FARMASI
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik, Makalah ini disusun atas dasar tugas dari Panitia ospek UMM. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang ruang lingkup farmasi dalam bidang akademik, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang Ruang Lingkup Farmasi Dalam akademik yang menjelaskan bagaimana Ruang lingkup farmasi. Kami menyadari sepenuhnya dalam penyusunannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, itu semua tidak luput dari kodrat kami sebagai manusia biasa yang tidak luput dari suatu kesalahan dan kekeliruan. Sehingga kritikan dan masukan yang bersifat membangun dari pembaca merupakan sesuatu yang berharga demi perbaikan kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin!
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pendidikan Farmasi, khususnya pendidikan tinggi sering berubah dengan perubahan tuntutan zaman. Pendidikan tinggi secara umum dituntut untuk menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan lebih relevan terhadap kebutuhan masyarakat. Khususnya bidang Farmasi di era reformasi ini semakin banyak didirikan perguruan tinggi swasta yang menyelenggarakan pendidikan Farmasi. Demikian pula terjadi pada pendidikan program profesional di bidang kesehatan, yang semakin dituntut mutu lulusan yang tinggi, sehingga Sekolah Perawat, Sekolah Menengah Farmasi, dan lain-lain ditingkatkan menjadi setingkat Akademi (Program D-3 atau D-4), yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Propinsi, dan dikelompokkan dalam Politeknik Kesehatan Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal penggunaan obat tradisional (jamu) dan pengobatan secara tradisional (dukun). Pada zaman itu sebenarnya dukun melaksanakan dua profesi sekaligus, yaitu profesi kedokteran, (mendiagnose penyakit) dan profesi kefarmasian (meramu dan menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya). Penggunaan obat dapat ditelusuri sejak tahun 2000 S.M. pada zaman kebudayaan Mesir dan Babilonia telah dikenal obat dalam bentuk tablet tanah liat (granul), dan bentuk sediaan obat lain. Saat itu juga sudah dikenal ratusan jenis bahan alam yang digunakan sebagai obat.Pengetahuan tentang obat dan pengobatan selanjutnya berkembang lebih rasional pada zaman Yunani, ketika Hippocrates (460 S.M.) memperkenalkan metode dasar ilmiah dalam pengobatan. Dalam zaman Yunani itu dikenal pula Asklepios atau Aesculapius (7 S.M.) dan puterinya Hygeia. Lambang tongkat Asklepios yang dililiti ular saat ini dijadikan lambang penyembuhan (kedokteran), sedangkan cawan atau mangkok Hygeia yang dililiti ular dijadikan lambang kefarmasian. Perkembangan profesi kefarmasian pada abad selanjutnya dilakukan dalam biara, yang telah menghasilkan berbagai tulisan tentang obat dan pengobatan dalam bahasa latin yang hampir punah itu, sampai saat ini dijadikan tradisi dalam penulisan istilah di bidang kesehatan. Perkembangan kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab dengan terkenalnya seorang ahli yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9.
Namun demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240 di Sisilia, Eropa, ketika dikeluarkan surat perintah raja (edict) yang secara legal (menurut undang-undang) mengatur pemisahan farmasi dari pengobatan. Surat perintah yang kemudian dinamakan Magna Charta dalam bidang farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui pengucapan sumpah, untuk menghasilkan obat yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan seni meracik, dalam kualitas yang sesuai dan seragam. Magna Charta kefarmasian ini dikembangkan sampai saat ini dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia dan Sumpah Apoteker.
1.3 Tujuan
Mengetahui seperti apa peran farmasi dalam bidang akademi
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGETAHUAN, ILMU DAN PROFESI
Semua ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu. Manusia mempunyai perasaan, pikiran, pengalaman, panca indera, intuisi, dan mampu menangkap gejala alam lalu mengabstraksikannya dalam bentuk ketahuan atau pengetahuan; misalnya kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah dan filsafat. Apa yang diperoleh dalam proses mengetahui itu dilakukan tanpa memperhatikan obyek, cara (ways of knowing) dan kegunaannya, maka ini dikategorikan dalam ketahuan atau pengetahuan, dalam bahasa Inggris disebut knowledge. Ilmu atau Science ialah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, yaitu suatu cara yang menggunakan syarat-syarat tertentu, melalui serangkaian langkah yang dilakukan dengan penuh disiplin. 2.1.1 Farmasi Sebagai Sains Semua bentuk pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau dikelompokkan dalam berbagai kategori atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu, yang berakar dari kajian filsafat, yaitu Seni (Arts), Etika (Ethics), dan Sains (Science). Di satu pihak Farmasi tergolong seni teknis (technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam penggunaan obat (medicine); di lain pihak Farmasi dapat pula digolongkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural science). 2.1.2 Farmasi Sebagai Profesi Dari kajian filsafat di atas terlihat bahwa di samping sebagai Ilmu atau Sains, Farmasi meliputi pula pelayanan obat secara profesional. Istilah Profesi dan Profesional saat ini semakin dikaburkan karena banyak digunakan secara salah kaprah. Semua pekerjaan (job, vacation, occupation) dan keahlian (skill) dikategorikan sebagai profesi. Demikian pula istilah profesional sering digunakan sebagai lawan kata amatir.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Alam (FIPIA), Bandung sebagai bagian dari Universitas Indonesia, Jakarta, yang kemudian berubah menjadi Jurusan Farmasi, Institut Teknologi Bandung pada tanggal 2 Mei 1959. Lulusan Apoteker pertama di UGM sebanyak 2 orang dihasilkan pada tahun 1953. Saat ini di Indonesia terdapat 8 perguruan tinggi farmasi negeri dan belasan perguruan tinggi swasta [6].
farmasi rumah sakit, instansi pengawasan mutu obat dan makanan-minuman atau laboratorium sejenisnya, di sektor pemerintah maupun swasta, dengan fungsi : Pelaksanaan analisis, pengujian mutu, pengembangan metode analisis dan peserta aktif dalam pendidikan dan penelitian di bidang analisis farmasi. Program ini diharapkan dapat dikelola oleh perguruan tinggi negeri yang mempunyai fakultas atau Jurusan Farmasi dengan status Program Diploma (D-III). Kemungkinan besar Sekolah Menengah Farmasi di masa yang akan datang dapat ditingkatkan menjadi Program Diploma seperti yang diuraikan di atas. [3] Ramalan kami lebih dari 10 tahun yang lalu, sekarang ini sudah menjadi kenyataan melalui ketentuan yang mengharuskan pendidikan menengah ditingkatkan menjadi Akademi.
Perkembangan di era sembilan puluhan dimulai dengan terbitnya UndangUndang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 30/Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi, Konsep Link and Match (1993) oleh DepDikBud; dan di sektor kesehatan diterbitkan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Perkembangan terakhir ialah diterbitkannya PP 60/ Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, yang merupakan penyempurnaan PP No.30/Tahun 1990 Tentang Pendidikan Tinggi, dan PP No.61/ Tahun 1999, tentang Penetapan
Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum. Peraturan Pemerintah yang terakhir ini pada dasarnya memberikan otonomi kepada perguruan tinggi untuk penyelenggaraan pendidikan akademik dan profesional, yang disertai akuntabilitas
(pertanggungjawaban), melalui akreditasi, yang dilakukan melalui evaluasi, untuk meningkatkan kualitas secara berkelanjutan. (Paradigma Baru Pendidikan Tinggi) Kebijaksanaan pemerintah yang tertuang dalam berbagai perundang-undangan itu semuanya mengacu pada Tujuan Pembangunan Nasional seperti yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mempengaruhi pula arah, tujuan dan orientasi pendidikan kefarmasian, dan kurikulum pendidikannya.
2. usaha
penyeragaman
lulusan
Farmasis,
khususnya
Apoteker
dengan
menetapkan kurikulum minimal selain Kurikulum Inti. 3. pelaksanaan ujian negara bagi Perguruan Tinggi Swasta (sekarang ini sudah dihapus) 4. pengembangan program studi baru, misalnya D-III Farmasi, Pascasarjana Farmasi, dan Spesialis. FORKOM PTFN beranggotakan 8 perguruan tinggi negeri yang menyelenggarakan pendidik Farmasi dan Apoteker. Sejak tahun 2000
perkembangan perguruan tinggi swasta semakin pesat sehingga dibentuk Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia, yang beranggotakan semua pendidikan tinggi farmasi, negeri dan swasta.
3.2 Saran
Dalam makalah yang telah kami susun masih banyak kekurangan, baik dari segi bahasa, susunan maupun dari segi keterbatasan literatur. Oleh karena itu, pembaca di harapkan untuk menambah dan melengkapi makalah ini supaya lebih mendalami pengetahuan tentang Farmasi dalam bidang akademik.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Pharmaceutical Association, The National Professional Society of Pharmacicts, The Final Report of the Task Force on Pharmacy education, Washington DC. 2. College Handbook (Nov.1992), MONASH University, The Office of University Development for the Victorian College of Pharmacy, Melbourne, Victoria. 3. Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Farmasi Negeri se Indonesia, Hasil Rapat Tahunan (1992). 4. Gennaro, A.R. [Ed.] (1990) Remingtons Pharmaceutical Sciences, Mack Publishing Co, Easton, Pennsylvania. 5. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Keputusan Kongres Nasional XIII, N0.XIII/Kongres XIII/ISFI/1989 tentang Standar Profesi Apoteker dalam Pengabdian Profesi di Apotik.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 1 BAB I .............................................................................................................................................. 3 PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3 1.1 1.2 1.3 Latar belakang .................................................................................................................. 3 Rumusan masalah ............................................................................................................. 4 Tujuan............................................................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................................................. 5 PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5 2.1 PENGETAHUAN, ILMU DAN PROFESI............................................................................. 5 Farmasi Sebagai Sains ............................................................................................... 5 Farmasi Sebagai Profesi ............................................................................................ 5 Sejarah Perkembangan Pendidikan Farmasi di Indonesia. .......................................... 6 Sekolah Menengah Farmasi ......................................................................................... 7 Program Diploma Farmasi ............................................................................................ 7 Pendidikan Tinggi Farmasi ............................................................................................ 8 Kurikulum Pendidikan Tinggi Farmasi .......................................................................... 8 Sistem Kredit Semester ................................................................................................ 9 Forum Komunikasi Pendidikan Tinggi Farmasi Negeri ................................................. 9 2.1.1 2.1.2 2.2 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.2.5 2.2.6 2.2.7