Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ILMU DASAR KEPERAWATAN 2

OBAT-OBAT TRADISIONAL DAN TOXICOLOGI OBAT

Disusun oleh :

RATNA JULITA (1710142010032)

Dosen Pembimbing :

Ns. Yossi Fitrina, S.kep, M.kep

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES YARSI BUKITTINGGI SUMBAR

T.A 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ilmu dasar
keperawatan 2 ini yang berjudul ”obat-obat tradisional dan toxicologi obat” ini tepat pada
waktu yang telah ditentukan.

Pada kesempatan ini juga saya berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari
semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan
makalah ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Saya menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bukittinggi,4 Agustus 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang…………………………………………………….................
……………………… 4

Rumusan masalah……………………………………….............
………………………………... 5

Tujuan penulisan………………………………………...............
…………………………………. 6

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian obat
tradisional……………………………………………………………………... 7

Jenis dan sumber obat tradisional……………………………….…………………………


13

Pengembangan obat tradisional Indonesia.......................................... 15

Komposisi dan persyaratan obat tradisional Indonesia…………….……….. 16

Pengertian toxicologi dan racun……………………………………………..……………..


22

Jenis toxicologi......................................................................................... 26

Model masuk dan daya keracunan.......................................................... 27

Sasaran organ yang diserang................................................................... 32

3
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..........
…………………….. 38

3.2 Saran ………………………………………………………………………….............


…………... 38

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun,


berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat,
baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-
obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini digencarkan
penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun
ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut
beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna
oleh tubuh.

Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut.


Bagian dari Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah,
daun dan bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul,
serbuk, cair, (simplisia dan tablet.

Obat yang beredar sekarang ini tak lepas dari perkembangan obat di masa lalu. Perlu
kita ketahui bahwa penemuan obat jaman dahulu berawal dari coba-mencoba yang
dilakukan oleh manusia purba. Biasanya di sebut, "EMPIRIS". Empiris berarti
berdasarkan pengalaman dan disimpan serta dikembangkan secara turun-temurun hingga

4
muncul apa yang disebut Ilmu Pengobatan Rakyat atau yang lazimnya disebut
Pengobatan Tradisional Jamu.

Sedangkan Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
(Casarett and Doulls, 1995). Selain itu, toksikologi juga mempelajari
jelas/kerusakan/cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan
oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga
mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang
merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-
hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan
ekotoksikologi.
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama
maknanya ini sering kali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang
mempelajari racun kimia dan fisik yang menghasilkan dari suatu kegiatan dan
menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan ekotoksikologi adalah ilmu
yang mempelajari racun kimia dan fisik pada makhluk hidup, khususnya populasi dan
komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan
lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian, ekotoksikologi merupakan bagian dari
toksikologi lingkungan.
Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari proses modernisasi
dan proses industrialisasi. Proses modernisasi yang akan menaikkan konsumsi sehingga
produksi juga harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi
akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis. Sedangkan proses
industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan
menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini
tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan risiko
pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian obat dan obat tradisional?

5
2. Jenis dan sumber obat tradisional?
3. Komposisi dan persyaratan obat tradisional?
4. Regulasi obat dan perbekalan kesehatan perubahan sosial dan budaya?
5. Pengertian toksikologi dan racun?
6. Apa saja jenis-jenis racun?
7. Bagaimana model masuk dan daya keracunan pada toksikologi?
8. Sasaran organ apa yang diserang dalam keracunan?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui pengertian obat dan pengobatan


2. Mengetahui jenis dan sumber obat tradisional
3. Mengetahui pengembangan obat tradisional di Indonesia
4. Mengetahui komposisi dan persyaratan obat tradisional
5. Mengetahui regulasi obat dan perbekalan kesehatan dan perubahan sosial dan budaya
6. Mengetahui jenis-jenis toksikologi
7. Mengetahui model masuk dan daya keracunan pada toksikologi
8. Mengetahui sasaran organ yang di serang dalam keracunan

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

1. Obat Tradisional

Obat tradisional adalah obat yang dibuat dari bahan atau paduan bahan-bahan yang
diperoleh dari tanaman, hewan, atau mineral yang belum berupa zat murni. Obat
tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara
tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Ditjen POM,
1999). Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi bahan atau campuran bahan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Obat tradisional sering dipakai untuk pengobatan
penyakit yang belum ada obatnya yang memuaskan seperti penyakit kanker, penyakit
virus termasuk AIDS dan penyakit generatif, serta pada keadaan tidak terjangkau oleh
daya beli masyarakat.

Suatu zat merupakan obat bila dalam pengobatan atau eksperiman sudah diperoleh
informasi, diantaranya tentang (B. Zulkarnaen, 1999) :
a. Hubungan dosis dan efek (dose – effect – relationship), selain dari hanya diketahui
adanya suatu efek.
b. Absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi zat tersebut.
c. Tempat zat tersebut bekerja (site of action).
d. Cara bekerja (mechanism of action).

7
e. Hubungan struktur dan respon (structure – respons relationship)
Informasi tentang lima hal diatas diperlukan dan dievaluasi dalam menilai suatu
obat. Penisilin umpamanya sudah diketahui bahwa besar responsnya berkaitan erat
dengan besar dosis, ia diketahui kapan mencapai kadar efektif dalam darah manusia
dan dalam bentuk apa sisa penisilin diekskresi. Diketahui pula pada bagian apa dari
kuman penisilin bekerja, serta bagaimana bekerjanya dan diketahui pula hubungan
kerja dengan struktur molekul penisilin. Informasi seperti ini dipunyai obat modern
yang dipasarkan, sementara kurangnya informasi menyebabkan suatu obat tidak dapat
diedarkan sebagai obat.
Untuk memperoleh informasi di atas, diperlukan penelitian, tenaga, dana dan
waktu yang sangat banyak. Diperkirakan dari ditemukannya suatu obat, dibutuhkan
sekitar 25 tahun, sebelum suatu zat diperbolehkan beredar sebagai obat. Penelitian
berkenaan dengan hal di atas dimulai dari penapisan tahap pertama, yaitu :
a) Penentuan toksitas dan pengaruh terhadap gelagat (behavior).
b) Pengaruh zat terhadap tekanan darah dan semua percobaan yang ada kaitannya
dengan tekanan darah.
c) Pengaruh zat terhadap organ-organ terisolasi yang kemudian diikuti dengan ratusan
percobaan untuk melengkapi informasi yang diperlukan.
Tiga jenis penapisan ini banyak memberikan arah penelitian dan sifat bahan yang
diteliti, mulai dari pengaruh terhadap Susunan Saraf Pusat (SSP), Susunan Saraf
Otonom (SSO), respirasi, relaksan otot, dan sebagainya.
Pada tabel di bawah ini, dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang
mempunyai prospek pengembangan yang potensial.
Tabel 1.

Tanaman Obat Fitofarmaka yang Prospektif

8
No Tanaman Obat Bagian Indikasi potensi
tanaman obat

1. Temulawak (Curcuma Umbi Hepatitis, artritis


Xantorrhiza

2. Kunyit ( Curcuma Umbi Hepatitis, arthritis, antiseptik


demostica Val )

3. Bawang Putih Umbi Kandidiasis, hiperlipidemia


(Allium sativum
Lynn)

4. Jati Blanda (Guazuma Daun Anti hiperlipidemia


ulmitblia Lamk)

5. Handeuleum (Daun Daun Hemoroid


2.
ungu) (Gratophyllum
Pengobatan
picium Griff
tradisional
6. Tempuyung (Sonchus Daun Nefrolitiasis, diuretik
arvensis Linn)

7. Kejibeling Daun Nefrolitiasis, diuretik


(Strobilanthes cripus
BJ)

8. Labu merah Biji Taeniasis


(Cucurbita moschata
Durch)

9. Katuk (Sauropus Daun Meningkatkan produksi ASI


androgynus Merr)

10. Kumis kucing Daun Diuretik


(Orthosiphon
stamineus Benth)

11. Seledri (Apium Daun Hipertensi


graveolena Linn)

12. Pare (Momordica Buah biji Diabetes mellitus


charantia Linn)

13. Jambu biji (Klutuk) Daun Diare


(Psidium guajava
Linn)
9
14. Ceguk (wudani) Biji Askariasis,oksiurtasis
(Quisqualis indica
Pengobatan tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain dari ilmu
kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan maupun tulisan
yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia. WHO menyatakan pengobatan
tradisional ialah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan
pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam
melakukan diagnosis, prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik,
mental ataupun sosial.
Jenis pengobatan tradisional di Indonesia
Berbagai jenis dan cara pengobatan tradisional terdapat dan dikenal di Indonesia.
Ada yang asli Indonesia dan ada pula yang berasal dari luar negeri. Secara garis besar,
ada 4 jenis pengobatan tradisional, yaitu :
1). Pengobatan tradisional dengan ramuan obat
 Pengobatan tradisional dengan ramuan asli Indonesia
 Pengobatan tradisional dengan ramuan obat Cina
 Pengobatan tradisional dengan ramuan obat India
2). Pengobatan tradisional spiritual/kebatinan
 Pengobatan tradisional atas dasar kepercayaan
 Pengobatan tradisional atas dasar agama
 Pengobatan dengan dasar getaran magnetis
3). Pengobatan tradisional dengan memakai peralatan/perangsangan
 Akupuntur, pengobatan atas dasar ilmu pengobatan tradisional Cina yang
menggunakan penusukan jarum dan penghangatan moxa (Daun Arthmesia vulgaris
yang dikeringkan)
 Pengobatan tradisional urut pijat
 Pengobatan tradisional patah tulang
 Pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras)
 Pengobatan tradisional dengan peralatan benda tumpul
4). Pengobatan tradisional yang telah mendapat pengarahan dan pengaturan pemerintah
 Dukun beranak
 Tukang gigi tradisional

10
B. JENIS DAN SUMBER OBAT TRADISIONAL
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen
POM) yang kemudian beralih menjadi Badan POM mempunyai tanggung jawab dalam
peredaran obat tradisional di masyarakat. Obat tradisional di Indonesia semula hanya
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun,
dengan semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi
yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu
membuat jamu dalam bentuk ekstrak. Namun, pembuatan sediaan yang lebih praktis ini
belum diiringi dengan penelitian sampai dengan uji klinik. Dengan keadaan tersebut,
maka obat tradisional dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
1).Jamu (Empirical bused herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan
dan mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut
yang belum dibakukan dan dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan
pengalaman. Bentuk sediaannya berwujud sebagai sebuk seduhan, rajangan untuk
seduhan, dan sebagainya. Istilah penggunaannya masih memakai pengertian
tradisional seperti galiansingset, sekalor, pegel linu, tolak angin, dan sebagainya.
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam
bentuk serbuk seduhan, oil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya,
jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari
berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar 5-10 macam bahkan
lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan dengan
klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-
temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan ratusan tahun, telah membuktikan
keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
2). Ekstrak bahan alam (Scientfic based herbal medicine)
Ekstrak bahan alam adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau
penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral.
Untuk melaksanakan proses ini, membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan

11
berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan
maupun keterampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan teknologi
maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa
penelitian-penelitian pra-klinik seperti standar kandungan bahan berkhasiat, standar
pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis,
dan uji toksisitas akut maupun kronis.
3). Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya,
bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi
persyaratan yang berlaku. Istilah cara penggunaannya menggunakan pengertian
farmakologik seperti diuretic, analgesic, antipiretik dan sebagainya. Selama ini obat-
obat fitofarmaka yang berada di pasaran masih kalah bersaing dengan obat paten. Hal
ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti kepercayaan, standar produksi, promosi
dan pendekatan terhadap medis, maupun konsumennya secara langsung. Fitofarmaka
merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan
obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan
bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Oleh karena itu, dalam
pembuatannya memerlukan tenaga ahli dan biaya yang besar ditunjang dengan
peralatan berteknologi modern pula.

Obat tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai pembuat atau yang
memproduksi obat tradisional yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Obat tradisional buatan sendiri
Obat tradisional jenis ini merupakan air dari pengembangan obat tradisional di
Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai
kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang digunakan untuk
keperluan keluarga.
b. Obat tradisional berasal dari pembuat jamu (Herbalist)
Membuat jamu merupakan salah satu profesi yang jumlahnya masih cukup
banyak. Salah satunya adalah pembuat sekaligus penjual jamu gendong. Pembuat

12
jamu gendong merupakan salah satu penyedia obat tradisional dalam bentuk
cairan minum yang sangat digemari masyarakat.
c. Obat tradisional buatan industri
Berdasarkan peraturan Departemen Kesehatan RI, industri obat tradisional dapat
dikelompokkan menjadi industri kecil dan industri besar berdasarkan modal yang
harus mereka miliki. Dengan semakin maraknya obat tradisional, tampaknya
industri farmasi mulai tertarik untuk memproduksi obat tradisional. Akan tetapi,
pada umumnya yang berbentuk sediaan modern berupa ekstrak bahan alam atau
fitofarmaka. Sedangkan industri jamu lebih condong untuk memproduksi bentuk
jamu yang sederhana meskipun akhir-akhir ini cukup banyak industri besar yang
memproduksi jamu dalam bentuk sediaan modern (tablet, kapsul, sirup dan lain-
lain) dan bahkan fitofarmaka.

C. PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL INDONESIA


Terdapat 2 macam pendekatan yang dapat ditempuh dalam upaya pengembangan
obat tradisional tersebut, yakni ke arah:
1) Obat kelompok fitoterapi, yang mendasarkan kepada simplisia (termasuk sediaan
galeniknya) yang digunakan sebagai obat.
2) Obat kelompok kemoterapi, yang mendasarkan kepada zat aktif yang dalam keadaan
murni diisolasi dari tumbuhan.

Seperti telah disinggung di depan, Departemen Kesehatan menekankan


pengembangan obat tradisional kelompok fitoterapi. Tujuannya agar dapat menghasilkan
sediaan-sediaan fitoterapik baik dalam bentuk simplisia ataupun sediaan galenik, yang
segera dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan formal.
Dalam hal ini pertama-tama perlu dilakukan pengumpulan data tentang obat
tradisional yang ada di Indonesia. Kemudian menyeleksi mana yang perlu dikembangkan
dan mana pula yang tidak. Untuk obat tradisional yang akan dikembangkan, perlu
penelitian lanjutan menyangkut keamanan penggunaan, farmakologi, serta khasiatnya
secara klinik. Tahap berikutnya adalah mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan
sediaan yang dapat digunakan dan penelitian mutu ditinjau dari sudut teknologi farmasi.

13
Jika obat tradisional telah mengalami penelitian dan pengembangan seperti diuraikan
diatas dapat dikatakan telah memenuhi persyaratan medik dan farmasetik.
Pemilihan obat tradisional yang akan dikembangkan ke arah obat kelompok fitoterapi
didasarkan atas pertimbangan :
1) Obat tradisional tersebut diharapkan mempunyai manfaat untuk penyakit-penyakit
yang angka kejadiaannya menduduki urutan atas (pola penyakit).
2) Obat tradisional tersebut diperkirakan mempunyai manfaat untuk penyakit-penyakit
tertentu berdasarkan pengalaman pemakaiannya.
3) Obat tradisional tersebut diperkirakan merupakan alternatif yang jarang atau bahkan
merupakan satu-satunya alternatif untuk penyakit tertentu.

D. KOMPOSISI DAN PERSYARATAN OBAT TRADISIONAL


Dalam upaya pembinaan industri obat tradisional, pemerintah melalui Depkes telah
memberikan petunjuk pembuatan obat tradisional dengan komposisi rasional melalui
pedoman rasionalisasi komposisi obat tradisional dan petunjuk formularium obat
tradisional. Hal ini terkait dengan masih banyaknya ditemui penyusunan obat tradisional
yang tidak rasional (irrational) ditinjau dari jumlah bahan penyusunnya. Sejumlah
simplisia penyusun obat tradisional tersebut seringkali merupakan beberapa simplisia
yang mempunyai khasiat yang sama. Oleh karena itu, perlu diketahui racikan simplisia
yang rasional agar ramuan obat yang diperoleh mempunyai khasiat sesuai maksud
pembuatan jamu tersebut.
Komposisi obat tradisional yang biasa diproduksi oleh industri jamu dalam bentuk
jamu sederhana pada umumnya tersusun dari bahan baku yang sangat banyak dan
bervariasi. Sedangkan bentuk obat ekstrak alam dan fitofarmaka pada umumnya tersusun
dari simplisia tunggal atau maksimal 5 macam jenis bahan tanaman obat. Pada
pembahasan ini lebih ditekankan pada penyusunan obat tradisional bentuk sederhana atau
jamu, mengingat cukup banyak komposisi jamu yang irrasional seperti penggunaan
simplisia yang tidak sesuai pada satu ramuan, penggunaan simplisia yang tidak sesuai
dengan manfaat yang diharapkan dan sebagainya. Agar dapat disusun suatu komposisi
obat tradisional maka beberapa hal yang perlu diketahui adalah :
1). Nama umum obat tradisional/jamu

14
Jamu yang diproduksi pada umumnya mempunyai tujuan pemanfaatan yang
tercermin dari nama umum jamu. Perlu diketahui bahwa terdapat peraturan tentang
penandaan obat tradisional. Jamu yang diproduksi dan didistribusikan kepada
konsumen harus diberi label yang menjelaskan tentang obat tradisional tersebut,
diantaranya tentang manfaat atau khasiat jamu. Penjelasan tentang manfaat jamu
hanya boleh disampaikan dalam bentuk mengurangi atau menghilangkan keluhan atau
gejala yang dialami seseorang dan bukan menyembuhkan suatu diagnosis penyakit.
Secara umum jamu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang bertujuan untuk
menjaga kesehatan atau promotif dan mencegah dari kesakitan, serta jamu yang
dimanfaatkan untuk mengobati keluhan penyakit.
2). Komposisi bahan penyusun jamu
Menyusun komposisi bahan penyusun jamu dapat dilakukan dengan
memperhatikan manfaat yang akan diambil dari ramuan yang dibuat serta kegunaan
dari masing-masing simplisia penyusun jamu tersebut. Tujuan pemanfaatan jamu
untuk suatu jenis keadaan tertentu harus memperhatikan keluhan yang biasa dialami
pada kondisi tersebut. Misalkan pada orang hamil tua sering mengalami kejang pada
kaki, badan mudah lelah, dan lain sebagainya; penderita rematik biasa mengeluhkan
nyeri pada persendian.
Keterbatasan yang dijumpai dalam penyusunan komposisi jamu adalah takaran
dari masing-masing simplisia maupun dosis sediaan. Penelitian ilmiah dalam hal ini
masih sangat kurang sehingga seringkali penetapan takaran maupun dosis hanya
mengacu pada pengalaman peracik obat tradisional yang lain dan atas dasar kebiasaan
penggunaan terdahulu.
3). Simplisia dan kegunaan
Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Dari jenis simplisia yang umum digunakan oleh industri jamu, ada
beberapa tanaman yang mempunyai kegunaan yang mirip satu dengan lainnya
meskipun pasti juga terdapat perbedaan mengingat kandungan bahan berkhasiat
antara satu tanaman dengan tanaman lainnya tidak dapat sama. Bahkan, untuk jenis
tanaman yang sama, masih ada kemungkinan kadar bahan berkhasiat yang terkandung

15
tidak sama persis mengingat adanya pengaruh dari tanah tempat tubuh, iklim, dan
perlakuan misalnya pemupukan.
Pengetahuan tentang kegunaan masing-masing simplisia sangat penting, sebab
dengan diketahui kegunaan masing-masing simplisia, diharapkan tidak terjadi
tumpang tindih pemanfaatan tanaman obat serta dapat mencarikan alternatif
pengganti yang tepat apabila simplisia yang dibutuhkan ternyata tidak dapat
diperoleh.
4). Penelitian yang telah dilakukan terhadap simplisia penyusun obat tradisional
Obat tradisional terdiri dari berbagai jenis tanaman dan bagian tanaman. Sesuai
dengan Sistem Kesehatan Nasional maka obat tradisional yang terbukti berkhasiat
perlu dimanfaatkan dan ditingkatkan kualitasnya. Untuk dapat membuktikan
khasiatnya, sampai saat ini telah banyak dilakukan penelitian. Akan tetapi, masih
bersifat pendahuluan dan masih sangat sedikit percobaan dilakukan sampai fase
penelitian klinik. Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat
membantu dalam pemilihan bahan baku obat tradisional. Pengalaman empiris
ditunjang dengan penelitian semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan
keamanan obat tradisional.
Penelitian dan pengembangan obat dan perbekalan kesehatan pada dasarnya
mencakup sistem (managemen obat, SDM, penggunaan obat rasional, dan lain-lain),
komoditas (obat, bahan obat, obat tradisional kosmetik, bahan berbahaya, bahan
tambahan makanan, dan lain-lain), proses (pengembangan obat baru kimia farmasi,
formulasi, uji preklinik, uji klinik), kajian regulasi dan kebijakan (obat esensial, obat
generik, cara pembuatan obat yang baik).
Riset operasional memfasilitasi implementasi, monitoring, dan evaluasi berbagai
aspek dalam kebijakan obat. Riset operasional merupakan alat utama dalam menilai
dampak kebijakan obat dalam sistem pelayanan kesehatan di suatu negara, meneliti
aspek ekonomis penyediaan obat, dan aspek sosial budaya dalam penggunaan obat
(WHO, 2011).

E. REGULASI OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

16
Menurut WHO (2001), otoritas regulasi obat adalah lembaga yang menyusun dan
melaksanakan berbagai peraturan mengenai kefarmasian untuk menjamin keamanan,
khasiat, mutu dan kebenaran informasi mengenai obat. Pengawasan obat merupakan salah
satu upaya mengatasi masalah penyalahgunaan obat yang merupakan masalah kompleks
dan harus ditangani secara lintas sektor dan lintas program. Selain itu, pengawasan obat
juga mencakup perlindungan kepada masyarakat terhadap penggunaan obat yang salah
sebagai akibat dari kekurangtahuan masyarakat mengenai informasi yang tidak benar,
tidak lengkap, dan menyesatkan.
Dalam melaksanakan regulasi obat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Otoritas regulasi obat harus independen dan transparan.
2) Pengawasan yang dilaksanakan nasional, perizinan sarana produksi dan distribusi,
pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi, akses laboratorium pemeriksaan
mutu, serveilens pasca pemasaran, uji klinik, serta ekspor dan impor obat dan
pembekalan kesehatan.
3) Pembentukan pusat informasi obat di sarana kesehatan dan dinas kesehatan untuk
ontensifikasi penyebaran informasi obat.
4) Pengembangan sistem Monitoring Efek Samping Obat Nasional (MESO Nasional).
Dengan demikian, yang menjadi elemen inti dalam regulasi obat adalah pengaturan
mengenai mutu, keamanan, khasiat dan informasi obat.

F. PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA


Koentjaraningrat, dalam bukunya Penghantar Anthropologi (1996), menjelaskan
bahwa perubahan sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan ke dalam
beberapa bentuk, yaitu :
1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat
2. Perubahan-perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang besar
pengaruhnya
3. Perubahan yang direncanakan dan tidak direncanakan.
Disamping itu, proses perubahan kebudayaan yang terjadi dalam jangka waktu yang
pendek dinamakan inovasi. Inovasi membutuhkan beberapa syarat, antara lain :
 Masyarakat merasa akan kebutuhan perubahan

17
 Perubahan harus dipahami dan dikuasai masyarakat
 Perubahan memberikan keuntungan di masa yang akan datang
 Perubahan tidak merusak prestise pribadi atau kelompok
Sebaliknya, perubahan tidak bisa meluas karena :
 Pengguna penemuan baru mendapat suatu hukuman
 Penemuan baru sulit diintegrasikan ke dalam pola kebudayaan yang ada
Menurut G. M. Foster (1973), untuk mempelajari dinamika dari proses perubahan
dari sudut individu, maka perlu sekali mengetahui kondisi dasar dari individu agar mau
mengubah tingkah lakunya, yaitu :
1. Individu harus menyadari adanya kebutuhan untuk berubah
2. Harus mendapat informasi bagaimana kebutuhan ini dapat dipenuhi
3. Mengetahui bentuk pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan biayanya
4. Tidak mendapat sanksi yang negatif terhadap individu yang akan menerima inovasi.

Selanjutnya, Foster menyatakan bahwa untuk membantu individu mau mengubah


perilakunya, maka yang perlu diperhatikan adalah :
Mengidentifikasi individu, masyarakat yang menjadi sasaran perubahan
Mengetahui motif yang mendorong perubahan, antara lain adalah motif ekonomi, religi,
persahabatan, prestise
Mengetahui faktor-faktor lain, misalnya kekuatan sosial dan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat, kebutuhan masyarakat, waktu yang tepat, golongan dalam masyarakat yang
mudah menerima ide baru, serta golongan yang berkuasa.

18
G. PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN RACUN
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang
hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap
makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia juga dapat membahas penilaian kuantitatif
tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed)
makhluk tadi.
Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara
kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di
timbulkannya.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan
dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya
mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang
cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi
toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan
kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi
pemaparan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam
empat kategori : akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia, pemaparan akut
biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami
oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua
atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu
respons yang mungkin bersifat adiktif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik.
Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk
hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.
Apabila zat kimia dikatakan beracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat
yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada
suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh dosis, konsentrasi racun
di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem
bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga

19
apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi
mekanisme biologi dimana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan
sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau
penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme.
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam
mempertimbangkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan
bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang
informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme
biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia
tersebut berbahaya. Oleh karena itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah
tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada
mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi dimana efek berbahaya itu
terjadi.
Pada umunya efek berbahaya / efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi
antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang
harus diperhatikan dalam mempelajari interaksi antara zat kimia dengan organisme hidup,
yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik / toksodinamik) dan
pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik / toksokinetik).
Telah dipostulatkan oleh Paracelcius, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat
ditentukan oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya), artinya kehadiran suatu zat
yang berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum tentu menghasilkan juga
keracunan. Misalnya insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis tertentu tidak akan
menimbulkan efek yang mematikan bagi serangga. Hal ini disebabkan karena konsentrasi
tersebut berada jauh dibawah konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun sebaliknya,
apabila kita terpejan oleh DDT dalam waktu yang relatif lama, dimana telah diketahui
bahwa sifat DDT yang sangat sukar terurai di lingkungan dan sangat lipofil, akan terjadi
penyerapan DDT dari lingkungan ke dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena sifat
fisiko 3 kimia dari DDT, mengakibatkan DDT akan terakumulasi (tertimbun) dalam
waktu yang lama di jaringan lemak. Sehingga apabila batas konsentrasi toksiknya
terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau kerja toksik seperti ini lebih
dikenal dengan efek toksik yang bersifat kronis.

20
Toksin Clostridium botulinum, adalah salah satu contoh tokson, dimana dalam
konsentrasi yang sangat rendah (10-9 mg/kg berat badan), sudah dapat mengakibatkan
efek kematian. Berbeda dengan metanol, baru bekerja toksik pada dosis yang melebihi 10
g. Pengobatan parasetamol yang direkomendasikan dalam satu periode 24 jam adalah 4 g
untuk orang dewasa dan 90mg/kg untuk anak-anak. Namun, pada penggunaan lebih dari
7 g pada orang dewasa dan 150 mg/kg pada anak-anak akan menimbulkan efek toksik.
Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya tergantung pada sifat zatnya sendiri,
tetapi juga pada kemungkinan untuk berkontak dengannya dan pada jumlah yang masuk
dan diarbsorpsi. Dengan kata lain, tergantung dengan cara kerja, frekuensi kerja dan
waktu kerja. Antara kerja (atau mekanisme kerja) sesuatu obat dan sesuatu tokson tidak
terdapat perbedaan yang prinsipil, ia hanya relatif. Semua kerja dari suatu obat yang tidak
mempunyai sangkut paut dengan indikasi obat yang sebenarnya, dapat dinyatakan
sebagai kerja toksik.
Kerja medriatik (pelebaran pupil), dari sudut pandang ahli, maka merupakan efek
terapi yang diinginkan, namun kerja hambatan sekresi, dilihat sebagai kerja samping yang
tidak diinginkan. Bila seorang ahli penyakit dalam menggunakan zat yang sama untuk
terapi, lazimnya keadaan ini menjadi terbalik. Pada seorang anak yang tanpa menyadari
telah memakan buah Atropa belladonna, maka mediaris maupun mulut kering harus
dilihat sebagai gejala keracunan. Oleh sebab itu, ungkapan kerja terapi maupun kerja
toksik tidak pernah dinilai secara mutlak. Hanya tujuan penggunaan suatu zat yang
mempunyai kerja farmakologi dan dengan demikian sekaligus berpotensial toksik,
memungkinkan untuk membedakan apakah kerjanya sebagai obat atau sebagai zat racun.
Tidak jarang dari hasil penelitian toksikologi, justru diperoleh senyawa obat baru.
Seperti penelitian racun (glikosida digitalis) dari tanaman Digitalis purpurea dan Ianata,
yaitu diperoleh antikuagulan yang bekerja tidak langsung, yang diturunkan dari zat racun
yang terdapat di dalam semanggi yang busuk. Inhibitor asetilkonilesterase jenis ester
fosfat, pada mulanya dikembangkan sebagai zat kimia untuk perang, kemudian digunakan
sebagai insektisida dan kini juga dipakai untuk menangani glaukoma.

21
Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi disiplin ilmu, ia
dapat dengan bebas meminjam beberapa ilmu dasar, guna mempelajari interaksi antara
tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan. Ilmu toksikologi ditunjang oleh
berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika, matematika. Kimia analisis dibutuhkan
untuk mengetahui jumlah tokson yang melakukan ikatan dengan reseptor sehingga dapat
memberikan efek toksik.
Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui informasi penyimpangan reaksi

kimia pada organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. Perubahan biologis yang
disebabkan oleh xenobiotika dapat diungkap melalui bantuan ilmu patologi, imunologi
dan fisiologi. Untuk mengetahui efek berbahaya dari suatu zat kimia pada suatu sel,
jaringan atau organisme memerlukan dukungan ilmu patologi, yaitu dalam menunjukkan
wujud perubahan / penyimpangan kasar, mikroskopi, atau penyimpangan submikroskopi
dari normalnya. Perubahan biologi akibat paparan tokson dapat termanifestasi dalam
bentuk perubahan sistem kekebalan (imun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu
imunologi guna lebih dalam mengungkap efek toksik pada sistem kekebalan organisme.
Mengadopsi konsep dasar yang dikemukakan oleh Paracelcius, manusia
menggolongkan efek yang ditimbulkan oleh tokson menjadi konsentrasi batas minimum
memberikan efek, daerah konsentrasi dimana memberikan efek yang menguntungkan
(efek terapeutik, lebih dikenal dengan efek farmakologi), batas konsentrasi dimana sudah
memberikan efek berbahaya (konsentrasi toksik), dan konsentrasi tertinggi yang dapat
menimbulkan efek kematian. Agar dapat menetapkan batasan konsentrasi ini, toksikologi

22
memerlukan dukungan ilmu analisis kimia, biokimia, maupun kimia instrmentasi, serta
hubungannya dengan biologi. Ilmu statistik sangat diperlukan oleh toksikologi dalam
mengolah, baik data kualitatif maupun data kuantitatif yang nantinya dapat dijadikan
sebagai besaran ekspresi parameter-parameter angka yang mewakili populasi.
Bidang yang paling berkaitan dengan toksikologi adalah farmakologi, karena ahli
farmakologi harus memahami tidak hanya efek bermanfaat zat kimia, tetapi juga efek
berbahayanya yang mungkin diterapkan pada penggunaan terapi. Farmakologi pada
umumnya menelaah efek toksik, mekanisme kerja toksik, hubungan dosis respon dari
suatu tokson.

H. JENIS-JENIS TOKSIKOLOGI
1. Toksikologi Deskriptif
Melakukan uji toksisitas untuk mendapat informasi yang digunakan untuk
mengevaluasi resiko yang timbul oleh bahan kimia terhadap manusia dan lingkungan.
2. Toksikologi Mekanistik
Menentukan bagaimana zat kimia menimbulkan efek yang merugikan pada
organisme hidup.
3. Toksikologi Regulatif
Menentukan apakah suatu obat mempunyai resiko yang rendah untuk dipakai
sebagai tujuan terapi.
4. Toksikologi Forensik
Mempelajari aspek hukum kedokteran akibat penggunaan bahan kimia
berbahaya dan membantu menegakkan diagnosa pada pemeriksaan postmortem.
5. Toksikologi Klinik
Mempelajari gangguan yang disebabkan substansi toksik, merawat penderita
yang keracunan dan menemukan cara baru dalam penanggulangannya.
6. Tahapan Kerja
Mempelajari bahan kimia pada tempat kerja yang membahayakan pekerja dalam
proses pembuatan, transportasi, penyimpanan maupun penggunaannya.
7. Toksikologi Lingkungan

23
Mempelajari dampak zat kimia yang berpotensi merugikan sebagai polutan
lingkungan.
8. Ekotoksikologi
Mempelajari efek toksik zat kimia terhadap populasi masyarakat.
9. Toksikologi Eksperimental
Pemakaian obat secara kronik (anti hipertensi, obat TBC, kontrasepsi), harus
disertai data karsinogenik dan teratogenik dari obat tersebut.

I. MODEL MASUK DAN DAYA KERACUNAN


Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit,
atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil, dapat mengakibatkan
cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia (Brunner & Suddarth, 2001). Arti lain dari
racun adalah suatu bahan dimana ketika diserap oleh tubuh organisme makhluk hidup
akan menyebabkan kematian atau perlukaan (Muriel, 1995). Racun dapat diserap melalui
pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute lainnya. Reaksi dari racun dapat
seketika itu juga, cepat, lamban, atau secara kumulatif. Keracunan dapat diartikan sebagai
setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan keadaan yang tidak jelas
(Arif Mansjor, 1999). Keracunan melalui inhalasi (pengobatan dengan cara memberikan
obat dalam bentuk uap kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya) dan menelan
materi toksik, baik karena kecelakaan dan karena kesengajaan merupakan kondisi bahaya.
Jenis-jenis keracunan (FK-UI, 1995) dapat dibagi berdasarkan :
1. Cara terjadinya, terdiri dari :
a. Self poisoning
Pada keadaan ini, pasien meminum obat dengan dosis yang berlebih tetapi dengan
pengetahuan bahwa dosis ini tidak membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuh
diri, tetapi hanya untuk mencari perhatian saja.
b. Attempted suicide
Pada keadaan ini pasien bermaksud untuk bunuh diri, bisa berakhir dengan
kematian atau pasien dapat sembuh bila salah tafsir dengan dosis yang dipakai.
c. Accidental poisoning
Keracunan yang merupakan kecelakaan, tanpa adanya faktor kesengajaan.

24
d. Homicidal poisoning
Keracunan akibat tindakan kriminal, yaitu seseorang dengan sengaja meracuni
orang lain.

2. Waktu terjadinya, yaitu :


a. Keracunan kronik
Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah pajanan. Gejala dapat
timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis relatif kecil. Ciri
khasnya adalah zat penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama dan waktu paruh
lebih panjang sehingga terjadi akumulasi. Keracunan ini diakibatkan oleh
keracunan bahan-bahan kimia dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan efeknya
baru dapat dirasakan dalam jangka panjang (minggu, bulan, atau tahun).
Misalnya, menghirup uap benzena dan senyawa hidrokarbon terklorinasi (seperti
Kloroform, karbon tetraklorida) dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan
menimbulkan penyakit hati (lever) setelah beberapa tahun. Uap timbal akan
menimbulkan kerusakan dalam darah.
b. Keracunan akut
Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak orang
(pada keracunan dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk sekampung)
gejalanya seperti sindrom penyakit muntah, diare, konvulsi, dan koma. Keracunan
ini juga karena pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat dilihat atau
dirasakan dalam waktu pendek. Contohnya, keracunan fenol menyebabkan diare
dan gas CO dapat menyebabkan hilang kesadaran atau kematian dalam waktu
singkat.
3. Menurut alat tubuh yang terkena
Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan organ yang terkena. Contohnya
racun hati, racun ginjal, racun SSP, dan racun jantung.
b. Menurut jenis bahan kimia
Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksik yang sama,
misalnya golongan alkohol, fenol, logam berat, organoklorin dan sebagainya.
Keracunan juga dapat disebabkan oleh kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi),

25
melalui tusukan yang terdiri dari sengatan serangga (tawon, kalajengking dan laba-
laba) dan gigitan ular, melalui makanan yaitu keracunan yang disebabkan oleh
perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukan karena kerja bakteri (daging busuk)
pada bahan makanan, misalnya ubi ketela (singkong) yang mengandung asam sianida
(HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada udang maupun kepiting, dan
keracunan juga disebabkan karena penyalahgunaan zat yang terdiri dari
penyalahgunaan obat simultan (Amphetamine), depresan (Barbiturate) atau
halusinogen (morfin), dan penyalahgunaan alkohol.

Racun yang menyebabkan keracunan dan simptomatisnya :


Asam kuat (nitrit, hidroklorid, sulfat) Terbakar sekitar mulut, bibir, dan hidung
Kebiruan *gelap* pada kulit wajah dan
Anilin (hipnotik, notrobenzen)
Leher
Asenik (metal arsenic, mercuri,
Umumnya seperti diare
tembaga,

dll)
Atropine (belladonna), Skopolamin Dilatasi pupil
Basa kuat (potassium, hidroksida) Terbakar sekitar mulut, bibir, dan hidung
Asam karbolik (atau fenol) Bau seperti disinfektan
Karbon monoksida Kulit merah cerry terang
Kematian yang cepat, kulit merah, dan
Sianida
bau yang sedap
Keracunan makanan Muntah, nyeri perut
Nikotin Kejang-kejang *konvulsi*
Opiat Kontraksi pupil
Asam oksalik (fosfor-oksalik) Bau seperti bawang putih
Natrium Florida Kejang-kejang “konvulsi”
Kejang “konvulsi”, muka dan leher
Striknin
kebiruan “gelap”

26
Jika kita sehari-hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu
bahkan menyadari bahwa setiap zat kimia adalah beracun, sedangkan untuk bahaya
pada kesehatan sangat tergantung pada jumlah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh.

Seperti garam dapur, garam dapur merupakan bahan kimia yang setiap hari kita
konsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, jika kita terlalu
banyak mengonsumsinya, maka akan membahayakan kesehatan. Demikian juga obat
lainnya, akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu, jangan terlalu banyak
ataupun sedikit, lebih baik berdasarkan resep dokter.

Bahan-bahan kimia atau zat racun dapat masuk ke dalam tubuh, yaitu :

1) Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga per-oral atau ingesti. Hal ini sangat
jarang terjadi kecuali kita memipet bahan-bahan kimia langsung menggunakan mulut
atau makan dan minum di laboratorium.
2) Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap kulit ialah aniline,
nitrobenzene, dan asam sianida.
3) Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah terserap melalui pernapasan
dan saluran ini merupakan sebagian besar dari kasus keracunan yang terjadi. SO2
(sulfur oksida) dan Cl2 (klor) memberikan efek setempat pada jalan pernapasan.
Sedangkan HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan segera masuk ke dalam darah dan
terdistribusi ke seluruh organ-organ tubuh.
4) Melalui suntikan (parenteral, injeksi)
5) Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervagina) (Idris, 1985)

Daya keracunan meliputi sangat-sangat toksik, sedikit toksik, dan lain-lain


1). Super toksik
Struchnine, Brodifacoum, Timbal, Arsenikum, Risin, Agen Oranye,
Batrachotoxin, Asam Flourida, Hidrogen Sianida.
2). Sangat toksik
Aldrin, Dieldrin, Endosulfan, Endrin, Organofosfat.

27
3). Cukup toksik
Chlordane, DDT, Lindane, Dicofol, Heptachlor
4). Kurang toksik
Benzene hexaclhoride (BHC)

Dalam obat-obatan, penggolongan daya racun yaitu :


No. Kriteria Toksik Dosis
1. Super Toksik > 15 G/KG BB
2. Toksik Ekstrim 5 – 15 G/KG BB
3. Sangat Toksik 0,5 – 5 G/KG BB
4. Toksisitas Sedang 50 – 500 MG/KG BB
5. Sedikit Toksik 5 – 50 MG/KG BB
6. Praktis Non Toksik < 5 MG/KG BB

J. SASARAN ORGAN YANG DISERANG


Untuk mengerahkan efek toksik, agen harus dapat mencapai jaringan rentan, organ,
sel, atau kompartemen seluler sub atau struktur dalam konsentrasi yang cukup pada
waktu yang memadai pula. Artinya, suatu paparan atau dosis yang tepat diperlukan. Dosis
kecil alkohol tidak akan ada pengaruhnya, tetapi dosis besar selama waktu yang lama
dapat mempengaruhi organ rentan seperti hati dan akhirnya menyebabkan sirosis. Dosis
optimal dari parasetamol akan menghilangkan rasa sakit, tetapi dosis yang melebihi
jumlah ini dapat menyebabkan kerusakan hati. Di sisi lain, jumlah yang jauh lebih rendah
daripada dosis yang optimal tidak akan memberikan pengaruh sama sekali.
Gangguan toksik (keracunan) dari bahan kimia terhadap tubuh berbeda-beda.
Misalnya CCL4 dan benzene dapat menimbulkan kerusakan pada hati, metal isosianat
dapat menyebabkan kebutaan dan kematian, senyawa merkuri dapat menimbulkan
kelainan genetik atau keturunan, dan banyak senyawa organik yang mengandung cincin
benzene, senyawa nikel dan krom dapat bersifat karsinogenik atau penyebab kanker.
Gangguan-gangguan diatas sangat tergantung pada kondisi kesehatan orang yang
terpapar. Kondisi badan yang sehat dan makanan yang bergizi akan mudah mengganti

28
kerusakan sel-sel akibat keracunan. Sebaliknya kondisi badan yang kurang gizi akan
sangat rawan terhadap keracunan.
Dalam sebuah buku forensik medis yang ditulis oleh JL Casper, racun diklarifikasikan
menjadi 5 golongan, yaitu :
Racun iritan, yaitu racun yang menimbulkan iritasi dan radang. Contohnya asam mineral,
fungsi beracun, dan preparasi arsenik.
1) Racun penyebab hiperemia, racun narkotik, yang terbukti dapat berakibat fatal pada
otak, paru-paru, dan jantung. Contohnya opium, tembakau, konium, dogitalis, dll.
2) Racun yang melumpuhkan saraf, dengan meracuni darah, organ pusat saraf dapat
lumpuh dan menimbulkan akibat yang fatal seperti kematian tiba-tiba. Contohnya
asam hidrosianat, sianida seng, dan kloroform.
3) Racun yang menyebabkan marasmus, biasanya bersifat kronis dan dapat berakibat
fatal bagi kesehatan secara perlahan. Contohnya bismut putih, asap timbal, merkuri,
dan arsenik. Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk dan
paling sering ditemui pada balita. Penyebabnya antara lain karena masukan makanan
yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas, penyakit anak berusia 0-
2 tahun dengan gambaran sbb : berat badan kurang dari 60% berat badan sesuai
dengan usianya, suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang, dinding
perut hipotonus dan kulitnya melonggar hingga hanya tampak bagai tulang
terbungkus kulit, tulang rusuk tampak lebih jelas atau tulang rusuk terlihat lebih
menonjol, anak menjadi berwajah lebih lonjong dan tampak lebih tua (old man face),
otot-otot melemah, artropi, bentuk kulit berkeriput bersamaan dengan hilangnya
lemak subkutan, perut cekung sering disertai diare kronik (terus-menerus) atau susah
buang air kecil.
4) Racun yang menyebabkan infeksi (racun septik), dapat berupa racun makanan yang
pada keadaan tertentu menimbulkan sakit Pyaemia dan Tipus pada hewan ternak.
5) Racun dapat dikelompokkan atas dasar organ yang diserangnya. Klasifikasi ini
digunakan oleh para ahli superspesialis organ target tersebut. Dalam klasifikasi ini,
racun dinyataka sebagai racun yang :
 Hepatotoksik atau beracun bagi hepar/hati
 Nefrotoksik atau beracun bagi nefron/ginjal

29
 Neurotoksik atau beracun bagi neuron/saraf
 Hermatotoksik atau beracun bagi darah/sistem pembentukan sel darah
 Pneumotoksik atau beracun bagi pneumon/paru-paru

Klasifikasi atas dasar organ target ini sering digunakan karena sifat kimai-fisika racun
yang berbeda dengan racun biologis ataupun kuman patogen.

 Racun pada sistem saraf pusat (neurotoksik)


Beberapa substansi dapat mengganggu respirasi sel, dapat menyebabkan
gangguan ventilasi paru-paru atau sirkulasi otak yang dapat menjadikan kerusakan
irreversible dari saraf pusat. Substansi itu antara lain : etanol, antihistamin,
bromide, kodein.
 Racun jantung (kardiotoksik)
Beberapa obat dapat menyebabkan kelainan ritme jantung sehingga dapat terjadi
payah jantung atau henti jantung.
 Racun hati (hepatotoksik)
Hepatotoksik menyebabkan manifestasi nekrosis lokal ataupun sistemik. Dengan
hilangnya sebagian sel hati, menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap aksi biologi
senyawa lain. Kelainan hati lain yang sering ditemui adalah hepatitis kholestatik.
Penggolongan Agen-Agen Toksis
Zat-zat toksis digolongkan dengan cara-cara yang bermacam-macam tergantung pada
minat dan kebutuhan dari yang menggolongkannya. Sebagai contoh, zat-zat toksis
dibicarakan dalam kaitannya dengan organ-organ sasaran dan dikenal sebagai racun liver,
racun ginja penggunaannya dikenal sebagai pestisida, pelarut, bahan adiktif pada makanan
dll. Jika dihubungkan ke sumbernya dikenal sebagai toksin binatang dan tumbuhan jika
dikaitkan dengan efek-efek, mereka dikenali sebagai karsinogen, mutagen, dan seterusnya.
Agen-agen toksis bisa juga digolongkan berdasarkan :

 Sifat fisik : gas, debu, logam-logam, radiasi, panas, debu, getaran dan suara
 Kebutuhan pelabelan : mudah meledak, mudah terbakar, pengoksidir
 Kimia : turunan-turunan anilin, hidrokarbon dihalogenasi dan seterusnya

30
 Daya racunnya : sangat-sangat toksik, sedikit toksik, dll.
Penggolongan agen-agen toksik atas dasar mekanisme kerja biokimianya (inhibitor-
inhibitor sulfhidril, penghasil met Hb) biasanya lebih memberi penjelasan dibanding
penggolongan oleh istilah-istilah umum seperti iritasi dan korosif, tetapi penggolongan-
penggolongan yang lebih umum seperti pencemar udara, agen yang berhubungan dengan
tempat kerja, dan racun akut dan kronis dapat menyebabkan satu sentral yang berguna atas
satu masalah khusus.

Agen kimia dapat berupa alami ataupun sintetik. Bahan kimia sintetik dikategorikan
ke dalam beberapa kelas, biasanya terkait dengan kegiatan atau termasuk paparan zat
farmasi, bahan tambahan makanan, pestisida, bahan kimia industri, dan bahan kimia dalam
negeri. Bahan kimia alami meliputi berbagai zat yang biasanya ditemukan di lingkungan,
seperti arsenik, timbal dan biologi berasal dari tumbuhan, hewan atau racun mikrobiologi.
Contoh racun hewan adalah racun-racun yang dihasilkan oleh berbagai spesies hewan darat
dan laut, seperti platypuses, ular, laba-laba, lebah dan ikan batu. Botulinum toksin dan
enterotoksin stafilokokal adalah contoh dari racun mikroba, sedangkan aflatoksin adalah
contoh dari racun jamur.

Pre-kondisi untuk efek toksik

Untuk mengerahkan efek toksik, agen harus dapat mencapai jaringan rentan, organ,
sel, atau kompartemen selular sub atau struktur dalam konsentrasi yang cukup pada waktu
yang memadai. Artinya, suatu paparan atau dosis yang tepat diperlukan. Dosis kecil
alkohol tidak akan ada pengaruhnya, tetapi dosis besar selama waktu yang lama dapat
mempengaruhi organ rentan seperti hati dan akhirnya menyebabkan sirosis. Dosis optimal
dari parasetamol akan menghilangkan rasa sakit, tetapi dosis yang melebihi jumlah ini
dapat menyebabkan kerusakan hati. Di sisi lain, jumlah yang jauh lebih rendah daripada
dosis yang optimal tidak akan memberikan pengaruh sama sekali.

Sasaran Organ

 Kepekaan organ
Neuron dan otot jantung sangat bergantung pada adenosis trifosfat (ATP), yang
dihasilkan oleh oksidasi mitokondria, kapasitasnya dalam metabolisme anaerobik

31
juga kecil, dan ion bergerak dengan cepat melalui membran sel. Maka jaringan itu
sangat peka terhadap kekurangan oksigen yang timbul karena gangguan sistem
pembuluh darah atau hemoglobin (misalnya keracunan CO).
Sel-sel yang membelah cepat, seperti sel-sel di sumsum tulang belakang dan
mukosa usus sangat peka terhadap racun yang mempengaruhi pembelahan sel.
 Penyebaran
Saluran napas dan kulit merupakan organ sasaran bagi toksikan yang berasal dari
industri dan lingkungan, karena disinilah terjadi penyerapan. Berdasarkan satuan
berat, volume darah di hati dan ginjal paling tinggi. Akibatnya mereka paling
banyak terpajan toksikan. Lagipula, fungsi metabolisme dan eksresi pada kedua
organ ini lebih besar, sehingga keduanya lebih peka terhadap toksikan.
 Ambilan selektif
Beberapa sel tertentu mempunyai afinitas yang tinggi terhadap zat kimia tertentu.
Contohnya pada saluran napas, sel-sel apitel alveolus tipe I dan II yang mempunyai
sistem ambilan aktif untuk poliamin endogen, akan menyerap parakuat, yang
struktur kimianya mirip. Proses ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan alveoli
walaupun parakuat masuk secara oral.
 Biotransformasi
Akibat bioaktivasi, terbentuk metabolik yang reaktif. Proses ini biasanya membuat
sel-sel di dekatnya menjadi lebih rentan. Karena merupakan tempat utama
biotransformasi, hati rentan terhadap pengaruh bermacam-macam toksikan.
Untuk beberapa toksikan, bioaktivasi pada tempat-tempat tertentu mempengaruhi
efeknya. Contohnya berbagai insektisida organofosfat, seperti paration. Mereka
terutama mengalami bioaktivasi di hati, namun banyaknya enzim detoksikasi di
tempat itu serta banyaknya tempat pengikatan yang reaktif, mencegah munculnya
tanda-tanda keracunan yang nyata. Di sisi lain, jaringan otak memiliki enzim-enzim
bioaktivasi yang jauh lebih sedikit, akan tetapi karena bioaktivasi tersebut terjadi di
dekat tempat sasaran yang kritis, yakni sinaps, manifestasi toksik yang paling
menonjol dalam kelompokan toksikan ini tampak pada sistem saraf.

 Mekanisme pemulihan

32
Suatu toksikan dapat mempengaruhi organ tertentu akibat tidak adanya mekanisme
pemulihan. Contohnya MNU menyebabkan berbagai tumor pada tikus terutama di
otak, kadang-kadang di ginjal, tetapi tidak di hati.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentng racun. Pengertian lain yaitu semua
substansi yang dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan produk sampingan yang masuk

33
ke lingkungan dan punya kemampuan untuk menimbulkan pengaruh negatif bagi
manusia. Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari
zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian
secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajan serta efek yang
ditimbulkan.
Akhir-akhir ini perhatian terhadap obat alami meningkat dengan tajam. Penelitian
mengenai potensi dan khasiat obat alami pun mengalami peningkatan. Hal ini merupakan
sesuatu yang menggembirakan, mengingat potensi kekayaan alam Indonesia yang sangat
berlimpah. Oleh sebab itu, kita hanya menunggu kemauan pemerintah dan berbagai pihak
yang berkepentingan untuk mengembangkannya agar pelayanan kesehatan tidak semata-
mata tergantung pada obat modern.

B. SARAN
Semoga makalah ini bisa memberi pengetahuan yang mendalam kepada para mahasiswa
khususnya mengenai pengetahuan Toksikolog dan Obat Tradisional.
Semoga makalah ini bisa dimanfaatkan dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. 2013. Toksikologi. Diakses 8 April 2019 (http://id.wikipedia.org/wiki/Toksikologi)

Yasmina, Alfi. 2011. Toksikologi. Diakses 8 April 2019


(http://farmakologi.files.wordpress.com/2011/02/toksikologi.pdf)

Forester, George M. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai