Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN

PENGGOLONGAN OBAT

DISUSUN OLEH:
Aryanda Fico Bastian (174840102)
Delfi Fionita (174840104)
Heru Christian (174840109)
Novia Andini (174840117)
Yustika Dianti (174840129)

DOSEN PENGAMPU:
RACHMAWATI FELANI DJURIA, S. Farm., Apt., MPH

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah Perundang-undangan Kesehatan yang berjudul
“Penggolongan Obat” dapat diselesaikan dengan baik.Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa makalah jauh dari kata sempurna. Penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada teman-teman telah memberi masukan dalam
mengerjakan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Demikian penulisan makalah ini, penulis menyadari banyak keterbatasan dan
kekurangan ada di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi peningkatan wawasan kami dalam memberikan penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat pada semua pihak.

Pangkalpinang, 5 Agustus 2019

Penulis,

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN.................................... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ........................................ Error! Bookmark not defined.
B. Tujuan ...................................................... Error! Bookmark not defined.
C. Manfaat .................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II TNJAUAN PUSTAKA........................... Error! Bookmark not defined.
A. Penggolongan Obat .................................. Error! Bookmark not defined.
B. Obat Palsu................................................ Error! Bookmark not defined.
C. Golongan Obat Bebas dan Obat Bebas TerbatasError! Bookmark not
defined.
D. Golongan Obat Keras .............................. Error! Bookmark not defined.
E. Golongan Obat Generik, Patent dan Generik BermerkError! Bookmark
not defined.
F. Periklanan Obat ………………………………………………………..
BAB III PENUTUP ............................................. Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan .............................................. Error! Bookmark not defined.
B. Saran ........................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .......................................... Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN.........................................................................................................36

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia
tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit
dan atau menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya
bisa kita dapatkan.
Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksud untuk peningkatan keamanan dan
ketepatan penggunaan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat keras, psikotropika dan
narkotika, obat bebas terbatas yang akan dibahas secara mendetail pada pembahasan
selanjutnya.
Untuk mengawasi penggunaan obat serta untuk menjaga keamanan penggunaannya,
maka dilakukan penggolongkan obat.

B. Tujuan
1. Mengetahui macam-macam penggolongan obat.
2. Mengetahui macam-macam jenis obat.
3. Mengetahui kriteria dan tatalaksana registrasi obat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penggolongan Obat
1. Penggolongan obat berdasarkan jenis
Penggolongan obat berdasarkan jenis telah saya bahas secara lengkap pada artikel
sebelumnya, antara lain :
- obat bebas
- obat bebas terbatas
- obat keras
- obat psikotropika dan narkotika.
2. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat
Dibagi menjadi 5 jenis penggolongan antara lain :
1. obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat bakteri atau
mikroba, contoh antibiotik
2. obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit contoh vaksin, dan
serum.
3. obat yang menghilangkan simtomatik/gejala, meredakan nyeri contoh analgesik
4. obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi fungsi zat yang kurang, contoh
vitamin dan hormon.
5. pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat aktif, khususnya
pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam keadaan sakit. contoh aqua pro
injeksi dan tablet placebo.
Selain itu dapat dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, seperti obat antihipertensi,
kardiak, diuretik, hipnotik, sedatif, dan lain lain.
3. Penggolongan obat berdasarkan cara pemberian
dibagi menjadi 2 golongan :
- obat dalam yaitu obat obatan yang dikonsumsi peroral, contoh tablet antibiotik,
parasetamol tablet
- obat luar yaitu obat obatan yang dipakai secara topikal/tubuh bagian luar, contoh sulfur,
dll

1
4. Penggolongan obat berdasarkan cara pemakaian
dibagi menjadi beberapa bagian, seperti :
oral : obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran cerna, contoh tablet,
kapsul, serbuk, dll
perektal : obat yang dipakai melalui rektum, biasanya digunakan pada pasien yang tidak
bisa menelan, pingsan, atau menghendaki efek cepat dan terhindar dari
pengaruh pH lambung, FFE di hati, maupun enzim-enzim di dalam tubuh
Sublingual : pemakaian obat dengan meletakkannya dibawah lidah., masuk ke pembuluh
darah, efeknya lebih cepat, contoh obat hipertensi : tablet hisap, hormon-
hormon
Parenteral : obat yang disuntikkan melalui kulit ke aliran darah. baik secara intravena,
subkutan, intramuskular, intrakardial. langsung ke organ, contoh intrakardial
melalui selaput perut, contoh intra peritoneal.

5. Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan


dibagi menjadi 2 :
- sistemik : obat/zat aktif yang masuk kedalam peredaran darah.
- lokal : obat/zat aktif yang hanya berefek/menyebar/mempengaruhi bagian tertentu tempat
obat tersebut berada, seperti pada hidung, mata, kulit, dll

6. Penggolongan obat berdasarkan daya kerja atau terapi


dibagi menjadi 2 golongan :
- farmakodinamik : obat obat yang bekerja mempengaruhi fisilogis tubuh, contoh hormon
dan vitamin
- kemoterapi : obat obatan yang bekerja secara kimia untuk membasmi parasit/bibit
penyakit, mempunyai daya kerja kombinasi.
7. Penggolongan obat berdasarkan asal obat dan cara pembuatannya
dibagi menjadi 2 :

1. Alamiah : obat obat yang berasal dari alam (tumbuhan, hewan dan mineral)
2. tumbuhan : jamur (antibiotik), kina (kinin), digitalis (glikosida jantung) dll

2
3. hewan : plasenta, otak menghasilkan serum rabies, kolagen.
4. mineral : vaselin, parafin, talkum/silikat, dll
5. Sintetik : merupakan cara pembuatan obat dengan melakukan reaksi-reaksi kimia,
contohnya minyak gandapura dihasilkan dengan mereaksikan metanol dan asam
salisilat.

Registrasi Dan Kriteria


Pasal 2
Obat jadi yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk
memperoleh izin edar.
KRITERIA
Pasal 3
Obat jadi yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut :
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui percobaan
hewan dan uji klinis atau bukti2 lain sesuai dengan status perkembangan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan.
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai CPOB, spesifikasi
dan metoda pengujian terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan
bukti yang sahih.
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan
obat secara tepat, rasional dan aman.
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
e. Kriteria lain adalah :
- Khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan kemanfaatan dan keamanan
dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia untuk
indikasi yang diklim.
- Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program lainnya yang akan
ditentukan kemudian, harus dilakukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
Pasal 4
(1) Obat jadi untuk uji klinik harus dapat dibuktikan bahwa obat jadi tersebut berkhasiat dan
aman penggunaannya pada manusia.

3
(2) Ketentuan pelaksanaan uji klinik ditetapkan tersendiri.

Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Registrasi Obat Jadi


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
Izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat jadi untuk dapat diedarkan di wilayah
Indonesia.
Obat jadi adalah sediaan atau paduan bahan2 termasuk produk biologi dan kontrasepsi, yang
siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, pemyembuhan, pemulihan dan peningkatan
kesehatan.
Obat jadi baru adalah obat jadi dengan zat berkhasiat atau komposisi atau bentuk
sediaan/cara pemberian atau indikasi atau posologi baru yang pernah disetujui di Indonesia.
Obat jadi sejenis adalah obat jadi yang mengandung zat yang berkhasiat sama dengan obat
jadi yang sudah terdaftar.
Penandaan adalah keterangan yang lengkap mengenai obat jadi, khasiat, keamanan, cara
penggunaannya serta informasi lain yang dianggap perlu yang dcantumkan pada obat jadi.
Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan peraturan,
perundang-undangan yang berlaku atau produksi obat dengan penandaan yang meniru
identitas

PERSYARATAN REGISTRASI
Bagian Pertama
Registrasi Obat Jadi Produksi dalam Negeri
1. Registrasi obat jadi produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi yang
memiliki izin sekurang-kurangnya izin prinsip.
2. Industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
3. Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinayatakan oleh
petugas pengawas farmasi yang berwenang setelah pemeriksaan setempat pada industri
farmasi yang bersangkutan.
Bagian Kedua

4
Registrasi Obat Jadi Kontrak
1. Registrasi obat jadi kontrak dengan melampirkan dokumen kontrak
2. Pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah industri farmasi atau badan
lain.
3. izin industri farmasi dan sekurang-kurangnya memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan
lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB.
4. Industri farmasi pemberi kontrak bertanggung jawab atas mutu obat jadi yang diproduksi
berdasarkan kontrak.
5. Penerima kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan fasilitas produksi yang telah
memenuhi persyaratan CPOB untuk sediaan yang telah dikontrakkan.
6. Ketentuan tentang persyaratan badan lain pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan tersendiri.

Registrasi Obat Jadi Impor


1. Registrasi obat jadi impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat dan
registrasinya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri atau Pedagang Besar Farmasi
yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi atau pemilik produk di luar
negeri.
2. bukti perimbangan kegiatan impor dan ekspor yang dilakukan.
3. Industri farmasi di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
persyaratan CPOB.
4. Pemenuhan persyaratan CPOB bagi industri farmasi sebagaimana dimaksud apada ayat
(3) dibuktikan dengan dokumen yang sesuai atau jika diperlukan dilakukan pemeriksaan
setempat oleh petugas yang berwenang.
5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilengkapi dengan data inspeksi
terakhir paling lama 2 (dua) tahun yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.
6. Ketentuan tentang tata cara pemeriksaan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditetapkan tersendiri.
Registrasi Obat Jadi Khusus Ekspor
(1)Registrasi obat jadi khusus untuk diekspor hanya dilakukan oleh industri farmasi.

5
(2)Obat jadi khusus untuk diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
criteria sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, kecuali disertai dengan persetujuan tertulis
dari Negara tujuan.
Registrasi Obat Jadi Dilindungi Paten
(1) Registrasi obat jadi dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia hanya
dilakukan oleh industri farmasi atau Pedagang Besar Farmasi yang ditunjuk oleh pemilik
hak paten.
(2) Hak paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan sertifikat paten.
(3) Registrasi obat jadi dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya boleh dilakukan apabila telah memenuhi
ketentuan paten yang berlaku di Indonesia.

TATA CARA MEMPEROLEH IZIN EDAR


Bagian Pertama
Pendaftaran
(1) Registrasi obat jadi diajukan kepada Direktur Jenderal.
(2) Registrasi obat jadi dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu pra registrasi dan penyerahan
registrasi.
(3) Tata cara pra registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
(4) Penyerahan dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
menggunkan formulir registrasi dan dilengkapi dengan dokumen2 penunjang yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(5) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipergunakan terbatas hanya
untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.
Bagian kedua
Biaya
(1) Terhadap registrasi obat jadi dikenakan biaya untuk evaluasi.
(2) Ketentuan tentang biaya evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sendiri.
Bagian Ketiga

6
Evaluasi
(1) Terhadap dokumen registrasi obat jadi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada pasal 10 dilakukan evaluasi sesuai kriteria sebagaimana dimaksud pada
pasal 3.
(2) Evaluasi registrasi obat jadi dikelompokkan menjadi obat jadi baru dan obat jadi sejenis.
(3) Pelaksanaan evaluasi dilakukan mellui jalur I (satu), jalur II (dua) atau jalur III (tiga).
Obat jadi yang dievaluasi melalui jalur I (satu) adalah :
a. Obat esensi generic untuk program kesehatan masyarakat.
b. Obat yang indikasinya untuk terapi penyakit serius dan penyakit yang mengancam nyawa
manusia.

Obat jadi yang dievaluasi melalui jalur II (dua) adalah :


a. Obat jadi baru yang sudah disetujui di kelompok negara yang menerapkan system evaluasi
terhamonisasi dan 1 (satu) negara dengan system evaluasi terhamonisasi dan 1 (satu)
Negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik yang didukung dengan laporan
hasil evaluasi independent.
b. Obat jadi baru yang telah disetujui 3 (tiga) Negara dengan system evaluasi yang telah
dikenal baik yang didukung dengan laporan hasil evaluasi independent.
Obat jadi yang tidak termasuk jalur dalam pasal 13 dan pasal 14 evaluasinya dilakukan
melalui jalur III (tiga).
(1) Untuk melakukan evaluasi dibentuk :
a. Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ).
b. Panitia Penilai Khasiat Keamanan.
c. Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan Kerasionalan Obat Jadi.
(2) Pembentukan, Tugas dan fungsi Komite Nasional Penilai Obat Jadi dan Panitia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sendiri.
1. Dalam hal diperlukan penambahan data untuk evaluasi, Direktur Jenderal
memberitahukan secara tertulis dengan menggunakan contoh formulir REG-1.
2. Pendaftar wajib menyerahkan tambahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selambat-lambatnya 120 (seratus dua puluh) hari terhitung mulai tanggal pemberitahuan.

7
3. Dalam hal pendaftar tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan registrasi dengan menggunakan
contoh formulir REG-II.
4. Registrasi yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat diajukan kembali
sebagai registrasi baru dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada pasal 10 ayat (4)
dan dilengkapi dengan tambahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Bagian Keempat
Pemberian Keputusan
Pasal 19
(1) Berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Komite Nasional Penilai Obat Jadi, Panitia
Penilai Khasiat Keamanan dan Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan
Kerasionalan Obat Jadi, Direktur Jenderal memberikan keputusan berupa izin edar dengan
menggunakan contoh formulir REG-V.
(2) Pemberian keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak menerima
dokumen registrasi yang lengkap selambat-lambatnya :
a. Jalur I (satu) 100 hari kerja.
b. Jalur II (dua) 150 hari kerja.
c. Jalur III (tiga) untuk obat jadi baru 300 hari kerja; obat jadi sejenis 150 hari kerja; obat jadi
sejenis dengan fasilitas elektronik dan obat jadi khusus ekspor 80 hari kerja.
Bagian Kelima
Peninjauan Kembali
Pasal 20
(1) Dalam hal registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan keberatan melalui mekanisme
peninjauan kembali kepada Direktur Jenderal.
(2) Pengajuan Peninjauan kembali harus disertai dokumen yang berisi data penunjang.
(3) Terhadap pengajuan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur
Jenderal melakukan evaluasi bersama dengan Komite Nasional Penilai Obat Jadi, Panitia
Penilai Khasiat-Keamanan dan Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan
Kerasionalan Obat Jadi.

8
(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa persetujuan izin edar
atau penolakan.
(5) Permohonan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan maksimal 2 kali dan paling lama
6 (enam) bulan setelah penolakan.
Bagian Keenam
Pemberian Izin Edar
Pasal 21
(1) Izin edar hanya diberikan kepada pendaftar yang memenuhi pesyaratan :
a. Administrasi, berupa dokumen registrasi yang dilengkapi dengan dokumen penunjang.
b. Teknis, berupa hasil evaluasi dan pengujian dari segi khasiat, keamanan, mutu,
kemanfaatan dan penandaan.
(2) Izin edar obat jadi berlaku selama memenuhi ketentuan yang berlaku.

C. PELAKSANAAN IZIN EDAR


Pasal 22
(1) Pendaftaran yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi atau mengimpor dan
mengedarkan obat selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal persetujuan
dikeluarkan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada
Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh formulir REG-VI.
(3) Pemilik izin edar wajib memenuhi biaya tahunan izin edar yang ditetapkan tersendiri.

EVALUASI KEMBALI
(1) Terhadap obat jadi yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan evaluasi kembali
oleh Direktur Jenderal.
(2) Evaluasi kembali obat jadi yang sudah beredar dilakukan terhadap :
a. Obat dengan resiko efek samping lebih besar dibandingkan dengan efektifitasnya
yang terungkap sesudah obat dipasarkan.
b. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari placebo.
c. Obat tidak memenuhi persyaratan ketersediaan hayati/bioekivalensi.
(3) Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada ayat

9
(4) industri farmasi/pendaftar wajib menarik obat tersebut dari peredaran.
(5) Evaluasi kembali juga dilakukan untuk diperbaikan komposisi dan formula obat jadi.

B. Golongan Obat Bebas


Obat bebas adalah obat yang dapat di jual bebas kepada masyarakat tanpa resep
dokter; tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras dan obat bebas
terbatas; dan sudah terdaftar di Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Obat Bebas
disebut juga obat OTC (Over The Counter).
Masyarakat dapat merasakan dan menentukan sendiri sakit ringan yang
dideritanya kemudian menentukan obat yang diperlukan. Efek zat aktif golongan obat
bebas relative aman sehingga tidak memerlukan pengawasan dari tenaga kesehatan.
Obat-obat golongan obat bebas dapat dibeli di apotek, toko obat, supermarket dan
warung. Contoh obat bebas antara lain:
1. Minyak kayu putih
2. Obat batuk hitam (OBH)
3. Obat Batuk putih (OBP)
4. Tablet Paracetamol
5. Tablet vitamin C, B, E, dll.

Penandaan
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
2380/A/SK/VI/1983 tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran buat berwarna hijau dengan garis tepi
warna hitam.

Penandaan Obat Bebas

10
D. Golongan Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas disebut juga obat daftar “W”, yang diambil dari bahasa
belanda. “W” merupakan singkatan dari “waarschuwing” artinya peringatan. Jadi,
golongan obat ini mencakup obat-obat yang pada penjualannya disertai dengan tanda
peringatan. Tanda peringatan bersifat penting karena sesungguhnya obat bebas terbatas
merupakan obat keras dengan batasan tertentu dalam tiap kemasan. Batasan tersebut
menjadkan obat bebas terbatas dapat diserahkan tanpa resep dokter.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/1983 dan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 925/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Golongan Obat
Nomor 1 memuat ketetapan mengenai obat-obat yang masuk ke dalam daftar obat “W”
dan pengertian tentang obat bebas terbatas. Obat bebas. Terbatas adalah obat keras yang
dapat diserahkan kepada emakaiannya tanpa resep dokter jika penyerahannya memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau
pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda
peringatan.
Di buku ISO ditandai dengan tulisan T. Tanda peringatan tersebut berwarna
hitam,berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih
sebagai berikut :

Peringatan Obat Bebas Terbatas

11
Penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI
No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna
biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti pada gambar berikut:

Penandaan Obat Bebas Terbatas


Sebagai contoh peringatannya :
1. P No. I : awas obat keras, bacalah aturan pemakaiannya.
- Dulcolax tablet
- Acetaminofen = >600 mg/tab atau >40 mg/ml (kep Menkes no.66227/73)
- SG tablet.
2. P No. 2 : awas obat keras, hanya untuk kumur , jangan ditelan
- Gargarisma khan
- Betadin gargarisma
3. P NO. 3 : awas obat keras hanya untuk bagian luar badan
- Anthistamin pemakain luar , misal dalam bentuk cream, caladin, caladril.
- Lasonil
- Liquor burowl
4. P No. 4 : awas obat keras hanya untuk dibakar
- Dalam bentuk rokok dan sebuk untuk penyakit asma yang mengandung
scopolamin.
5. P No.5 ; awas obat keras tidak boleh ditelan
- Dulcolax Suppos
- Amonia 10 % ke bawah
6. P No. 6 : awas obat keras wasir jangan ditelan:
- Varemoid
E. Obat Keras
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukkan obat-
obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat
yang ditetapkan sebagai berikut :

12
1. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat itu
hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.
2. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk dipergunakan
secara parenteral.
3. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan
secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia.
Contoh :
1. Andrenalinum
2. Antibiotika
3. Antihistaminika, dan lain-lain
Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.
02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G (Gevarrlijk) adalah
“Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan hurup K
yang menyentuh garis tepi”, dan di penandaanya harus dicantum kalimat “Harus dengan
Resep Dokter”. seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Penandaan Obat Keras


4. Obat generik patent dan branded
1. Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam FI untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya.
Contoh : Paracetamol, captopril, asam mefenamat, ibuprofen, ambroxol dll
2. Obat paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat
yang diberi kuasa dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.
Contoh : Axalan, Bimacyl, Bufect, Dofen, Dolofen-F.
3. Obat generik bermerek adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat
diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Obat
generik bermerek tertentu ini diberi nama atau merek dagang sesuai kehendak
produsen obat.
Contoh : Sanmol, Paramex, Bodrex, Panadol, Decolgen dll

13
F. Periklanan Obat
1. Kriteria Iklan
Informasi yang dicantumkan dalam Iklan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Obyektif:
Memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh
menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat sesuai dengan
penandaan terakhir yang telah disetujui.
2. Lengkap:
Harus mencantumkan informasi lengkap sesuai persyaratan dalam pedoman ini.
3. Tidak Menyesatkan:
Informasi obat yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu,
komposisi, indikasi, atau keamanan obat tidak menimbulkan gambaran/persepsi
yang menyesatkan.
2. Informasi lengkap yang harus dicantumkan dalam Iklan
a. Nama obat
1. Nama yang dicantumkan dalam Iklan harus sesuai dengan nama obat yang
tercantum pada surat persetujuan izin edar.
2. Iklan yang mencantumkan lebih dari 1 (satu) nama Obat harus mencantumkan
indikasi masing-masing produk dengan jelas.
3. Nomor izin edar obat (khusus untuk Iklan pada media cetak dan luar ruang)
4. Nama industri farmasi pemilik izin edar
Dalam hal terdapat perubahan nama industri farmasi pemilik izin edar maka dalam
masa transisi sebelum diterbitkan nomor izin edar yang baru, rancangan iklan
dapat mencantumkan nama/logo industri farmasi pemilik izin edar yang baru
namun dengan tetap mencantumkan nama industri farmasi pemilik izin edar sesuai
dengan NIE yang berlaku.
5. Indikasi obat sesuai dengan persetujuan izin edar
6. Komposisi dan kekuatan obat (khusus untuk Iklan pada media cetak dan luar
ruang)
7. Spot peringatan perhatian.

14
1) Pada setiap akhir Iklan harus mencantumkan spot peringatan perhatian sebagai
berikut:
a) Baca Aturan Pakai, Jika Sakit Berlanjut Hubungi Dokter
b) Baca Aturan Pakai (untuk obat yang termasuk kategori vitamin)
c) Informasi khusus (jika ada, sesuai yang tercantum pada lampiran IV Informasi
Iklan, butir B)
- Pencantuman/penyebutan informasi khusus hanya berlaku untuk obat yang
memiliki peringatan dan perhatian sesuai ketentuan. Untuk Iklan pada media
cetak, luar ruang, serta iklan audio visual, informasi khusus harus
dicantumkan proporsional dengan halaman Iklan.
- Untuk Iklan audio, informasi khusus harus dibacakan pada akhir Iklan
dengan nada suara jelas dan tegas.
2) Pencantuman spot Peringatan Perhatian harus memenuhi ketentuan minimal
sebagai berikut :
a) Untuk media cetak, spot Peringatan Perhatian harus dibuat proporsional (antara
spot dan halaman Iklan) sehingga terlihat dan terbaca dengan jelas.
b) Untuk media luar ruang, spot Peringatan Perhatian harus proporsional, jelas dan
terlihat mencolok.
c) Untuk media elektronik audio visual, spot Peringatan Perhatianharus
dicantumkan dengan tulisan yang jelas terbaca pada satu screen/gambar
terakhir dengan ukuran minimal 30% dari screen elektronik dan ditayangkan
minimal 10% dari total durasi iklan.
d) Untuk media elektronik audio, spot Peringatan Perhatian harus dibacakan pada
akhir Iklan dengan nada suara jelas dan tegas.

BACA ATURAN PAKAI,

JIKA SAKIT BERLANJUT HUBUNGI DOKTER

15
3. Kelengkapan Dokumen Permohonan Persetujuan Iklan
Kelengkapan dokumen permohonan persetujuan Iklan terdiri dari data administratif
dan data teknis.
1. Dokumen Administratif
a. Surat Permohonan persetujuan dari Industri Farmasi Pemilik Izin Edar obat
b. Formulir Permohonan Persetujuan Iklan Obat
c. Bukti pembayaran PNBP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
d. Fotokopi lembar persetujuan izin edar dan lampiran penandaan yang terakhir
disetujui.
2. Data Teknis
a. Rancangan Iklan dengan tulisan dan/atau gambar yang jelas dan mudah
dibaca, berupa:
- Gambar dan tulisan (ukuran huruf minimal setara Times New Roman 12)
untuk media cetak
- Storyboard untuk media TV (satu halaman maksimal terdiri dari 4 frame)
- Script untuk media radio
b. Fotokopi data dukung untuk klaim tertentu (literatur/jurnal penelitian/hasil
survei), bila diperlukan. Khusus data dukung berupa hasil survei harus
maksimal 2 tahun terakhir. Data dukung harus diberi tanda/high light pada
bagian yang mendukung klaim yang diajukan.
4. INFORMASI IKLAN
A. UMUM
1. Informasi yang harus diperhatikan dalam Iklan
a. Informasi dalam iklan harus sesuai dengan informasi yang disetujui pada
persetujuan izin edar. Namun, tidak semua informasi yang disetujui pada
persetujuan izin edar layak dan aman diiklankan.
b. Cara penyajian Iklan harus memperhatikan kepantasan dan sesuai dengan
norma kesopanan dan budaya yang berlaku di masyarakat.
2. Informasi yang tidak boleh dicantumkan dalam Iklan
a. Iklan tidak boleh memuat pernyataan anjuran atau rekomendasi Obat dari
tenaga kesehatan, petugas laboratorium, instansi pemerintah, organisasi
profesi kesehatan, tokoh agama, guru, atau pejabat publik.
b. Iklan tidak boleh memberikan pernyataan garansi tentang
khasiat/keamanan Obat, seperti penggunaan kata “pasti”.
c. Iklan tidak boleh memberikan pernyataan superlatif, seperti Iklan tidak
boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”,
”top”, “tepat”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan/atau yang bermakna
sama.

16
d. Iklan tidak boleh menstigmatisasi, menghina, merendahkan, atau
melemahkan orang atau sekelompok orang.
e. Klaim penghargaan dan sejenisnya yang diperoleh tidak boleh digunakan
dalam iklan obat, meskipun didukung pernyataan tertulis dari otoritas
terkait atau sumber yang lain.
f. Iklan tidak boleh memberikan pernyataan komparatif terhadap Obat atau
produk lain kecuali klaim tersebut bermanfaat bagi konsumen, tidak
menyesatkan serta tidak mengesankan Obat tersebut lebih baik dari Obat
atau produk lain.
g. Iklan tidak boleh mencantumkan informasi yang dapat mendorong
penggunaan berlebihan dan penggunaan terus menerus seperti
penggunaan kata “selalu”, “rutin” dan kata-kata lain yang bermakna
sama.
h. Iklan tidak boleh mencantumkan klaim “aman”, “tidak berbahaya”,
“bebas/tidak ada efek samping”, “maksimal”, dan/atau klaim lainnya
yang semakna tanpa disertai keterangan yang memadai.
i. Iklan tidak boleh memberi informasi dan/atau kesan bahwa penggunaan
Obat dapat menimbulkan energi, kebugaran, vitalitas, fit, prima,
pertumbuhan, kecerdasan/kepintaran/prestasi, mengatasi stress,
meningkatkan/mengembalikan mood, peningkatan kemampuan seks,
keharmonisan rumah tangga, dan/atau klaim lainnya yang semakna.
j. Iklan tidak boleh menghubungkan dengan ibadah atau kegiatan
keagamaan lainnya.
k. Iklan tidak boleh terkesan preventif atau menganjurkan untuk
menggunakan, mengkonsumsi Obat sebelum melakukan aktivitasnya,
sebelum sakit, atau untuk pencegahan penyakit terkecuali sesuai dengan
indikasi yang disetujui.
l. Iklan obat tidak boleh mengklaim dan/atau menggambarkan sifat yang
dapat mengarah pada penggunaan obat seperti produk pangan, misalnya
klaim segar, nikmat, lezat, dan enak.
m. Iklan tidak boleh mengeksploitasi takhayul, menyalahgunakan
kepercayaan, dan kekurangtahuan masyarakat.
n. Iklan tidak boleh mendorong atau membiarkan bentuk diskriminasi apa
pun termasuk yang berdasarkan etnis, kebangsaan, agama, gender, usia,
penyandang cacat, atau orientasi seksual.

17
o. Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah, statistik dan
grafik untuk menyesatkan masyarakat atau menciptakan kesan yang
berlebihan dan tak bermakna.
p. Iklan tidak boleh mencantumkan informasi bahwa Obat tidak
mengandung bahan tertentu yang dapat menyesatkan, tidak relevan,
dan/atau tidak bermanfaat bagi konsumen.
q. Iklan obat tidak boleh menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan/atau jasa yang dikaitkan dengan penjualan obat.
r. Tanda bintang (*) pada iklan tidak boleh digunakan untuk
menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan, atau membohongi
khalayak tentang kualitas, atau harga, atau apapun tentang suatu obat.
s. Iklan tidak boleh mencantumkan persyaratan-persyaratan yang sudah
seharusnya dipenuhi (misal CPOB, teruji klinis).
t. Iklan tidak boleh mencantumkan persyaratan-persyaratan yang tidak ada
hubungannya dengan mutu obat (misal ISO).
u. Iklan tidak boleh menonjolkan sebagian kandungan tertentu dalam obat
sebagai keunggulan Obat.
v. Iklan tidak boleh mencantumkan klaim dan/atau visualisasi yang
mengesankan obat seperti obat herbal/tradisional.
w. Iklan tidak boleh ditujukan kepada anak-anak langsung dan/atau
menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi orang dewasa.
x. Iklan tidak boleh mempromosikan efek samping obat. Efek samping obat
dapat dicantumkan sebagai informasi namun tidak untuk diangkat sebagai
kelebihan dari produk yang diiklankan.
y. Iklan tidak boleh mencantumkan nama sarana yang tidak memiliki izin
apotik, izin toko obat, atau sarana lainnya yang tidak memiliki
penanggung jawab tenaga kefarmasian.

5. Hal-hal yang tidak boleh digunakan/dicantumkan dalam Iklan


a. Pemeran
i. Iklan tidak boleh diperankan oleh tenaga kesehatan atau berperan sebagai
tenaga kesehatan, tokoh agama, guru, atau pejabat publik.
ii. Iklan dengan pemeran anak-anak tidak boleh menggambarkan bahwa
keputusan penggunaan Obat diambil oleh anak-anak dan/atau memakai
narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat (child
endorsement).
iii. Obat yang hanya bermanfaat untuk kelompok umur tertentu dilarang
diperankan oleh kelompok umur lainnya.

18
iv. Pemeran dalam Iklan tidak boleh beriklan dalam bentuk testimoni, baik
dengan mencantumkan nama, paraf maupun tanda tangan yang dapat
mengesankan bahwa Iklan tersebut merupakan pengalaman dan atau
pernyataan resmi dari si pemeran.
b. Setting / Gambar dalam Iklan Obat
i. Iklan tidak boleh menggunakan setting/lokasi/latar/suasana yang
menggambarkan layanan kesehatan, laboratorium, sekolah, pertemuan
ilmiah, kumpulan massa, dan nuansa keagamaan serta setting/latar lainnya
yang setara.
2) Iklan tidak boleh menampilkan adegan, gambar, tanda, tulisan, kata-kata,
suara, dan/atau lainnya yang memberi kesan tidak sopan.
3) Iklan boleh memuat ekspresi dan/atau visualisasi hiperbola yang berada di
luar jangkauan akal manusia selama masih memenuhi ketentuan yang
dipersyaratkan dan pesan yang disampaikan tidak menyesatkan.
4) Iklan tidak boleh menampilkan atau menggunakan kata-kata yang
menunjukkan efek instan/cepat, kecuali untuk obat yang mempunyai efek
kerja cepat.
5) Cara penyajian tidak boleh menimbulkan persepsi khusus bagi masyarakat
yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan dan tidak benar.
c. Materi Edukasi
Untuk materi edukasi baik dalam bentuk advertorial ataupun bentuk lainnya
agar dipisahkan dari iklan obat, sehingga tidak bias antara iklan obat dengan
materi informasi umum atau iklan layanan masyarakat.

6. KHUSUS
a. Obat Flu atau Flu dan Batuk
1. Obat mengandung antihistamin mencantumkan informasi “Dapat
menyebabkan kantuk”.
2. Obat mengandung nasal dekongestan (Ephedrin, Pseudoephedrin, Epinefrin,
Phenylpropanolamin, Phenylefrin) mencantumkan informasi “Perhatikan
Peringatan dan Kontra Indikasi. Tidak Melebihi Dosis yang Dianjurkan”.
b. Obat Asma
1. Mencantumkan informasi bahwa gejala sesak nafas telah pasti karena asma,
dan mencantumkan informasi “Perhatikan Peringatan dan Kontra Indikasi.
Tidak Melebihi Dosis yang Dianjurkan”.
2. Obat mengandung teofilin lebih dari atau sama dengan 120 mg
mencantumkan informasi “Hentikan penggunaan obat ini bila terjadi jantung
berdebar”.

19
3. Obat Maag
a. Mencantumkan informasi “makan teratur dapat mengurangi gejala sakit
maag”.
b. Obat mengandung simetikon minimal 50 mg dapat mencantumkan klaim
“mengatasi kembung”.
4. Obat Cacing
Mencantumkan informasi obat digunakan hanya apabila telah ada kepastian
diagnosa cacingan dan “Jaga kebersihan badan, makanan dan lingkungan untuk
menghindari kecacingan”.
5. Obat Topikal untuk infeksi karena jamur
Harus mencantumkan informasi “Jaga kebersihan tubuh untuk menghindari
penyakit kulit” dan “Gunakan obat minimal selama 2 minggu”.
6. Obat Tetes Mata
Obat yang mengandung Benzalkonium Chloride harus mencantumkan informasi
”Lepaskan lensa kontak saat digunakan. Jangan digunakan rutin jangka panjang.
Lensa kontak boleh digunakan minimal 15 menit setelah obat diteteskan”.
7. Obat Kumur
Mencantumkan informasi “Jaga kesehatan mulut dengan menggosok gigi
secara teratur”.
8. Obat Sakit Tenggorokan
Untuk obat dengan indikasi untuk sakit tenggorokan agar mencantumkan
informasi “Periksa ke dokter bila gejala menetap sampai lebih dari 3 hari”
9. Obat Lebam
Mencantumkan informasi “Jangan dioleskan pada selaput lendir atau jaringan
luka yang terbuka”
10. Obat Anemia
a. Hanya dapat mencantumkan indikasi untuk pengobatan anemia jika
memiliki kandungan zat besi dalam bentuk fero sulfat lebih dari 200 mg (=
65 mg besi elemental), diberikan 3 kali sehari.
b. Dosis garam fero 200 mg satu atau dua kali sehari hanya efektif untuk
profilaksis atau untuk anemia defisiensi besi yang ringan.

20
11. Obat Laksans/Pencahar
a. Mencantumkan informasi “Obat pencahar hanya digunakan bila
benar- benar diperlukan. Hanya untuk penggunaan jangka pendek”.
b. Mencantumkan informasi agar makan makanan yang mengandung
serat, banyak minum air putih dan olahraga yang cukup.
12. Obat Mabuk Perjalanan
Mencantumkan informasi bahwa tidak dianjurkan dipergunakan oleh
orang yang sedang menjalankan motor dan/atau mesin karena obat
dapat menyebabkan kantuk.
13. Obat Malaria
a. Iklan obat malaria harus disesuaikan dengan informasi yang
tercantum dalam Pedoman Pengobatan Malaria dari Kementerian
Kesehatan.
b. Pada Iklan harus mencantumkan informasi “Bila gejala malaria
bertambah berat dan berlanjut segera hubungi dokter”.
14. Obat Diare
a. Iklan obat harus mencantumkan anjuran penggunaan oralit
untuk rehidrasi.
b. Mencantumkan peringatan bahwa obat tidak boleh diberikan
pada anak usia di bawah 5 tahun.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk
peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi
yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras,
psikotropika dan narkotika yang diatur dalam Peraturan Mentri Kesehatan RI
Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000.
Macam- macam penggolongan obat, Penggolongan obat berdasarkan
jenis, Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat, Penggolongan
obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian, Penggolongan obat
berdasarkan efek yang ditimbulkan, Penggolongan obat berdasarkan daya
kerja atau terapi, Penggolongan obat berdasarkan asal obat dan cara
pembuatannya. Registrasi dan kriteria obat jadi yang diedarkan di wilayah
Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk memperoleh izin edar
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan membuka wawasan terkait Penggolongan Obat. Semoga
dapat bermanfaat membantu pembaca dalam menambah referensinya. Akan
tetapi diharapkan pembaca dapat mencari literatur lain untuk memperbanyak
referensi yang ada karena makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah
ini sangat diharapkan guna pembuatan makalah berikutnya yang lebih baik.

22
DAFTAR PUSTAKA
Hapsari, S., dkk., 2014, Undang-Undang Kesehatan, EGC, Jakarta.
Permenkes, 2017, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2017, Depkes Ri, Jakarta.
Permenkes, 2000, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
949/Menkes/Per/Vi/2000 Tentang Registrasi Obat Jadi Menteri Kesehatan,
Depkes Ri, Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai