Anda di halaman 1dari 27

Tugas Makalah

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

“FILSAFAT ILMU DALAM FILSAFAT ILMU DALAM BIDANG FARMASI”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

TA. 2016/2017
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan

seluruh Alam, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat

menyelesaikan makalah dengan tema “FILSAFAT ILMU DALAM BIDANG

FARMASI”.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas bagi mahasiswa yang

mengikuti mata kuliah “Filsafat Ilmu Farmasi”, di Program Pasca Sarjana

Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Kami sangat berharap makalah ini

tidak hanya memberi manfaat bagi diri kami sendiri, akan tetapi dapat

memberikan manfaat seluas-luasnya kepada semua pihak yang

membutuhkan atau mempelajari filsafat ilmu dan kebenaran.

Kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

makalah ini. Olehnya itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya jika

sekiranya terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Kami juga

mengharapkan saran dan krtitik yang membangun sehingga kedepannya

kami dapat memberikan hasil yang lebih baik.

Semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat

memberikan manfaat kepada siapa saja yang membutuhkan.

Makassar, Desember 2016

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Di era

ini setiap orang dapat dengan mudah memperoleh obat yang dibutuhkan

dengan cara membeli di apotek-apotek terdekat. Bahkan obat juga dapat

dengan mudah dibeli di warung-warung pinggir jalan.

Begitu mudahnya manusia memperoleh ramuan yang dapat membantu

memulihkan kesehatan dalam waktu yang relative singkat. Tidak dapat

dibayangkan dahulu untuk mencari obat tidaklah semudah seperti saat ini.

Seseorang harus berkutat dengan berbagai macam ramuan yang diyakini

dapat menyembuhkan suatu penyakit tanpa ada kejelasan tentang

kandungan apa saja yang ada didalam ramuan tersebut.

Pada awalnya semua ilmu pengobatan berawal dari coba-coba. Apabila

suatu ramuan berhasil menyembuhkan suatu penyakit, maka ramuan

tersebjut akan digunakan seterusnya secara turun-temurun untuk

menyembuhkan penyakit yang sama. Hal inilah yang mendasari lahirnya ilmu

tentang pengobatan.

Perkembangan ilmu pengetahuan telah membawa banyak perubahan

disegala aspek kehidupan. Tidak terkecuali ilmu pengobatan. Selama

berabad-abad lamanya, setelah ditemukannya teknologi-teknologi yang dapat

membantu manusia dalam melakukan berbagai penelitian, pengobatan pun


turut mengalami kemajuan. Obat yang pada awalnya hanya diproduksi

terbatas dan terkadang hanya terdapat di daerah tertentu kini dapat

dimanfaatkan dan dikonsumsi secara universal. Hal ini salah satunya

merupakan dampak karena adanya kemajuan dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Oleh karena itu, penulis membuat makalah berjudul “Sejarah Farmasi” yang

akan membahas sejarah dunia pengobatan atau sejarah dari farmasi serta

perkembangannya hingga saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah awal mula ilmu kefarmasian ?

2. Bagaimana perkembangan ilmu farmasi hingga saat ini ?


BAB II

PEMBAHASAN

II.1 AWAL MULA FARMASI

Farmasi berasal dari kata “PHARMACON” yang berarti obat atau

racun. Sedangkan pengertian farmasi adalah suatu profesi di bidang

kesehatan yang meliputi kegiatan-kegiatan di bidang penemuan,

pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan, informasi obat dan

distribusi obat.

Ilmu farmasi awalnya berkembang dari para tabib dan pengobatan

tradisional yang berkembang di Yunani, Timur-Tengah, Asia kecil, Cina, dan

Wilayah Asia lainnya. Mulanya “ilmu pengobatan” dimiliki oleh orang tertentu

secara turun-temurun dari keluarganya. Di negara Cina, para tabib

mendapatkan ilmunya dari keluarga secara turun-temurun. Itu gambaran

“ilmu farmasi” kuno di Cina.

Sedangkan di Yunani, yang biasanya dianggap sebagai tabib adalah

pendeta. Dalam legenda kuno Yunani, Asclepius, Dewa Pengobatan

menugaskan Hygieia untuk meracik campuran obat yang ia buat. Oleh

mmasyarakat Yunani, Hygiea disebut sebagai apoteker (Inggris :

apothecary). Sedangkan di Mesir, praktek farmasi dibagi dalam dua

pekerjaan, yaitu : Yang mengunjungi orang sakit dan yang bekerja di kuil

menyiapkan racikan obat.


Buku tentang bahan obat-obatan pertama kali ditulis di Cina sekitar 2735

SM. Para pengguna awal Cina dikenal pada materia medica adalah

Shennong Bencao Jing (Herb-Akar Klasik Petani Divine), datang kembali ke

abad 1. Bahan-bahan tersebut dikumpulkan selama dinasti Han dan dikaitkan

dengan mitos Shennong . Literatur sebelumnya termasuk daftar resep untuk

penyakit tertentu, dicontohkan oleh "Resep untuk 52 Penyakit" manuskrip,

ditemukan di makam Mawangdui, disegel di 168 SM.

Dioscorides, De Materia Medica , Byzantium, abad ke-15

Kemudian sekitar tahun 400 SM berdirilah sekolah kedokteran di Yunani.

Salah seorang muridnya adalah Hipocrates yang menempatkan profesi tabib

pada tataran etik yang tinggi. Ilmu farmasi secara perlahan berkembang.

Dokter dan apoteker, ilustrasi dari Medicinarius (1505) oleh Hieronymus

Brunschwig . Di dunia Arab pada abad VIII, ilmu farmasi yang dikembangkan

oleh para ilmuawan Arab menyebar luas sampai ke Eropa. Pada masa ini

sudah mulai dibedakan peran antara seorang herbalist dengan kedokteran

terjadi pada tahun 1240 ketika Kaisar Frederick II dari Roma melakukan

pemisahan tersebut. Maklumat yang dikeluarkan tentang pemisahan tersebut

menyebutkan bahwa masing-masing ahli ilmu mempunyai keinsyafan,

standar etik, pengetahuan, dan keterampilan sendiri-sendiri yang berbeda

dengan ilmu lainnya. Dengan keluarnya maklumat kaisar ini, maka mulailah

sejarah baru perkembangan ilmu farmasi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

Berdasarkan hal tersebut maka lambang Ilmu Farmasi dan Kedokteran


Berbeda. Ilmu Farmasi memakai lambang cawan dililit ular sedangkan

kedokteran tongkat dililit ular.

Perkembangan ilmu farmasi kemudian menyebar hampir ke seluruh

dunia. Mulai Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa Barat. Sekolah Tinggi

Farmasi yang pertama didirikan di Philadelphia, Amerika Serikat pada tahun

1821 (sekarang sekolah tersebut bernama Philadelphia College of Pharmacy

and Science). Setelah itu, mulailah era baru ilmu farmasi dengan

bermunculannya sekolah-sekolah tinggi dan fakultas-fakultas di universitas.

Peran organisasi keprofesian atau keilmuwan juga ditentukan

perkembangan ilmu farmasi. Sekarang ini banyak sekali organisasi ahli

farmasi baik lingkup nasional maupun internasional. Di Inggris, organisasi

profesi pertama kali didirikan pada tahun 1841 dengan nama “The

Pharmaceutical Society of Great Britain”. Sedangkan, di Amerika Serikat

menyusul 11 tahun kemudian dengan nama “American Pharmaceutical

Association”. Organisasi internasionalnya akhirnya didirikan pada tahun 1910

dengan nama “Federation International Pharmaceutical”.

Sejarah industri farmasi modern dimulai 1897 ketika Felix Hoffman

menemukan cara menambahkan dua atom ekstra karbon dan lima atom

ekstra karbon dan lima atom ekstra hidrogen ke adlam sari pati kulit kayu

willow. Hasil penemuannya ini dikenal dengan nama Aspirin, yang akhirnya

menyebabkan lahirnya perusahaan industri farmasi modern di dunia, yaitu

Bayer. Selanjutnya, perkembangan (R & D) pasca Perang Dunia I.


Kemudian, pada Perang Dunia II para pakar berusaha menemukan obat-

obatan secara massal, seperti obat TBC, hormaon steroid, dan kontrasepsi

serta antipsikotika.

Sejak saat itulah, dunia farmasi terus berkembang dengan didukung

oleh berbagai penemuan di bidang lain, misalnya penggunaan bioteknologi.

Sekolah-sekolah farmasi saat ini hampir dijumpai di seluruh dunia. Kiblat

perkembangan ilmu, kalau boleh kita sebut, memang Amerika Serikat dan

Jerman (karena di sanalah industri obat pertama berdiri).

Perkembangan farmasi boleh dibilang dimulai ketika berdirinya pabrik

kina di Bandung pada tahun 1896. Kemudian, terus berjalan sampai sekitar

tahun 1950 di mana pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke Indoneisa.

Perusahaan-perusahaan lokal pun bermunculan, tercatat ada Kimia Farma,

Indofarma, Biofarma, dan lainnya. Di dunia pendidikan sendiri, sekolah tinggi

atau fakultas farmasi juga dibuka di berbagai kota.

II.2 PERKEMBANGAN FARMASI

Melihat dunia kefarmasian dari sudut pandang sejarah mungkin termasuk

sesuatu yang langka di Indonesia, tak terkecuali di kalangan para farmasis

sendiri. Padahal,sejarah merupakan salah satu instrumen yang digunakan

untuk merumuskan rencana masa depan yang lebih baik. Berikut ini

perkembangan dunia farmasi mulai dari zaman pra sejarah.


1. Zaman Prasejarah

Farmasi telah ada sejak pemikiran manusia mulai berkembang meski dalam

bentuk yang sangat sederhana. Manusia purba belajar dengan menggunakan

insting dan observasi terhadap burung-burung dan hewan-hewan buas.

Mereka juga memanfaatkan air dingin, daun, kotoran, dan lumpur. Dengan

berbagai usaha yang bersifat coba-coba, manusia purba mempelajari

berbagai hal untuk menolong sesamanya. Dalam waktu singkat, mereka

dapat menggunakan pengetahuannya dan bermanfaat bagi orang lain.

Meskipun menggunakan metode yang masih kasar, beberapa obat masa kini

berasal dari sumber-sumber yang telah digunakan oleh nenek moyang kita

tersebut.

2. Farmasi pada Masa Babylonia Kuno

Babylon, permata bagi Mesopotamia kuno, sering disebut juga sebagai

tempat munculnya peradaban manusia, adalah yang pertama menemukan

dan melaksanakan praktek peracikan obat. Para ahli penyembuh ketika itu

(sekitar 2600 SM) melaksanakan tiga peran berbeda secara bersamaan

sebagai agamawan, dokter, dan apoteker. Naskah-naskah medik ditulis di

atas tablet tablet tanah liat yang berisikan gejala-gejala penyakit, resep dan

cara peracikan obat, dan juga doa-doa. Orang-orang babylon telah berhasil

menemukan hal-hal penting dalam upaya penyembuhan penyakit yang pada

masa sekarang dikenal dengan farmasetik modern, ilmu kedokteran, serta

kegiatan-kegiatan spiritual.
3. Farmasi pada Masa Cina Kuno

Kefarmasian di Cina menurut legenda pertama kali dikembangkan oleh Shen

Nung (sekitar 2000 SM). Seorang kepala suku yang telah mencari dan

menginvestigasi khasiat obat dari ratusan herbal. Beliau diyakini mencobakan

beberapa herbal tersebut terhadap dirinya sendiri, serta menulis Pen T-Sao

pertama, tulisan tentang herbal-herbal asli yang berisikan 365 jenis obat-

obatan. Sesuatu yang masih dipuja oleh orang cina asli penghasil obat

sebagai wujud perlindungan Tuhan untuk mereka. Shen Nung secara

menakjubkan menguji beberapa herbal, kulit kayu, dan akar yang diperoleh

dari ladang, rawa-rawa, dan hutan yang masih dikenal dalam bidang

kefarmasian hingga kini. Menggunakan background “Pa Kua”, suatu simbol

matematis dari penciptaan dan kehidupan. Tanaman-tanaman obat yang

ditemukan oleh Shen Nung antara lain podophyllum, rhubarb, ginseng,

stramonium, kulit kayu cinnamon, dan jugaseperti yang berada di tangan

bocah pada gambar, ma huang, atau disebut juga ephedra.

4. Papyrus Ebers

Praktek pengobatan di Mesir telah berlangsung sejak tahun 2900 SM dan

mereka juga diketahui memiliki catatan formula obat fenomenal, Papyrus

Ebers, yang dibuat sejak 1500 SM. Papyrus Ebers tersebut memuat sekitar

800 formula dan 700 macam obat-obatan. Pusat farmasi di Negara Mesir

kuno diselenggarakan oleh dua orang pejabat negara yang bertindak sebagai

Ahli Farmasi di suatu ruangan yang disebut sebagai “Rumah Kehidupan”.


Dengan seting kira-kira seperti gambar ini, Papyrus Ebers didiktekan oleh

seorang ahli farmasi mengenai prosedur formulasi yang sedang dikerjakan.

5. Bapak Botani: Theophrastus

Theoprastus (sekitar 300 SM) adalah sosok ilmuan Yunani kuno ternama

yang dikenal sebagai filosof besar dan ahli dalam ilmu alam dan disebut-

sebut sebagai Bapak Botani. Berbagai observasi dan pengamatan yang

dilakukannya mengenai medis dan herba merupakan suatu pencerahan bagi

pemahaman manusia. Beliau bertindak sebagai pengajar bagi sekumpulan

siswa yang mempunyai minat yang sama dengannya. Di dalam gambar ini

Beliau memperagakan tanaman Belladonna, dan di belakangnya terletak

bunga pomegranate, senna, dan juga manuskrip-manuskrip perkamen. Siswa

juga terlihat menggunakan papan gading yang dilapisi madu warna sebagai

alat tulis

6. Sang Toksikolog: Mithridates VI

Mithridates VI adalah seorang raja negeri Pontus (sekitar 100 SM) yang

senantiasabertempurmelawan kekaisaran Romawi. Beliau adalah ilmuan

toksikologi yang menemukan tidak hanya tentang berbagai jenis racun,

namun juga bagaimana mencegah dan mengobati efek racun. Mithridates VI

tanpa banyak pertimbangan menggunakan tubuhnya sendiri dan juga tubuh

para tahanan sebagai "kelinci percobaan" dalam mengujicoba berbagai racun

dan antiracun. tampak dalam gambar, di belakang Mithridates terletak

rhizotomists, offering fresh, flowering aconite, ginger,dan gentian. Dan di


kanan bawah gambar terletak dua buah wadah biang sampanye.

formulayang diramu Mithridates yang paling terkenal adalah suatu

panantidotal yang populer digunakan selama kurang lebih seribu tahun yang

dikenal dengan Mithridatum.

7. Terra Silgillata: Merek Obat Pertama

Orang-orang masa lampau telah mempelajari manfaat dari merek dagang

yang merupakan identitas suatu barang yang digunakan untuk meraih

konsumen. salah satu therapeutic agent yang memakai merek dagang

adalah Terra Sigillata (cap Bumi), suatu tablet tanah liat yang berasal dari

pulau Mediteranean di Lemnos sebelum tahun 500 SM. setiap tahunnya

tanah liat digali di terowongan Lemnian dihadiri oleh pemerintah dan

pendeta-pendeta. tanah liat dicuci, disuling, dan digulung dengan ketebalan

tertentu, tanah liat itu dibentuk seperti pastilles dan diberi cap oleh para

pendeta wanita, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari. Lalu tablet-tablet

itu didistribusikan secara komersial.

7. Dioscorides

Dengan adanya berbagai pencapaian dalam dunia ilmu pengetahuan serta

perkembangan yang memotivasi banyak orang melakukan observasi atau

studi intensif oleh para saintis, penelitian menjadi kian penting bagi

kebutuhan perdagangan dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu

sendiri. Pedanios Dioscorides (abad pertama masehi), adalah saintis yang

telah berkontribusi dalam bidang kefarmasian. Untuk mempelajari Materia


Medica, Beliau melakukan kerjasama dengan tentara romawi di seluruh

dunia. Dia mencatat hasil-hasil observasi, menyampaikan tentang cara yang

baik dalam mengumpulkan, menyimpan, dan menggunakan obat-obatan.

Berbagai uji coba yang telah dilakukannya terus digunakan sampai pada

abad keenam.

8. Galen

Galen adalah sosok dari masa lalu yang sampai sekarang masih sangat

dihormati oleh profesi farmasi dan kedokteran. Galen (tahun 130-200

M)merupakan pakar praktisi dan pendidikan farmasi dan kedokteran di Roma.

metode yang diterapkannya dalam menyiapkan dan meracik obat telah

digunakan di dunia barat selama 1500 tahun, dan namanya sendiri telah

diasosiasikan dengan metode peracikannya yang dikenal dengan galenika.

Beliau adalah penemu dari formula krim dingin, yang secara esensial adalah

sama dengan krim yang kita kenal sekarang. banyak prosedur-prosedur yang

ditemukan Galen masih digunakan di laboratorium peracikan modern masa

kini.

9. Damian dan Cosmas

Identiknya dua professional kesehatan, farmasi dan kedokteran, digam-

barkan secara menarik oleh pasangan kembar, Damian (Farmasis) dan

Cosmas (Dokter). Pasangan tersebut merupakan keturunan arab yang

beragama nasrani. Mereka memasukkan unsur religius dalam pengetahuan

mereka untuk membantu pasien. Karir mereka berahir pada tahun 303 M
secara martir dan selama berabad-abad makam mereka di Kota Syiria

(Cyprus) dianggap suci. Mereka termasuk dari deretan saintis penting yang

menyokong kefarmasian dan kedokteran.

10. Hipocrates

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu

Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Seorang dokter yang

mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang

menyiapkan obat. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit,

baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu

keahlian tersendiri. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II

memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran

dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang

perlu direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran

adalah sama.

Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya industri-

industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat

dan di bidang “penyedia/peracik” obat (=apotek). Dalam hal ini keahlian

kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari pada

apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi pembuatan

obat.

Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola perkembangan

teknologi agar mampu menghasilkan produk obat yang memenuhi


persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan. Kurikulum pendidikan bidang

farmasi disusun lebih ke arah teknologi pembuatan obat untuk menunjang

keberhasilan para anak didiknya dalam melaksanakan tugas profesinya.

Menurut Hughes, E.C.: “Profession pofess to know better than other the

nature of certain matters, and to know better than their clients what ails them

or their affairs”. Definisi ini menggambarkan suatu hubungan pelayanan

antar-manusia, sehingga tidak semua pekerjaan atau keahlian dapat

dikategorikan sebagai profesi. Menurut Schein, F.H. “The profession are a set

of occupation that have developed a very special set or norms deriving from

their special role in society”. Kelompok profesi dapat dibedakan dari yang

bukan profesional menurut kriteria berikut:

1. Memilih pengetahuan khusus, yang berhubungan dengan kepentingan

sosial. Pengetahuan khusus ini dipeajari dalam waktu yang cukup

lama untuk kepentingan masyarakat umum.

2. Sikap dan perilaku professional. Seorang professional memiliki

seperangkat sikap yang mempengaruhi perilakunya. Komponen dasar

sikap ini ialah mendahulukan kepentingan orang lain (altruisme) di

atas kepentingan diri sendiri. Menurut Marshall, seorang professional

bukan bekerja untuk dibayar, tetapi ia dibayar supaya ia dapat bekerja.

3. Sanksi sosial. Pengakuan atas suatu profesi tergantung pada

masyarakat untuk menerimanya. Bentuk penerimaan masyarakat ini ialah

dengan pemberian hak atau lisensi oleh Negara untuk melaksanakan praktek
suatu profesi. Lisensi ini dimaksudkan untuk menghindarkan masyarakat dari

oknum yang tidak berkompetensi untuk melakukan praktek professional.

Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan

obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep dokter berizin, dokter gigi,

dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara

menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.

Sebagian besar kompetensi farmasi ini diterjemahkan menjadi produk

yang dikelola dan didistribusikan secara professional bagi yang

membutuhkannya. Pengetahuan farmasi disampaikan secara selektif kepada

tenaga professional dalam bidang kesehatan dan kepada orang awam dan

masyarakat umum agar pengetahuan mengenai obat dan produk obat dapat

memberikan sumbangan nyata bagi kesehatan perorangan dan

kesejahteraan umum masyarakat.

1. Farmasi dalam paradigma ontologism

Sudah menjadi pendapat umum bahwa filsafat adalah induk/ibu dari

segala macam ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapat dipahami

bahwa ilmu pengetahuan pada mulanya hanya ada satu yaitu filsafat.

Akan tetapi karena filsafat yang memang hanya mempersoalkan hal-hal

yang umum, abstrak dan universal, maka ia semakin tidak mampu

menjawab persoalan-persoalan hidup yang konkret, positif praktis dan

pragmatis.
Melihat kenyataan di atas, berkembang berbagai jenis ilmu

pengetahuan khusus menurut objek studinya masing-masing, seperti ilmu

pengetahuan humaniora, ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan

agama, dan ilmu pengetahuan alam. Sedangkan secara kualitatif jenis-

jenis ilmu pengetahuan itu berkembang sifatnya mulai dari yang teoritis

sampai pada yang praktis teknologis.

Farmasi ditinjau dari kelahirannya hingga perkembangannya tidak

dapat dilepaskan dari kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan

secara universal yang pondasinya dibangun oleh dua entitas, yakni filsafat

moral dan filsafat alam.

Filsafat moral melahirkan Behavior Sciences atau ilmu-ilmu tentang

prilaku manusia. Oleh karena manusia itu memang merupakan objek

istimewa bagi penyelidikannya sendiri, maka mungkin juga diselidiki dari

sudut tingkah lakunya, bukanlah tindakan yang sesuai dengan tingkah

yang lain-lain yang bukan manusia, melainkan yang khusus bagi manusia,

yaitu tindakan-tindakan yang terdorong oleh kehendaknya diterangi oleh

budinya (moralnya).

Sedangkan dalam filsafat alam (cosmologia), menyelidiki alam ini,

yang oleh filsafat alam dicari inti alam itu, apakah sebenarnya alam itu,

apakah sebenarnya isi alam pada umumnya, dan apa hubungannya satu

sama lain serta hubungannya dengan ada-mutlak. Alam ini merupakn ada

yang tidak mutlak, karena adanya tidak dengan niscaya. Segala isi alam
dengan adanya sendiri itu mungkin banyak tak ada. Tetapi dalam alam itu

adalah sesuatu yang mempunyai kedudukan istimewa, yang menyelidiki

semua itu : Manusia (Human Being).

Penyelidikan terhadap alam melahirkan berbagai cabang ilmu ke

dalam ilmu-ilmu sebagai Pure Sciences yakni Fisika, Biologi, Kimia, dan

Matematika. Keempat ilmu alam itu merupakan kerangka dasar yang

membangun ilmu-ilmu terapan yang berbasis kealaman seperti ilmu

kesehatan, ilmu teknik, ilmu pertanian, dan lain sebagainya.

Farmasi ditinjau dari objek materinya, memiliki kerangka dasar dari

ilmu-ilmu alam; Kimia, Biologi, Fisika dan Matematika. Sedangkan ilmu

farmasi ditinjau dari objek formalnya merupakan ruang lingkup dari ilmu-

ilmu kesehatan. Secara historis ilmu farmasi dikembangkan dari medical

sciences, yang berdasarkan kebutuhan yang mendesak perlunya

pemisahan ilmu farmasi sebagai ilmu pengobatan dari ilmu kedokteran

sebagai ilmu tentang diagnosis adalah Hipocrates (460-357 SM) yang

merupakan peletak dasar ilmu kedokteran mencetuskan ide pemilahan

farmasi dari kedokteran dengan mencetukan simbol farmasi dan

kedokteran secara terpisah. Namun yang sangat mengesankan, dan telah

dijadikan tonggak kelahiran farmasi adalah ketika Kaisar Frederik II pada

tahun 1240 mengeluarkan undang-undang negara tentang pemisahan

farmasi dari kedokteran yang diajarkan dan dipraktekkan secara terpisah.


Ilmu farmasi pada perkembangan selanjutnya mengadopsi tidak hanya

ilmu kimia, biologi, fisika, dan matematika, melainkan termasuk pula dari

ilmu-ilmu terapan seperti pertanian, teknik, ilmu kesehatan, bahkan dari

behavior science.

2. Farmasi dalam paradigma epistemology

Secara umum farmasi terdiri dari farmasi teoritis dan farmasi praktis.

Farmasi secara teoritis dibangun oleh beberapa cabang ilmu

pengetahuan, yang secara garis besarnya terdiri dari farmasi fisika, kimia

farmasi, farmasetika, dan farmasi sosial. Selanjutnya farmasi praktis terdiri

dari dua bagian besar yakni farmasi industri dan farmasi pelayanan.

Pertama, Farmasi Industri adalah ruang lingkup penerapan ilmu-ilmu

farmasi teoritis, dan tempat pengabdian bagi ahli-ahli farmasi (farmasis)

yang berorientasi pada produksi bahan baku obat, dan obat jadi, dan

perkembangan selanjutnya juga meliputi kosmetika dan makanan-

minuman. Dalam farmasi dikenal adanya industri farmasi yang

menghasilkan produk farmasi moderen yang bahan bakunya merupakan

bahan baku sintetis, dan industri obat tradisional yang memproduksi obat-

obatan dengan menggunakan bahan alam sebagai bahan baku yang

menghasilkan obat Fitofarmaka, baik industri farmasi maupun industri

obat tradisional kesemuanya berorientasi pada produk farmasi

berkualitas, yakni aman, manjur, harga terjangkau dan tidak merusak

ekosistem lingkungan ekologis.


Kedua, Farmasi Pelayanan yakni pengabdian disiplin ilmu farmasi

(farmasis/apoteker) pada unit-unit pelayanan kesehatan (apotek, rumah

sakit, badan pengawasan, dan unit-unit kesehatan lainnya). Pengabdian

farmasis/apoteker pada farmasi pelayanan meliputi distribusi obat-obatan

dari industri farmasi hingga ke unit-unit pelayanan kesehatan, pelayanan

informasi obat terhadap masyarakat dan tenaga-tenaga paramedis, dan

monitoring penggunaan obat oleh masyarakat dan terhadap penderita

(pasien). Peranan farmasis/apoteker di unit-unit pelayanan kesehatan

menjadi sangat penting, dan berorientasi pada pemberian obat rasional

empirik, yakni pemberian obat yang tepat dosis, tepat pasien, tepat

indikasi, dan harga terjangkau.

Farmasi industri dan farmasi pelayanan saling terkait, dan berinteraksi

antara satu sama lain dalam satu orientasi, yakni health orientation, untuk

seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali. Farmais/apoteker di dalam

menjalankan pengabdiannya di bidang kefarmasian diikat oleh sebuah

etika yang disebut kode etik apoteker (etika farmasi).

3. Farmasi dalam paradigma etika

Pemberdayaan farmasi dalam bidang pengabdian kesehatan tidak

hanya terbatas pada bagaimana meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, tetapi harus bernuansa lebih luas, yaitu

bagaimana meningkatkan kualitas SDM dan kualits kehidupan, maka

peranan farmasi hendaknya bukan hanya terbatas pada bagaimana


menemukan obat, tetapi jauh lebih kedepan bagaimana

mengembangkannya dan membantu masyarakat agar mereka mau dan

mampu menjaga kesehatannya dengan baik serta menjadikan industri

farmasi dan unit-unit pelayanan kefarmsian sebagai sarana untuk

meningkatkan derajat kehidupan dan penghidupan yang layak bagi

sebagian besar masyarakat dan ummat manusia seluruhnya.

Mengingat bahwa tingkat kemampuan masyarakat sangat bervariasi,

selain menyebabkan bervariasinya penyakit yang diderita dan yang paling

penting adalah kemampuan mereka untuk membayar biaya kesehatan

juga sangat bervariasi. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi

farmasis/apoteker untuk pemberian alternatif obat-obatan yang dapat

memenuhi tuntutan masyarakat sehingga seluruh masyarakat dapat

terlayani dengan baik, terutama masyarakat yang berpendapatan rendah.

Untuk hal tersebut di atas, sangat dibutuhkan kerjasama antara

farmasis/apoteker dengan pihak-pihak terkait (interdisipliner), dan

didukung oleh wawasan luas yang berorientasi pada kesehatan yang

paripurna dan hedonistik, produktif manusiawi, serta berwawasan

lingkungan yang ekologis, bernuansa pada kesejakteraan yang universal.

Dengan perspektif filsafat ilmu pengetahuan maka telaah farmasi

sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan dapat memberikan

pencerahan bagi arah perkembangan farmasi kini dan masa datang.

Penyelenggara pendidikan farmasi memiliki peran yang eksklusif dalam


menentukan visi pengabdian farmasis/apoteker bagi kemaslahatan

ummat manusia. Kurikulum pendidikan farmasi harus segera direvisi yang

tidak hanya melahirkan tenaga ahli dibidang kefarmasian yang berdaya

intelektual, tapi juga berdaya moral.

Farmasis/apoteker yang berdaya intelektual dan berdaya moral

haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan nilai kejujuran dalam

menjalankan profesinya. Setiap keputusan yang diambil, pilihan yang

ditentukan, penilaian yang dibuat hendaknya selalu mengandung dimensi

etika. Khusus dalam bidang pelayanan kefarmasian penulis ingin

menggaris bawahi bahwa sarana pelayanan harus mngikuti paradigma

asuhan kefarmasian dimana farmasis/apoteker harus ada di tempat.

Di lain pihak patut dicermati bahwa minat penyelenggara pendidikan

tinggi baik negeri maupun swasta di Indonesia cukup tinggi. Sesuai data

ISFI tahun 2006 tercatat 60 perguruan tinggi di Indonesia yang mengelola

pendidikan farmasi dengan jumlah luaran kurang lebih 20.000 Apoteker

hingga tahun 2007. Penulis berharap kiranya kecenderungan ini tidak

justru karena ‘pangsa pasarnya’ yang memang cukup banyak diminati.

Akan tetapi, kecenderungan ini hendaknya berangkat dari itikat turut

mendorong dalam mengembangkan kefarmasian di segala bidang.

Watloly, A. 2001. “Tanggung Jawab Pengetahuan”. Penerbit

KanisiusSecara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke

arah akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada
pasien. Apoteker diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber

informasi obat baik bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik

di rumah sakit, di apotek atau dimanapun apoteker berada.


BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Ilmu farmasi awalnya berkembang dari para tabib dan pengobatan tradisional

yang berkembang di Yunani, Timur-Tengah, Asia kecil, Cina, dan Wilayah

Asia lainnya

Perkembangan farmasi diantaranya Zaman Prasejarah, Farmasi pada Masa

Babylonia Kuno, Farmasi pada Masa Cina Kuno, Papyrus Ebers, Bapak

Botani: Theophrastus, Sang Toksikolog: Mithridates VI, Terra Silgillata: Merek

Obat Pertama, Dioscorides, Galen, Damian dan Cosmas, Hipocrates, dan

perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care”.


DAFTAR PUSTAKA

Fatima, F.,. 2002. “Filsafat Ilmu sebagai Landasan Ilmu Pengetahuan”.

Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana

/ S3 - Program Studi DAS, Institut Pertanian Bogor.

Rumate, F.A. 1986. “Kajian Pustaka Farmasi”. Lembaga Penerbitan Unhas,

Ujung Pandang.

Suriasumantri, Y.S. 1996. “Filsafat Ilmu, Suatu Pengantar Populer”. Penerbit

Sinar Harapan, Jakarta.


Nama kelompok 2
1. Dini Ayu Ariastiwi B
2. Munawarah
3. Anisa Dwi Rizky
4. Indah
5. Sri Yolandari
6. A.Endang Kusuma Intan
7. Nurmahida Pagama
8. Ana Adriani
9. Endhah Yuliarti
10. ST.Nurhamida
11. Jumasni Adnan
12. Sulfiyana
13. Andi Nur zam-zam
14. Rahmasiah
15. Marwati
16. Hasma
17. Fitrah Ayu
18. Nurfadilah Idris
19. Sukmawati
20. Fityatun Usman
21. Sutami
22. A.Hasna hafid
23. Rezky yalatri
24. Suryanita
25. Andi nurpati

Anda mungkin juga menyukai