Anda di halaman 1dari 42

Tugas Individu:

MAKALAH FARMASETIKA DASAR

“PENGGOLONGAN OBAT, RESEP, & JENIS-JENIS SEDIAAN


FARMASI”

OLEH:

NAMA : ASTRIED AMALIA AMANAT

NIM : O1A114006

KELAS :A

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah Farmasetika ini.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya

kepada dosen pembibing atas kesediaannya dalam membimbing sehingga

makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi

penyampaian yang menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua pihak

untuk sempurnanya makalah ini

Kendari, 14 November 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1. Latar Belakang ...........................................................................................
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................
1.3. Tujuan .........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................
2.2. Penggolongan Obat ....................................................................................

2.3 Resep...........................................................................................................

2.4 Jenis-jenis Sediaan Farmasi....... .................................................................

BAB III PENUTUP ..................................................................................................


3.1. Kesimpulan .................................................................................................
3.2. Saran ...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengkombinasi, menganalisis,
serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta
pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Farmasi dalam bahasa
Yunani ( Greek) disebut farmakon yang berarti medika atau obat. Salah satu
yang dipelajari oleh seorang farmasis yaitu farmasetika dasar.
farmasetika dasar adalah bidang umum yang mempelajari faktor-
faktor fisika, kimia dan biologi yang mempengaruhi formulasi, pembuatan di
pabrik, stabilitas dan evektifitas dari sediaan farmasi. Ilmu resep adalah ilmu
yang mempelajari tentang cara penyediaan obat-obatan menjadi bentuk
tertentu yang siap digunakan sebagai obat.
Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi
rasa sakit, mengobati atau menyembuhkan penyakit pada manusia maupun
pada hewan. obat akan bersifat obat apabila tepat digunakan dalam suatu
penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat, apabila salah dalam
menggunakan atau penggunaan dengan dosis yang berlebih maka akan
menimbulkan keracunan atau bahkan over dosis sedangkan penggunaan yang
kurang dari dosis, maka akan under dosis sehingga tidak diperoleh efek
terapinya. Dalam menggunakan obat perlu diketahui : efek obat, penyakit
yang di derita, dosis obat, kapan dan dimana obat tersebut digunakan.
Macam-macam obat yang beredar Obat Jadi, Obat Paten, Obat Generik, Obat
Generik Berlogo, Obat Esensial, Obat Wajib Apotek, Obat Asli/Tradisional,
Oba Baru dan menurut Undang-undang kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Jelaskan secara lengkap mengenai penggolongan obat!
2. Jelaskan secara lengkap mengenai resep!
3. Jelaskan macam-macam bentuk sediaan farmasi!
1.3. Tujuan
Adapun Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Dapat menjelaskan secara lengkap mengenai penggolongan obat.
2. Dapat menjelaskan secara lengkap mengenai resep.
3. Dapat menjelaskan macam-macam bentuk sediaan farmasi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGGOLONGAN OBAT


Banyak pendapat mengenai definisi obat tersebut. Namun, menurut
Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992, definisi obat adalah bahan
atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi. Pengertian obat juga dapat didefinisikan secara khusus. Adapun
pengertian obat secara khusus adalah :

1. Obat Jadi
Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau capuran (serbuk,
cairan, salep, tablet, pil, suppositoria, dll) yang mempunyai teknis
sesuai FI/lain yang ditetapkan pemerintah.
2. Obat Paten
Obat paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas
nama sipembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus
asli pabrik yang memproduksinya.
3. Obat Baru
Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi zat, baik sebagai bagian
yang berkhasiat, ataupun yang tidak berkhasiat, misalnya: lapisan,
pengisi, pelarut, pembantu atau komponen lain, yang belum dikenal
sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.
4. Obat Asli
Obat asli adalah obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah
Indonesia, terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan
digunakan dalam pengobatan tradisional.
5. Obat Essensial
Obat essensial adalah obat yang paling dibuuhkan untuk pelayanan
kesehatan masyarakat terbanyak dan tercantum dalam Daftar Obat
Esensial yang ditetapkan oleh MENKES.
6. Obat Generik
Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam FI
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk


peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi
yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras,
psikotropika dan narkotika. Peraturan Menteri Kesehatan Rl Nomor
917/Menkes/Per/X/1993 yang kini telah diperbaiki dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Rl Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000, penggolongan obat ini terdiri
dari:

1. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada masyarakat
tanpa resep dokter, tidak termasik dalam daftar narkotika, psikotropika, obat
keras, dan obat bebas terbatas, dan sudah terdaftar di Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Obat bebas disebut juga obat OTC (Over The Counter).
Obat bebas dapat dijual bebas di warung kelontong, toko obat berizin,
supermarket serta apotek. Dalam pemakaiannya, penderita dapat membeli
dalam jumlah sangat sedikit saat obat diperlukan, jenis zat aktif pada obat
golongan ini relatif aman sehingga pemakaiannnya tidak memerlukan
pengawasan tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada
kemasan obat. Oleh karena itu, sebaiknya obat golongan ini tetap dibeli
dengan kemasnnya.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K MenKes RI Nomor
2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas
terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan
garis tepi warna hitam.

Logo Obat Bebas

2. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras
tetapi masih dapat dijual dan dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai
dengan tanda peringatan. Obat bebas terbatas atau obat yang termasuk dalam
daftar “W”, Menurut bahasa belanda “W” singkatan dari “Waarschuwing”
artinya peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas,
berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima)
sentimeter, lebar 2 (dua) sentimeter dan memuat pemberitahuan berwarna
putih.
Seharusnya obat jenis ini hanya dijual bebas di toko obat berizin
(dipegang seorang asisten apoteker) serta apotek (yang hanya boleh beroperasi
jika ada apoteker (No Pharmacist No Service), karena diharapkan pasien
memperoleh informasi obat yang memadai saat membeli obat bebas terbatas.

Logo Obat Bebas Terbatas


Logo Peringatan pada Obat Bebas Terbatas

3. Obat Keras

Obat keras disebut juga obat daftar “G”, yang diambil dari bahasa
Belanda. “G” merupakan singkatan dari “Gevaarlijk” artinya berbahaya,
maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya jika pemakainnya tidak
berdasarkan resep dokter.
Golongan obat yang hanya boleh diberikan atas resep dokter, dokter gigi
dan dokter hewan ditandai dengan tanda lingkaran merah dan terdapat huruf K di
dalamnya. Yang termasuk golongan ini adalah beberapa obat generik dan Obat
Wajib Apotek (OWA). Juga termasuk di dalamnya narkotika dan psikotropika
tergolong obat keras.
Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.
02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus obat keras Daftar “G” adalah
“Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf
K yang menyentuh garis tepi”.

Logo Obat Keras


4. Obat Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan
narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP (Susunan
Saraf Pusat) yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku.
Untuk penandaan psikotropika sama dengan penandaan untuk obat keras,
hal ini sebelum diundangkannya UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika,
maka obat-obat psikotropika termasuk obat keras yang pengaturannya ada di
bawah ordonansi.
Sehingga untuk psikotropika penandaanya: lingkaran bulat berwarna
merah, dengan huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna
hitam.

Logo Obat Psikotropika

Menurut UU RI No. 5 tahun 1997, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan :

Golongan I : Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika terdiri dari 26
macam, antara lain Brolamfetamin, Etisiklidina, Psilobina, Tenosiklidina.

Golongan II : Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat


digunakan dalam terapi dan/atau ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan II terdiri dari 14
macam, antara lain, Amfetamin, Deksanfentamin, Levamfetamin, Metamfetamin.

Golongan III : Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak


digunakan dalam terapi dan/atau ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan III terdiri
dari 9 macam, antara lain: Amobarbital, Pentobarbital, Siklobarbital, Butalbital.

Golongan IV : Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas


digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantunagn. Psikotropika
golongan IV terdiri dari 60 macam, antara lain: Allobarbital, Bromazepam,
Diazepam, Nitrazepam.

5. Obat Narkotika

Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 obat narkotika adalah obat yang


berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.
Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam
Ordonansi Obat Bius yaitu “Palang Medali Merah”

Logo Obat Narkotika

Berdasarkan UU RI No. 35 tahun 2009, narkotika dibagi atas 3 golongan :

Golongan I : Adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk


tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contohnya yaitu Tanaman Papaver Somniferum L, Opium Mentah,
Tanaman Ganja, Heroina.
Golongan II : Adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contohnya yaitu Morfina, Opium,
Petidina, Tebaina, Tebakon.
Golongan III : Adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contohnya yaitu Kodeina, Nikodikodina, Nikokodina.

6. Obat Wajib Apotek (OWA)

Selain memproduksi obat generik, untuk memenuhi keterjangkauan


pelayanan kesehatan khususnya askes obat pemerintah mengeluarkan
kebijakan OWA. OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh
Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada pasien. Walaupun APA boleh
memberikan obat keras, namun ada persyaratan yang harus dilakukan dalam
penyerahan OWA.
Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk
masyarakat, maka obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat yang
diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien. Antara lain: obat
antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokortison), infeksi
kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), anti alergi sistemik (CTM), obat KB
hormon.
Penandaan obat wajib apotek pada dasarnya adalah obat keras maka
penandaanya sama dengan obat keras. Berdasarkan Keputusan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia No. 02396/A/SK/VIII/1986, tanda khusus
untuk obat keras daftar G adalah berupa lingkaran bulat berwarna merah
dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf “K” yang menyentuh garis
tepi. Tanda khusus harus diletakan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan
mudah dikenal. Tanda khusus untuk obat keras adalah sebagai berikut:
Logo Obat Wajib Apotek

Sesuai PerMenKes No. 919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat


diserahkan:

1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di


bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Penggunaan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
3. Penggunaan tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang pravalensinya tinggi di
Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.
2.2. RESEP
Deskrpsi umum Resep
Resep adalah permintaan tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek
(APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Umumnya resep ditulis dalam bahasa latin. Jika tidak
jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis
resep tersebut. Resep ditulis dalam bahasa latin :
 Bahasa universal, bahasa mati, bahasa medical science
 Menjaga kerahasiaan
 Menyamakan persepsi (dokter dan apoteker)
Resep asli tidak boleh diberikan setelah obatnya diambil oleh pasien,
hanya dapat diberikan copy resep atau salinan resep. Resep asli tersebut harus
disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali
diminta oleh:
 Dokter yang menulisnya atau yang merawatnya.
 Pasien yang bersangkutan.
 Pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk
memeriksa dan
 Yayasan atau lembaga lain yang menggung biaya pasien.
Copy resep atau turunan resep adalah salinan resep yang dibuat oleh
apoteker atau apotek. Selain memuat semua keterangan obat yang terdapat
pada resep asli. Istilah lain dari copy resep adalah apograph, exemplum,
afschrtif. Apabila Apoteker Pengelola Apoteker berhalangan melakukan
tugasnya, penandatanganan atau pencantuman paraf pada salinan resep yang
dimaksud atas dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti
dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan.
Salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis atau
yang merawat penderita-penderita sendiri dan petugas kesehatan atau petugas
lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. (contohnya
petugas pengadilan bila diperlukan untuk suatu perkara).
Kelengkapan dan Legalitas Resep
a. Kelengkapan Resep
Dalam resep harus memuat :
1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi dan dokter
hewan.
2. Tanggal penulisan resep (inscriptio)
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat
atau komposisi obat (invocatio)
4. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)
5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan UU yang
berlaku (subscriptio)
6. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan.
7. Tanda seru & paraf dokter utk resep yang mengandung obat yang
jumlahnya melebihi dosis maksimal.
Ketentuan Lainnya dalam peresepan :
1. Resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pd hewan.
2. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada iterasi (ulangan) ;
ditulis nama pasien tdk boleh m.i. = mihi ipsi = untuk dipakai sendiri;
alamat pasien dan aturan pakai (signa) yang jelas, tidak boleh ditulis
sudah tahu aturan pakainya (usus cognitus).
3. Untuk penderita yang segera memerlukan obatnya, dokter menulis
bagian kanan atas resep: Cito, Statim, urgent, P.I.M.= periculum in
mora = berbahaya bila ditunda, RESEP INI HARUS DILAYANI
DAHULU.
4. Bila dokter tidak ingin resepnya yang mengandung obat keras tanpa
sepengetahuan diulang, dokter akan menulis tanda N.I. = Ne iteratur =
tidak boleh diulang.
5. Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung
narkotika atau obat lain yang ditentukan oleh Menkes melalui Kepala
Badan POM.

b. Pelayanan Resep
1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
2. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola
apotek.
3. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
4. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis di dalam
resep dengan obat paten.
5. Bila pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
apoteker dapat mengganti obat paten dengan obat generik atas
persetujuan pasien.

c. Copie Resep
1. Kopi resep salinan tertulis dari suatu resep.
2. Copie resep = apograph, exemplum atau afschrift.
3. Salinan resep selain memuat semua keterangan yang termuat dalam
resep asli, harus memuat pula informasi sbb :
4. Nama & alamat apotek
5. Nama & nomor S.I.K. apoteker pengelola apotek
6. Tanda tangan / paraf apoteker pengelola apotek
7. Tanda det. = detur utk obat yang sudah diserahkan, atau tanda ne det =
ne detur utk obat yang belum diserahkan.
8. Nomor resep & tanggal pembuatan.

d. Ketentuan Tambahan
1. Salinan resep harus ditandatangani apoteker. Apabila berhalangan,
penandatanganan atau paraf pada salinan resep dapat dilakukan oleh
apoteker pendamping atau apoteker pengganti dengan mencantumkan
nama terang dan status yang bersangkutan.
2. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik selama
3 tahun.
3. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter
penulis resep, pasien yang bersangkutan, petugas kesehatan atau
petugas lain yang berwenang menurut peraturan UU yang berlaku.
4. Apoteker pengelola apotek, apoteker pendamping atau pengganti
diizinkan untuk menjual obat keras yang disebut obat wajib apotek
(OWA)
5. OWA ditetapkan oleh menteri kesehatan.
6. OWA obat keras yang dpt diserahkan oleh apoteker kepada pasien
di apotek tanpa resep dokter.
7. Pelaksanaan OWA tersebut oleh apoteker harus sesuai yang
diwajibkan pd diktum kedua SK. Menteri Kesehatan Nomor :
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang OWA yaitu sbb :

• Memenuhi ketentuan & batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
• Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
• Memberikan informasi tentang obat yang diperlukan pasien.

e. Pengelolaan Resep
1. Resep yang telah dikerjakan, disimpan menurut urutan tanggal dan
nomor penerimaan / pembuatan resep.
2. Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep
lainnya, tandai garis merah di bawah nama obatnya.
3. Resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan dan
cara pemusnahannya adalah dengan cara dibakar atau dengan cara lain
yang memadai
4. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker pengelola bersama dengan
sekurang-kurangnya seorang petugas apotek.
5. Pada saat pemusnahan harus dibuat berita acar pemusnahan yang
mencantumkan :
 Hari & tanggal pemusnahan
 Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep
 Berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram.

Istilah Latin dalam Penulisan Resep


 R/ : Recipe : Ambillah
 CITO: segera
 Urgent = Statim: penting
 PIM (periculum in mora): berbahaya bila ditunda
 m.f.l.a : misce fac lege artis : buat menurut seni (meracik obat)
 gtt : guttae : tetes
 d. in. dim : da in dimidiu : berilah separonya
 b. in. d : bis in die : 2 x sehari
 s. d. d : semel de die : 1 x sehari
 b. d. d : bis de die : 2 x sehari
 aa : ana : tiap-tiap
 ad. us. ext : ad usum externum : untuk pemakaian luar
 ad. us. int : ad usum internum : untuk pemakaian dalam
 agit. : agitatio : gojog
 s.p.r.n : signa pro re nata : jika perlu
 o. m : omni mane : tiap pagi
 o.n : omni nocte : tiap malam
 p.p.p : pulvis pro pilulis : campuran sama banyak radix dan succus
 pulv. adsp : pulvis adspersorius : bedak tabur
 pill : pillula : pil
 pot : potio : minuman
 N. I : Ne iteretur : tidak boleh diulang
 r. p : recenter paratus : dibuat baru
 s. n. s : si necesse sit : bila perlu
 si. op. sit : si opus sit : bila perlu
 s. u. c : signa usus cognotus : tandailah pemakaian diketahui
 u. e : usus externus : pemakaian luar
 vit. ovi : vitellum ovi : kuning telur

Prosedur Pelayanan Resep


a. Skrining Resep
1. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama
dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda
tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan
berat badan pasien.
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan,
dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian obat.
3. Mengkaji aspek klinis yaitu : adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya).
4. Membuatkan kartu pengobatan pasien ( medication record ).
5. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila
diperlukan.
b. Penyiapan Sediaan Farmasi Dan Perbekalan Kesehatan
1. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan
permintaan pada resep.
2. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum.
3. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan / alat / spatula /
sendok.
4. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan
mengembalikan ke tempat semula.
5. Meracik obat (timbang, campur, kemas).
6. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak
minum.
7. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk
obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan
cair).
8. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep.
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
5. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker.

d. Prosedur Pelayanan Resep Narkotik


a. Skrining Resep
1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmaseutik yaitu: bentuk
sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian.
3. Mengkaji pertimbangan klinis yaitu: adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
4. Narkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit,
puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep
narkotika dalam tulisan “iter” tidak boleh dilayani sama sekali
5. Salinan resep narkotik yang baru dilayani sebagian atau yang
belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep asli.
6. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila
diperlukan.
b. Penyiapan Resep
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep
2. Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang
mengandung narkotika atau menimbang bahan baku narkotika.
3. Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya.
4. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep.
5. Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan
jumlah obat sesuai permintaan dalam resep.
c. Penyerahan Obat
1. Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket
dengan resep sebelum dilakukan penyerahan.
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Menanyakan dan menuliskan alamat / nomor telepon pasien dibalik
resep.
6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan nya.
Prosedur Produksi Skala Kecil :
1. Menghitung kesesuaian sediaan yang akan dibuat dengan resep
standar (formularium nasional,dll).
2. Mengambil obat dan bahan pembawanya dengan menggunakan
sarungtangan/alat/spatula/sendok.
3. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan
mengembalikan ketempat semula.
4. Meracik obat (timbang, campur, kemas)
5. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru
untuk obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu
untuk sediaan cair)
Contoh sediaan yang dibuat :
Pembuatan Puyer/Kapsul: Hitung obat yang akan dibuat
sesuai dengan resep. Ambil obat dan bahanpembawanya dengan
menggunakan sarung tangan/alat/spatula/sendok. Tutup kembali
wadah obat setelah pengambilan dan kembalikan ketempat semula.
Jumlah terkecil suatu zat yang masih boleh ditimbang dengan
timbangan miligram ialah 30 mg; tetapi jika kita membutuhkannya
dalam jumlah lebih kecil, maka haruslah dibuat pengenceran
dengan suatu zat netral (laktosa). Gerus obat, bagi serbuk dengan
sesuai, jika mungkin selalu dibuat sampai bobotnya 0,5 gr. Tetapi
ini hanyalah suatu kebiasaan, karena di manapun tak dinyatakan,
bahwa serbuk-serbuk harus mempunyai bobot 0,5 gr. Serbuk
biasanya dibagi-bagi menurut penglihatan, tetapi sebanyak-
banyaknya 10 serbuk bersama-sama. Jadi serbuk itu dibagi dengan
jalan menimbang dalam sekian bagian, sehingga dari setiap bagian,
sebanyak-banyaknya dapat dibuat 10 serbuk. Penimbangan satu
persatu diperlukan, jika sisakit memperoleh lebih dari 80 % dari
takaran maksimum untuk sekali atau dalam 24 jam.
Dalam hal ini seluruh takaran serbuk itu ditimbang satu persatu.
Juga pada serbuk-serbuk dengan bobot yang kurang dari 1 gr,
penimbangan-penimbangan ini dapat dilakukan pada timbangan
biasa. Serbuk dapat dikemas dengan kertas perkamen (biasanya
untuk anak-anak) maupun kapsul (untuk dewasa), beri etiket warna
putih.
Prosedur Pemusnahan Resep :
1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih.
Tata cara pemusnahan :
- Resep narkotika dihitung lembarannya
- Resep lain ditimbang
- Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar
2. Membuat berita acara pemusnahan sesuai dengan format
terlampir.

Analisis Resep Berdasarkan PP 51 tahun 2009: (pasal 24)


Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat:
a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien; dan
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat
atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2.3. MACAM-MACAM SEDIAAN FARMASI
Alasan Dibuat Bentuk Sediaan Farmasi
Berikut adalah alasan-alasan dibuatnya bentuk sediaan farmasi :
1. Untuk melindungi zat obat dari pengaruh yang merusak dari oksigen udara
atau kelembapan (misalnya tablet salut, ampul tertutup).
2. Untuk melindungi zat obat terhadap pengaruh yang merusak dari asam
lambung sesudah pemberian secara oral (misalnya tablet bersalut enterik).
3. Menutupi rasa pahit, asin atau menjijikan atau bau dari zat obat (misalnya
kapsul, tablet bersalut, sirup-sirup yang diberi pengenak rasa.
4. Menyediakan sediaan cair dari zat yang tidak larut atau tidak stabil dalam
pembawa yang diinginkan (misalnya suspensi).
5. Menyediakan bentuk sediaan cair dari zat yang larut dalam pembawa yang
diinginkan (misanya larutan)
6. Menyediakan obat dengan kerja yang luas, dengan cara mengatur pelepasan
obat (misalnya tablet, kapsul dan suspensi yang pelepasan obatnya diatur)
7. Meperlengkap kerja obat yang optimum dari tempat pemberian secara topikal
(misalnya salep, krim, tempelan transdermal, obat mata, telinga dan hidung).
8. Memberikan penempatan obat ke dalam salah satu lubang dari badan
(misalnya supositoria melaui anus atau vagina)
9. Memberikan penempatan obat secara langsung ke dalam aliran darah atau ke
dalam jarungan tubuh (misalnya injeksi)
10. Memberikan kerja obat yang optimum melalui pengobatan inhalasi (misalnya
obat-obat inhalasi dan aerosol inhalasi)
Macam-Macam Bentuk Sediaan Obat
Ada berbagai macam bentuk sediaan yang ada, berikut adalah macam-
macam bentuk sediaan obat :
a. Bentuk Sediaan Solid (Padat)
Bentuk sediaan ini terbagi atas beberapa jenis, antara lain :
1. Tablet
Sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi, dibuatdengan cara dikempa dalam bentuk umumnya tabung
pipih, yang kedua permukaannya rata/cembung. Terdapat zat-zat tambahan
dalam pembuatan tablet yaitu :
 Zat Pengisi : Laktosa, sukrosa, glukosa etc
 Zat Pengikat : Pati, gelatin, gom arab etc
 Zat Pelicin : Talk, Mg-stearat, asam stearat etc
 Zat Penghancur : Primojel
Berikut adalah beberapa macam bentuk sediaan tablet :
 Tablet Biasa
Yaitu tablet yang dicetak, tidak disalut diabsorpsi disaluran cerna dan pelepasan obatnya
cepat untuk segera memberikan efek terapi. Contoh : tablet paracetamol.
 Tablet Kompresi
Adalah tablet yang dibuat dengan sekali tekanan menjadi berbagai bentuk tablet dan
ukuran, biasanya kedalam bahan obatnya diberi tambahan sejumlah bahan pembantu.
Contohnya : Bodrexin.
 Tablet Kompresi Ganda
Adalah tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali
tekanan. Contohnya : Decolgen .
 Tablet Trikurat
Tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris dan biasanya mengandung
sejumlah kecil obat keras . Tetapi tablet ini Sudah jarang ditemukan.
 Tablet Hipodermik
Tablet yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air.
Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
Contoh: Atropin Sulfat.
 Tablet Sublingual
Tablet yang digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi. Contoh :
Progesteron.
 Tablet Effervecent
Tablet berbuih yang dibuat dengan cara kompresi granul yang mengandung garam
efervescent/bahan lain yang dapat melepaskan gas ketika bercampur dengan air,
seperti as.sitrat-Na.karbonat. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan
tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”. Contoh : CDR,
Redoxon, Aspirin effervescent.
 Tablet Bukal
Tablet yang digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi. Contoh :
Progesteron.
 Tablet Diwarnai Coklat
Tablet ini menggunakan coklat untuk menyalut dan mewarnai tablet, misalnya dengan
menggunakan oksida besi yang dipakai sebagai warna tiruan coklat.
 Tablet Kunyah
Cara pemakaiannya dengan cara dikunyah untuk formulasi tablet anak, multivitamin,
antasida, antibiotik tertentu Ex : Erysanbe chew Promag.
 Tablet Hisap
Tablet yang dapat melarut/ hancur perlahan dalam mulut Ditujukan u/ pengobatan
iritasi lokal/ ataupun nfeksi mulut dan tenggorokan Ex : FG Troches Degirol.
 Tablet Vaginal
Dimaksudkan untuk diletakkan dalam vagina dengan alat penyisip khusus, di dalam
vagina obat akan dilepaskan dan umumnya untuk efek lokal.Contoh : Naxogin complex
vaginal Flagystatin tab vaginal.
 Tablet Lepas Lambat
Tablet yang dibuat sedemikian rupa untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan
sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat
diberikan.Umumnya dikenal sebagai tablet yang kerjanya : controlled release, delayed
release, sustained release, sustained action, prolonged release, timed realease, slow
release.Contoh: Avil retard, Profenid CR, Isoptin SR, Adalat OROS.
 Tablet Salut
Alasan dibuatnya tablet salut antara lain :
1. Melindungi zat aktif dari cahaya, udara, kelembaban.
2. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak.
3. Membuat penampilan obat lebih menarik.
4. Mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran pencernaan.
Ada tiga jenis dari tablet ini antara lain :

 Tablet Salut Gula


Merupakan tablet tablet kempa yang terdiri dari penyalut gula. Tujuan penyalutan
ini adalah untuk melindungi obat dari udara dan kelembapan serta member rasa
atau untuk menghindarkan gangguan dalam pemakaiannya akibat rasa atau bau
bahan obat. Contohnya : Pahezon, Arcalion.
 Tablet Salut Selaput
Tablet ini disalut dengan selaput yang tipis yang akan larut atau hancur di daerah
lambung usus. Contohnya : Fitogen.
 Tablet Salut Enterik
Tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak hancur dilambung tapi hancur di
usus. contoh : Voltaren 50 mg, Enzymfort.

2. Kapsul
Kapsul didefinisikan sebagai sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang dapat dibuat dari pati, gelatin, atau
bahan lainnya yang sesuai. Tujuan dibalik dibuatnya bentuk sediaan kapsul antara
lain :
1. Menghindari rasa pahit/tidak enak dari bahan obat.
2. Dapat membagi obat dalam dosis yang tepat.
3. Melindungi obat dari pengaruh luar (oksidasi dari O2.
Ada dua jenis kapsul yang ada saat ini antara lain :

a. Kapsul keras
 Terbuat dari gelatin
 Biasanya berisi : serbuk, butiran, granul, tablet kecil, bahan semi padat/cairan
b. Kapsul Lunak
 Dibuat dari campuran gelatin, gliserol, sorbitol/metilselulosa
 Biasanya berisi : cairan, suspensi, bahan bentuk pasta
Berikut variasi ukuran-ukuran bentuk sediaan kapsul :

Ukuran Kapsul Kapasitas Volume rata-rata(ml)

000 1,36

00 0,95

0 0,67
1 0,48

2 0,38

3 0,27

4 0,20

5 0,13

3. Kaplet
Kaplet (kapsul tablet) adalah bentuk tablet yang dibungkus dengan
lapisan gula dan biasanya diberi zat warna yang menarik. Bentuk dragee ini
selain supaya bentuk tablet lebih menarik juga untuk melindungi obat dari
pengaruh kelembapan udara atau untuk melindungi obat dari keasaman
lambung. Kaplet pun merupakan sedian padat kompak dibuat secara kempa
cetak, bentuknya oval seperti kapsul.
4. Pulvis(Serbuk)
Campuran obat dan atau bahan kimia dalam bentuk kering halus dan
homogen . Pulvis = Bulk Powder = serbuk yang tak terbagi Contoh: Caladine
powder, enbatic serbuk tabur. Ada dua cara penggunaan pulvis antara lain :
1. Sebagai Obat Luar
a. Sebagai antiseptic
b. Sebagai anti fungal
2. Sebagai Obat Dalam
a. Pemakaian memalui mulut, krongkongan dan saluran pencernaan
5. Pulveres
Merupakan suatu campuran yang terdiri dari 1 atau lebih bahan obat
yang dibuat dalam bentuk terbagi-bagi , yang kering , halus dan homogen.
Tujuan dibuatnya pulveres adalah sebagai berikut :
1. Diinginkan dosis tertentu
2. Diinginkan beberapa macam obat pada satu sediaan sesuai dengan
kepentingan pengobatan
3. Campuran obat lebih stabil dibandingkan larutan
Kekurangan sediaan pulveres:

1. Rasa obat yang pahit atau tidak enak


2. Kesulitan dalam menahan terurainya bahan yang higroskopis
3. Mudah menguap
6. Pil
Sediaan yang berbentuk bulat seperti seperti kelereng yang mengandung satu atau
lebih bahan obat. Berat 100-500 mg dan dibagi menjadi dua yaitu :
 Pil Kecil (Granula) : Beratnya ± 30 mg, bila tidak disebutkan maka granula
mengandung bahan obat berkhasiat 1 mg.
 Pil Besar (Boli) : Berat > 500 mg.
7. Suppositoria
Bahan sediaan padat yang mengandung bahan obat dan bahan dasar yang
diberikan dengan cara memasukan melalui rectum, vagina atau urethra, dapat
melunak, larut atau meleleh pada suhu tubuh.
Bahan dasar yang digunakan harus bersifat :
- Titik lebur : suhu kamar sampai dengan 37°C (larut atau meleleh dalam suhu
tubuh)
- Mudah bercampur dengan semua bahan obat
- Tidak cepat tengik
- Tidak mengiritasi mukosa
- Tidak berinteraksi dengan bahan obat
Alasan diberikannya obat dalam bentuk suppositoria kepada pasien apabila :

- Keadaan pasien tidak memungkinkan mengkonsumsi obat peroral. Misalnya


pasien tidak sadar, pasien dengan hiperemesis atau pasien pra dan pasca operasi.
- Obat dikehendaki bekerja lama
- Diinginkan obat berefek local
b. Bentuk Sediaan Semi Solid (Setengah Padat)
Bentuk sediaan ini digunakan untuk obat luar, dioleskan pada kulit untuk
terapi, pelinduk kulit atau kosmetika, terdapat beberapa bentuk sediaan ini antara
lain :
1. Salep (Unguentum)
Sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai
obat luar. Bahan obat harus terdispersi homogen dalam vehiculum.

Berikut adalah jenis-jenis dari vehiculum :

 Hidrokarbon : vaselin album, vaselin flavum, paraffinum liquidum,


paraffinum solidum
 Minyak Nabati : oleum sesami, oleum olivarum
 Lemak dan Lilin Asal Hewani : adeps lanae, cera alba, cera flava
 Krim atau emulsi

2. Krim
Sediaan setngah padat berupa emulsi mengandung air, dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Digunakan pada daerah yang peka dan mudah dicuci.
Krim cocok untuk kondisi inflamasi kronis dan kurang merusak jaringan yang
baru terbentuk.
Terdapat dua jenis krim yaitu :
1. Tipe emulsi minyak dalam air O/W : lebih sesuai untuk digunakan pada
daerah lipatan
2. Tipe emulsi air dalam minyak W/O : efek lubrikasi lebih baik

3. Pasta
Sediaan setengah padat berupa massa lembek (lebih kenyal dari salep)
yang dimaksudkan untuk pemakaian luar (dermatologi). Mengandung serbuk
dalam jumlah besar (40-50%) dengan vaselin/paraffin cair/bahan dasar yang
tidak berlemak dengan perbandingan 1:1. Serbuk yang banyak digunakan
adalah ZnO, Talk, Amilum, Bentnit, AlO2, dll.
Keuntungan dari menggunakan salep antara lain :
 Mengikat cairan sekret (eksudat)
 Tidak mempunyai daya penetrasi gatal dan terbuka. Sehingga mengurangi
rasa gatal lokal.
 Lebih melekat pada kulit sehingga kontaknya dengan jaringan lebih lama

4. Sabun
Sediaan setengah padat yang didapat dengan melalui proses penyabunan alkali
dengan asam lemak atau asam lemak tinggi.

c. Bentuk Sediaan Liquid (Cair)


Ada beberapa bentuk sediaan obat ini antara lain :
1. Sirup
Sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali disebutkan lain
kadar sakarosanya antara 64% sampai 66%. Sirup dibagi menjadi dua jenis
yaitu :
1. Non Medicated Syrup/Flavored vehicle Sirup Contoh:Cherry Syrup, Cocoa
Syrup, orange syrup.
2. Medicated syrup/ sirup obat Contoh:Sirup Piperazina Sitrat, Sirup
Isoniazid.

2. Eliksir
Cairan jernih, dan rasanya yang enak, larutan hidroalkohol yang digunakan
untuk pemakaian oral, umumnya mengandung flavuoring agent untuk
meningkatkan rasa enak. Eliksir bersifat hidroalkohol, maka dapat menjaga
stabilitas obat baik yang larut dalam air maupun alkohol. Pelarut utama yaitu
etanol dengan maksud untuk mempertinggi kelarutan obat. Kadar etanol dalam
eliksir yaitu 5-10%. Pemanis yang digunakan antara lain : gula atau sirup gula,
sorbitol, gliserin, dan sakarin.
Dibandingkan dengan sirup, eliksir :
- kurang manis dan kurang kental
- lebih mudah dalam pembuatannya
- Dan lebih stabil
Pembagian Eliksir antara lain :
1. Medicated Elixirs : Eliksir yang mengandung bahan berkhasiat obat Pemilihan
cairan pembawa zat aktif obat harus mempertimbangkan kelarutan &
kestabilannya dalam air dan alkohol.
2. Non Medicated Elixirs : Eliksir yang digunakan sebagai bahan tambahan
Ditambahkan pada sediaan dengan tujuan: Meningkatkan rasa/menghilangkan
rasa, Sebagai bahan pengencer eliksir yang mengandung bahan aktif obat.
Kelebihan menggunakan eliksir antara lain :

1. Mudah ditelan dibandingkan dengan tablet atau kapsul.


2. Rasanya yang enak.
3. Larutan jernih dan tidak perlu dikocok lagi.
Kekurangan menggunakan eliksir antara lain :

1. Alkohol tidak baik untuk kesehatan anak.


2. Mengandung bahan yang mudah menguap, sehingga harus disimpan dalam
botol kedap udara, dan diajuhkan dari api.

3. Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan
yang lain berupa campuran padatyang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan
pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan.
Berikut adalah jenis-jenis suspensi yang ada, antara lain :
1. Suspensi Oral : ditujukan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi Topikal : ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
3. Suspensi Tetes Telinga : ditujukan untuk diteteskan pada telingan bagian luar.
4. Suspensi Optalmik : ditujukan untuk penggunaan pada mata.
5. Suspensi Untuk Injeksi : sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang
sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
6. Suspensi Untuk Injeksi Terkontinyu : sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Keuntungan dari menggunakan suspensi antara lain :

1. Bahan obat tidak larut dapet bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat
terlepasnya obat
2. Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam larutan,
karena rasa obat yang tergantung kelarutannya.
Kekurangan dari menggunakan suspensi antara lain :

1. Rasa obat dalam larutan terasa lebih jelas.


2. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres,
tablet, kapsul
3. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar
kandungan dalam larutan di mana terdapat air sebagai katalisator.

4. Emulsi
Sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam
cairan pembawadistabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok suatu
sistem heterogen yang tidak stabil secaratermodinamika, yang terdiri dari paling
sedikit dua fase cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunyaterdispersi dalam
cairan lainnya dalam bentuk tetesan– tetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 mm,
yang distabilkan dengan emulgator/surfaktan yang cocok. Komponen-komponen
emulsi antara lain :
 Komponen Dasar
 Fase Dispersi / Fase Internal / Fase Diskontinyu adalah zat cair yang terbagi-
bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain.
 Fase Kontinyu / Fase Eksternal / Fase luar adalah zat cair dalam emulsi yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut
 Emulgator adalah zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi
 Komponen Bahan Tambahan
Komponen yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil
yang lebih baik, misalnya colouris, presertatif (pengawet), antioksidan.
 Presertatif : metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol,
dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat, dll.
 Antioksidan → asam askorbat, L.tocoperol, asam sitrat, propil gallat dan asam
gallat.
 Tipe Emulsi
 Tipe O/W (Minyak dalam Air)
Emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak
sebagai fase internal dan air fase eksternal.
 Tipe W/O (Air dalam Minyak)
Emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai
fase internal sedangkan fase minyak sebagai fase eksternal.
 Pemakaian Emulsi
 Dipergunakan sebagai obat dalam  Umumnya tipe emulsi O/W
 Dipergunakan sebagai obat luar  Bisa tipe O/W maupun W/O

5. Guttae (Obat Tetes)


Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan
untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang
dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia.
Sediaan obat tetes antara lain :
- Guttae (obat dalam)
- Guttae Oris (tetes mulut)
- Guttae Auriculares (tetes telinga)
- Guttae Nasales (tetes hidung)
- Guttae Ophtalmicae (tetes mata)
-
6. Injeksi
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien
yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
7. Ticture
larutan mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan tumbuhan
atau senyawa kimia. Contoh:tingtur iodium, tingtur opium, tingtur pennyroyal,
tingtur benzoin dll.

Rute Pemberian Obat


Jalur pemberian obat turut menetukan kecepatan dan kelengkapan resorpsi obat.
Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemik (di seluruh tubuh) atau efek
local (setempat) keadaan pasien dan sifat-sifat fisiko-kimiawi obat, dapat dipilih dari
banyak cara untuk memberikan obat.
1. Efek Sistemik
a. Oral
Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling lazim,
karena sangat praktis, mudah dan aman. Namun tidak semua obat dapat diberikan
peroral, misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang
diuraikan oleh getah lambung, seperti benzilpenisilin, insulin, oksitosin dan
hormone steroida.
Sering kali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur dan tidak
lengkap meskipun formulasinya optimal, misalnya senyawa ammonium
kwartener (thiazianium, tetrasiklin, kloksasilin dan digoksin) (maksimal 80%).
Keberatan lain adalah obat segtelah direpsorbsi harus melalui hati, dimana dapat
terjadi inaktivasi sebelum diedarkan ke lokasi kerjanya.
Untuk mencapai efek local di usus dilakukan pemberian oral, misalnya
obat cacing atau antibiotika untuk mensterilkan lambung-usus pada infeksi atau
sebelum pembedahan (streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa sulfonamida).
Obat-obat ini justru tidak boleh diserap.

b. Sublingual
Obat setelah dikunyah halus (bila perlu) diletakkan di bawah lidah
(sublingual), tempat berlangsungnya rebsorpsi oleh selaput lender setmpat ke
dalam vena lidah yang banyak di lokasi ini. Keuntungan cara ini ialah obat
langsung masuk ke peredaran darah besar tanpa melalui hati. Oleh karena itu,
cara ini digunakan bila efek yang pesat dan lengkap diinginkan, misalnya pada
serangan angina (suatu penyakit jantung), asma atau migrain (nitrogliserin,
isoprenalin, ergotamin juga metiltesteron). Kebertannya adalah kurang praktis
untuk digunakan terus-menerus dan dapat merangsang mukosa mulut. Hanya obat
yang bersifat lipofil saja yang dapat diberikan dengan cara ini.
c. Injeksi
Pemberian obat secara parenteral (berarti “di luar usus”) biasanya dipilih bila
diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang merangsang
atau dirusak oleh getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus
(streptomisin). Begitu pula pasien yang tidak sadar atau tidak mau kerja sama.
Keberatannya adalah cara ini lebih mahal dan nyeri serta sukar digunakan oleh
pasien sendiri. selain itu ada pula bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan
bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan
tepat.
- Subkutan (hipodermal)
Injeksi dibawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak
merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat
injeksi intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya
insulin pada pasien penyakit gula.
- Intrakutan
Absorpsi sangat lambat, mislanya injeksi tuberculin dari Mantoux.
- Intramuscular
Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja dalam waktu 10-30
menit. Guna memperlambat resorpsi dengan maksud memperpanjang kerja
obat, sering kali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, misalnya
suspensi penisilin dan hormone kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih
pada otot bokong yang tidak memiliki banyak pembuluh dan saraf.
- Intravena
Injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan menghasilkan efek tercepat:
dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar
ke seluruh jaringan. Tetapi lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini
digunkan untuk mencapai pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau
efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut air atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butir darah.
Bahaya injeksi i.v. adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat
kolida darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini ‘benda asing’
langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi , misalnya tekanan darah mendadak
turun dan timbul shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu
cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat.
Oleh karena itu setiap injeksi i.v. sebaiknya dilakukan dengan amat perlahan,
antara 50 dan 70 detik lamanya.
Infus tetes intravena dengan obat sering kali dilakukan di rumah sakit
pada keadaan darurat atau dengan obat yang cepat metabolisme dan
ekskresinya guna mencapai kadar plasma yang tetap tinggi.
- Intra-arteri
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk “membanjiri” suatu
organ, misalnya hati, dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau
terikat pada jaringan, misalnya obat kanker nitrogenmustard.
- Intralumbal
Intralumbal (antara ruas tulang belakang), intraperitoneal (ke dalam ruang
selaput perut), intrapleural (selaput paru-paru), intracardial (jantung) ddan
anti-artikuler (ke celah-celah sendi) adalah beberapa cara injeksi lainnya
untuk memasukkan obat langsung ke tempat yang diinginkan.
- Implantasi subkutan
Implantasi subkutan adalah memasukkan obat yang berbentuk pellet steril
(tablet silindris kecil) ke bawah kulit dengan menggunkan suatu alat
khusus (trocar). Obat ini terutama digunakan untuk efek sistemis lama,
misalnya hormon kelamin (estradiol dan testosteran. Akibat resorpsi yangh
lambat, satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-5
bulan lamanya. Bahkan dewasa ini tersedia implantasi obat antihamil
dengan lama kerja 3 tahun (Implanon, Norplant).
- Rektal
Rektal adalah pemberian obat melalui rectum (dubur) yang layak untuk
obat yang merangsang atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya
dalam bentuk suppositoria, kadang-kadang sebagai cairan (klisma: 2-10
mL, lavemen: 10-500 mL). Obat ini terutama digunakan pada pasien yang
mual atau muntah-muntah (mabuk jalan atau migrain) atau yang terlampau
sakit untuk menelan tablet. Adakalanya juga untuk efek lokal yang cepat,
misalnya laksans (suppose, bisakodil/gliserin) dan klisma (prednisone atau
neomisin).
Sebagai bahan dasar (basis) suppositoria digunakan lemak yang meleleh
pada suhu tubuh (k.l. 36,80C), yakni oleum cacao dan gliserida sintetis (Estarin,
Wittepsol). Demikian pula zat-zat hidrofil yang melarut dalam getah rectum,
misalnya tetrasiklin, kloramfenikol dan sulfonamida (hanya 20%). Karena ini
sebaiknya diberikan dosis oral dan digunakan pada rectum kosong (tanpa tinja).
Akan tetapi, setelah obat diresopsi, efek sistemiknya lebih cepat dan lebih kuat
dibandingkan pemberian per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah dari
rectum tidak tersambung pada system porta dan obat tidak melalui hati pada
peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakan First Pass
Effect. Pengecualian adalah bila obat diserap di bagian atas rectum dan oleh vena
porta dan kemudian ke hati. Misalnya thiazianium.
Dengan demikian, penyebaran obat di dalam rectum yang tergantung dari
basis suppositoria yang digunakan, dapat menentukan rutenya ke sirkulasi darah
besar. Suppositoria dan salep juga sering digunakan untuk efek local pada
gangguan poros usus misalnya wasir. Keberatannya ialah dapat menimbulkan
peradangan bila digunakan terus-menerus.

2. Efek Lokal
a. Intranasal
Mukosa lambung-usus dan rectum, juga selaput lendir lainnya dalam
tubuh, dapat menyerap obat dengan baik dan menghasilkan terutama efek
setempat. Secara intranasal (melalui hidung) digunakan tetes hidung pada
selesma untuk menciutkan mukosa yang bengkak (efedrin, ksilometazolin).
Kadang-kadang obat juga untuk memberikan efek sistemis, misalnya
vasopressin dan kortikosteroida (heklometason, flunisolida).
b. Intra-okuler dan Intra-aurikuler (dalam mata dan telinga)
Obat berbentuk tetes atau salep digunakan untuk mengobati penyakit mata
atau telinga. Pada penggunaan beberapa jenis obat tetes harus waspada, karena
obat dapat diresorpsi ke darah dan menimbulkan efek toksik, misalnya atropin.
c. Inhalasi (Intrapulmonal)
Gas, zat terbang, atau larutan sering kali diberikan sebagai inhalasi
(aerosol), yaitu obat yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alat aerosol.
Semprotan obat dihirup dengan udara dan resorpsi terjadi melalui mukosa
mulut, tenggorokan dan saluran napas. Tanpa melalui hati, obat dapat dengan
cepat memasuki predaran darah dan menghasilkan efeknya. Yang digunakan
secara inhalasi adalah anestetika umum (eter, halotan) dan obat-obat asam
(adrenalin, isoprenalin, budenosida dan klometason) dengan maksud mencapai
kadar setempat yang tinggi dan memberikan efek terhadap brochia. Untuk
maksud ini, selain larutan obat, juga dapat digunakan zat padatnya
(turbuhaler) dalam keadaan sangat halus (microfine: 1-5 mikron), misalnya
natriumkromoglikat, beklometason dan budesonida.
d. Intravaginal
Untuk mengobati gangguan vagina secara local tersedia salep, tablet atau
sejenis suppositoria vaginal (ovula) yang harus dimasukkan ke dalam vagina
dan melarut di situ. Contohnya adalah metronidazol pada vaginitis (radang
vagina) akibat parasit trichomonas dan candida. Obat dapat pula digunakan
sebagai cairan bilasan. Penggunaan lain adalah untuk mencegah kehamilan, di
mana zat spermicide (dengan daya mematikan sel-sel mani) dimasukkan
dalam bentuk tablet busa, krem atau foam.
e. Kulit (topical)
Pada penyakit kulit, obat yang digunakam berupa salep, krim, atau lotion
(kocokan). Kulit yang sehat dan utuh sukar sekali ditembus obat, tetapi
resorpsi berlangsung lebih mudah bila ada kerusakan. Efek sistemis yang
menyusul kadang-kadang berbahaya, seperti degan dengan kortikosterida
(kortison, betametason, dll), terutama bila digunakan dengan cara occlusi.

Keuntungan dan Kerugian Rute Pemberian Obat

Secara umum, keuntungan dan kerugian dalam jalur pemberian obat adalah.
1. Oral
 Keuntungan
- Sangat menyenangkan
- Biasanya harganya terjangkau
- Aman, tidak merusak pertahanan kulit
- Pemberian biasanya tidak menyebabkan stress
 Kerugian
- Sulit bagi yang enggan menelan obat
- Rasa cenderung pahit
- Proses cenderung lama
2. Sublingual
 Keuntungan
- Proses absorpsi cepat, langsung pada vena mukosa
- Bentuk kecil tidak ribet diletakkan pada bawah lidah atau pipi
 Kerugian
- Pemakaian bisanya hanya untuk seseorang yang pingsan
- Dapat merangsang mukosa mulut
3. Rectal
 Keuntungan
- Terhindar dari rasa pahit
- Absorpsi cepat karena langsung memasuki vena mukosa
- Cepat melebur pada suhu tubuh
 Kerugian
- Pemakaian kurang menyenangkan
- Sediaan mudah tengik dan harus di jaga kesterilannya dari mikroorganisme.
4. Topical
 Keuntungan
- Memberikan efek local
- Efek samping sedikit
 Kerugian
- Mungkin kotor dan dapat mengotori pakaian
- Cepat memasuki tubuh melalui abrasi dan efek sistematik
5. IM
 Keuntungan
- Nyeri akibat iritasi kurang
- Dapat diberikan dalam jumlah yang besar dari pemberian SC
- Obat diabsorpsi dengan cepat
 Kerugian
- Merusak barier kulit
- Dapat menyebabkan kecemasan
6. Sub Cutan
 Keuntungan
- Kerja obat lebih cepat dari pemberian oral
 Kerugian
- Harus menggunakan teknik steril karena merusak barier kulit
- Diberikan hanya dalam jumlah kecil
- Lebih lambat dari pemberian intaramuscular
- Lebih mahal dari obat oral, beberapa obat dapat mengiritasi jaringan kulit dan
menyebabkan nyeri
- Dapat menimbulkan kecemasan
7. Intar Dermal
 Keuntungan
- Absorpsi lambat
- Digunakan untuk melihat reaksi alergi
 Kerugian
- Jumlah obat yang digunakan harus kecil
- Merusak barier kulit
8. IV
 Keuntungan
- Efek kerja cepat
 Kerugian
- Terbatas pada obat dengan daya larut tinggi
- Distribusi obat mungkin dihambat oleh sirkulasi darah yang menurun
9. Inhalasi
 Keuntungan
- Pemberian obat melalui saluran pernapasan
- Obat dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar
 Kerugian
- Obat dimaksudkan pada efek setempat
- Menghasilkan efek sistemik
- Hanya digunakan untuk saluran pernapasan
Tepat Pemberian Obat

Farmasis mempunyai tanggungjawab yang besar berkaitan dengan


pemberian obat. Antara lain harus mengecek mulai dari perintah melalui (telepon,
resep, catatan medik), frekuensi pemberian (jika perlu, 1 kali perhari atau 4 kali
perhari), indikasi, dosis dan jalur pemberian. Setelah pengecekan, paramedic
harus memastikan bahwa pemberian obat yang diberikan mengikuti 6 benar atau
tapat, yaitu tepat pasien, obat, waktu, dosis jalur pemberian dan tepat
dokumentasi.
1. Tepat Pasien
Pemberian obat yang tidak tepat pasien dapat terjadi seperti pada saat
ordernya lewat telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus penyakit sama,
suasana pasien sedang kusut atau adanya pindahan pasien dari ruang satu ke
ruang lainnya.
2. Tepat obat
Untuk menjamin obat yang diberikan benar, label atau etiket harus dibaca
dengan teliti setiap akan memberikan obat. Label atau etiket yang perlu
diteliti antara lain nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara pemberiaan serta
Experied date. Kesalahan pemberian obat sering terjadi jika perawat
memberikan obat yang disiapkan oleh perawat lain atau pemberian obat
melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas. Harus diusahakan
menyiapkan sendiri obat yang akan diberikan.
3. Tepat Waktu
Pemberian obat berulang, lebih berpotensi menimbulkan pemberian obat
yang tidak tepat waktu. Banyak obat yang pemberiannya menuntut harus
tepat waktu. Misalnya pada kasus gawat darurat henti jantung, efinefrin
diberikan setiap 3-5 menit, jika tidak dipatuhi akan menghasilkan kadar obat
yang tidak sesuai. Kekurangan atau kelebihan keduanya sangat berbahaya.
Termasuk tepat waktu juga mencakup tepat kecepatan pemberian obat
melalui injeksi (bolus atau lambat) atau pemberian melalui infus. Banyak
obat yang menuntut harus tepat waktu pemberian obat terlalu cepat atau
lambat dapat berakibat serius. Contoh dopamin harus diberikan antara 2-10
g/kg/menit, atropin harus diberikan melalui injeksi IV bolus (cepat).
Pemberian dopamin secara bolus dapat menimbulkan kematian, sedangkan
pemberian atropin secara lambat akan memperparah brandikardi
(perlambatan denyut jantung) yang paradoksial. Adenosin yang mempunyai
waktu paruh (t1/2) sangat pendek harus diberikan dengan cepat supaya
efektif.
4. Tepat dosis
Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul
efek yang berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada pasien anak-anak,
lansia atau pada orang obesitas. Perhitungan dosis secara cermat harus
dilakukanjuga pada obat yang diberikan melalui infus, termasuk perhitungan
kecepatan tetesan setiap menitnya.
5. Tepat rute
Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk kedalam tubuh.
Jalur pemberian yang salah dapat berakibat fatal atau minimal obat yang
diberikan tidak efektif. Sebagai contoh epinefrin diberikan secara subkutan
pada pasien asma karena diabsorbsi secara lambat dan dapat berefek kira-
kira 20 menit. Jika diberikan secara injeksi IM akan menyebabkan nekrosis
jaringan karena terjadi vasokonstriksi berlebihan selain pasien juga tidak
akan mendapatkan manfaat dari cara pemberian ini. Ketika diminta
memberikan efinefrin secara subkutan dan diberikan secara injeksi IV dapat
menimbulkan efek detrimental pada pasien dewasa karena peningkatan
kebutuhan oksigen di jantung. Sebaliknya pemberian obat secara subkutan
untuk pengurangan rasa sakit yang seharusnya diberikan secara injeksi IV
akan menyebabkan perlambatan efek atau obat kurang efektif.
6. Tepat Dokumentasi
Aspek dokumentasi sangat penting dalam pemberian obat karena sebagai
sarana untuk evaluasi. Menurut beberapa ahli, dokumentasi merupakan
bagian dari pemberian obat yang rasional. Pemberian obat yang harus
didokumentasikan meliputi nama obat, dosis, jalur pemberian, tempat
pemberian, alasan pemberian obat, dan tandatangan yang memberikan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Golongan obat yang beredar adalah Obat Jadi, Obat Paten, Obat
Generik, Obat Generik Berlogo, Obat Esensial, Obat Wajib Apotek, Obat
Asli/Tradisional, Oba Baru. Penggolongan Obat ada beberapa cara
penggolongan obat menurut kegunaannya, menurut cara penggunaan, menurut
cara kerjanya, menurut Undang-undang kesehatan.
Resep adalah permintaan tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek
(APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Ada berbagai macam jenis obat, Jalur Pemberian obat dikelompokkan
berdasarkan efeknya. Efek sistemis meliptuti; oral, sublingual, injeksi,
implantasi dan rectal. Sedangkan efek local meliputi; intranasal, inhalasi,
intravaginal dan topical. Setiap jalur pemberian memiliki keuntungan dan
kerugian.Enam tepat pemberian obat meliputi; tepat pasien, obat, waktu, dosis,
rute dan dokumentasi. Setiap jalur pemberiann obat memiliki bentuk-bentuk
sediaan tertentu yang mendukung jalur pemberian tersebut.

3.2. Saran
Diharapkan agar pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan juga pembaca pada
umumnya.

Anda mungkin juga menyukai