Anda di halaman 1dari 17

BIOFARMASI SEDIAAN RECTAL

DOSEN : Prof. Dr. Teti Indrawati, MS., Apt.

DISUSUN OLEH:

1. Windi Diana Sari (18334006)

2. Puspita Eka Rahayu (18334007)

3. Wahida Aulia Zain (18334010)

4. Tri Wahyu Cahyantini (18334011)

5. Anggit Melvina (18334012)

6. Yulianti (19334711)

7.

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

FAKULTAS FARMASI

JAKARTA

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Biofarmasi Sediaan Rectal” ini dengan baik. Sekiranya makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam proses belajar maupun mengajar.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki isi makalah ini
agar kedepannya dapat lebih baik lagi.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman dan
pengetahuan yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan seperti kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, November 2020

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Rektum merupakan salah satu organ terakhir dari usus besar pada
manusia dan beberapa jenis mamalia lainnya yang berakhir di anus. Organ
ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi.
Pemberian obat baik bentuk padat maupun cair pada terapi pengobatan
maupun perawatan di rektum akan mengalami suatu proses
farmakodinamika (absorbsi, distribusi, metabolisme, serta ekskresi) yang
berupa serangkain system dari pemberian hingga penyerapan molekul zat
aktif pada reseptor. Rangkaian ini merupakan rincian dari DDS (Drug
Delivery System).
DDS adalah istilah yang terkait erat dengan penghantaran (delivery)
senyawa farmasetik (obat) pada manusia atau binatang. Sistem penghantaran
obat yang berkaitan dengan jumlah zat aktif yang diharapkan dapat
dilepaskan sesuai dengan kinetika yang dikehendaki sehingga mencapai
tempat tertentu dalam tubuh dimana titik penyerapan optimal. Merupakan
suatu kesatuan struktur yang mempengaruhi ketersediaan hayati zat aktif.
Potensi untuk pengembangan bentuk sediaan oral sangat terbatas untuk
bahan aktif yang kurang diserap dalam saluran pencernaan bagian atas (GI)
dan tidak stabil untuk enzim proteolitik. Populasi pasien tertentu, terutama
anak-anak, orang tua, dan mereka dengan masalah menelan, sering sulit
diobati dengan tablet oral dan kapsul.
Selain itu, pengobatan beberapa penyakit yang terbaik dicapai dengan
administrasi langsung di dekat daerah yang terkena, terutama dengan
penyakit yang melibatkan mata, berhubung dgn telinga, kulit, rongga mulut,
dan jaringan anorectal. Meskipun oral dapat digunakan untuk obat yang
ditargetkan untuk beberapa jaringan yang sakit, paparan wadah seluruh

3
tubuh terhadap obat diberikan tidak efisien dan dapat mengakibatkan efek
samping yang tidak diinginkan.
Pemberian obat rektal ini bisa menerima, namun hanya untuk
pemberian obat lokal dan sistemik. Ini telah efektif digunakan untuk
mengobati penyakit lokal daerah anorectal serta memberikan obat sistemik
sebagai alternatif untuk pemberian oral.

II. Rumusan masalah


Bagaimana anatomi rektum, kinetika, contoh obat sediaan rektal?

III. Tujuan
1. Mengetahui anatomi rektum
2. Mengetahui kinetika (penyerapan) sediaan rektal
3. Mengetahui contoh obat-obat sediaan rektal.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rektum
Rektum adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis
mamalia yang berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Rektum


Rektal atau rektum merupakan salah satu organ dalam saluran
pencernaan yang diketahui sebagai bagian akhir proses ekskresi feses
sebelum anus. Rectal merupakan bagian dari kolon.

Anatomi Rektum Dan Anus

5
Luas permukaan rectal 200-400 cm2, pada saat kosong rectum
mengandung sejumlah kecil cairan (1-3 ml) dengan kapasitas buffer yang
rendah; pH sekitar 7,2 karena kD(kecepatan disolusi), pH akan bervariasi
sesuai obat yang terlarut di dalamnya. Panjang dari kolon sekitar 5 kaki (150
cm) dan terbagi lagi menjadi 5 segment. Rectum adalah segmen anatomi
terakhir sebelum anus yang merupakan bagian distal usus besar.
Rectum memiliki panjang pada manusia dewasa rata-rata 15-19 cm, 12-14
cm bagian pelvinal sampai 5-6 cm bagian perineal, pada bagian teratas
dibungkus dengan lapisan peritoneum. Sedang pada bagian bawah tidak
dibungkus dengan peritoneum maka disebut pula dengan rectal ampula.Yaitu
membrane serosa yang melapisi dinding rongga abdomen dan pelvis dan
melapisi visera.Kedua lapisan tersebut menutupi ruang potensial, rongga
peritoneum.Anal canal memiliki panjang 4-5 cm.

Rektum dialiri 3 jenis pembuluh darah  :


a) Vena haemorrhoidales superior yang bermuara ke vena mesentericum
inferior, selanjutnya masuk kedalam vena porta, dan juga membawa darah
langsung ke peredaran umum.
b) Vena haemorrhoidales medialis dan vena haemorhoidales inferior yang
bermuara ke venae cava inferior dengan perantara venae iliaca interna
selanjutnya membawa darah ke peredaran umum (kecuali hati).

6
c) Vena haemorrhoidales anterior = Vena haemorrhoidales medialis 
 Volume cairan dalam rektum sangat sedikit ( 2 mL) sehingga laju
difusi obat menuju tempat absorpsi lebih lambat.
 pH cairan rektum netral 7,2 -7,4, sehingga kemungkinan obat melarut
lebih kecil dibanding oral yang terdiri dari beberapa bagian.
 Adanya feses menghambat penyerapan, sehingga sebaiknya pemberian
sediaan setelah defekasi. 
Rektum mempunyai dua peranan mekanik, yaitu sebagai tempat penampungan
feses dan mendorongnya saat pengeluaran.
Pada bagian anus terdapat jaringan kulit subkutan yang tebal. Valve adalah
lipatan membrane di dalam saluran atau kanal yang mencegah aliran balik
refluks isi yang melaluinya. Levator berupa otot yang mengangkat organ atau
struktur
2.3 Mekanisme Absorbsi Sediaan Rectal
Absorbsi obat melalui rectum/rectal dengan cara mekanisme absorpsi terutama
secara difusi pasif. Bioavailabilitas relatif rendah, karena kelemahan-
kelemahan yang dimiliki oleh sediaan rectal seperti obat tercampur dengan
feses yang ada directum yang memperlambat absorbs obat,absorbs tidak
sempurna karena cairan dalam rectum untuk disolusi obat terbatas,tidak
sebanyak cairan gastrointestinal .Waktu Pemberian Obat  Waktu pemberian
obat melalui rektum yang tepat ialah post-defaecatio, supaya obat tidak cepat
dikeluarkan sebelum sempat  diabsorpsi.

Mekanisme Kerja Supositoria


Pemahaman anatomi rektum dan cara penyerapan zat aktif dalam organ tubuh
dari rektum, mekanisme kerja supositoria dibagi atas tiga kelompok :

 Supositoria berefek mekanik

Terutama pada supositoria gliserin, terjadi fenomena osmose yang


disebabkan oleh afinitas gliserin terhadap air. Hal tersebut menyebab-kan
eksudasi usus sehingga menimbulkan gerakan peristaltik.

7
 Suppositoria berefek setempat

Termasuk dalam kelompok ini adalah supositoria anti wasir. Formula anti
wasir sangat banyak dan sebagian besar sangat spesifik. Ke dalam basis
supositoria yang sangat beragam kadang-kadang ditambahkan senyawa
peringkas pori, baik dengan cara penyempitan maupun hemostatik seperti
senyawa hemamilidis atau buah sarangan dari India, adrenalina ataupun
antiseptik seperti iodoform. Pemakaian setempat juga berlaku untuk
supositoria betanaftol yang digunakan sebagai obat cacing.

