Anda di halaman 1dari 33

KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO JATUH PADA LANSIA

OLEH :

1. MULYA ULFA KASWATI 171014201000


2. RATNA JULITA 171014201000
3. WELLY UTAMA 1710142010042
4. WENTI ENDIKA UTAMA 1710142010043

Dosen Pembimbing :
Ns.Dewi Kurniawati,S.Kep.MS

STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI


S1 KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang tiada hentinya memberikan
petunjuk, rahmat dan karunia-Nya. Tak lupa Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Dengan segala rasa syukur yang
tinggi penyusun berhasil menyelesaikan tugas yang diberikan dosen mata kuliah Studi islam
SI Keperawatan STIkes Yarsi Sumbar Bukittinggi yaitu ASKEP RESIKO JATUH PADA
LANSIA. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain untuk memenuhi
kewajiban sebagai mahasiswa yang senantiasa melaksanakan tugas yang diberikan oleh dosen
dan juga sebagai penambahan wawasan tentang pemahaman tentang resiko jatuh pada lansia.
Penyusun menyusun artikel ini dengan baik, baik dari isi maupun maupun dari kualitas.
Namun penyusun menerima saran dan kritikan konstruktif dari pembaca dengan senang hati.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan
pembaca semua pada umumnya.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb

Bukittinggi, 01 Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………… 1
B. Manfaat peulisan ………………………………………………………….... 1
C. Tujuan penulisan …………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi …………………………………………………………………… 2
B. Etiologi…………………………………………………………………….. 3
C. Akibat jatuh ...……………………………………………………………... 4
D. Faktor resiko……………………………………………………………….. 4
E. Komplikasi…………………………………………………………………. 11
F. Pencegahan………………………………………………………………… 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN…………………………………………. 15

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan ……………………………………………………………………….. 30
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jatuh merupakan suatu kejadian fisik yang sering dialami lansia saat
prosespenuaan.Jatuh pada usia lanjut dapat meningkatkan angka morbiditas,
mortalitas,kecacatan, gangguan fungsi sosial, dan penurunan kualitas hidup (Lowlar et
al.,2003).Risiko jatuh pada lansia dapat disebabkan dari banyak hal dan diklasifikasikan
dalam lima kategori (1) lingkungan (karpet yang terlipat, kamarmandi tanpa pegangan di
dalamnya, ketidakamanan tangga, kurangnyapencahayaan, kondisi sepatu), (2) Obat–obatan
(antidepresan, obat tidur, danobat hipnotik), (3) kondisi kesehatan akibat penyakit maupun
penuaan (mataburam, keseimbangan pasien), (4) nutrisi (kalsium dan vitamin D).Berdasarkan
survey di masyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan sekitar30% lansia umur lebih dari 65
tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angkatersebut mengalami jatuh berulang. Reuben
dkk (1996) mendapatkan insidenjatuh di masyarakat AS pada umum lebih dari 65 tahun
berkisar 1/3 populasilansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh 0.6/orang. Insiden di rumah-
rumahperawatan (nursing home) 3 kali lebih banyak (Tinetti, 1992). Lima persen
daripenderita jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan
tambahan.Kecelakaan yang mengakibatkan kematian no. 6 di Amerika Serikat tahun
1992,dan no. 5 tahun 1994 untuk penderita lansia, duapertiganya akibat jatuh.

Kematian akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena sering tidak disadari oleh
keluargaatau dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga bisa merupakan akibat penyakitlain
misalnya serangan jantung mendadak (Tinetti, 1992).Kejadian jatuh dan cedera akibat jatuh
sering dilaporkan menimpa pasien dirumah sakit saat menjalani perawatan inap (Quigley
et.al, 2013). Berdasarkan laporan Kongres XII PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia),
tahun 2012menunjukan bahwa kejadian pasien jatuh termasuk ke dalam tiga besar insiden
medis rumah sakit dan menduduki peringkat kedua setelahmedicine error. Dari laporan
tersebut didapatkan data kejadian jatuh sebanyak tiga puluh empatkejadian dan membuktikan
bahwa kejadian jatuh pasien masih tinggi di Indonesia.Dampak yang ditimbulkan dari insiden
jatuh dapat menyebabkan kejadianyang tidak diharapkan seperti luka robek, fraktur, cedera
kepala, pendarahan sampai kematian, menimbulkan trauma psikologis,
perpanjanganwaktuperawatan dan peningkatan biaya perawatan pasien akibat penggunaan
peralatandiagnostik yang tidak perlu. Hal ini juga berdampak bagi rumah sakit
denganmenimbulkan risiko tuntutan hukum karena dianggap lalai dalam perawatanpasien
(Miake-Lye dkk, 2013).Pencegahan jatuh pada lansia harus diperhatikan oleh semua pihak
yaitukeluarga, penjaga bayaran, perawat di rumah sakit dan juga pihak-pihak
yangmenentukan keputusan bagi pembangunan rumah sakit. Keluarga merupakansupport
systemutama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Keluargamemegang peranan
penting dalam perawatan terhadap lansia oleh sebab itukeluarga harus memiliki pengetahuan
mengenai faktor risiko jatuh pada lansia(Maryam, 2009). Perawat dan pihak–pihak rumah
sakit harus menunjangfasilitas dalam rumah sakit dengan pengawasan penuh akan aktivitas
masing–masing pasien opname dan juga pemenuhan fasilitas–fasilitas yang aman didaerah
yang memungkinkan untuk terjadinya kejadian jatuh pada lansia yangsedang opname di
rumah sakit.Caregiveradalah seorang individu yang secara umum merawat danmendukung
individu lain (pasien) atau istilah yang sering digunakan untukmenggambarkan pelaku
perawatan pada orang yang mengalami keterbatasan(Awad dan Voruganti, 2008 :
87).Caregivermempunyai tugas sebagaiemotionalsupport, merawat pasien (memandikan,
memakaikan baju, menyiapkan makan,mempersiapkan obat), mengatur keuangan, membuat
keputusan tentangperawatan dan berkomunikasi dengan pelayanan kesehatan formal (Kung,
2003 :3).Caregiverpada masyarakat Indonesia umumnya adalah keluarga, dalam hal iniadalah
pasangan, anak, menantu, cucu atau saudara yang tinggal satu rumah(Sarafino, 2006).

B. Manfaat penulisan

Penellitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi penelitian lebih
lanjut untuk masyarakat luas khusus nya di bidang gerontik

C. Tujuan penulisan

Mengetahui tingkat pengetahuan care giver mengenai faktor risiko jatuh pada lansia
tentang faktor risiko, pencegahan, dan komplikasi jatuh yang dapatberakibat fatal bagi lansia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi

Jatuh adalah suatu kejadian yang di laporkan penderita atau saksi mata ,yang
melibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /tempat yang lebih rendah atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben)

Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut .Banyak faktor berperan di  dalamnya
,kelemahan otot ekstremitas bawah kekakuan sendi ,sinkope dan dizzines ,serta faktor
ekstrinsik sertai lantai yang licin dan tidak rata tersandung benda-benda ,pengelihatan kurang
terang dan sebagainya.

Tidak mengejutkan bahwa jatuh merupakan kejadian yang mempercepat patah tulang
pada orang dengan kepadatan mineral tulang {Bone Mineral Density(BMD)} rendah. Jatuh
dapat dicegah sehingga akan mengurangi risiko patah tulang. Jatuh adalah penyebab terbesar
untuk patah tulang pinggul dan berkaitan dengan meningkatnya risiko yang berarti terhadap
berbagai patah tulang meliputi punggung, pergelangan tangan, pinggul, lengan
bagian atas.Jatuh dapat disebabkan oleh banyak faktor, sehingga strategi pencegahan harus
meliputi berbagai komponen agar sukses. Aktivitas fisik meliputi pola gerakan yang beragam
seperti latihan kekuatan atau kelas aerobik dapat meningkatkan massa tulang sehingga tulang
lebih padat dan dapat menurunkan risiko jatuh. Mengurangi Risiko JatuhBanyak hal yang
dapat dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh dan meminimalisir dampak dari jatuh yang
terjadi. Pedoman yang dikeluarkan oleh American Geriatrics Society, British Geriatrics
Society, dan American Academy of Orthopedi Surgeons pada pencegahan jatuh meliputi
beberapa rekomendasi untuk orang tua (AGS et al.2001)

B. Etiologi

Faktor faktor lingkungan yang menyebabkan jatuh adalah penerangan yang tidak baik
(kurang atau menyilaukan), lantai yang licin dan basah, tempat berpegangan yang tidak
kuat/tidak mudah di pegang dan alat alat atau perlengkapan rumah tangga yang tidak stabil
dan tergeletak di bawah. Menurut friedman, 1998 adalah kondisi interior rumah meliputi

3
bagaimana ruangan ruangan tersebut dilengkapi oleh perabot, kelayakan perabot, penerangan
yang tidak memadai dan eksterior rumah meliputi lantai, tangga, dalam keadaan buruk.

Adapun penyebab resiko jatuh di antaranya adalah

a. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan fraktur.


b. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan
pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
c. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap dan
penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan persepsi warna
dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat
mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
d. Gaya berjalan dan keseimbangan berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf,
otot, rangka, sensori, sirkulasi dan pernapasan. Semua perubahan ini
mengubahpusat gravitasi, mengganggu keseimbangan tubuh dan menyebabkan
limbung, yang pada akhirnya mengakibatkan jatuh. Perubahan keseimbangan dan
properosepsi membua lansia sangat rentan terhadap perubahan permukaan lantai
(contoh lantai licin dan mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit
parah dapat mengganggu fungsi refleks perlindungan dan membuat individu yang
bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).
C. Akibat jatuh

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis.
Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis
fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas
dan pelvis serta kerusakan jarinagan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik
tidak terjadi syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak
konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan aktivitas seharu-hari,
falafabio atau fobia jatuh.

D. Faktor resiko

Faktor resiko

4
 Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan
ditentukan atau dibentuk oleh:

a. Sistem sensorik
Yang berperan di dalamnya adalah: visus, pendengaran, fungsi vestibuler, dan
proprioseptif. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lanjut usia, diduga karena
perubahan fungsi vestibuler akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit
degeneratif leher dapat menganggu fungsi proprioseptif.
b. Sistem saraf pusat (SSP)
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit
SSP seperti stroke, parkinson, hidrosefalus dengan tekanan normal, yang diderita oleh
lanjut usia akan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik
terhadap input sensorik.
c. Kognitif
Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya risiko jatuh.
d. Muskuloskeletal
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang spesifik milik
lanjut usia, dan berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan muskuloskeletal
menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses
menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut
antara lain di sebabkan oleh:
1) Kekakuan jaringan penghubung.
2) Berkurangnya massa otot.
3) Perlambatan konduksi saraf.
4) Penurunan visus/lapang padang.
5) Kerusakan proprioseptif.
yang semuanya menyebabkan:

Penurunan range of motion (ROM) sendi.

Penurunan kekuatan otot, terutama kelemahan ekstremitas bawah.

1) Perpanjangan waktu reaksi otot/refleks.


2) Kerusakan persepsi dalam.
3) Peningkatan postural sway (goyangan badan).

5
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek,
penurunan irama dan pelebaran langkah kaki, sehingga tidak dapat menapak dengan kuat dan
lebih gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seseorang susah/terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung atau kejadian mendadak,
sehingga memudahkan jatuh.

Kane (1994) dalam Darmojo (2004) mengungkapkan bahwa faktor penyebab jatuh pada
lansia ada 2 golongan yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik:
A. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk proses penuaan dan
beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit jantung, stroke dan gangguan ortopedik serta
neurologik. Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah kebutuhan
eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjadi saat lnsia sedang menuju, menggunakan atau
kembali dari kamar mandi. Perubahan status mental juga berhubungan dengan peningkatan
insiden jatuh. Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan lantai
yang meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang rendah maupun yang tinggi dan tidak ada
susut tangan ditempat yang strategis seperti kamar mandi dan lorong.

1) Sistem saraf pusat.

Stroke dan Trancient Iskemia Attack (TIA) yang mengakibatkan hemiparese sering
menyebabkan jatuh pada lansia.

a. Demensia

Demensia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan atau memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-
hari. Lansia dengan demensia menunjukan persepsi yang salah terhadap bahaya lingkungan,
terganggunya keseimbangan tubuh dan apraxia sehingga insiden jatuh meningkat.
Hasil penelitian yang telah dilakukan Heinze (2008) menunjukan bahwa lansia
dengan demensia memiliki faktor resiko untuk mengalami jatuh. Close (2005)
mengungkapkan bahwa demensia adalah neurodegenerative progresif sindromyang
mempengaruhi memori, bahasa, perhatian, kemampuan pemecahan masalah dan signifikan
meningkatkan risiko jatuh. Resiko jatuh yang dapat menyebabkan cedera terjadi pada orang
yang lebih tua lebih besar jika dibandingkanmereka yang memiliki kognitif utuh. Dalam

6
beberapakasus jatuh mungkin sesuatu yang cukup berbahaya. Namun, banyak kasus dapat
menyebabkan cedera,takut jatuh, penurunan fungsional dan selanjutnyajatuh. Demensia,
yang mempengaruhi sekitar lima untuktujuh persen dari orang dewasa lebih dari 60 di
seluruh dunia.

b. Gangguan sistem sensorik


Gangguan sistem sensorik bisa mengenai sensori, rasa nyeri dan sensasi. Gangguan
sensori dapat berupa katarak, glaukoma, degenerasi makular, gangguan visus pasca stroke
dan retinopati diabetika meningkat sesuai dengan umur. Entropoin, ektropoin atau epifora
yang menyebabkan gangguan penglihatan meningkat insiden jatuh tetapi kebutaan tidak
meningkat insiden tersebut.
Hasil penelitian Kerr et. all. (2011) melaporkan bahwa gangguan penglihatan
memiliki resiko untuk menyebabkan kejadian jatuh atau insiden lainnya yang membuat
lansia cidera. Adanya gangguan penglihatan pada lansia menyebabkan lansia kesulitan saat
berjalan sehingga lansia sering menabrak objek kemudian terjatuh. Lord (2006) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa seorang lansia yang memiliki katarak kemudian dilakukan
operasi merupakan salah satu strategi yang efektif untuk mengurangi resiko jatuh.
c. Gangguan sistem kardiovaskuler
Insiden gagal jantung kongestif dan infak miokard meningkat sesuai dengan umur.
Hipertensi dan kardia aritmia juga sering ditemukan pada lansia. Gangguan sistem
kardiovaskuler akan menyebabkan syncope. Syncope sering menyebabkan jatuh pada lansia.

d. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme sering mengakibatkan jatuh. Gangguan ini terutama pada
gangguan regulasi cairan berupa dehidrasi. Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare, demam,
asupan cairan yang kurang atau penggunaan diuretik berlebihan.
e. Gangguan gaya berjalan
Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola jalan.
Keseimbangan, kekuatan dan fleksibilitas diperlukan untuk mempertahankan postur tubuh
yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar untuk mewujudkan pola jalan yang baik
setiap individu. Gangguan gaya jalan dapat disebabkan oleh gangguan muskuloskeletal dan
ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Ada beberapa gangguan gaya
berjalan yang sering ditemukan pada lansia, antara lain:
 Gangguan gaya berjalan hemiplegik
Pada hemiplegik terdapat kelemahan dan spastisitas ekstremitas unilateral dengan

7
fleksi pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dalam keadaan ekstensi. Ekstremitas
bawah dalam keadaan ekstensi sehingga mengakibatkan kaki “memanjang”. Pasien harus
mengayunkan sambil memutar kakinya untuk melangkah ke depan. Jenis gangguan berjalan
ini ditemukan pada lesi tipe Upper Motor Neuron (UMN).

 Gangguan gaya berjalan diplegik


Terdapat spastisitas ekstremitas bawah lebih berat dibangingkan ekstremitas atas.
Pangkal paha dan lutut dalam keadaan fleksi dan adduksi dengan pergelangan kaki dalam
keadaan ekstensi dan rotasi internal. Jika lansia berjalan kedua ekstremitas bawah dalam
keadaan melingkar. Jenis gangguan berjalan ini biasanya dijumpai pada lesi periventrikular
bilateral. Ekstremitas bawah lebih lumpuh dibangingkan dengan ekstremitas atas karena
akson traktus kortikospinalis yang mempersarafi ekstremitas bawahletaknya lebih dekat
dengan ventrikel otak.
 Gangguan gaya jalan neuropathy
Gangguan gaya berjalan jenis ini biasanya ditemukan pada penyakit perifer dimana
ekstremitas bahwa bagian distal lebih sering diserang. Karena terjadi kelemahan dalam
dorsifleksi kaki, maka pasien harus mengangkat kakinya lebih tinggi untuk menghindari
pergeserang ujung kaki dengan lantai.
 Gangguan gaya jalan miopathy
Adanya kelainan otot, otot-otot proksimal pelvic girdle (tulang pelvis yang
menyongkong pergerakan ekstremitas bahwa) menjadi lemah. Oleh karena itu, terjadi
ketidakseimbangan pelvis bila melangkah ke depan, sehingga pelvis miring ke kaki
sebelahnya, akibatnya terjadi goyangan dalam berjalan.
 Gangguan jalan parkinsonian
Terjadi regiditas dan bradiknesia dalam berjalan akibat gangguan di ganglia basalis.
Tubuh membungkuk ke depan,langkah memendek, lamban dan terserat disertai dengan
ekspresi wajah seperti topeng.
 Gangguan gayaberjalan ataxia
Langkah berjalan menjadi lebar, tidak stabil dan mendadak, akibatnya badan
memutar ke samping dan jika berat badan pasien akan jatuh. Jenis gangguan berjalan ini
dijumpai pada gangguan cerebllum.
 Gangguan gaya berjalan khoreoform
Merupakan gangguan gaya berjalan dengan hiperkinesia akibat gangguan ganglia
basalis tipe tertentu. Terdapat pergerakan yang ireguler seperti ular dan involunter baik pada

8
ekstremitas bawah maupun atas.
Hasil Penelitian yang telah dilakukan oleh Housdorff et.all (2003) menunjukan
bahwa faktor gaya berjalan pada pasien parkinson memiliki hubungan dengan kejadian
jatuh. Louis et. all. (2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pasien stroke kronis
memiliki gangguan keseimbangan dan mobilitas dalam berjalan sehingga mereka memiliki
resiko untuk mengalami jatuh saat berjalan.
b. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya terjadi pada
minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw megenali lingkungan sekitar dapat
mengurangi kecelakaan.

Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan dapat digolongkan
sebagai faktor risiko eksternal.obat yang memengaruhi sistem kardiovaskular dan sistem
saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh, biasanya akibat kemungkina hipotensi atau
karena mengakibatkan perubahan status ,emtal. Laksatif juga berpengaruh terhadap insida
jatuh.

Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung menggunakan alat


bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat kaki empat dan walker. Pasien yang
menggunakan alat banu lebih mungkin jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak
menggunakan alat bantu. Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi,
yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.

a) Lingkungan
Lingkungan yang sering dihubungkan dengan jatuh pada lansia antara lain alat-alat
atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak
stabil atau kamar mandi rendah dan licin, tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak
mudah dipegang, lantai tdak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik,
keset yang tebal/menekuk pinggirnya dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah
tergeser, lantai licin atau basah dan penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan).
b) Aktifitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktifitas biasa seperti
berjalan, naik turun tangga dan mengganti posisi. Hanya sedikit sekali jatuh terjadi pada
lansia melakukan aktifitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat.
c) Obat-obatan

9
Kadar obat dalam serum tidak stabil karena perubahan farmakokinetik akibat proses
menua dan penyakit juga sering menyebabkan intoksikasi obat pada lansia. Disamping itu,
obat yang diresapkan dapat menyebabkan konfusi pusing, mengantuk yang dapat
menyebabkan keseimbangan dan mobilitas (Perry dan Potter, 2001).
Menurut Nugroho (2008)jatuh sering membawa akibat lanjutan, misalnya timbul
perubahan pada persendian alat gerak tubuh, terjadinya patah tulang dan infeksi kulit.
Penyebab jatuh pada lanjut usia biasanya merupakan gabungan dari beberapa faktor atau
multifaktor, antara lain karena:
1) Kecelakaan, merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia)
a) Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung
b) Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat
proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda- benda yang ada di
dalam rumah tertabrak lalu jatuh.
2) Nyeri kepala dan atau vertigo
3) Hipotensi orthostatic
a) Hipovilemia/curah jantung rendah
b) Disfungsi otonom
c) Penurunan kembalinya darah vena ke jantung
d) Terlalu lama berbaring
e) Pengaruh obat-obatan hipotensi
f) Hipotensi sesudah makan
4) Obat-obatan

a) Antidepresan trisiklik
b) Diuretik/antihipertensi

c) Sedative
d) Antipsikotik
e) Obat-obatan hipoglikemi
f) Alkohol
5. Proses penyakit yang spesifik Penyakit-penyakit akut seperti:
a) Kardiovaskuler, seperti :
1) Aritmia
2) Stenosis aorta
3) Sinkop sinus karotis

10
b) Neurologi, seperti :
1) TIA
2) Serangan kejang
3) Parkinson
4) Kompresi syaraf spinal karena spondilosis
5) Penyakit serebelum
6. Idiopatik (tak jelas penyebabnya)
7. Sinkope: kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
a) Drop attack (serangan roboh)
b) Penurunan darah ke otak tiba-tiba
c) Terbakar matahari

E. Komplikasi

Menurut kane (1996) yang dikutip oleh darmojo (2004) komplikasi-komplikasi jatuh adalah :

a. Perlukaan (injury)

Perlukaan ( injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit
berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur
misalnya fraktur pelvis, femur,humerus, lengan bawah, tungkai atas.

b. Perawatan rumah sakit


a) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi)
b) Resiko penyakit-penyakit iatrogenic
c. Disabilitas
a) Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
b) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan pembatasan
gerak
d. Resiko untuk di masukan dalam rumah perawatan (nursing home)
a) Kematian
F. Pencegahan

Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat menyebabkan jatuh
seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang sedang diderita, pengobatan

11
yang sedang dijalani, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan visual, ataupun
faktor lingkungan.dibawah ini akan di uraikan beberapa metode pencegahan jatuh pada orang
tua :

1. Latihan fisik

Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan kekuatan tungkai dan
tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya
lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik
yang dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya, salah
satunya adalah berjalan kaki.(1,4,5,6)

2. Managemen obat-obatan

Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik di antara:

1. Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat


2. Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama pengobatan
3. Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan
tranquilisers
4. Hindari pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi klinis
kuat
5. Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan

3. Modifikasi lingkungan

Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk menghindari pusing
akibat suhu di antara:

1. Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam jangkauan


tanpa harus berjalan dulu
2. Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
3. Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
4. Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
5. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk daerah
tangga.

12
6. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa untuk
melintas.
7. Gunakan lantai yang tidak licin.
8. Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.
9. Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar mandi.

4. memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :

1. Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.


2. Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
3. Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.
4. Hindari olahraga berlebihan.
5.  Alas kaki 

Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:

1. Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar


2. Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan
3. Pakai sepatu yang antislip

6. Alat bantu jalan

Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan difokuskan untuk
mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang mendasarinya.

1. Penggunaannya  alat bantu jalan memang membantu meingkatkan keseimbangan,


namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh
untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda., karena itu
penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual.
2. Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan
obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya adalah dengan alat
bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1
ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane. Pemilihan cane type
apa yang digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan.
Jika ke-2 ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak
perlu menunjang berat badan, alat yang paling cocok adalah four-wheeled walker.

13
Jika kedua ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan
menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang
diperlukan dalam menunjang berat badan.

7.  Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.

8. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.

9. Memelihara kekuatan tulang

1. Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan densitas


tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua
2. Berhenti merokok
3. Hindari konsumsi alkohol
4. Latihan fisik
5. Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen
6. Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO JATUH PADA LANSIA

3.1  PENGKAJIAN

A. DATA BIOGRAFI

Identitas merupakan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang: jati diri seseorang.
Identitas klien meliputi
1) Nama; sangat penting untuk menjalin sebuah hubungan komunikasi yang baik dan
mempermudah dalam hal sapa menyapa.

2) Umur; pentingnya diketahui umur pada lansia sangat berkaitan erat dengan
kemampuan aktivitas fisik seorang lansia.

3) Jenis kelamin; perlu diketahui untuk bisa membedakan mana yang perlu ditanyakan
mengenai laki-laki dan perempuan.
4) Agama; sangat diperlukan dalam hal kerohanian misalnya katolik berhubungan
dengan doa rosario dan lain-lain.
5) Suku bangsa; berhubungan denga adat istiadat dan bahasa yang digunakan setiap
hari.
6) Alamat; untuk mengetahui tempat tinggal sebelum masuk di rumah sakit dan
apakah tempat yang dulu menyenangkan atau tidak.
7) Tanggal masuk RS; penting untuk diketahui berapa lama berada di rumah sakit.
8) Tanggal pengkajian; diketahui untuk dapat menentukan rencana asuhan
keperawatan berapa hari kedepannya, dan kesedian lansia untuk dikaji.
9) Diagnosa medis; untuk mengetahun penyakit apa yang diderita lansia tersebut.

Pengkajian klien dengan resiko injuri meliputi: pengkajian resiko (Risk assessment
tools) dan adanya bahaya dilingkungan klien (home hazards appraisal). Pengkajian Resiko

a) Jatuh

- Usia klien lebih dari 65 tahun- Riwayat jatuh di rumah atau RS- Mengalami gangguan
penglihatan atau pendengaran- Kesulitan berjalan atau gangguan mobilitas- Menggunakan

15
alat bantu (tongkat, kursi roda, dll)- Penurunan status mental (disorientasi, penurunan daya
ingat)- Mendapatkan obat tertentu (sedatif, hypnotik, tranquilizers, analgesics, diuretics, or
laxatives)

b) Riwayat kecelakaan

Beberapa orang memiliki kecenderungan mengalami kecelakaan berulang, oleh karena itu
riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk memprediksi kemungkinan kecelakaan itu terulang
kembali

c) Keracunan

Beberapa anak dan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap keracunan. Pengkajian meliputi
seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang resiko bahaya keracunan dan upaya
pencegahannya.

d) Kebakaran

Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang sejauh mana klien
mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk pengetahuan klien dan keluarga tentang
upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat api.

e) Pengkajian Bahaya

Meliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan rumah tangga, kamar mandi, dapur, kamar tidur,
pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik, dll apakah dalam keadaan aman atau dapat
mengakibatkan kecelakaan.

f)  Keamanan (spesifik pada lansia di rumah)

Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada lansia memiliki insidensi yang cukup tinggi,
banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya cedera berat bahkan meninggal. Bahaya yang
menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki, oleh karena itu
diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah yang terstuktur. Contoh
pengkajian checklist pencegahan jatuh pada lansia yang dikeluarkan oleh Departemen
kesehatan dan pelayanan masyarakat Amerika.

16
1. Genogram
2. Riwayat Rekreasi:Biasnya berisi tentang hobby/minat dan
linuran/perjalanan
3. Sistem pendukung:Biasanya berisi tentang ada atau tidaknya
Perawat/bidan/dokter/fisioterapi di dekat tempat tinggalnya, Rumah sakit, dan Klinik
serta Perlayanan kesehatan dirumah,Makanan Yang dihantarkan dll.
4. Deskripsi kekhususan :Berisi tentang Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai
dengan keyakinan agamanya, Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif
dalam kegiatan keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir
miskin, Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa,
Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.
5. Status Kesehatan
a) Status kesehatan umun selama setahun lalu :
b) Status kesehatan umun selama 5 tahu lalu :
c) Status kesehatan saat ini :
d) Keluhan :

Obat-obatan

N Nama obat Dosis Ket


o

Alergi (catatan alergen dan reaksi spesifik)

Biasanya meliputi apakah ada alergi obat-obatan, makanan dan


faktoRrlingkungan.

17
Penyakit Yang Diderita

Apa penyakit yang diderita oleh lansia selain penyakit DM.

3. Aktivitas hidup sehari-hari(ADL)

Indeks Katz. : A/B/C/D/E/F

Seksual : Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan


orgasme pada wanita

Istirahat/tidur : Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram


otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat
atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma

Rekreasi :

Pisikologi :Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.

  Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.


Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
  Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat,
proses pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan
dalam penyelesaikan masalah.
4. Tinjauan Sistem

Keadaan umum : Saat dilakukan inspeksia biasanya ditemukani kondisi


seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien (Pasien harus
waspada dan sadar akan waktu, tempat dan orang.
Disorientasi terjadi pada gangguan otak (misalnya delirium,
demensia), stroke, dan trauma fisik. Pasien letargi umumnya
mengantuk dan mudah tertidur, terlihat mengantuk, dan

18
merespon pertanyaan dengan sangat lambat. Pasien stupor
hanya merespon jika digoncang dengan keras dan terus
menerus dan hanya dapat member jawaban yang terdengar
seperti menggerutu tidak jelas. Pasien yang sama sekali tidak
sadar (pasien koma) tidak merespon stimulus dari luar
ataupun nyeri. Pada respon motorik ketika di panggil pasien
langsung merespon dan respon mata langsung melihat ke
arah yang di panggil, melakukan pengukuran tanda-tanda
vital seperti peningkatanglukosa dalam darah > 140 mg/dL
dapat ditemukan, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan heat
to to

Tingkat kesadaran : Composmetis GCS 15


Tanda-tanda vital : Tekanan darah naik
Pemeriksaan Fisik

19
1 Kepala Perubahan warna rambut

2 Mata Gangguan penglihatan

3 Hidung Distribusi rambut rata dan bersih


serta tidak ada mimisan
4 Mulut, wajah membrane mukosa kering, gigi
utuh, dan tidak ada kesulitan
mengunyah dan menelan
5 Telinga simetris antara kiri dan kanan,
bersih tidak ada secret
6 Leher Kaku kuduk, leher tidak tampak
ada pembesaran kelenjar
7 Respirasi(dada Dan napas pendek. Perubahan irama
punggung) jantung, takipnue, merasa
kekurangan oksigen

8 Kardiovaskukar Takikardia / nadi menurun atau


tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi dysritmia,
krekel, DVJ (GJK)
9 Abdomen Dan Muntah, penurunan BB,
pinggang kekakuan/distensi abdomen,
anseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus
lemah/menurun.

1 Genitourinari perubahan pola berkemih


2 (poliuria)
Ekstremitas atas Dan
1 bawah
3 Sistem immune system imun menurun
Kulit Kulit panas, kering dan
1 kemerahan,bola mata cekung,
4 turgor jelek, pembesaran tiroid,
1 demam, diaforesis (keringat
5 banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus

Sistem persyarafan using, kesemutan, kebas,


kelemahan pada otot, parastesia,
20
gangguan penglihatan
(CNS) sulit bergerak/berjalan
1 Gait/ gerakan pasien
5. Status kognitif/Afektif/Sosial
1. SPMSQ
Pasien mampu mengetahui nama tempat tinggal, alamat tempat tinggal,
tempat tanggal lahir, ingat nama ibunya, dan juga presiden sekarang dan
sebelumnya, pasien lupa tanggal dan hari saat ini.

2. MMSE

Pada fase orientasi pasien hanya mengetahui tahun, musim, Negara,


provinsi, untuk hari dan tanggal pasien tidak mengetahui. Pada fase
registrasi, pasien mampu menyebutkan 3 dari 3 objek yang disebutkan
petugas. Pada fase atensi dan kalkulasi pasien mampu mengurangi 100
dengan 7, 6, 5, 4, 3. Pada fase mengingat kembali pasien mampu
menyebutkan 3 dari 3 benda yang ditunjuk. Pada fase pengertian
verbal, pasien mampu mengulang kata-kata yang diucapkan petugas.
Pada fase pengertian verbal, pasien mampu melakukan perintah yang
ditulis petugas. Pada fase perintah tertulis, pasien mampu menulis satu
kalimat yang bermakna. Pada fase menggambar kontruksi, pasien
mampu menirukan gambar yang diberikan petugas.

3. GDS
a) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
b) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
c)    Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
d)   Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
e)   Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f) Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
g) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
h) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan
masalah.

J. Nyeri pada lansia


1. OLD CART:

21
Onset
Lokasi
Durasi
Characteristic nyeri
Penyebab nyeri
Cara mengurangi nyeri.
Treatmen yang dilakukan

11. Resiko jatuh pada lansia


a. Tinneti Gait

12. Status nutrisi lansia


Asupan nutrisi lansia

No Waktu Porsi habis komposisi


1 Sarapan pagi
2 Makan siang
3 Makan malam
4 Cemilan,dll

Antropometri:
BB. :
TB. :
Lila. :
Indeks Massa Tubuh. :

Tes skrining nutrisi :


Kebiasaan makan pasien :

M . Data penunjang

Laboratorium :

22
N. Diagnosa 

Diagnosa umum sering muncul pada kasus keamanan fisik adalah

1. Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury). Seorang klien dikatakan
mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya cidera bila kondisi
lingkungan dan adaptasi atau pertahanan seseorang beresiko menimbulkan cedera.
2. Resiko terjadinya keracunan: adanya resiko terjadinya kecelakaan akivat terpapar,
atau tertelannya obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat menyebabkan
keracunan.
3.     Resiko terjadinya sufokasi: adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan tidak
adekuatnya udara untuk proses bernafas.
4.     Resiko terjadinya trauma: adanya resiko yang menyebabkan cedera pada jaringan
(ms. Luka, luka bakar, atau fraktur).
5.   Respon alergi lateks: respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.
6. Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap produk
yang terbuat dari lateks.
7. Resiko terjadinya aspirasi: klien beresiko akan masuknya sekresi gastrointestinal,
sekresi orofaringeal, benda padat atau cairan kedalam saluran pernafasan.
8. Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan): klien beresiko
terhadap kerusakan sistem tubuh akibat inaktifitas sistem muskuloskeletal yang
direncanakan atau tidak dapat dihindari.

Contoh kasus:

Tn. ED, 70 tahun tinggal seorang diri dirumahnya. Klien memiliki riwayat glaukoma
sehingga klien harus menggunakan obat tetes mata dua kali sehari. Klien mengatakan sulit
memfokuskan penglihatan, kehilangan penglihatan sebelah, dan tidak bisa melihat dalam
gelap.

 Diagnosa yang muncul adalah:

  Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu
melihat)

23
 

O. Perencanaan

Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu: Pendidikan
kesehatan tentang tindakan pencegahan dan memodifikasi lingkungan agar lebih aman.

1. Contoh rencana asuhan keperawatan: (sesuai kasus pada bagian E)Diagnosa: Resiko
tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu
melihat)Tujuan: Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera
(jatuh) tidak terjadiKriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa
modifikasi lingkungan dan pendidikan kesehatan dalam 1 hari kunjungan diharapkan
Klien mampu:

a. Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinancidera

b Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,3. Melaporkan penggunaan cara


yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.

P. INTERVENSI

1. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.

2. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko

3. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat tidur, dll)
sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh pada poin 14. Monitor klien secara berkala terutama 3
hari pertama kunjungan rumah

5. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaanyang baik,


memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahayaditempat yang aman)6.
Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguanpenglihatannya,
serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.

Secara umum kriteria hasil paling penting pada kasus resiko tinggi cidera adalah
membantu klien untuk mengidentifikasi bahaya, dan mampu melakukan tindakan menjaga
keamanan. Kriteria hasil yang lebih spesifik diantaranya Klien mampu: mengidentifikasi

24
bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera, mengidentifikasi tindakan
preventif atas bahaya tertentu, melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri
dari cidera.

o Implementasi

 Rencana tindakan lain dapat dilihat pada poin G (Implementasi).

Implementasi berikut bersifat spesifik untuk beberapa bahaya tertentu (tidak berhubungan
dengan kasus):

1. Meningkatkan keamanan sepanjang hayat manusia

Memastikan keamanan klien pada semua usia berfokus pada: obsevasi atau prediksi
situasi yang mungkin membahayakan sehingga dapat dihindari dan memberikan pendidikan
kesehatan yang memberikan kekuatan bagi klien untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari
cedera secara mandiri. Aspek pendidikan kesehatan yang lebih spesifik sesuai rentang usia
klien dapat anda lihat pada Kozier, 2004: 674-675.

2. Mempertahankan kondisi aman dari api dan kebakaran

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan perawat adalah memastikan bahwa ketiga
elemen tersebut dapat dihilangkan. Jika kebakaran sudah terjadi ada dua tujuan yang harus
dicapai yaitu: melindungi klien dari cedera dan membatasi serta memadakan api.

2. Di pusat pelayanan kesehatanUpaya pencegahan: Memastikan nomor


telpon darurat ada disemua pesawat, Mengatur situasi sehingga alat-alat atau
benda-benda yang tidak perlu tidak berada di lorong jalan, Menempatkan prosedur
evakuasi dan penanganan kebakaran disemua tempat, Mengorientasikan seluruh
karyawan tentang jenis-jenis kebakaran dan penanganannya.

Jika kebakaran terjadi: Mengevakuasi klien kearea yang aman, aktifkan alarm, jika
api kecil lakukan pemadaman dengan alat pemadam yang ada, tutup pintu dan jendela jika
perlu ketahui derajat kebakaran untuk menentukan jenis pemadam yang tepat.

3. Mencegah terjadinya jatuh pada klien

25
a) Orientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem komunikasi yang
ada
b) Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak- Supervisi ketat pada awal
klien dirawat terutama malam hari- Anjurkan klien menggunakan bel bila
membutuhkan bantuan- Berikan alas kaki yang tidak licin- Berikan pencahayaan yang
adekuat- Pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan penurunan
kesadaran dan gangguan mobilitas- Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin-
Lengkapnya bisa dilihat pada Kozier, 2004:679

4. Melakukan tindakan pengamanan pada klien kejang:

a) Pasang pengaman tempat tidur dengan dilapisi kain tebal (mencegah nyeri saat
terbentur)- Pasang spatel lidah untuk mencegah terhambatnya aliran udara
b) Longgarkan baju dan ikatan leher (kerah baju)
c) Kolaborasi pemberian obat antikonvulsi.- Berikan masker oksigen jika diperlukan

5. Memberikan pertolongan bila terjadi keracunan

Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat bila terjadi


keracunan melalui identifikasi adanya zat-zat beracun dirumah yang terkonsumsi, segera
laporkan ke institusi kesehatan terdekat serta menyebutkan nama dan gejala yang dialami
klien, jaga klien pada posisi tenang ke satu sisi atau dengan kepala ditempatkan diantara
kedua kaki untuk mencegah aspirasi.

6. Memberikan pertolongan bagi klien yang terkena sengatan listrik

Jika seseorang terkena macroshock (sengatan listrik yang cukup besar) jangan sentuh
klien tersebut sampai pusat listrik dimatikan dan klien aman dari arus listrik. Macroshock
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka bakar, kontraksi otot, dan henti nafas serta
henti jantung. Untuk mencegah macroshock gunakan mesin/alat listrik yang berfungsi dengan
baik, pakai sepatu dengan alas karet, berdirilah diatas lantai nonkonduktif, dan gunakan
sarung tangan non konduktif.

7. Melakukan penanganan bagi klien yang terpapar kebisingan

26
Kebisingan memiliki efek psikososial dan efek fisiologis. Efek psikososial seperti rasa
jengkel, tidur dan istirahat terganggu, serta gangguan konsentrasi dan pola komunikasi. Efek
fisiologis meliputi peningkatan nadi dan respirasi, peningkatan aktifitas otot, mual, dan
kehilangan pendengaran jika intensitas suara tepat. Kebisingan dapat diminimalisir dengan
memasang genting, dinding, dan lantai yang kedap suara; memasang gorden; memasang
karpet; atau memutar background music.

8. Melakukan Heimlich maneuver pada klien yang mengalami tersedak.

9. Melakukan perlindungan terhadap radiasi

Tingkat bahaya radiasi tergantung dari: lamanya, kedekatan dengan sumber


radioaktif, dan pelindung yang digunakan selama terpapar radiasi. Upaya yang harus
dilakukan oleh perawat dalam hal ini adalah memakai baju khusus, memakai sarung tangan,
mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan, dan membuang semua benda
yang terkontaminasi.

10. Melakukan pemasangan restrain pada klien

Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerakan/aktifitas fisik
klien atau bagian tubuh klien. Restrain diklasifikasikan menjadi fisikal(physical) dan
kemikal(chemical) restrain. Fisikal restrain adalah restrain dengan metode manual atau alat
bantu mekanik, atau lat-alat yang dipasang pada tubuh klien sehingga klien tidak dapat
bergerak dengan mudah dan terbatas gerakannya. Kemikal restrain adalah restrain dalam
bentuk zat kimia neuroleptics, anxioulytics, sedatif, dan psikotropika yang digunakan untuk
mengontrol tingkahlaku sosial yang merusak.

Restrain sebaiknya dihindari sebab berbagai komplikasi sering dikeluhkan akibat


pemasangan restrain. Komplikasi fisik diantaranya luka tekan, retensi urin, inkontinensia, dan
sulit BAB, bahkan kematian pun dilaporkan. Komplikasi psikologisnya adalah penurunan
harga diri, bingung, pelupa, depresi, takut, dan marah. Restrain hendaknya digunakan sebagai
alternatif terakhir. Bila dilakukan maka haruslah (a) dibawah pengawasan dokter dengan
perintah tertulis, apa penyebabnya, dan untuk berapa lama (b) klien setuju dengan tindakan
tersebut.

• Implikasi legal pemasangan restrain

27
Untuk melindungi klien dan mencegah masalah legal, perawat perlu mengikuti aturan
berikut:1. Perhatikan panduan tiap-tiap restrain yang akan digunakan2. Gunakan restrain
hanya bila dibutuhkan untuk kesehatan dan keselamatan klien3. Jika dilakukan pemasangan
restrain, dokumentasikan: penyebab, tipe, informed consent yang diberikan, respon klien,
waktu pemasangan dan pelepasan, asuhan keperawatan yang diberikan, tanda-tangan dokter
dan perawat4. Lakukan evaluasi secara periodik

• Memilih restrain

Dalam memilih restrain perlu memenuhi lima kriteria berikut:1. Membatasi gerak klien
sesedikit mungkin2. Paling masuk akal/bisa diterima oleh klien dan keluarga3. Tidak
mempengaruhi proses perawatan klien4. Mudah dilepas/diganti5. Aman untuk klien

• Macam-macam restrain1. limb restraints (restrain pergelangan tangan), elbow restraints


(khusus untukdaerah sikut)2. mummy restraints (pada bayi), crib nets (box bayi dengan
penghalang)3. Jacket restraints (jaket),4. belt restraints (sabuk),5. mitt or hand restraints
(restrain tangan),

o EVALUASI

Melalui data yang dikumpulkan selama pemberian asuhan keperawatan perawat dapat
menilai apakah tujuan asuhan telah tercapai. Jika belum tercapai maka perawat perlu
melakukan eksplorasi penyebabnya. Diantaranya perawat dapat menanyakan beberapa hal
berikut pada klien:

1. Sudahkan anda melakukan semua tindakan pencegahan?


2. Tindakan pencegahan apa yang klien tahu?
3. Apakah klien menyetujui semua tindakan pencegahan yang diajarkan?
4. Sudahkah perawat menulis dan mengimplementasikan rencana pendidikan kesehatan
pada klien?

28
BAB IV

PENUTUP

4.1  KESIMPULAN

Jatuh merupakan salah satu geriatric giant,sering terjadi pada usia lanjut ,penyebab
tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri (ganaauan gait,sensorik,kognitif,sistem
syaraf pusat)di dukung oleh keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya (alat rumah
tangga yang yua/tidak stabil,lantai yang licin dan tidak rata,dan lain-lain). Jatuh sering 
mengakibatkan mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berubah memar dan
keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian , oleh karena itu harus di cegah agar
jatuh tidak terjadi berulang-ulang ,dengan cara identifikasi faktor resiko ,penilaian
keseimbangan dan gaya berjalan ,serta mengatur / mengatasi faktor situasional

Pada prinsipnya mencegah terjadinya jatuh pada usia lanjutsangat penting dan lebih
utama dari pada mengobati akibatnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Craven & Hinrle. (2000). Pain perception and Management.Fundamentals of nursing:


Human health and function (3rd ed.). Philadelphia: Lippincott.

Kozier & Erb. (2004). Pain Management.Fundamentals of nursing: Concepts, process, and
practice (7th ed.). New Jersey: Pearson prentice hall.

Taylor, Lillis, & Le Mone. (1997). Comfort.Fundamentals of nursing: The art & Science of
nursing care (3rd ed.). Philadelphia: Lippincott.

Wilkinson,J.M. (2000). Nursing diagnosis handbook with NIC interventions and NOC


outcomes (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall Health

http://.en.wikipedia.org/wiki/safety

www.nmsu.edu/safety/program-link.htm

http://wps.prenhall.com/chet_kozier_fundamentals_7/0,7865,764086-,00.html

30

Anda mungkin juga menyukai