Anda di halaman 1dari 23

FARMAKOLOGI DALAM KEPERAWATAN

MAKALAH

Oleh:

Devi Saputri

NIM 152310101016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2016

i
ANALISA ARTIKEL

MANFAAT TUMBUHAN KUMIS KUCING SEBAGAI ANTI DIURETIK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi dalam Keperawatan

Dosen pembimbing: Ns. Rondhianto, M.Kep.

Disusun oleh:

Devi Saputri

NIM 152310101016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2016
ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Analisa Pemanfaatan Hasil-hasil Pertanian dalam Pengobatan dengan Judul

Manfaat Tumbuhan Kumis Kucing sebagai Anti Diuretik

yang disusun oleh:

Nama : Devi Saputri

NIM : 152310101016

telah disetujui untuk diseminarkan dan dikumpulkan pada:

hari/tanggal: 24 Oktober 2016

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau reproduksi ulang
makalah yang telah ada.

Penyusun,

Devi Saputri

Mengetahui,

Penanggung jawab mata kuliah Dosen Pembimbing

Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep. Ns. Rondhianto, M.Kep.

NIP 197612192002122003 NIP 197803232005012002

iii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang tentang Manfaat Tumbuhan Kumis Kucing sebagai Anti
Diuretik. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
Farmakologi dalam Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Universitas
Jember. Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi kami;
2. Ns. Rondhianto, S.Kep., M.Kep selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
arahan dan bimbingan yang berperan besar terhadap makalah ini;
3. Keluarga di rumah yang senantiasa memberikan dorongan dan doanya demi
terselesaikannya makalah ini;
4. Semua pihak yang secara tidak langsung maupun langsung membantu dalam
penyelesaian makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Kami juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, 23 Oktober 2016

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL................................................................................................i
HALAMAN JUDULii
HALAMAN PENGESAHAN.iii
KATA PENGANTAR ....iv
DAFTAR ISI.v
BAB 1. PENDAHULUAN..1
1.1 Latar Belakang.1
1.2 Tujuan...2
Bab 2. Konsep Dasar Obat Tradisional ..3
2.1 Definisi ..3
2.3 Tingkatan obat tradisional ..3
2.3 Syarat-Syarat Obat Tradisional (Safety Drug) .4
2.4 Peraturan terkait obat dan pengobatan tradisional...7
Bab 3. Analisa Artikel 8
3.1 Jenis Tanaman Obat Tradisional .8
3.2 Kandungan Dalam Obat Tradisional ..10
3.3 Farmasetika 10
3.4 Farmakokinetik...11
3.5 Farmakodinamik 12
3.6 Dosis.13
3.7 Indikasi dan Kontraindikasi..13
3.8 Efek Samping Obat14
3.9 Hal-hal yang harus diperhatikan..14
3.10 Implikasi keperawatan...15
BAB 4. PENUTUP16
4.1 Kesimpulan .16
4.2 Saran16
DAFTAR PUSTAKA.17
LAMPIRAN.18

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman merupakan peranan penting untuk perkembangan makhluk hidup.
Indonesia adalah negara yang kaya dengan berbagai ragam tanaman. Indonesia sebagai
negara yang beriklim tropis, yang memiliki tanah yang subur dan sangat cocok sebagai
tempat tumbuh kembang berbagai macam jenis atau spesias tanaman. Berbagai jenis
tanaman dan zat yang terkandung di dalamnya berkhasiat sebagai obat tradisional yang
dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Mengenali tanaman yang berkhasiat untuk pengobatan diperlukan suatu sistem
pengelompokan atau pengklasifikasian berdasarkan ciri-ciri morfologi, habitat dan
manfaatnya. Tubuh manusia lebih mudah menerima obat dari bahan alami dibandingkan
dengan obat kimiawi. Karena obat yang bersifat alami, efek sampingnya tidak sekeras
efek obat- obatan kimia.
Penemuan obat-obatan modern ini ternyata mendukung penggunaan obat
tradisional, banyak obat-obatan modern yang dibuat dari tanaman obat. Dalam makalah
ini akan dijabarkan salah satu tanaman yang berkhasiat untuk obat yaitu Kumis Kucing
(Orthosiphon aristatus)
Kumis kucing merupakan salah satu tanaman obat yang di kenal di kalangan
masyarakat, tanaman ini berupa tumbuhan berbatang basah yang tegak. Tanaman ini
dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea plants/java tea (Inggris), giri-giri marah
(Sumatera), remujung (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan songot koneng (Madura).
Tanaman Kumis kucing berasal dari wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke
wilayah Asia dan Australia.
Kumis kucing merupakan salah satu tanaman yang di gunakaan sebagai obat
herbal, karena kumis kucing banyak manfaat nya salah satu nya memperlancar buang air
kecil (diuretik). Kandungan yang ada pada kumis kucing adalah minyak atsiri, glikosid,
ortosiponin, saponin, asam organik, minyak lemak, zat samak, dan garam kalium.

1
Kumis kucing diduga mempunyai efektifitas farmakologi yaitu efek diuretik. Uji
efek diuretik pada daun kumis kucing masih sangat sedikit dilakukan. Penggunaan daun
kumis kucing sebagai diuretik memrlukan waktu yang cukup panjang , dimulai uji
preklinik dan uji klinik.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Mampu mengenali tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus)
b. Mampu mengetahui klasifikasi, ciri-ciri morfologi, produk dari kumis kucing
c. Mampu menyebutkan zat berkhasiat atau zat kimia yang terkandung di dalamnya
d. Mampu menjelaskan farmasetika, farmakokinetik, dan farmakodinamiknya
e. Mampu mengetahui dosis, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping obatnya
f. Mampu menjelaskan implikasi keperawatannya

2
BAB 2
KONSEP DASAR OBAT TRADISIONAL

2.1 Definisi
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang
secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat
tradisional merupakan obat yang bahannya berasal dari alam sekitar dan biasanya telah
teruji secara empiris dalam waktu yang cukup lama di masyarakat. Pengolahan obat
tradisional pada awalnya menggunakan cara-cara dan peralatan yang masih manual.
Dengan berjalannya waktu, pengolahan sediaan obat ini dilakukan dengan cara yang lebih
praktis dan diuji secara klinis.

Menurut Materia Medika Indonesia (1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga
kategori, yaitu:
a. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum
berupa zat kimia murni.
b. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia pelikan (mineral)
Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni

2.2 Tingkatan Obat Tradisional


Obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis tingkatan berdasarkan basis
kimia modern, yaitu jamu, obat herbal berstandar, dan fitofarmaka.

3
a. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara
tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan
yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu
tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jamu ini
dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang
disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5
10 macam bahkan lebih.
Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun
selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan
keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
b. Obat Herbal Terstandar (Scientific Based Herbal Medicine)
Obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang disajikan
dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman
obat, binatang, maupun mineral. Proses ini membutuhkan
peralatan yang lebih kompleks dan mahal, ditambah dengan tenaga
kerja yang memiliki pengetahuan maupun keterampilan pembuatan
ekstrak. Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah
ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-klinis seperti
standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat,
standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun
kronis.
c. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)
Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan
alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses
pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti
ilmiah sampai dengan uji klinis pada manusia.. Dengan uji klinis
akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan
obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara klinis
dan empiris.

4
2.3 Syarat Obat Tradisional
a. Bahan-bahan obat tradisional harus memiliki syarat-syarat berikut:
1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilarang mengandung:
a) Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;
b) Narkotika atau psikotropika;
c) Bahan yang dilarang
d) hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
2) Obat tradisional dilarang dalam bentuk sediaan :
a) Intravaginal;
b) Tetes mata;
c) Parenteral;
d) Supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.
3) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk sediaan
cairan obat dalam tidak boleh mengandung etil alkohol dengan kadar lebih besar
dari 1% (satu persen), kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya
dengan pengenceran. (Dirjen BPOM, 2005)
b. Jenis Sediaan Obat Tradisional
1) Serbuk (berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok; bahan bakunya
berupa simplisia/bahan kering):
a) Kadar air tidak lebih dari 10%
b) Angka kapang (semacam jamur yang biasanya tumbuh pada permukaan
makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak di olah), dan khamir (ragi)
tidak lebih dari 10.
c) Mikroba patogennya negatif/nol.
d) Aflatoksin tidak lebih dari 30 bpj (bagian per juta).
e) Serbuk dengan bahan baku simplisia dilarang ditambahkan bahan pengawet.
f) Wadah tertutup baik, disimpan pada suhu kamar, ditempat kering dan
terlindung dari sinar matahari.
2) Kapsul (obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak):
a) Waktu lunak tidak lebih dari 15 menit.
b) Isi kapsul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
c) Kadar air isi kapsul tidak lebih dari 10%

5
d) Angka kapang dan khamir tidak lebih dari 10
e) Aflatoksis tidak lebih dari 30 bpj.
f) Dalam wadah tertutup baik, disimpan pada suhu kamar, ditempat kering dan
terlindung dari sinar matahari.

c. Aturan Kemasan
Kemasan obat tradisional memiliki aturan-aturan yang jelas dari BPOM.
Desain kemasan obat yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan ini akan ditolak oleh
BPOM, menjadikan produk tersebut tidak memiliki nomor registrasi dan menjadi
ilegal bila diedarkan.
Beberapa aturan Desain Kemasan Obat Tradisional BPOM:
1) Merek
2) Ilustrasi
3) Khasiat
4) Nomor regristrasi
5) Logo Obat Tradisional/Jamu dibagian kiri atas. Penggunaan warna logo juga tidak
bisa diubah, standar warna yang digunakan adalah warna hijau tua
6) Nama produsen
7) Komposisi produk
8) Peringatan/Perhatian (optional dari BPOM)
9) Netto/Isi
10) Khasiat produk pada kemasan obat tradisional harus sama dengan sertifikat yang
diberikan oleh BPOM. Khasiat tidak boleh dilebih-lebihkan.
11) Cantumkan cara penyimpanan agar kandungan produk tidak mudah kadaluarsa.
12) Dosis
13) Nomor produksi dan tanggal kadaluarsa, sehingga mudah mengecek tanggal
produksi, ataupun hal lain seperti pengajuan komplain dari konsumen atas
ketidakpuasan isi produk.
14) Logo halal.

6
2.4 Peraturan terkait obat dan pengobatan tradisional
Peraturan yang ada di Indonesia dalam pelaksanaan pengobatan tradisional antara lain
yaitu:
a. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 47 tantang Pengobatan
Tradisional.
b. Peraturan Menkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tentang Fitofarmaka
c. Keputusan Menkes RI No. 1076/Menkes/SK/VII?2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional
d. Permenkes No. 1109/Menkes/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Komplementer Alternative di Fasilitas Kesehatan.
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha
lndustri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.

7
BAB 3
ANALISA ARTIKEL

3.1 a. Nama Ilmiah Tanaman Kumis Kucing


Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon stamineus (Benth)

b. Ciri ciri Tanaman Kumis Kucing


1) Akar
Berakar tunggang, bentuk bulat, berkayu dan bercabang-cabang, ujung
percabangan ukurannya semakin mengecil, berwarna putih kekuningan,
panjangnya bisa mencapai lebih dari 25 cm. Batangnya berbentuk persegi empat
agak beralur, berwarna hijau keunguan dan berdiameter sekitar 1,5 cm, bercabang-
cabang dan pada ruas-ruas batang bagian bawah keluar akar.
2) Daun
Daun berbentuk bulat telur, lonjong, berwarna hijau, panjang < 10 cm dan lebar 3
5 cm. Tangkai berbentuk bulat, berwarna ungu kehijauan, atau hijau tergantung
varietas. Posisi daun pada batang berhadapan dan selang-seling, tulang daun
bercabang-cabang.
3) Bunga
Bunga dibagi 2 yaitu bunga tunggal dan bunga majemuk.
a) Bunga tunggal berbentuk bibir, mahkota berwarna putih atau putih keunguan.
Bagian atas mahkota ditutupi rambut pendek berwarna putih keunguan. Ujung
helai bunga berbentuk tumpul dan bundar. Benang sari mencuat keluar
menyerupai kumis kucing, karena itu dikenal dengan nama kumis kucing.
8
b) Bunga majemuk keluar dari ujung percabangan, berwarna putih atau putih
keunguan, panjang sekitar 7 29 cm dan ditutupi oleh rambut dengan panjang
1 6 mm, kelopak bunga berurat, pangkalnya berambut pendek dan jarang
sedangkan di bagian teratas gundul.
4) Biji
Biji kumis kucing yang masih muda berwarna putih kehitaman dan biji yang sudah
tua berwarna cokelat kehitaman. Bentuk biji bulat lonjong, berukuran sekitar 1
mm.

Gambar 1.1 Kumis Kucing (Orthosiphon Stamineus)

c. Produk Obat Tradisional dari tumbuhan Kumis Kucing

9
3.2 Kandungan dalam Obat Tradisional
Zat- zat yang terkandung di dalam Kumis Kucing dan indikasi/manfaatnya

3.3 Farmasetika
Bahan Sediaan Obat
a. Infusa (Infus)
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati
dengan air pada suhu 90o C selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara
yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti
daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang
mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan
penutup pada pembuatan infuse.

10
b. Dekokta (Dekok)
adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada
suhu 90o C selama 30 menit.
c. Tea (Teh)
Pembuatan sediaan teh untuk tujuan pengobatan banyak dilakukan berdasarkan
pengalaman seperti pada pembuatan infus yang dilakukan pada teh hitam sebagai
minuman.
d. Extracta (Ekstrak)
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari simplisia
menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering
harus mudah digerus menjadi serbuk.
e. Kapsul
Kapsul menjadi salah satu sediaan farmasi yang diproduksi oleh industri maupun
apotek. Kapsul didefinisikan sebagai sediaan padat yang terdiri dari obat dalam
cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang dapat dibuat dari pati, gelatin,
atau bahan lainnya yang sesuai.

3.4 Farmakokinetik
- Adsorpsi
Pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus
halus. Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke
seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi.
Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga menurunkan
jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang diberikan harus
banyak.
- Distribusi
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan
dan cairan tubuh. Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor
yaitu aliran darah dan ikatan protein.
- Metabolisme dan Ekskresi
Glomerulus
Menerima darah dari arteriola eferen dan meneruskan darah ke sistem vena
melalui arteriola eferen. Kalium di filtrasi secara bebas. Diperkirakan 10-20%

11
kalium plasma terikat oleh protein dan tidak bebas di filtrasi sehingga kalium
dalam keadaan normal
Tubulus Proksimal Konvulta
Kalium di resorpsi lebih dari 70%, kemungkinan dengan mekanisme transportasi
aktif akan terpisah dari resorpsi natrium.
Ansa Henle
Kalium terfiltrasi sekitar 20-25% diabsorpsi pada pars asendens lengkung henle
proses pasti terjadi karena gradien elektrokimia yang timbul sebagai akibat dari
reabsorpsi aktif klorida pada segmen nefron ini
Tubulus Distal Konvulta
Sekresi kalium terjadi secara murni. Suatu proses pasif yang terjadi karena gradien
elektrokimia yang ditimbulkan oleh perbedaan besar potensial pada segmen nefron
ini. Gradien ini dipertahankan oleh pertukaran aktif natrium dan kalium pada
membran basolateral sel tubulus. Mekanisme ini dikendalikan oleh aldosteron
yang mengendalikan tubulus distal terhadap sekresi kalium.
Duktus Koligen Medula
Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorpsi dan menyekresi kalium. Ekskresi
aktif kalium diperlihatkan pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh
aldosteron. Reabsorpsi aktif kalium murni terjadi dalam duktus koligen medulla.

3.5 Farmakodinamik
Ekstrak daun kumis kucing memiliki aktivitas diuretik dapat dilihat dari terjadinya
peningkatan volume output urin disertai peningkatan jumlah ekskresi elektrolit dimana
salah satu yang paling signifikan yaitu peningkatan ion kalium (K+). Peningkatan jumlah
ekskresi ion kalium ini dapat berhubungan efek diuretik yang terjadi, terkait dengan
pompa ion Na K ATPase. Reabsorpsi ion natrium yang tinggi di proksimal menyebabkan
peningkatan penghantaran melewati distal dan peningkatan sekresi ion kalium ke dalam
lumen tubular.
Peningkatan jumlah ekskresi ion kalium dapat terjadi karena terjadi peghambatan
absorpsi ion kalium oleh ekstrak, atau terjadi perangsangan sekresi ion kalium, atau
keduanya sehingga dapat terjadi retensi ion kalium di tubul ginjal dan aliran osmotik air.
Semakin banyak ion kalium yang tertahan di lumen tubul ginjal, semakin sedikit air yang
diabsorpsi sebagai efek dari aktivitas diuretic.

12
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak daun kumis kucing memiliki aktivitas diuretik
yang dapat ditunjukkan dari afinitasnya yang tinggi terhadap antagonis reseptor
Adenosine A1. Antagonis reseptor Adenosine A1 bekerja sebagai penginduksi diuresis
dengan peningkatan ekskresi air dan natrium dengan cara penghambatan reabsorpsi
natrium di tubulus proksimal dan juga memicu terjadinya dilatasi arteriol aferen.

3.6 Dosis
a. Dosis Minimal Obat Kumis Kucing
- 2 gram simplisia dalam 150 mL air 2 kali sehari
- 6 gram per hari
b. Dosis Maksimal Obat Kumis Kucing
- 3 gram simplisia dalam 150 mL 2 kali sehari
- 12 gram per hari
c. Dosis Toksik/ Letal Obat Kumis Kucing
- > 3 gram simplisia dalam 150 mL > 2 kali sehari
- > 12 gram per hari
-

3.7 Indikasi dan Kontraindikasi

3.7.1 Indikasi

Beberapa manfaat atau khasiat Orthoshipon aristatus di dunia farmasi yaitu yang
utama untuk memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik). Mekanisme kerja
obat diuretic yaitu menghambat reabsorpsi elektrolit Na+ pada bagian-baguan
nefron yang berbeda, akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam
jumlah yang banyak dibandingkan bila dalam keadaan normal bersama-sama air,
yang mengangkkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik
sehingga meningkatkan volume urin.

Selain itu, Orthosiphon stamineus bermanfaat untuk rematik, batuk, encok


(gout arthritis), demam, sembelit, sakit pinggang, radang ginjal, batu ginjal
(kalium pada tanaman obat kumis kucing berkhasiat diuretik yaitu memperlancar
buang air kecil sehingga dapat mencegah dan membantu melarutkan batu ginjal),
kencing manis, infeksi saluran kencing (cystitis), albuminuria, syphilis, hipertensi

13
(kandungan kalium yang dimilikinya dapat merangsang pengeluaran cairan dalam
tubuh. jika proses pengeluaran kemih lancar, otomatis tekanan darah akan turun),
amandel, keputihan (kandungan saponin dan tanin pada daun kumis kucing bisa
mengobati keputihan), batu kantung empedu, menstabilkan gula darah, radang
prostat, asam urat

3.7.2 Kontra Indikasi


a. Pasien disfungsi jantung dan ginjal
Peringatan dan perhatian khusus dalam penggunaan: Java tea tidak
dianjurkan digunakan pada pasien dengan edema akibat gangguan fungsi
ginjal. Peringatan ini tidak didukung oleh data uji klinik maupun non klinik.
Namun hal ini tetap merupakan peringatan yang masuk akal karena intake
cairan tidak direkomendasikan pada kasus seperti ini.
b. Anak-anak
Penggunaannya tidak direkomendasikan pada anak-anak usia dibawah
18 tahun karena masih minimnya data mengenai penggunaannya pada usia
tersebut. Selama penggunaannya, intake cairan yang tepat direkomendasikan.
c. Hamil dan menyusui
Tidak ada yang tersedia untuk penggunaan Java tea pada wanita hamil
dan menyusui. Belum ada data mengenai keamanan penggunaannya selama
kehamilan dan menyusui. Oleh karena itu penggunaannya dalam kondisi
tersebut tidak direkomendasikan.

3.8 Efek Samping Obat Kumis Kucing


Penelitian yang dilakukan terhadap tikus menunjukkan tidak adanya efek samping dan
gejala toksisitas akut maupun subkronik.

3.9 Hal- hal yang harus diperhatikan


a. Tumbuhan Kumis Kucing ini belum kuat pada penelitiannya mengenai proses
farmakologi di dalam tubuh
b. Berhati- hati dengan pengonsumsi kumis kucing yang mempunyai disfungsi
jantung dan ginjalnya.

14
c. Mekanisme kerja Orthosiphon stamineus masih dalam dugaan dan belum kuat
adanya penelitian yang dapat menunjukkan proses mekanime kerja di dalam tubuh.

3.10 Implikasi Keperawatan


Peran perawat dalam pemberian obat:
a. Pelaksana
Peran perawat dalam melakukan pemberian obat kepada klien harus mengetahui
indikasi dari obat tersebut. Tak hanya itu, perawat mampu mengetahui kontra
indikasi, kelompok obat yang biasa digunakan, dan efek samping dari obat
tersebut.
b. Pendidik
Peran perawat dalam melakukan pemberian oba kepada klien adalah sebagai
tempat edukasi yang dapat mengarahkan klien mengenai hal- hal yang
berhubungan dnegan obat yang akan digunakan.
c. Peneliti
Peran perawat disini sebagai peneliti, apakah obat tersebut cocok untuk digunakan
sesuai keluhan dari klien. Peran juga harus mengetahui indikasi, kontra indikasi,
dan efek samping dari obat tersebut
d. Pengelola
Peran perawat sebagai pengelola yaitu perawat mengetahui pedoman pemberian
obat 12 benar yaitu 1. benar klien 2. benar obat 3. benar dosis 4. benar waktu 5.
benar rute 6. benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klien 7. Benar
dokumentasi 8. hak klien untuk menolak 9. benar pengkajian 10. benar evaluasi
11. benar reaksi terhadap makanan 12. benar reaksi dengan obat lain.

15
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kumis Kucing (Orthosiphon Stamineus) berbentuk semak, batangnya basah,
tingginya bisa mencapai 1 meter. Bisa tumbuh di tempat yang kering maupun basah pada
ketinggian 100 meter di atas permukaan laut, tanaman ini memiliki daun berbentuk telur
taji, tepi daunnya bergerigi kasar. Bunganya mengeluarkan benang sari dan putik
berwarna putih atau ungu. Bunga tanaman kumis kucing merupakan bunga majemuk
dalam tandan yang keluar di ujung percabangan. Warnanya ungu pucat atau putih
sedangkan benang sarinya lebih panjang daritabung bunga. Buah kumis kucing berupa
buah kotak dan berbentuk bulat telur. Tanaman ini rasanya manis namun sedikit pahit.
Tanaman kumis kucing ini bisa digunakan untuk mengobati sejumlah penyakit yaitu
infeksi ginjal akut dan kronis, rematik, tekanan darah tinggi, kencing manis, kencing batu
serta infeksi kandung kemih. Kumis kucing diduga mempunyai efektifitas farmakologi
yaitu efek diuretik. Uji efek diuretik pada daun kumis kucing masih sangat sedikit
dilakukan. Penggunaan daun kumis kucing sebagai diuretik memrlukan waktu yang cukup
panjang , dimulai uji preklinik dan uji klinik.

4.2 Saran
Penulis menyarankan agar pemerintah dan masyarakat dapat lebih
memperhatikan dan mengembangkan industri tanaman kumis kucing di Indonesia. Karena
tanaman kumis kucing ini memiliki banyak manfaat terutama dalam bidang kesehatan
serta indonesia merupakan negara beriklim tropis yang sesuai dengan kondisi dan syarat
tumbuhnya tanaman kumis kucing sehingga tanaman ini dapat dibudidayakan dengan baik
di indonesia. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki beberapa kekurangan,
oleh karena itu dibutuhkan kritik dan saran atau masukan yang membangun demi
sempurnanya karya tulis ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Adyana, K., et al. 2013. From Ethnopharmacology To Clinical Study Of Orthosiphon


Stamineus Benth. [serial online] http://www.ijppsjournal.com/Vol5Issue3/7030.pdf
diakses pada 15 Oktober 2016
Afarat, O . 2008. Studies on diuretic and hypouricemic effects of Orthosiphon stamineus
methanol extracts in rats. [serial online] https://www.researchgate.net/
publication/5249433 diakses pada 13 Oktober 2016
Anonim. 2013. Obat Herbal Kumis Kucing. [serial online] https://herbal-
id.com/product/herba-kumis-kucing-obat-ginjal diakses pada 11 Oktober 2016
Irawansyah, A. 2013. Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon
Aristatus) Terhadap Ginjal Mencit Jantan Secara Oral. [serial online]
www.docfoc.com Diakses pada 22 Oktober 2016
Kusumaningrum, I. 2007. Mempelajari Toksisitas Minuman Seduhan Bubuk Daun Kumis
Kucing (Orthosiphon Stamineus Benth.) Terhadap Tikus Percobaan Secara In Vivo.
[serial online] https://core.ac.uk/download/pdf/32347397.pdf diakses pada 18 Oktober
2016
Prayoga, S. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon
Stamineus Benth.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar [serial online]
http://eprints.ums.ac.id/1387/2/K100040004.pdf diakses pada 20 Oktober 2016
Sulaiman, R. 2009. Diuretic properties of Orthosiphon stamineus Benth. [serial online]
https://www.researchgate.net/publication/24306596_Diuretic_properties_of_Orthosip
hon_stamineus_Benth diakses pada 11 Oktober 2016
Yam, M.F. 2013. Antioxidant and Toxicity Studies of 50% Methanolic Extract of Orthosiphon
stamineus Benth. [serial online] www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24490155 diakses
pada 18 Oktober 2016

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai