MATERI PEMBELAJARAN
A. OBAT DAN PENGGOLONGANNYA
2. PENGGOLONGAN OBAT
Untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan obat serta
pengamanan distribusinya, obat yang beredar di Indonesia digolongkan
menjadi 6 golongan yaitu :
1. Obat Bebas (OTC = Over The Counter)
2. Obat Bebas Terbatas (daftar W = warschuwing)
3. Obat Wajib Apotik (OWA)
4. Obat Keras (Daftar G = Gevaarlijk)
5. Psikotropika
6. Narkotika
Obat Bebas :
Obat bebas adalah golongan obat yang dalam penggunaannya tidak
membahayakan dan masyarakat dapat menggunakannya tanpa
pengawasan dokter. Obat-obat dalam golongan ini dapat diperoleh bebas
tanpa resep dokter dan dapat dibeli di Apotek, toko obat berijin maupun
warung-warung kecil.
Dalam rangka pengamanan dan peningkatan pengawasan obat yang
beredar diperlukan penandaan yang mudah dikenal. Golongan obat bebas
bebas memiliki tanda khusus lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi
berwarna hitam. Termasuk dalam golongan obat bebas antara lain : tablet
vitamin C, tablet vitamin B kompleks, obat gosok rhemason, bedak salicyl
dan sebagainya.
5. PSIKOTROPIKA
Obat ini merupakan golonagn obat yang berbahaya yang
pemakaiannya harus di bawah pengawasan dokter dan untuk
mendapatkannya harus dengan resep dokter di Apotek, Rumah Saki.
Obat psikotropika adalah obat yang digunakan untuk tujuan pengobatan
yang menyangkut masalah kejiwaan atau mental. Golongan obat ini banyak
disalah gunakan pemakaiannya oleh segolongan anggota masyarakat.
Contoh : tablet Valium, Valisanbe, Mogadon, Dumolid.
6. NARKOTIKA
Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang
pengobatan dan ilmu pengetahuan, namun disisi lain dapat menimbulkan
ketergantungan. Penyalahgunaan obat golongan ini dapat berakibat buruk
pada tubuh pemakainya , juga merugikan keluarga, lingkungan dan
masyarakat.
Untuk mendapatkan obat ini harus dengan resep dokter dan tidak
boleh dilakukan pengulangan harus menggunakan resep yang baru. Obat ini
hanya dapat diperoleh di Apotek, Rumah Sakit. Sebagai contohnya antara
lain : Morfin, Codein.
Untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan obat
serta pengamanan distribusi untuk golongan obat Psikotropika dan Narkotika
Pemerintah. melakukan pengawasan secara ketat dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
B. RESEP DAN SALINAN RESEP
Untuk dapat menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus
mencapai tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup. Tercapainya
konsentrasi tersebut tergantung dari jumlah (dosis) obat yang diberikan,
tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dan distribusinya
oleh aliran darah kebagian lain dari badan.
- Dosis atau takaran obat yang diberikan kepada pasien agar
menghasilkan efek terapi yang diharapkan dosisnya harus tepat dan dapat
digambarkan sebagai jumlah yang cukup tetapi tidak berlebihan.
Apabila dosis obat yang diberikan kepada pasien tidak tepat akan merugikan
pasien, seperti dosis obat yang terlalu kecil tidak akan memberikan efek
terapi, terjadinya resistensi bakteri untuk obat golongan antibiotika. Dosis
yang terlalu besar dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian.
Beberapa ketetapan yang berhubungan dengan dosis obat yang tercantum
dalam Farmakope Indonesia Edisi II tahun 1979 adalah :
a. Dosis maksimal yang tertera dalam Farmakope adalah dosis untuk
ornag dewasa, yang tidak boleh dilampui kecuali jika dibelakang
jumlah obat dibubuhi tanda seru dan paraf dokter penulis resep.
b. Dosis lazim yang tertera dalam Farmakope hanya merupakan petunjuk
dan tidak mengikat.
c. Selain dalam daftar dosis maksimum oral tertera juga pada monografi.
Beberapa istilah yang digunakan untuk dosis obat antara lain :
1. Dosis lazim adalah dosis obat yang biasa (lazim) yang diharapkan
menhnbulkan efek yang diinginkan.
2. Rentangan dosis lazim adalah suatu dosis obat yang menunjukkan
kisaran harga dosis lazim.
3. Dosis awal, dosis pertama atau dosis muat adalah suatu dosis
obat yang dibutuhkan guna tercapainya konsentrasi obat yang
diinginkan dalam darah atau jaringan.
4. Dosis perawatan adalah suatu dosis obat yang digunakan untuk
mempertahankan konsentrasi obat yang diinginkan dalam
darah/jaringan sepanjang jadwal terapi.
5. Dosis pencegahan adalah dosis obat yang diberikan untuk
melindungi agar pasien tidak terkena penyakit.
6. Dosis toksik adalah dosis yang dapat mengakibatkan konsentrasi
dalam darah/jaringan menimbulkan keracunan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT
Dosis atau takaran obat yang harus diberikan kepada pasien untuk
menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak factor, antara lain :
Umur
Berat badan
Luas permukaan tubuh
Jenis kelamin
Status patologi
Toleransi terhadap obat
Waktu penggunaan obat
Bentuk sediaan dan cara pemakaian obat
Banyaknya faktor dan variasi biologi berbeda untuk tiap individu yang
berpengaruh terhadap dosis obat, sehinggga digunakan istilah DOSIS LAZIM.
Dosis lazim adalah dosis ang dibutuhkan bagi kebayakan pasien atau dosis rata-
rata yang biasanya (lazim) memberikan efek yang diinginkan dan merupakan
dosis awal bagi pasien yang menggunakan obat untuk pertama kali.
KOMBINASI OBAT
Dua macam obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling
mempengaruhi kerja masing-masing obat, kemungkinan dapat menunjukkan
kerja sebagai berikut:
a. Antagonisme terjadi apabila kerja / aksi kegiatan obat yang pertama
dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat yang kedua yang memiliki
khasiat farmakologi berlawanan.
b. Sinergisme adalah kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua
macam yaitu :
Adisi (summasi), efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan
dari masing-masing obat.
Potensiasi (=meningkatkan potensi)
Kedua obat saling memperkuat khasiatnya, sehingga terjadi efek yang
melebihi jumlah matematisnya.
PERHITUNGAN DOSIS OBAT
Cara perhitungan dosis obat pada pasien dewasa.
a. Untuk obat tunggal
Dihitung jumlah pemakaian obat untuk sekali pemakaian dan sehari
pemakaian.
Perlu diperhatikan apakah dalam bagian incripstio dari resep ada tanda aa., did,,
ad, Dalam bentuk sediaan apa obat dalam resep tersebut dibuat (sediaan padat,
semi padat, atau cair). Perlu diperhatikan juga signature atau aturan pemakaian
obat seperti s.p.r.n., s.t.t.d., s b d d cth.
Hasil perhitungan jumlah pemakaian obat untuk sekali dan sehari dibandingkan
dengan batasa maksimalnya seperti tercantum dalam Farmakope.
b. Untuk obat ganda yang kerjanya sinergis (dosis ganda)
Perhitungan untuk dosis ganda dengan cara dihitung terlebih dahulu
dosis pemakian tunggal masing-masing obat untuk pemakaian sekali maupun
sehari pemakaian. Dosis ganda dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Dosis pemekaian A Dosis pemakaian B Dosis pemakaian C
DOSIS GANDA = ------------------------ + -------------------------- + ---------------------<1
Dosis maksimal A Dosis maksimal B Dosis maksimal C
DOSIS ANAK
Untuk perhitungan dosis untuk anak dapat dilakukan dengan
membandingkan dengan daftar dosis untuk anak yang tertera dalam Farmakope
Indonesia.
Dosis maksimal untuk anak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus
di bawah ini:
a. Rumus Fried dan Clark (untuk pasien anak kurang dari 1 tahun)
Umur dalam bulan X berat badan (pound)
------------------------------------------------------- X Dosis maksimal dewasa
150
b. Rumus Young (untuk anak umur 1-8 tahun)
n
------ X Dosis maksimal dewasa.
n+12
c. Rumus Coling (untuk anak umur 1-8 tahun)
n+1
------- X Dosis maksimal dewasa.
24
d. Rumus Dilling (untuk anak umur 8-20 tahun)
n
------ X Dosis maksimal dewasa.
20
n = umur dalam tahun
Kriteria pengobatan yang rasional mencakup ketepatan dalam hal : tepat
diagnosis, indikasi, pemilihan jenis obat, tepat dosis, cara dan jangka waktu
pemberian, tepat penilaian terhadap kondisi pasien, tepat dalam pemberian
informasi, tepat evaluasi dan tindak lanjutnya dengan beaya terjangkau dan
waspada terhadap efek samping obat.
Agar tercapai tujuan pengobatan yang efektif, aman dan ekonomis, obat
haras diberikan dengan dosis yang tepat. Dosis yang diberikan kepada pasien
haras dalam jumlah yang cukup. Pemberian dosis yang cukup berarti pemberian
dosis sedemikian rupa, sehingga memberikan efek yang diinginkan tanpa dosis
berlebihan dan dengan demikian tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan
seperti timbuhiya toksisitas obat.
D. INKOMPATIBILITAS FARMASETIS
Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari
lingkungan atau dengan obat lain. Interaksi antara obat dengan obat
didefinisikan sebagai modifikasi efek dari suatu obat karena kehadiran obat yang
lain, baik diberikan sebelumnya atau bersama-sama. Berdasarkan tempat
terjadinya, interaksi dapat digolongkan:
1. Diluar tubuh (Inkompatibilitas Farmasetis)
2. Didalam tubuh (Inkompatibilitas Farmakologi)
Berdasarkan mekanisme, interaksi obat dapat digolongkan :
1. Interaksi Farmasetis atau inkompatibilitas.
2. Interaksi Farmakokinetik.
3. Interaksi Farmakodinamik.
INKOMPATIBILITAS FARMASETIS
Inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan / diminum)
antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat yang
demikian ini menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimia,
yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan
warna, dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat dan interaksi ini biasanya
akan berakibat in aktivasi obat.
INKOMPATIBILITAS FARMASETIS
Inkompatibilitas farmasetis dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a) Inkompatibilitas fisika
b) Inkompatibilitas kimia
a) Inkompatibilitas fisika
Inkompatibilitas fisika atau tak tercampuraya obat secara fisika adalah
peristiwa terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada waktu
mencampurkan obat atau bahan obat secara fisika tanpa ada perubahan
susunan kimianya. Bahan obat yang dicampurkan tidak menghasilkan suatu
campuran yang homogen dan efek yang tidak sesuai dengan tujuan terapi.
Beberapa peristiwa yang terjadi pada inkompatibilitas fisika antara lain yaitu :
1. Obat tidak dapat larut (insolubility)
2. Obat tidak dapat campur (immiscibility)
3. Terjadinya pengendapan secara fisika (precipitation).
4. Terjadinya pencairan zat padat (liquifaction)
5. Pemadatan (solidification)
6. Adsorpsi (Adsorption)
b) Inkompatibilitas kimia
Inkompatibilitas kimia atau tak tercampurkan obat secara kimia adalah
peristiwa terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada waktu
mencampurkan obat atau bahan obat karena reaksi kimia sehingga terjadi
perubahan susunan kimia. Bahan obat yang dicampurkan tiak memberikan hasil
yang homogen dan efek yang tidak sesuai dengan tujuan terapi. Beberapa
peristiwa yang terjadi pada inkompatibilitas kimia antara lain reaksi:
1. Pengendapan
2. asam dengan basa
3. oksidasi atau reduksi
4. terjadinya perubahan warna
5. terjadinya peruraian
6. reaksi dengan sediaan galenik
Inkompatibilitas farmasetis dapat terjadi baik pada sediaan padat seperti sediaan
pulveres, pulvis, kapsul, pil, supositoria maupun sediaan semi padat seperti
unguenta dan sediaan cair.
INKOMPATIBILITAS FARMAKOLOGI/TERAPETIS/INTERAKSI
Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari
lingkungan atau dengan obat lain. Interaksi antara dengan obat didefinisikan
sebagai efek dari suatu obat karena kehadiran obat lain baik yang diberikan
sebelumnya atau bersama-sama. Interaksi antara dua obat yang diberikan
secara bersamaan dapat menghasilkan efek yang bersifat potensiasi atau
antagonisme (efek yang berlainan) satu dengan obat lain, yang berarti dapat
menguntungkan atau merugikan.
Contoh interaksi yang menguntungkan antara lain : kombinasi anti hipertensi, anti
TBC, probenecid dengan penisilin, sedangkan yang merugikan antara
lain kombinasi tetrasiklin dengan antacida, dan kombinasi yang bersifat seperti
coffein dengan barbital.
Inkompatibilitas farmakologi ini akan diberikan pada semester berikutnya.
SUPOSITORIA
Inkompabilitas farmasetis pada sediaan supositoria yang dapat timbul
adalah :
Adanya obat yang dapat menurunkan ataupun menaikkan titik lebur basis
oleum Cacao, adanya obat atau larutan obat yang tidak dapat campur dengan
basis supositoria atau supositorianya menjadi lunak.
Adapun pengatasannya dapat dilakukan antara lain dengan :
a. Penambahan bahan yang dapat mempengaruhi titik lebur
b. Penambahan bahan yang dapat membantu campurnya obat
dengan basis supositoria
c. Mengganti dengan basis yang cocok
Contoh:
R/ Hidras Chlorali mg. 100
Ol.Cacao q.s
m.f.supp.dtd.No.IV
S. s. d. d. I.
R/ Acidum Salisil 2
P.E.G. 1000 7,5
P.E.G. 4000 2,5
m.f.Supositoria
Inkompabilitas Farmasetis yang terjadi pada bentuk sediaan semi padat berupa
unguenta (salep).
Unguenta atau salep merupakan sediaan farmasi berbentuk setengah padat
yang mempunyai persyaratan antara lain bahan obatnya hams larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok, tidak boleh berbau tengik
dan mudah dioleskan atau digunakan serta halus.
Inkompabilitas Farmasetis yang terjadi pada sediaan unguenta adalah :
1. Keluarnya air (karena system emulsinya rusak / adanya air / larutan obat
yang tidak terserap basis).
2. Obat tidak / sukar larut dengan basis salep
3. Terbentuknya senyawa lain, karena terjadi reaksi kimia.
Adapun pengatasannya yang dapat dilakukan adalah :
1. Penggantian sebagian basis dengan basis yang cocok.
2. Menjaga system emulsi tetap baik / stabil.
3. Penambahan suatu zat yang membantu tercampurnya obat dengan
basis.
4. Dicampur secara tak langsung.
5. Menghilangkan salah satu bahan yang menimbulkan masalah.
Contoh:
R/AcidSalisil 5
βNaphtol 2
Sapo Kalimus 10
Vaselin ad. 40
m.f.ungt.
R/Bals. Peruv 2
Acid Salisil 1
Vaselin ad. 20
m.dS.u.e
R/Iodii 0,6
Calomel 2,5
Vaselin 5
m.dS.u.e
R/Fenolliq 2,0
FerriChlorid 4,0
Gliserin 5,0
Aqua ment.pip 9,0
m.f.S.sol.garggle
4. Tidak stabil dalam larutan (terjadi peruraian). Ketidak stabilan obat dalam
air atau terjadinya peruraian kemungkinan dapat meyebabkan tejadinya
inkompatibilitas farmakolgis atau interaksi.
Contoh : Asetal didalam air akan terurai menjadi asam asetat dan asam
salisilat.
Phenobarbital sodium dalam air terurai menjadi fenil etil asenil
ureum.
R/ Elkosin 5
Phenobarb.Na 1,6
C.T.M. 0,050
O.B.H. ad. 200
M.f.l.apotio
5. Pembentukan gas (efervescen)
Contoh : reaksi antara karbonat dengan asam di dalam air
R/ Pot.Riveri 200
adde.
Magn.Citrat 5
Extr.Belladon 0,03
m. d, S. in. duab. viv. summend. o. m
PENERIMAAN RESEP :
Dalam tahap ini dilakukan pembacaan resep, pengecekan
syahnya/kelengkapan resep berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagai seleksi awal apakah resep dapat dilayani atau ditolak
berdasar pertimbangan antara lain:
Resep meragukan,
Obat tidak tersedia atau alasan yang lain.
ANAIISIS RESEP dilakukan terhadap hal - hal antara lain :
Dosis obat
Adanya inkompatibilitas farmasetis maupun farmakologis kontrol rasionalitas
isi resep.
PENYERAHAN OBAT
Sebelum obat diserahkan kepada pasien dilakukan pengecekan
kembali untuk mengetahui kemungkinan terjadikesalahan dalam
peracikanm, oembuatan, pemberian etiket.
Beberapa kesalahan yang sering terjadi pada rantai pelayanan resep
ataupun salinan resep yang menyebabkan pemakaian obat tidak tepat dan
merugikan pasien antara lain kesaiahan:
1. Membaca dan memahami resep akibat tulisan dokter tidak jelas atau tidak
terbaca.
2. Perhitungan dosis obat
3. Pengambilan obat
4. Pengetiketan
5. Penyerahan obat.
Penyerahan obat kepada pasien dengan pemberian informasi mengenai
cara penggunaan obat, efek samping obat dan lain-lain agar tujuan
pengobatan dapat tercapai.
Problema dalam pelayanan resep dapat diatasi dengan cara-cara
sebagai berikut:
A. Konsultasi dengan dokter penulis resep.
Hal ini dilakukan apabila terjadi inkompatibilitas farmakologi,
terjadinya senyawa yang lebih beracun, perubahan dosis obat,
membuat secara terpisah, menghilangkan bahan yang
mempunyai masalah dengan efek terapi, merubah bentuk
sediaan, terjadinya koreksi kelengkapan dan legalitas resep.
B. Pengatasan inkompatibilitas farmasetis yang dapat diatasi
sendiri oleh Apoteker dengan kefarmasian antara lain : Merubah
cara mencampur
Penambahan bahan inert dapat dilakukan dengan maksud untuk
mengatasi atau mencegah inkompatibilitas yang akan terjadi yaitu
antara lain : bahan pensuspensi, emulgator, solubilizer atau
bahan untuk membantu pencamuran, stabilizer, antioksidan, dan lain-
lain.
Menghilangkan bahan yang mempunyai efek terapi kecil / tidak
berefe. Merubah pelarut, volume.
Mengganti bentuk obat dengan bentuk obat yang lain yang tidak
merubah efek terapinya dan dipilih untuk obatyang mempunyai sifat
dapat campur dengan pembawa, larut serta dapat dijamin
stabilitasnya. Membuat dengan bentuk sediaan yang terpisah.
Diketahui:
Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Aminophyllin 500 mg /1,5 g
Ephedrin 50 mg /150 mg
Luminal 300 mg / 600 mg
Diketahui
Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Hexamin 1 g/ 4g
Phenyl Salicyl 600 mg/5g
Asetosal 1g/8g
Extr.Belladonna 20 mg / 80 mg
Diketahui:
Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Ephedrin 50 mg /150 mg
Theophylin 500 mg /1 g
Diketahui:
Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Luminal 300 mg / 600 mg
Asetosal 1g
PUSTAKA