Anda di halaman 1dari 135

UNIVERSITAS PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

BAHAN AJAR

TEORI
FARMASETIKA DASAR
Jilid I ( untuk semester II)
Cetakan Pertama

Disusun Berdasarkan Kurikulum FFM UNHAN 2020


KHUSUS DIPERGUNAKAN UNTUK FAKULTAS FARMASI MILITER
UNHAN

UNIVERSITAS PERTAHANAN
PROGRAM STUDI FAKULTAS FARMASI MILITER

BOGOR
2020
TIM PENYUSUN

BAHAN AJAR TEORI FARMASETIKA DASAR FAKULTAS FARMASI MILITER


PROGRAM STUDI FAKULTAS FARMASI MILITER

Penanggung Jawab :
Prof. Dr.apt. Yahdiana H., M.Si.

Ketua :
Dr.apt. Timbul Partogi H. Simorangkir M.Si.

Sekertaris :
apt. Heri Wahyudi S.Si. M.Si.

Penyusun :
Dr.apt. Timbul Partogi H. Simorangkir M.Si.

apt. Heri Wahyudi S.Si. M.Si.

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat
dan petunjukNya, bahan ajar yang disusun secara sistematis untuk membantu proses
pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien dan sebagai buku pegangan untuk siswa Fakultas
Farmasi Militer Universitas Pertahanan telah dapat disusun. Penyusunan ini disesuaikan dengan
kurikulum baru yakni Kurikulum Fakultas Farmasi Universitas Pertahanan 2020.

Salah satu bahan ajar yang disusun di Program Studi Farmasi Militer Universitas
Pertahanan adalah Teori Farmasetika Dasar. Bahan ajar ini berisikan materi konsep dasar
Farmasetika yang berisikan dasar dasar teori dan konsep ilmu Resep/Kefarmasian,alat peracikan,
cara kerja di laboratorium ilmu Resep dan beberapa sediaan Farmasi seperti serbuk, kapsul dan
salep/krim. Dasar dasar ini nantinya diharapkan akan memberikan wawasan kepada siswa kadet
Fakultas Farmasi Universitas Pertahanan sekaligus bekal untuk menjadi Sarjana Farmasi Militer
yang kompeten di bidangnya.
Kami sangat menghargai usaha Tim Penyusun buku pegangan ini yang dikoordinir oleh
Dekan dan Sesprodi Fakultas Farmasi Militer Universitas Pertahanan dan telah melibatkan
seluruh unsur di Fakultas Farmasi Militer Universitas Pertahanan .
Kami harapkan buku ini sangat bermanfaat bagi siswa kadet / peserta didik, dosen/ tenaga
pendidik di Fakultas Farmasi Militer Universitas Pertahanan dalam upaya peningkatan
pengetahuan dan keterampilannya, selanjutnya dapat meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat di bidang farmasi militer khususnya dan dibidang kesehatan umumnya.
Perlu kita sadari bahwa buku ini adalah buku pegangan bagi siswa kadet dalam menerima
pelajaran, dan tentu saja untuk para dosen dapat mengacu pada beberapa referensi lainnya,
sehingga diharapkan dapat memperbaiki kesalahan – kesalahan seperti kesalahan redaksional
atau kesalahan cetak.

Akhirnya untuk penyempurnaan cetakan selanjutnya kami harapkan adanya saran


perbaikan dan kritik dari semua pembaca.

Bogor, Desember 2020

Tim Penyusun
BAB I
KONSEP KEFARMASIAN

A. Pendahuluan

Ilmu resep adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat-obatan menjadi
bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat. Ada anggapan bahwa ilmu ini mengandung
sedikit kesenian, maka dapat dikatakan bahwa ilmu resep adalah ilmu yang mempelajari seni
meracik obat (art of drug compounding), terutama ditujukan untuk melayani resep dari dokter.
Penyediaan obat-obatan disini mengandung arti pengumpulan, pengenalan, pengawetan dan
pembakuan dari bahan obat-obatan. Melihat ruang lingkup dunia farmasi yang cukup luas, maka
mudah dipahami bahwa ilmu resep tidak dapat berdiri sendiri tanpa kerja sama yang baik dengan
cabang ilmu yang lain, seperti fisika, kimia, biologi dan farmakologi.
Pada waktu seseorang mulai terjun masuk kedalam pendidikan kefarmasian berarti dia
mulai mempersiapkan dirinya untuk melayani masyarakat dalam hal :
 Memenuhi kebutuhan obat-obatan yang aman dan bermutu.
 Pengaturan dan pengawasan distribusi obat-obatan yang beredar di masyarakat.
 Meningkatkan peranan dalam bidang penyelidikan dan pengembangan obat-obatan.

Mempelajari resep berarti mempelajari penyediaan obat-obatan untuk kebutuhan si sakit.


Seseorang akan sakit bila mendapatkan serangan dari bibit penyakit, sedangkan bibit tersebut
telah ada semenjak diturunkannya manusia pertama.

B. Sejarah Kefarmasian

Gambar1.1. Sejarah Farmasi

Ilmu resep sebenarnya telah ada dikenal yakni semenjak timbulnya penyakit. Dengan
adanya manusia di dunia ini mulai timbul peradaban dan mulai terjadi penyebaran penyakit yang
dilanjutkan dengan usaha masyarakat untuk melakukan usaha pencegahan terhadap penyakit.
2
Ilmuwan- ilmuwan yang berjasa dalam perkembangan farmasi dan kedokteran adalah :

- Hipocrates (460-370), adalah dokter Yunani yang memperkenalkan farmasi dan


kedokteran secara ilmiah. Dan Hipocrates disebut sebagai Bapak Ilmu Kedokteran

- Dioscorides (abad ke-1 setelah Masehi), adalah ahli botani Yunani, merupakan orang
pertama yang menggunakan tumbuh- tumbuhan sebagai ilmu farmasi terapan.
Karyanya De Materia Medica. Obat-obatan yang dibuatnya yaitu Aspiridium, Opium,
Ergot, Hyosyamus dan Cinnamon.

- Galen (130-200 setelah Masehi), adalah dokter dan ahli farmasi bangsa Yunani.
Karyanya dalam ilmu kedokteran dan obat-obatan yang berasal dari alam, formula dan
sediaan farmasi yaitu Farmasi Galenika.

- Philipus Aureulus Theopratus Bombatus Van Hohenheim (1493-1541 setelah masehi),


Adalah seorang dokter dan ahli kimia dari Swiss yang menyebut dirinya Paracelcus ,
sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan farmasi, menyiapkan bahan obat
spesifik dan memperkenalkan zat kimia sebagai obat internal.

Gambar1.2. Lambang Farmasi

3
Ilmu farmasi baru menjadi ilmu pengetahuan yang sesungguhnya pada abad XVII di
Perancis. Pada tahun 1797 telah berdiri sekolah farmasi yang pertama di perancis dan buku
tentang farmasi mulai diterbitkan dalam beberapa bentuk antara lain buku pelajaran, majalah,
Farmakope maupun komentar. Kemajuan di Perancis ini diikuti oleh negara Eropa yang lain,
misalnya Italia, Inggris, Jerman, dan lain-lain. Di Amerika sekolah farmasi pertama berdiri pada
tahun 1821 di Philadelphia.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka ilmu farmasipun mengalami
perkembangan hingga terpecah menjadi ilmu yang lebih khusus, tetapi saling berkaitan, misalnya
farmakologi, farmakognosi, galenika dan kimia farmasi.
Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman Belanda, sehingga
buku pedoman maupun undang-undang yang berlaku pada waktu itu berkiblat pada negeri
Belanda. Setelah kemerdekaan, buku pedoman maupun undang-undang yang dirasa masih cocok
tetap dipertahankan, sedangkan yang tidak sesuai lagi dihilangkan.
Pekerjaan kefarmasian terutama pekerjaan meracik obat-obatan dikerjakan di apotek yang
dilakukan oleh Asisten Apoteker di bawah pengawasan Apoteker. Bentuk apotek yang pernah
ada di Indonesia ada 3 macam : apotek biasa, apotek darurat dan apotek dokter.
Dalam melakukan kegiatan di apotek mulai dari mempersiapkan bahan sampai penyerahan
obat, kita harus berpedoman pada buku resmi farmasi yang dikeluarkan oleh Departemen
Kesehatan, antara lain buku Farmakope (berasal dari kata “Pharmacon” yang berarti racun/obat
dan “pole” yang berarti membuat). Buku ini memuat persyaratan kemurniaan, sifat kimia dan
fisika, cara pemeriksaan, serta beberapa ketentuan lain yang berhubungan dengan obat-obatan.

Hampir setiap negara mempunyai buku farmakope sendiri, seperti :


 Farmakope Indonesia milik negara Indonesia
 United State Pharmakope ( U.S.P ) milik Amerika
 British Pharmakope ( B.P ) milik Inggris
 Nederlands Pharmakope milik Belanda

Pada farmakope-farmakope tersebut ada perbedaan dalam ketentuan, sehingga


menimbulkan kesulitan bila suatu resep dari negara A harus dibuat di negara B. Oleh karena itu
badan dunia dalam bidang kesehatan, WHO ( world health organization ) menerbitkan buku
Farmakope Internasional yang dapat disetujui oleh semua anggotanya. Tetapi sampai sekarang
masing-masing negara memegang teguh farmakopenya.
Sebelum Indonesia mempunyai farmakope, yang berlaku adalah farmakope Belanda. Baru
pada tahun 1962 pemerintah RI menerbitkan buku farmakope yang pertama, dan semenjak itu
farmakope Belanda dipakai sebagai referensi saja.

Buku-buku farmasi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan :


 Farmakope Indonesia edisi I jilid I terbit tanggal 20 Mei 1962
 Farmakope Indonesia edisi I jilid II terbit tanggal 20 Mei 1965
 Formularium Indonesia ( FOI ) terbit 20 Mei 1966
 Farmakope Indonesia edisi II terbit 1 April 1972

4
 Ekstra Farmakope Indonesia terbit 1 April 1974
 Formularium Nasional terbit 12 Nopember 1978
 Farmakope Indonesia III terbit 9 Oktober 1979
 Farmakope Indonesia IV terbit 5 Desember 1995
 Farmakope Indonesia V buku terbit Mei 2014
 Suplemen I Farmakope Indonesia Edisi V 7 Juli 2015
 Farmakope Indonesia VI terbit 8 Oktober 2020

C. Farmakope

Farmakope memuat persyaratan kemurniaan, sifat kimia dan fisika, cara pemeriksaan, serta
beberapa ketentuan lain yang berhubungan dengan obat-obatan.
Sejarah Farmakope Indonesia dimulai dengan terbitnya Farmakope Indonesia Edisi ke I
pada tahun 1962 yang mengacu pada Pharmacopoea Internationalis Editio Prima. Selanjutnya
pada tahun 1965 diterbitkan Farmakope Indonesia Edisi ke II yang merupakan pelengkap bagi
Edisi I dan memuat sedian galenika dan sediaan Farmasi lainnya yang belum dimasukkan dalam
Edisi I. Ekstra Farmakope Indonesia sebagai pelengkap Farmakope Indonesia Edisi II diterbitkan
pada tahun 1974 untuk memenuhi kebutuhan akan standar yang berisi persyaratan mutu obat
yang mencakup zat, bahan obat, dan sediaan farmasi yang tidak tercantum pada Farmakope
Indonesia Edisi II. Pada tahun 1979 diterbitkan Farmakope Indonesia Edisi III sebagai revisi FI II
maupun Ekstra Farmakope Indonesia Edisi II. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang kefarmasian, diterbitkan Farmakope Indonesia Edisi IV pada tahun 1995
untuk dapat dapat memperluas penerapan ilmu pengetahuan kefarmasian. Kebutuhan untuk
menangkap peluang pasar bebas di dunia kefarmasian dengan menghasilkan produk farmasi yang
bermutu tinggi serta isu harmonisasi dan standarisasi ditingkat regional maupun global membuat
Kementrian Kesehatan RI menerbitka Farmakope Indonesia Edisi V pada tahun 2018 yang
disusul dengan cepat oleh Farmakope Indonesia Edisi VI pada tahun 2020 sebagai dampak
menculnya era new normal akibat pandemi Covid 19 yang melanda seluruh dunia.

Ketentuan Umum Farmakope Indonesia VI


Farmakope edisi terbaru yang berlaku hingga saat ini adalah Farmakope Indonesia edisi
Enam. Judul tersebut dapat disingkat menjadi Farmakope Indonesia edisi VI atau FI VI. Jika
digunakan istilah FI tanpa keterangan lain selama periode berlakunya Farmakope Indonesia ini,
maka yang dimaksudkan adalah FI VI dan semua suplemennya.

Gambar 1.3 . Buku Farmakope Indonesia


Bahan dan Proses
Sediaan resmi dibuat dari bahan-bahan yang memenuhi persyaratan dalam monografi Farmakope
untuk masing-masing bahan yang bersangkutan, yang monografinya tersedia dalam Farmakope.

Air yang digunakan sebagai bahan dalam sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air,
air untuk injeksi atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi dalam FI ini.
Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh pemerintah dapat
digunakan dalam memproduksi sediaan resmi.

Bahan resmi harus dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip cara pembuatan yang baik dan dari bahan
yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, untuk menjamin agar bahan yang dihasilkan
memenuhi semua persyaratan yang tertera pada monografi Farmakope.

Apabila monografi suatu sediaan memerlukan bahan yang jumlahnya dinyatakan sebagai zat
yang telah dikeringkan, bahan tersebut tidak perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum
digunakan, asalkan adanya air atau zat lain yang mudah menguap diperkenankan dalam jumlah
yang ditetapkan.

Bahan Tambahan
Bahan resmi yang dibedakan dari sediaan resmi tidak boleh mengandung bahan yang
ditambahkan kecuali secara khusus diperkenankan dalam monografi. Apabila diperkenankan
pada penandaan harus tertera nama dan jumlah bahan tambahan tersebut. Kecuali dinyatakan lain
dalam monografi atau dalam ketentuan umum, bahan-bahan yang diperlukan seperti bahan dasar,
penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap dan pembawa dapat ditambahkan ke dalam
sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat atau penampilan maupun untuk
memudahkan pembuatan. Bahan tambahan tersebut dianggap tidak sesuai dan dilarang
digunakan, kecuali :
1. bahan tersebut tidak membahayakan dalam jumlah yang digunakan
2. tidak melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk memberikan efek yang
diharapkan.
3. tidak mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi atau keamanan dari sediaan resmi.
4. tidak mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar.

Udara didalam wadah sediaan resmi dapat dikeluarkan atau diganti dengan karbondioksida, helium, nitrogen atau
gas lain yang sesuai. Gas tersebut harus dinyatakan pada etiket kecuali dinyatakan lain dalam monografi.

Gambar 1.4. Gambar Obat


Tangas Uap.
Jika dinyatakan penggunaan tangas uap, yang dimaksud adalah tangas dengan uap panas mengalir.
Dapat juga digunakan pamanas lain yang dapat diatur hingga suhunya sama dengan uap panas
mengalir.

Tangas Air
Jika dinyatakan penggunaan tangas air, tanpa menyebutkan suhu tertentu, yang dimaksud adalah
tangas air yang mendidih kuat.

Larutan.
Kecuali dinyatakan lain, larutan untuk pengujian atau penetapan kadar dibuat dengan air sebagai
pelarut.

Pernyataan 1 dalam 10 mempunyai arti 1 bagian volume cairan atau 1 bagian bobot zat padat
diencerkan dengan atau dilarutkan dalam pengencer atau pelarut secukupnya hingga volume
akhir 10 bagian volume.

Pernyataan 20 : 5 : 2 mempunyai arti beberapa cairan dengan perbandingan volume seperti yang
disebutkan, dicampur.

Bobot Jenis
Kecuali dinyatakan lain, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat diudara pada suhu 25 o
terhadap bobot air dengan volume sama pada suhu 25 o

Suhu
Kecuali dinyatakan lain, semua suhu di dalam Farmakope dinyatakan dalam derajat Celcius dan
semua pengukuran dilakukan pada suhu 25 o. Jika dinyatakan suhu kamar terkendali , yang
dimaksud adalah suhu 15 o dan 30 o

Air
Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan penetapan kadar adalah air
yang dimurnikan.

Gambar 1.5. Sistem pengolahan Air

4
Pemerian
Pemerian memuat paparan mengenai sifat zat secara umum terutama meliputi wujud, rupa, warna,
rasa, bau dan untuk beberapa hal dilengkapi dengan sifat kimia atau sifat fisika, dimaksudkan
untuk dijadikan petunjuk dalam pengelolaan, peracikan, dan penggunaan.

Pernyataan dalam pemerian tidak cukup kuat dijadikan syarat baku, tetapi meskipun demikian secara
tidak langsung dapat membantu dalam penilaian pendahuluan terhadap mutu zat yang
bersangkutan.

Kelarutan
Kelarutan zat yang tercantum dalam farmakope dinyatakan dengan istilah sebagai berikut :

Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan


untuk melarutkan satu bagian zat.

Sangat mudah larut Kurang dari 1


Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut lebih dari 10.000

Wadah dan Penyimpanan


Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalamnya baik secara
kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau
kemurniannya hingga tidak memenuhi persyaratan resmi.

Kecuali dinyatakan lain, persyaratan wadah yang tertera di Farmakope juga berlaku untuk wadah
yang digunakan dalam penyerahan obat oleh apoteker.

Kemasan tahan rusak


Wadah suatu bahan steril yang dimaksudkan untuk pengobatan mata atau telinga, kecuali yang
disiapkan segera sebelum diserahkan atas resep dokter , harus disegel sedemikian rupa hingga
isinya tidak dapat digunakan tanpa merusak segel.

Wadah tidak tembus cahaya


Wadah tidak tembus cahaya harus dapat melindungi isi dari pengaruh cahaya, dibuat dari bahan
khusus yang mempunyai sifat menahan cahaya atau dengan melapisi wadah tersebut .

Wadah yang bening dan tidak berwarna atau wadah yang tembus cahaya dapat dibuat tidak tembus
cahaya dengan cara memberi pembungkus yang buram. Dalam hal ini pada etiket harus
disebutkan bahwa pembungkus buram diperlukan sampai isi dari wadah habis karena diminum
atau digunakan untuk keperluan lain.
Jika dalam monografi dinyatakan “Terlindung dari cahaya “ dimaksudkan agar penyimpanan
dilakukan dalam wadah tidak tembus cahaya.

Wadah tertutup baik


Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan mencegah
kehilangan bahan selama penanganan , pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.

Wadah tertutup rapat


Harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair , bahan padat atau uap dan mencegah
kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama pena-nganan , pengangkutan dan
distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan
wadah tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal.

Wadah tertutup kedap


Harus dapat mencegah menembusnya udara atau gas selama penanganan, pengangkutan,
penyimpanan dan distribusi.

Wadah satuan tunggal


Digunakan untuk produk obat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai dosis tunggal yang
harus digunakan segera setelah dibuka. Wadah atau pembung-kusnya sebaiknya dirancang
sedemikian rupa, hingga dapat diketahui apabila wadah tersebut pernah dibuka. Tiap wadah
satuan tunggal harus diberi etiket yang menye-butkan identitas, kadar atau kekuatan, nama
produsen, nomor batch dan tanggal ka-daluarsa.

Wadah dosis tunggal


Adalah wadah satuan tunggal untuk bahan untuk bahan yang hanya digunakan secara parenteral.

Wadah dosis satuan


Adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang digunakan bukan secara parenteral dalam doosis
tunggal, langsung dari wadah.

Wadah satuan ganda


Adalah wadah yang memungkinkan dapat diambil isinya beberapa kali tanpa mengakibatkan
perubahan kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut.

Wadah dosis ganda


Adalah wadah satuan ganda untuk bahan yang digunakan hanya secara parenteral

Suhu penyimpanan

Dingin adalah suhu tidak lebih dari 8o


Lemari pendingin memiliki suhu antara 2o dan 8o sedangkan lemari
pembeku mempunyai suhu antara - 20o dan -10o

Sejuk adalah suhu antara 8o dan 15o.


Kecuali dinyatakan lain harus disimpan pada suhu sejuk dapat
disimpan di dalam lemari pendingin

6
Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja.
Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur antara 15 o dan 30o

Hangat adalah suhu antara 30o dan 40 o

Panas berlebih adalah suhu di atas 40o

Penandaan
Bahan dan sediaan yang disebutkan dalam farmakope harus diberi penandaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Persen
- Persen bobot per bobot ( b/b) , menyatakan jumlah gram zat dalam 100 gram larutan atau
campuran,.
- Persen bobot per volume ( b/v) , menyatakan jumlah gram zat dalam 100 ml larutan,
sebagai pelarut dapat digunakan air atau pelarut lain.
- Persen volume per volume (v/v), menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml larutan

Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk campuran padat atau setengah
padat, yang dimaksud adalah b/b, untuk larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan yang
dimaksud adalah b/v , untuk larutan cairan di dalam cairan yang dimak-sud adalah v/v dan untuk
larutan gas dalam cairan yang dimaksud adalah b/v.

Daluarsa
Adalah waktu yang menunjukkan batas terakhir obat masih memenuhi syarat baku. Daluarsa
dinyatakan dalam bulan dan tahun, harus dicantumkan dalam etiket.

D. Obat dan Sediaan

Pengertian Obat Secara Umum

Obat ialah semua bahan tunggal/campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk untuk
bagian dalam maupun luar, guna mencegah, meringankan ataupun menyembuhkan penyakit.
Menurut undang – undang yang dimaksud obat ialah suatu bahan atau bahan-bahan yang
dimaksudkan untuk dipergunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah , mengurangi,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau
rohaniah pada manusia atau hewan, untuk memperelok badan atau bagian badan manusia.
Pengertian Obat Secara Khusus
1 Obat Jadi Yakni obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
cairan, salep, tablet, pil, suppositoria atau bentuk lain yang mempunyai
teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau buku lain yang
ditetapkan oleh pemerintah.

2 Obat Patent Yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat pembuat yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli
dari pabrik yang memproduksinya.

3 Obat Baru Yakni obat yang terdiri atau berisi zat, baik sebagai bagian yang
berkhasiat, ataupun yang tidak berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi,
pelarut, pembantu atau komponen lain, yang belum dikenal sehingga
tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.

4 Obat Asli Yakni obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah Indonesia,
terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam
pengobatan tradisional.

5 Obat Esensial Adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan
masyarakat terbanyak dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

6 Obat Generik Adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope
Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

Penggolongan Obat
Macam-macam penggolongan obat :
1. Menurut kegunaannya obat dapat dibagi :
a). untuk menyembuhkan (terapeutic)
b). untuk mencegah (prophylactic)
c). untuk diagnosa (diagnostic)

2. Menurut cara penggunaan obat dapat dibagi :


a). Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam), adalah obat yang
digunakan melalui orang dan diberi tanda etiket putih
b). Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar), adalah obat yang cara
penggunaannya selain melalui oral dan diberi tanda etiket biru. Contohnya
implantasi, injeksi, topikal, membran mukosal, rektal, vaginal, nasal, opthal,
aurical, collutio/gargarisma.

3. Menurut cara kerjanya obat dapat dibagi :


a). Lokal, adalah obat yang bekerjanya pada jaringan setempat, seperti obat – obat
yang digunakan secara topikal pemakaian topikal. Contohnya salep, linimenta
dan cream

8
b). Sistemis, adalah obat yang didistribusikan keseluruh tubuh. Contohnya tablet,
kapsul, obat minum dan lain – lain.

4. Menurut undang-undang kesehatan obat digolongkan dalam :


a). Obat narkotika (obat bius), merupakan obat yang diperlukan dalam bidang
pengobatan dan ilmu pengetahuan dan dapat pula menimbulkan ketergantungan
yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan.

b). Obat Psikotropika (obat berbahaya), obat yang mempengaruhi proses mental,
merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan / kelakuan orang.

c). Obat keras adalah semua obat yang :


 mempunyai takaran maksimum atau yang tercantum dalam daftar obat
keras.
 diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi
berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.
 obat baru , kecuali dinyatakan Departemen Kesehatan tidak membahayakan
 semua sediaan parenteral

d). Obat Bebas Terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter
dengan penyerahan dalam bungkus aslinya dan diberi tanda peringatan
(P1 s/d P6)

e). Obat Bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas, dan tidak
membahayakan bagi si pemakai dan diberi tanda lingkaran hijau dengan garis
tepi berwarna hitam.

Gambar 1.6. Tanda Penggolongan Obat (a.Jamu b.OHT/Obat Herbal


Terstandar c. Fitofarmaka d. Obat Bebas e. Obat Bebas Terbatas f.
Obat Keras g. Narkotika

Sumber Obat
Obat yang kita gunakan ini berasal dari berbagai sumber antara lain :
1. Tumbuhan (flora, nabati), seperti digitalis folium, kina, minyak jarak.
2. Hewan (fauna, hayati) seperti minyak ikan, adeps lanae, cera.
3. Mineral (pertambangan) seperti kalium iodida, garam dapur, parafin, vaselin.
4. Sintetis (tiruan/buatan) seperti kamfer sintetis, vitamin C
5. Mikroba seperti antibiotik penicillin dari Penicillium notatum.

10
Dari sumber-sumber ini supaya lebih sederhana dan lebih mudah dalam pemakaian dan
penyimpanan masih harus diolah menjadi sediaan kimia dan sediaan galenis.

Gambar 1.7. Sediaan Galenika

Contoh :

Simplisia Preparat Kimia Preparat Galenis


Belladonnae herba Atropin sulfas Belladonna extractum
Scopolamini hydrobromidum Belladonnae tinctura
Opium Morphini hydrochloridum Opii extractum
Codeini Hydrochloridum Opii tinctura

E. Resep

Pengertian Resep
Resep adalah permintaan tertulis seorang dokter , dokter gigi atau dokter hewan yang diberi
ijin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotik
untuk menyediakan dan menyerahkan obat-obatan bagi penderita. Resep disebut juga formulae
medicae, terdiri dari formulae officinalis (yaitu resep yang tercantum dalam buku farmakope atau
buku lainnya dan merupakan standar) dan formulae magistralis (yaitu resep yang ditulis oleh
dokter)
Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe (ambilah). Dibelakang tanda ini
(R/) biasanya baru tertera nama dan jumlah obat. Umumnya resep ditulis dalam bahasa latin.
Suatu resep yang lengkap harus memuat :
 Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan
 Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat
 Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
 Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Nama pasien, jenis hewan, umur, serta alamat/pemilik hewan
 Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi
dosis maksimal.

11
Contoh bentuk resep dokter adalah sebagai berikut :

Dr. S.H. Pudjihadi


DSP/50005/03.P/75B

Jl. Yusuf Adiwinata SH 62 – Jakarta, Telp. 45011


Jam bicara 3 - 5 sore
Hari Senin , Rabu, Jum’at

Jakarta, 20 Mei 2000


R/ Extr. Bellad 120 mg
HCl Ephed. 300 mg
C.T.M 50 mg
Doveri Pulv. 3
O.B.H 300 ml
m.f. potio
s.t.d.d. C
Paraf dokter
Pro : Halimah
Umur : 7 tahun
Alamat : Jl. A. Yani 57 Surabaya.

12
Pembagian suatu resep yang lengkap :
1). Tanggal dan tempat ditulisnya resep ( inscriptio
) 2). Aturan pakai dari obat yang tertulis ( signatura )
3). Paraf/tanda tangan dokter yang menulis resep
( subcriptio ) 4). Tanda buka penulisan resep dengan R/
( invocatio )
5). Nama obat, jumlah dan cara membuatnya ( praescriptio atau ordinatio )

Yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi (terbatas pada pengobatan gigi dan
mulut) dan dokter hewan (terbatas pada pengobatan hewan). Dokter gigi diberi ijin menulis resep
dari segala macam obat untuk pemakaian melalui mulut, injeksi (parentral) atau cara pemakaian
lainnya, khusus untuk mengobati penyakit gigi dan mulut. Sedangkan pembiusan / patirasa secara
umum tetap dilarang bagi dokter gigi (S.E.) Depkes No. 19/Ph/62 Mei 1962.

Resep untuk pengobat segera


Untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera dokter dapat memberi
tanda : Cito: segera
Urgent : penting
Statim : penting
P.I.M : Periculum In Mora = berbahaya bila ditunda.
pada bagian atas kanan resep, apoteker harus mendahulukan pelayanan resep ini termasuk resep
antidotum .
Bila dokter ingin agar resepnya dapat diulang, maka dalam resep ditulis Iteratie. Dan ditulis
berapa kali resep boleh diulang. Misalkan iteratie 3 X, artinya resep dapat dilayani 1 + 3 kali
ulangan = 4 X . Untuk resep yang mengandung narkotika, tidak dapat ditulis iteratie tetapi
selalu dengan resep baru.

Komponen Resep Menurut Fungsi


Menurut fungsi bahan obatnya resep terbagi atas :
1). Remidium Cardinal, adalah obat yang berkhasiat utama
2). Remidium Ajuvans, adalah obat yang menunjang bekerjanya bahan obat utama
3). Corrigens, adalah zat tambahan yang digunakan untuk memperbaiki warna, rasa dan bau
dari obat utama.
Corrigens dapat kita bedakan sebagai berikut :
a. Corrigens Actionis, digunakan untuk memperbaiki kerja zat berkhasiat utama.
Contohnya pulvis doveri terdiri dari kalii sulfas,
ipecacuanhae radix, dan opii pulvis. Opii pulvis sebagai zat
berkhasiat utama menyebabkan orang sukar buang air besar,
karena itu diberi kalii sulfas sebagai pencahar sekaligus
memperbaiki kerja opii pulvis tsb.

b. Corrigens Odoris, digunakan untuk memperbaiki bau dari obat. Contohnya


oleum Cinnamommi dalam emulsi minyak ikan.

c. Corrigens Saporis, digunakan untuk memperbaiki rasa obat. Contohnya


saccharosa atau sirupus simplex untuk obat - obatan yang
pahit rasanya.
d. Corrigens Coloris, digunakan untuk memperbaiki warna obat . Contohnya obat
untuk anak diberi warna merah agar menarik untuk
diminum.

e. Corrigens Solubilis, digunakan untuk memperbaiki kelarutan dari obat utama.


Contohnya Iodium dapat mudah larut dalam larutan pekat
KI / NaI

4). Constituens / Vehiculum / Exipiens, merupakan zat tambahan. Adalah bahan obat yang
bersifat netral dan dipakai sebagai bahan pengisi dan pemberi bentuk, sehingga menjadi
obat yang cocok. Contohnya laktosum pada serbuk, amylum dan talcum pada bedak tabur.

Contoh resep berdasarkan fungsi bahan obatnya.

R/ Sulfadiazin 0,500 - Remidium Cardinale


Bic, Natric 0,300 - Remidium Ajuvans
Saccharum 0,100 - Corrigens Saporis
Lact. 0,200 - Constituens
Mf. Pulv.dtd no X
S.t.d.d.p. I
Pro : Tn. Budi

Salinan Resep (Copy Resep)


Salinan resep adalah salinan yang dibuat oleh apotik, selain memuat semua keterangan
yang terdapat dalam resep asli juga harus memuat :
1). Nama dan alamat apotik
2). Nama dan nomer izin apoteker pengelola apotik.
3). Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotik
4). Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan tanda nedet (nedetur) untuk obat
yang belum diserahkan, pada resep dengan tanda ITER …X diberi tanda detur orig /
detur …..X
5). Nomor resep dan tanggal pembuatan.

Gambar 1.8. Contoh Resep

12
Contoh salinan resep.

APOTIK BAHARI
Jl. Thamrin No. 3
Jakarta - Telp. 378945
APA : Drs. Bambang Hariyanto, Apt
SIK .....................................................
Salinan resep No : 259
Dari dokter : Joko Susilo
Ditulis tanggal : 5 Nofember 2001
Pro : Nn. Andriani

R/ Amoxycillin 500 No. XII


S.3.d.d.I-------------------------------det
R/ Ponstan FCT No. XII
S.p.r.n. I -----ne det

Jakarta, 5 Nofember 2001


Cap apotik pcc
Tanda tangan APA

Istilah lain dari copy resep adalah apograph, exemplum, afschrif. Apabila Apoteker
Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya, penandatanganan atau pencantuman paraf
pada salinan resep yang dimaksud diatas dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Apoteker
Pengganti dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan.
Salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat
penderita, penderita sendiri dan petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut
perundang-undangan yang berlaku (contohnya petugas pengadilan bila diper-lukan untuk suatu
perkara).

Penyimpanan Resep
Apoteker Pengelola Apotik mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal
dan nomor urut penerimaan resep. Resep harus disimpan sekurang-kurangnya selama 3 tahun.
Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep lainnya.Resep yang disimpan
melebihi jangka 3 tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan resep dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh
Apoteker Pengelola Apotik bersama-sama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas apotik.
Pada pemusnahan resep harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah
ditentukan, rangkap 4 dan ditanda-tangani oleh APA bersama dengan sekurang-kurangnya
seorang petugas apotik.
Apoteker tidak dibenarkan mengulangi penyerahan obat atas dasar resep yang sama apabila
pada resep aslinya tercantum tanda n.i. ( ne iteratur = tidak boleh diulang) atau obat narkotika
atau obat lain yang oleh Menkes (khususnya Badan POM RI) yang ditetapkan sebagai obat yang
tidak boleh diulang tanpa resep baru dari dokter.

Gambar 1.9. Penyimpanan Resep

F. Dosis

Pengertian Dosis
Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan dosis adalah dosis maksimum, yaitu dosis
maksimum dewasa untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutis dan rektal. Selain dosis
maksimal juga dikenal dosis lazim, dalam Farmakope edisi III tercantum dosis lazim untuk
dewasa juga untuk bayi dan anak. Umumnya merupakan petunjuk dan tidak mengikat.
Definisi dosis (takaran) suatu obat ialah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan
atau diberikan kepada seorang penderita baik untuk dipakai sebagai obat dalam maupun obat
luar. Ketentuan Umum FI edisi III mencantumkan 2 dosis yakni :
1). Dosis Maksimal ( maximum), berlaku untuk pemakaian sekali dan sehari. Penyerahan
obat dengan dosis melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan membubuhi tanda
seru dan paraf dokter penulisan resep, diberi garis dibawah nama obat tersebut atau
banyaknya obat hendaknya ditulis dengan huruf lengkap.

2). Dosis Lazim (Usual Doses), merupakan petunjuk yang tidak mengikat tetapi digunakan
sebagai pedoman umum (dosis yang biasa / umum digunakan).