 Suppositoria berefek sistemik


 Suppositoria nutritif digunakan pada penyakit tertentu dimana
saluran cerna tidak dapat menyerap makanan. Hanya dapat
diberikan makanan yang langsung diserap (misalnya pepton),
karena rektum tidak dapat mencerna. Selain melalui supositoria
dapat juga diberikan melalui lavement.
 Suppositoria berefek obat,Supositoria tersebut mengandung zat
aktif yang harus diserap, mempunyai efek sistemik dan bukan efek
setempat.Contoh : aminofilin dan teofilin untuk asma,
chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan
hipnotif, aspirin untuk analgesik antipiretik, dll.

2.4 Penyerapan Obat pada Rektum


Penyerapan rektum dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang juga
mempengaruhi proses penyerapan pada cara pemberian lainnya, kecuali intra
vena dan intaarteri.
Penyerapan perektum dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Kedudukan sediaan obat setelah pemakaian
b. Penempatan sediaan obat di dalam rectum
c. pH cairan rectum
d. Konsentrasi zat aktif dalam cairan rectum

8
Penyerapan di rektum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu:
1. Lewat pembuluh darah secara langsung
2. Lewat pembuluh getah bening
3. Lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati.
Rektum dan kolon mampu menyerap banyak obat yang diberikan secara
rektal untuk tujuan efek sistemik. Hal ini dapat menghindari pengrusakan
obat atau obat menjadi tidak aktif, karena pengaruh lingkungan perut atau
usus. Obat yang diabsorpsi melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui
hati dulu, sehingga tidak mengalami detoksikasi atau biotransformasi yang
mengakibatkan obat terhindar dari tidak aktif (Aiache dan Devissaquet,
1993).

Kinetika Pre-Disposisi Zat


Pelelehan/peleburan; bahan pembawa dan sediaan obat →leleh →
pelarutan (zataktif berpindah ke cairan rektum) → proses difusi →absorbsi.
Kinetik predisposisi terdiri atas dua tahap yaitu:
1. Penghancur sediaan yang ditujukan untuk menimbulkan efek farmakologi
jauh lebih cepat.
2. Pemindahan dan pelarutan zat aktif kedalam cairan rektum diikuti difusi
menuju membran yang akan dibacanya (untuk efek setempat) atau
berdifusi melintasi embran agar dapat mencapai sistem peredaran
darah(efek sistemik).
 Sifat zat aktifnya
 Kelarutan zat aktif
 Koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rectum

Lintas Membran Sediaan Rectal


Membran rektum terdiri dari sel epitel yang sifat lipidanya terjadi terutama
oleh mekanisme transport pasif yang  tergantung pada :
»» Koefisien partisi zat aktif dalam minyak/air
»» pKa zat aktif
»» pH cairan yang merendam membran (bersifat netral (7,5 sampai  8)

9
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat
Absorpsi obat dari supositoria rektal dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: faktor fisiologis, faktor fisika kimia dari obat dan bahan dasarnya.
1). Faktor Fisiologis Sejumlah obat tidak dapat diberikan secara oral,
karena obat-obat tersebut dipengaruhi oleh getah pencernaan atau aktivitas
terapetisnya diubah oleh hati sesudah diabsorpsi (Coben dan Lieberman,
1994).
 Kandungan Kolon Efek sistemik dari supositoria yang
mengandung obat, absorpsi yang lebih besar lebih banyak terjadi
pada rektum yang kosong dari pada rektum yang digelembungkan
oleh feses. Obat lebih mungkin berhubungan dengan permukaan
rektum dan kolon yang mengabsorpsi dimana tidak ada feses. Oleh
karena itu bila diinginkan suatu enema untuk mengosongkan dapat
digunakan dan dimungkinkan pemberiannya sebelum penggunaan
supositoria dengan obat yang diabsorpsi (Ansel, 1989).
 Jalur Sirkulasi Obat yang diabsorpsi melalui rektum, tidak melalui
sirkulasi portal sewaktu perjalanan pertamanya dalam sirkulasi
yang lazim, dengan cara demikian obat dimungkinkan untuk
dihancurkan dalam hati untuk memperoleh efek sistemik.
Pembuluh hemoroid bagian bawah yang mengelilingi kolon
menerima obat yang diabsorpsi lalu mulai mengedarkannya ke
seluruh tubuh tanpa melalui hati. Sirkulasi melalui getah bening
juga membantu pengedaran obat yang digunakan melalui rektum
(Ansel, 1989). c). pH dan tidak adanya kemampuan mendapar dari
cairan rektum. Cairan rektum netral pada pH 7-8 dan kemampuan
mendapar tidak ada, maka bentuk obat yang digunakan lazimnya
secara kimia tidak berubah oleh lingkungan rektum (Ansel, 1989).
2). Faktor Fisika Kimia dari Obat dan Basis Supositoria Faktor fisika-
kimia dari basis melengkapi kemampuannya melebur, melunak atau
melarut pada suhu tubuh, kemampuannya melepaskan bahan obat dan sifat
hidrofilik atau hidrofobiknya.

10
 Kelarutan lemak air Suatu obat lipofilik yang terdapat dalam suatu
basis supositoria berlemak dengan konsentrasi rendah memiliki
kecenderungan yang kurang untuk melepaskan diri ke dalam cairan
disekelilingnya dibandingkan bila ada bahan hidrofilik pada basis
berlemak, dalam batas-batas mendekati titik jenuh. Semakin
banyak obat terkandung dalam basis, semakin banyak pula obat
yang mungkin dilepas untuk diabsorpsi yang potensial. Tetapi jika
konsentrasi obat pada lumen usus halus berada di atas jumlah
tertentu yang berbeda dengan obat tersebut, maka kadar yang
diabsorpsi tidak diubah oleh penambahan konsentrasi obat (Ansel,
1989).
 Ukuran partikel Obat dalam supositoria yang tidak larut, maka
ukuran partikelnya akan mempengaruhi jumlah obat yang dilepas
dan melarut untuk absorpsi. Semakin kecil ukuran partikel,
semakin mudah melarut dan lebih besar kemungkinannya untuk
dapat lebih cepat diabsorpsi (Ansel, 1989).
 Sifat basis Basis harus mampu mencair, melunak atau melarut
supaya melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorpsi. Apabila
terjadi interaksi antar basis dengan obat ketika dilepas, maka
absorpsi obat akan terganggu bahka n dicegahnya. Apabila basis
mengiritasi membran mukosa rektum, maka ia akan mulai respons
kolon untuk segera buang air besar, mengurangi kemungkinan
penglepasan atau absorpsi dari obat dengan cermat. Interaksi secara
kimia atau fisika antar bahan obat dengan basis supositoria akan
dapat mempengaruhi stabilitas dan bioavaibilitas dari obat (Ansel,
1989).

11
2.5 Obat – Obat pada Rektal
No Golongan Contoh obat Bentuk Sediaan Indikasi
1. Anti Konvulsan Diazepam Gel Mengatasi
gelisah yang
berlebihan,
gemetaran
dan kegilaan
tiba-tiba
2. Obat Pra Operasi dan Induksi Pramoxine HCl Salep Anastesi
Lokal
Anestesi
3. Analgesik Pronalges Suppositoria Mengobati
nyeri
Ketoprofen Suppositoria
arthritis atau
sakit gigi
yang parah
4. Antiemetik Alizapride Suppositoria Mengobati
rasa mual
dan muntah-
muntah
5. Senyawa anti bakteri Metronidazole Suppositoria Infeksi yang
disebabkan
trichomonal
vaginitis dan
bacterial
vaginosis
6. Xantin Aminophilin Suppositoria Meringankan
penyakit
asma

1. Rektal semisolid
Rektal cream, gels dan ointments digunakan untuk pemberian topical ke area
perianal. Beberapa produk rectal cream, gel, dan ointment komersial yaitu :

12
2. Rektal larutan
Rektal suspensi, emulsi, atau enema pada sediaan rectal sangat sedikit
digunakan, karena tidak menyenangkan dan kepatuhan pasien rendah.
Contoh : rowasa rectal suspension enema (mesalamine), asacol rectal
suspension enema (mesalazine).

3. Rektal aerosol
Rektal aerosol atau busa rektal aerosol disertai dengan aplikator untuk memudahkan
penggunaannya. Aplikator dimasukkan kedalam wadah berisi produk, serta terdapat
alat pengatur dosis obat aerosol. Aplikator dimasukkan kedalam anus dan obat dapat
diberikan melalui rektal. Contoh rektal aerosol : Proctofoam HC, Cortifoam

4. Suppositoria

13
Suppositoria adalah obat solid (padat) berbentuk peluru yang
dirancang untuk dimasukkan ke dalam anus/rektum (suppositoria rektal),
vagina (suppositoria vagina) atau uretra (suppositoria uretra).
Suppositoria umumnya terbuat dari minyak sayuran solid yang
mengandung obat. Profeid supositoria, Dulcolax supositoria,  Stesolid
supositoria, Boraginol supositoria, Tromos supositoria, dll.

Cara Menggunakan Sediaan Rektal


1. Cuci tangan 

2. Gunakan sarung tangan

3. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa

4. Olesi ujung obat supositoria dengan pelicin

5. Minta pasien mengambil posisi tidur miring (sims) lalu regangkan bokong
dengan tangan kiri. Kemudian masukkan supositoria dengan perlahan
melalui anus, sfingter interna dan mengenai dinding rektal kurang lebih 10
cm pada orang dewasa, dan kurang lebih 5 cm untuk anak/bayi

6. Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan
tisu 

14
7. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang/miring selama kurang
lebih 15 menit

8. Kemudian lepaskan sarung tangan

9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan 

Keuntungan Pemberian Obat lewat Rektal


a. Baik untuk pasien yang mengalami mual dan muntah
b. Baik untuk pasien yang tidak sadar
c. Baik untuk pasien yang menderita penyakit pencernaan bagian atas yang
dapat mempengaruhi absorpsi obat
d. Metabolisme lintas pertama dihindari sebagian

Kerugian Pemberian Obat lewat Rektal


a. Dapat menimbulkan peradangan bila digunakan terus menerus
b. Absorpsi obat tidak teratur
c. Tidak menyenangkan
d. Onset of action lebih lama

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
 Rektum adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis
mamalia yang berakhir di anus. Rektal atau rectum merupakan salah satu
organ dalam saluran pencernaan yang diketahui sebagai bagian akhir proses
ekskresi feses sebelum anus. Rectal merupakan bagian dari kolon. Terdapat
empat lapisan rektum dari arah luar ke dalam berurutan: lapisan serosa
peritoneal, lapisan otot, lapisan bawah mukosa, dan lapisan mukosa

 Penyerapan rektum dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang


juga mempengaruhi proses penyerapan pada cara pemberian lainnya,
kecuali intra vena dan intaarteri. Penyerapan di rektum dapat terjadi dengan
tiga cara yaitu: lewat pembuluh darah secara langsung, lewat pembuluh
getah bening, dan lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati
.
 Rektal dibagi menjadi rectal semisolid seperti cream dan gel,
contohnya anusol; rektal larutan, contohnya asacol rectal suspension enema
(mesalazine); rektal aerosol, contohnya Proctofoam HC, Cortifoam; dan
supossitoria, contohnya dulcolax supossitoria, dll.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan

Indonesia.

Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.

Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : Buku

Kedokteran EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai