk tipe prostaglandin yang dapat menimbulkan respon
nyeri adalah Prostaglandin E2 (PGE2) dan Prostasiklin (PGI2). Kehadiran obat
penghilang rasa sakit seperti obat-obat analgesik dapat menghambat proses
pembentukan molekul inidengan cara menghambat kerja enzim COX (Zulfikar,
2010)
o Penggolongan obat dan Mekanisme Kerjanya
Untuk obat-obat analgesic terbagi dalam beberapa golongan, yaitu:
1. Golongan Salicylates, contoh obatnya:
a. Aspirin/asetosal
Mempunyai kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya
menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat
ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada
dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung .Efek ini dapat
diperkecil dengan penyangga yang cocok ( misalnya, minum aspirin bersama
makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).
b. Salisilamid
Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek
analgesic dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak
diubah menjadi salisilat. Efek anlgesik antipiretik salisilamid lebih lemah daripada
salisilat, karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolism lintas
pertama, sehingga hanya sebagian salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi
sebagai zat aktif. Obat ini mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke
jaringan. Obat inimenghambat glukoronidasi obat anlagesik lain di hati misalnya
Na salisilat dan asetaminofen, sehingga pemberian bersama dapat meningkatkan
efek terapi dan toksisitas obat tersebut.
c. Diflunisial
Obat ini merupakan derivate difluorofenil dari asam salisilat, tetapi dalam
tubuh tidak diubah menjadi asam salisilat. Bersifat analgesic dan anti-inflamasi
tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Obat ini juga berperan dalam
penghambatan prostaglandin melalui penghambatan enzim COX.

19
2. Golongan para Aminophenol, Contoh Obatnya :
a. Acetaminophen,
adalah metabolit dari fenasetin. Untuk Fenasetin, tidak digunakan lagi
dalm pengobatan, karena penggunaannya dikaitkan dengan terjadinya anemia
hemolitik, dan mungkin kanker kandung kemih. Obat ini menghambat
prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-
inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang
seperti nyeri kepala,mialgia,nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek
samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati.
Farmakodinamik
Efek analgesic paracetamol serupa dengan salisilat, yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek antiimflamasinya sangat lemah, oleh karena itu paracetamol tidak digunakan
sebagai antireumatik. Paracetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang
lemah. PG dihambat akibat adanya penghambatan enzim COX.

3. Golongan Pyrazolone dan Derivatnya


Dalam kelompok ini termasuk dipiron, antipirin, dan aminopirin. Antipirin
(fenazon) adalah 5-okso-1-fenil-2,3-dimetilpirazolidin. Aminopirin (amidopirin)
adalah derivate 4-dimetilamino dari antipirin. Dipiron adalah derivate
metansulfonat dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat diberikan
dalam suntikan. Selain itu, masih ada derivate dipiron yaitu methampiron
(antalgin) yang banyak digunakan/tersedia dalam bentuk suntikan atau tablet. Saat
ini antipirin dan aminopirin tidak dianjurkan digunakan lagi karena lebih toksik
daripada dipiron. Obat ini berperan dalam penghambatan prostaglandin melalui
penghambatan enzim COX.
o Contohnya :
1. CLOPEDIN
Pethidin HCL.
 Indikasi: meredakan nyeri sedang hingga berat yang tidak
memberi respons terhadap obat analgesik non narkotik.

20
 Dosis : dewasa 25-100 mg (SK atau IM) tiap 3-4 jam. Anak 0.5-2
mg/kg BB secar IM. Dosis maksimal: 100 mg tiap 3-4 jam.
 Kemasan : dus, 10 ampul @ 2 mL ini 50 mg/mL.

2. CITOMOL
Sirup : parasetamol 120 mg/5 mL; kaplet: parasetamol 500 mg.
 Indikasi : untuk meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala,
sakit gigi dan menurunkan demam.
 Kontra indikasi : tidak boleh diberikan pada penderita dengan
gangguan fungsi hati. Penderita yang hipesensitif terhadap
parasetamol.
 Perhatian ; hati hati pengguaan obat ini pada penderita penyakit
ginjal. Penggunaan obat ini pada penderita yang mengkonsumsi
alkohol dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi hati.bila
setelah dua hari demam tidak menurun atau setelah lima hari nyeri
tidak menghilang, segera hubungi unit pelayanan kesehatan.
 Efek samping : penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat
menyebabkan kerusakan hati, reaksi hipersensitivitas.
 Dosis : sirup anak 0-1 tahun;sehari 3-4 x 1/2 sendok takar; anak 1
sampai 2 tahun: sehari 3-4 x 1 sendok takar ; anak 2-6 tahun :
sehari 3-4 x 1-2 sendok takar ; anak 6-9 tahun : sehari 3-4 x sehari
2-3 sendok takar ; anak 9-12 tahun ; sehari 3-4 x 3-4 sendok takar.
 Kaplet : dewasa : sehari 3-4 x 1 kaplet ; anak 6-12 tahun : sehari 3-
4 x ½ sendok – 1 kaplet atau sesuai petunjuk dokter .
 Kemasan : sirup : dus,botol 60 mL ;kaplet : dus , 10 stripx 10
kaplet ; botol , 1000 kaplet.

21
3. FENTANYL
Fentanyl 50 mcg/ mL.
 Indikasi : suplement analgesik narkotik pada anastesis regional
atau general
 Kontra indikasi : depresi pernafasan cedera kepala alkoholisme
akut , serangan asma akut , intoleransi, hamil , menyusui.
 Perhatian : lansia dan pasien lemah, difungsi hati dan ginjal,
peni.paru, penurunan cadangan pernafasan, anak < 2 tahun ,
hipotiroidisme , hipertrofi prostal , shok , gangguan obstruksi usus ,
peni.
 Efek samping : depresi nafas , kekakuan otot , hipotensi , bradikal
dialirik ospame , mual , muntah , menggigil, tidak bisa istirahat ,
halusinasi paska oprasi , gejala ekstrapiramidal bila digunakan
dengan trankulizer pergerakan , mioklonik , pusing , apnea , reaksi
alergi .
 Interaksi obat : dengan obat anastesi lain meningkatkan efek
anastesi, obat yang menekan XXP .
 Dosis : pramedikasi ; 100 mcg scr im 30-60 sebelum operasi .
tambahan pada anastesi regional : 50-100 mcg secara IV/IM
lambat selama 1-2menit bila tambahan analgesia diperlukan . paska
operasi ( ruang pemulihan ) : 50- 100 mcg secara IM dapat diulangi
dalam 1-2 jam bila perlu. Sebagai analgesik tambahan terhadap
anestesi umum :dosis rendah : 2 mcg/kgBB .sebagai zat anestesi :
50-100 mcg/kgMM
 Kemasan : 5 Amp 2 dan 10 ml.

22
4. MST CONTINUS
Morhn sulfat 10 mg ; 30 mg
 Indikasi : penatalaksaan nyeri kronik yang erlu analgesik opioid
 Dosis : pasien tidak pernah memakai apioid . awal 10-15 mg, efek
obat selama 12 jam. Nyeri yang tidak dapat dikontrol dengan
apioid : awal 20-30 mg tiap 12 jam. Telat utuh , jangan dibagi /
dikunyah / dihancurkan.
 Kemasan : 60 tablet 10 mg 60 tablet 15 mg 60 tablet 30 mg.

5. Etodolac

Di gunakan untukmengurangi hormon yang menyebabkan peradangan dan


rasa nyeri pada tubuh misalnya akibat arthritis atau osteoarthritis .dosis yang di
anjurkan untuk pemakaian obat ini adalah 200 hingga 400 mg setiap 6 hingga 8
jam setiap hari sehabis makan. KI :penggunaan etodolac sebelum atau pasca
operasi bypass jantung dapat meningkatkan resiko yang dapat mengancam jiwa,
seperti serangan jantung, stroke, tekanan darah tinggi, maag, gangguan hati ,asma,
polip, dan juga perokok, etodolac bisa mengakibatkan meningkatnya resiko pada
perut atau usus,termasuk perdarahan atau perfrasi (pembentukan lubang). Pada
wanita hamil menyusui,etodolac dapat mengganggu perkembangan janin ,dan
bayi. ES :ruam ,telinga berdenging ,sakit kepala,pusing,mengantuk,sakit
perut,mual,deare,sembelit,mulas,retensi cairan ,sesak nafas,retensi
cairan,pembekuan darah,serangan jantung,hipertensi,dan gagal jantung

23
6. Indomethacin

Berfungsi sebagai prostglandin yaitu menghalangi aksi bahan-bahan kimia


yang berbahaya bagi tubuh.
 Kontra indikasi : Pasien yang sedang mengkonsumsi obat ,
suplement , obat herbalAlergi terhadap obat-obatan jenis
NSAid,makanan dan lainnya.
Penderita maag dan gangguan pendarahan penderita dengan
riwayat gagal jantung, ginjal, gangguan hati, masalah kencing,
tekanan darah tinggi, sariawan, kejang, atau kadar natrium darah
rendah, dan infeksi.
 Efek samping : kemerahan dan rasa nyeri pada daerah bekas
suntikan, alergi (seperti ruam, gatal-gatal, gangguan pernafasan,
sesak di dada, pembengkakan mulutwah, bibir, atau lidah),muntah
darah, warna urine dan tinja menjadi gelap, frekuensi buang air
kecil menurun, detak jantung lambat;memar, masalah berat badan.

H. Obat Analgesik Non-Narkotik

Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal


dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-
narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini
cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh
pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat
kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan
penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

24
Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan
darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.

 Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik:


a. Ibupropen
ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak
negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu
kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.
Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.

b. Paracetamol/acetaminophen

Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan


parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan
salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama
karena dapat menimbulkan nefropati analgesik.

Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak
menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang
berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.

Acetaminophen

c. Asam Mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat


kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan

25
harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya
dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.

Asam Mefenamat

 Macam-macam obat analgesic non-narkotika


1. Abajos

Parasetamol 500 mg, tiamina HCI 50 mg,piridoksin HCI 100 mg,


sianokobalamin 100 mg.
 Indikasi : neuritis, neuralgia,terutama pada keadaan rasa sakit yang
berat .
 Kontrak indikasi: kerusakan fungsi hati.
 Perhatian: gangguan hati
 Efek samping: reaksi hipersensitivitas
2. Centrasic

Tramadol hcl 50 mg/ml.


 Indikasi : pengobatan nyeri akut dan kronik berat, nyeri pasca
operasi.

26
 Kontraindikasi : penderita ketergantungan obat dan optium ;
hipesensitif, penderita mendapat pengobatan dengan penghambat
MAO , intoksitasi akut dan alcohol, hipnotik , analgesic atau obat
yang mempengaruhi SSP lainnya.
 Efek samping : pusing,sidasi, lelah , sakit kepala , berkeringat ,
kulit kemerahan , mulut kering , mual , muntah , dan opstipasi .
 Intraksi obat : efek analgesik dari sedasi tranmodol ditingkatkan
pada penggunaan bersama dengan obat obat yang berkerja pada
SSP seperti hipnotik
 Dosis : dewasa dan anak > 16 tahun 50 mg dosis tunggal . bila
masih terasa nyeri , dapat ditambahkan 50 mg stelah selang waktu
30 sampai 60 menit dosis maksimal sehari 400 mg .
3. Antalgin

Metampiron : 500 mg perkaplet


 Indikasi : meringankan rasa sakit, terutama nyeri kolik, dan sakit
setelah operasi.
 Kontra indikasi : menderita hipesensitif , wanita hamil dan
menyusui , penderita dengan tekanan darah sistolik kurang dari
100 mmhg .
 Perhatian : tidak untuk mengobati sakit otot pada gejala gejala flu,
rematik , lumbago, sakit punggung , bulsitis , sindroma bahu
lengan . tidak digunakan dalam jangka panjang terus menerus. Hati
hati pada penderita yang pernah mengalami gangguan
pembentukan darah atau kelainan darah, gangguan fungsi hati atau
ginjal.

27
 Efek sampik : reaksi hipesensitifitas pada kulit misalnya
kemerahan .
 Dosis : 1 tablet berikutnya 1 tablet setiap 6 sampai 8 jam , 4 tablet
sehari .
4. Benostan

Asam mefenamat : 500 mg.


 Indikasi : nyeri otot, sakit gigi, nyeri punggung , bursitis ,
disminore dan nyeri setelah melahirkan atau operasi
 Kontraindikasi : luka pada salcerna .
 Efeksamping : diare .
 Dosis : Dws . awal : 2 kap.pemeliharaan : tiap 6 sampai 8 jam 1
kap . anak : 6 bulan atau lebih : tiap 6 sampai 8 jam 6/2 mg / kgBB
/ hari. Paling lama 7 hari.
5. Dumin

Parasetamol : 120 mg/5 ml ; 500 mg.


 Indikasi : menurunkan demam dan meredakan rasa nyeri pada otot
, sakit kepala , sakit gigi.
 Kontra indikasi : penderita yang hipesensitif terhadap golongan
para aminofenol .

28
 Dosis : sirup ; sehari 3 sampai 4 kali anak < 1 tahun , 2,5ml ; 2-6
tahun : 5 ml ; 7-12 tahun : 10 ml ; dewasa , sehari 3-4 x 1-2 tab
sampai maksimal sehari 8 tap.

I. Obat Antipiretik

Antipiretik adalah golongan obat-obatan untuk demam. Demam


sebenarnya adalah mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman infeksi. Saat
terjadi infeksi, otak kita akan menaikkan standar suhu tubuh di atas nilai normal
sehingga tubuh menjadi demam. Obat antipiretik bekerja dengan cara menurunkan
standar suhu tersebut ke nilai normal.

Terdapat banyak jenis obat antipiretik, antara lain:

1. Obat-obatan antiradang nonsteroid, seperti ibuprofen, ketoprofen


2. Aspirin;
3. Paracetamol

Di antara obat antipiretik tersebut, yang paling banyak digunakan di Indonesia


adalah paracetamol.

Obat antipiretik diindikasikan untuk segala penyakit yang menghasilkan


gejala demam. Sejumlah pedoman menyatakan bahwa obat antipiretik sebaiknya
diberikan jika demam lebih dari 38,5 oC. Demam yang kurang dari 38,50C
sebaiknya jangan cepat-cepat diberi obat. Selain untuk menurunkan demam,
sebagian besar obat-obat antipiretik tersebut juga memiliki khasiat untuk
mengurangi nyeri.

Masing-masing obat antipiretik tersebut memiliki kontraindikasi.


Paracetamol sebagai obat antipiretik utama di Indonesia tidak boleh diberikan
pada pasien yang pernah alergi terhadap paracetamol, pasien dengan gangguan
fungsi hati berat, dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang berat. Ibuprofen
dan obat antiradang nonsteroid lainnya bisa menyebabkan perdarahan saluran
pencernaan dan dapat memperparah penyakit maag pada pasien. Aspirin tidak
boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi hati dan juga dapat menyebabkan
perdarahan saluran cerna.

J. Obat Sedative-hipnotik

Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi
diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau
menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat
ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan
menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).
29
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat
(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan ,
hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma
dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan
aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat
hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan
tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D.,
1995).
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor
kinetik berikut:
a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh,
b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari,
c) kecepatan mulai bekerjanya,
d) bahaya timbulnya ketergantungan,
e) efek “rebound” insomnia,
f) pengaruhnya terhadap kualitas tidur,
g) interaksi dengan otot-otot lain,
h) toksisitas, terutama pada dosis berlebihan
(Tjay, 2002).

Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan


emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang
sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan
tonus otot (Djamhuri, 1995).
Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin,
contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat,
contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya:
kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol
(Ganiswarna dkk, 1995).
Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu:

30
a) depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan
pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada
kloralhidrat dan paraldehida;
b) tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat;
c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat;
d) “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual,
perasaan ringan di kepala dan termangu.
Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang
(plasma-t½- nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan
barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil,
mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002).
Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya
kerja yaitu khasiat anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya
relaksasi otot. Keuntungan obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat
4 tidur lainnya adalah tidak atau hampir tidak merintangi tidur. Dulu, obat
ini diduga tidak menimbulkan toleransi, tetapi ternyata bahwa efek
hipnotisnya semakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti
cepatnya menidurkan, serta memperpanjang dan memperdalam tidur
(Tjay, 2002).
Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi
dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma
sampai dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20-
60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis,
tidak disertai mimpi yang mengganggu. Fase tidur REM dipersingkat.
Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan
luar (Ganiswarna dkk, 1995).
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur,
dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya
(raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu
dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak
menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan

31
dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat
penghambatan (Ganiswarna dkk, 1995).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Obat adalah setiap zat kimia (alami maupun sintetik) yang selain makanan
yang mempunyai pengaruh atau menimbulkan efek terhadap organisme hidup,
baik efek psikologis, fisiologis maupun biokimiawi.
Penggolongan obat secara luas dibedakan berdasarkan ilmu farmasinya
diantaranya penggolongan obat berdasarkan jenisnya, mekanisme kerja obatnya,
tempat atau lokasi pemakaian, cara pemakaian, efek yang di timbulkan, daya kerja
atau terapi, asal obat dan cara pembuatannya.
32
B. Saran
Dalam pengkajian makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
untuk itu perlu adanya pengetahuan dari segla sumber dan di harapkan saran juga
masukan untuk menyempurnakan makalah ini.

Daftar Pustaka

Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta.
FKUI

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. 2002. Jakarta :


Gramedia Pustaka Umum.

Tan, Hoan, Tjay., & Kirana R. (2002). Obat-Obat Penting Edisi Kelima Cetakan
Kedua.Jakarta: Gramedia

Tjay,T.H. dan Rahardja.K. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan


Kedua.Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

33
34

Anda mungkin juga menyukai