Macam – Macam Dosis


Ditinjau dari dosis (takaran) yang dipakai, maka dapat dibagi sebagai berikut :

1). Dosis terapi adalah dosis (takaran) yang diberikan dalam keadaan biasa dan
dapat menyembuhkan si sakit.

2). Dosis maksimum adalah dosis (takaran) yang terbesar yang dapat diberikan kepada
orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa
membahayakan.

3). L.D.50 adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada

14
50% hewan percobaan.

4). L.D.100 adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 100 %
hewan percobaan

Daftar dosis maksimal menurut FI digunakan untuk orang dewasa berumur 20 - 60


tahun, dengan berat badan 58 – 60 kg. Untuk orang yang sudah berusia lanjut dan pertumbuhan
fisiknya sudah mulai menurun, maka pemberian dosis lebih kecil dari pada dosis dewasa.

Gambar 1.10. Contoh Dosis obat

15
Perbandingan dosis orang usia lanjut terhadap dosis dewasa :

Umur Dosis
4
60-70 tahun /5 x dosis dewasa
70-80 tahun ¾ x dosis dewasa
2
80-90 tahun /3 x dosis dewasa
90 tahun keatas ½ x dosis dewasa

Dosis untuk wanita hamil


Untuk wanita hamil yang peka terhadap obat-obatan sebaiknya diberi dalam jumlah yang
lebih kecil, bahkan untuk beberapa obat yang dapat mengakibatkan abortus dilarang, juga wanita
menyusui, karena obat dapat diserap oleh bayi melalui ASI. Untuk anak dibawah 20 tahun
mempunyai perhitungan khusus.

Dosis untuk anak dan bayi


Respon tubuh anak dan bayi terhadap obat tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.
Dalam memilih dan menetapkan dosis memang tidak mudah karena harus diperhitungkan
beberapa faktor, antara lain umur, berat badan, jenis kelamin, sifat penyakit, daya serap obat,
ekskresi obat. Faktor lain kondisi pasien, kasus penyakit, jenis obatnya juga faktor toleransi,
habituasi, adiksi dan sensitip.
Aturan pokok untuk memperhitungkan dosis untuk anak tidak ada, karena itu beberapa
tokoh mencoba untuk membuat perhitungan berdasarkan umur, bobot badan dan luas permukaan
(body surface ) . Sebagai patokan dapat kita ambil salah satu cara sebagai berkut :

Menghitung Dosis Maksimum Untuk Anak

(1) Berdasarkan Umur.

n
- Rumus YOUNG x dosis maksimal dewasa, dimana n adalah
: n  12
umur dari anak 8 tahun kebawah.

n
- Rumus DILLING x dosis maksimal dewasa, dimana n adalah umur
: 20
dari anak 8 tahun kebawah.

n
- Rumus FRIED x dosis maksimal dewasa, n adalah umur bayi
150

: dalam bulan
(2) Berdasarkan Berat Badan (BB)

- Rumus CLARK (Amerika) :

Berat badan anak dalam kg x dosis maksimal dewasa


150
atau
Berat Badan Anak dalam pound x dosis maksimal dewasa
68

- Rumus Thermich ( Jerman ) :


Berat Badan Anak dalam kg x dosis maksimal dewasa
70

Ada 3 macam bahan yang mempunyai DM untuk obat luar


yaitu : Naphthol, guaiacol, kreosot untuk kulit
Sublimat untuk mata
Iodoform untuk obat pompa

Dosis maksimum gabungan


Bila dalam resep terdapat lebih dari satu macam obat yang mempunyai kerja
bersamaan/searah, maka harus dibuat dosis maksimum gabungan. Dosis maksimum gabungan
dinyatakan tidak lampau bila : pemakaian 1 kali zat A + pemakaian 1 kali zat B, hasilnya kurang
dari 100 %, demikian pula pemakaian 1 harinya.
Contoh obat yang memiliki DM gabungan : Atropin Sulfas dengan Extractum
Belladonnae, Pulvis Opii dengan Pulvis Doveri, Coffein dengan Aminophyllin, Arsen Trioxyda
dengan Natrii Arsenas dan lain-lain

Dosis dengan pemakaian berdasar jam, contohnya s.o.t.h. (setiap tiga jam)

(1) Menurut FI edisi II untuk pemakaian sehari dihitung :

24 24
X = 8 kali minum dalam sehari semalam
n X= 3

(2) Menurut Van Duin :


16 16
+1X= + 1 = 6 kali minum obat untuk sehari semalam, kecuali untuk
n 3
antibiotika dan sulfonamida dihitung 24 jam (seperti rumus dari FI. II)

16
Dosis untuk larutan mengandung sirup jumlah besar
Harus diperhatikan didalam obat minum yang mengandung sirup dalam jumlah besar yaitu
lebih dari 16,67 % atau lebih dari 1/6 bagian, BJ larutan akan berubah dari 1 menjadi 1,3,
sehingga berat larutan tidak akan sama dengan volume larutan.

Pengenalan Pertimbangan Dosis


Selain dosis maksimal kita juga mengenal dosis lazim yaitu dosis suatu obat yang dapat
diharapkan menimbulkan efek pada pengobatan orang dewasa yang sesuai dengan gejalanya.
Rentangan dosis lazim suatu obat menunjukkan kisaran kuantitatif atau jumlah obat yang dapat
ditentukan dalam pengobatan biasa . Pemakaian diluar dosis lazim (kurang atau lebih)
menyebabkan suatu permasalahan . Misalnya kuman menjadi kebal atau penyakit tidak sembuh.
Dalam Farmakope Indonesia edisi III dicantumkan dosis lazim untuk orang dewasa dan
dosis lazim untuk bayi dan anak-anak Selain dinyatakan dalam umur, dosis lazim juga bisa
dihitung berdasarkan berat badan pasien mengingat beberapa pasien ada yang tidak sesuai antara
umur dan berat badannya.
Untuk obat-obat tertentu, dosis awal atau pemakaian pertama kadang jumlahnya besar, hal
tersebut mungkin dibutuhkan untuk tercapainya konsentrasi obat yang diinginkan dalam darah
atau jaringan, kemudian dilanjutkan dengan dosis perawatan. Dosis lazim memberi kita sejumlah
obat yang cukup tapi tidak berlebih untuk menghasilkan suatu efek terapi.
Obat-obat paten yang dijual di apotik pada umumnya sudah tersedia dalam dosis
lazimnya, sehingga memudahkan tenaga kesehatan (dokter/farmasis) untuk menentukan besarnya
dosis lazim untuk orang dewasa maupun anak. Contohnya CTM tablet (4 mg/tablet),
Dexamethason tablet (0,5 mg/tablet), Prednison tablet (5 mg/tablet), Ampisillin kapsul
(250 mg/kapsul atau 500 mg/kapsul), Ampisillin sirup (125 mg/cth) dan lain – lain.
Mengapa kita perlu mempertimbangkan dosis obat, bila dosis maximalnya tidak lampau ?
Hal tersebut perlu dipertimbangkan karena beberapa macam obat DM nya tidak lampau tetapi
dianggap tidak lazim. Misalnya dosis maximal CTM 40 mg per hari, sedangkan dosis lazimnya
6-16 mg /hari. Bila pasien minum CTM tablet 3 kali sehari 2 tablet, dosis maksimalnya belum
dilampaui, tetapi dianggap tidak lazim karena efek terapi sudah dapat dicapai cukup dengan
pemberian 3 kali sehari 1 tablet.

Gambar 1.11. Dosis Vaksin


BAB II
ALAT PERACIKAN OBAT

A. Timbangan Obat

Timbangan obat ada 3 jenis , yaitu :

1. Timbangan kasar : daya beban 250 gram hingga 1000 gram, kepekaan 200 mg.
2. Timbangan gram halus : daya beban 100 gram hingga 200 gram, kepekaan 50 mg
3. Timbangan milligram : daya beban 10 g hingga 50 g, kepekaan 5 mg

Daya beban adalah bobot maksimum yang boleh ditimbang.


Kepekaan adalah tambahan bobot maksimum yang diperlukan pada salah satu piring timbangan,
setelah keduanya diisi muatan maksimum, menyebabkan ayunan jarum timbangan tidak kurang
dari 2 mm tiap dm panjang jarum.

Gambar timbangan gram halus :

18
Keterangan gambar

1. Papan landasan timbangan


2. Tombol pengatur tegak berdirinya timbangan
3. 1. Anting penunjuk tegak berdirinya timbangan
2. Alas anting penunjuk tegaknya timbangan (waterpass)
4. Jarum timbangan
5. Skala
6. Tuas penyangga timbangan
7. Pisau tengah atau pisau pusat.
8. Pisau tangan
9. Tangan timbangan
10. Tombol/mur pengatur keseimbangan /mur.
11. Piring timbangan

Penimbangan

1. Diperiksa apakah semua komponen timbangan/neraca sudah sesuai pada tempatnya ,


dengan mencocokkan nomer-nomer yang terdapat pada komponen-komponen
tersebut. ( lihat gambar)

2. Periksa kedudukan timbangan sudah sejajar/rata, dapat dilihat dari posisi


anting ( 3.1) dengan alas anting (3.2) harus tepat. Bila belum tepat kita putar tombol
(2).

3. Sekali lagi kita periksa apakah posisi pisau (7) dan (8)sudah pada tempatnya. Bila
sudah maka tuas (6) kita angkat atau putar maka timbangan akan terangkat dan akan
kelihatan apakah piringnya seimbang atau berat sebelah. Bila tidak seimbang kita
dapat memutar mur (10) kiri atau kanan sesuai dengan keseimbangannya, sehingga
neraca seimbang.

4. Setelah itu baru kita letakkan kertas perkamen diatas kedua piring timbangan, angkat
tuas (6) untuk memeriksa apakah timbangan sudah seimbang . Bila sudah seimbang,
maka penimbangan bahan-bahan bisa dimulai.

5. Cara penimbangan bahan-bahan :


a. bahan padat seperti serbuk, lilin dll ditimbang diatas kertas perkamen
b. bahan ½ padat seperti vaselin, adeps, ditimbang diatas kertas perkamen atau
diatas cawan penguap.
c. bahan cair dapat ditimbang diatas kaca arloji, cawan penguap atau langsung
dalam botol atau wadah.
d. bahan cairan kental seperti ekstrak belladon dan ekstrak hyosciamy langsung
ditimbang, sedangkan untuk ichtyol ditimbang dikertas perkamen yang
sebelumnya diolesi dengan parafin cair/vaselin.
e. Bahan oksidator (Kalii Permanganas, Iodium, Argenti Nitras) ditimbang pada
gelas timbang atau pada gelas arloji yang ditutup.
f. Bahan yang bobotnya kurang dari 50 mg dilakukan pengenceran (dibahas pada
bab Pulvis)

B. Alat – Alat Ukur Volume

1. Gelas ukur dipergunakan untuk mengukur cairan yang akan dibuat atau cairan yang
diambil misalnya air 100 ml.

2. Gelas piala / beakerglass untuk melarutkan bahan dengan diaduk pengaduk dari kaca,
dapat pula digunakan untuk membuat mucilago amyli

3. Erlenmeyer dipakai untuk melarutkan bahan dengan digoyang atau dikocok pelan dan
gunakan untuk alat pengukur (tingkat ketelitian kurang)

Gambar 2.1. a. Labu Erlenmeyer b. Labu takar c. Tabung reaksi

Gambar 2.2. a. Beker glass b. Gelas ukur

C. Alat – Alat Peracikan dan Alat Gelas Lainnya


20
1. Lumpang-alu atau mortir dan stamper, dipakai untuk menghaluskan dan mencampur
bahan-bahan.

Gambar 2.3. Gambar Mortir dan Stamper ( Lumpang dan Alu)

2. Sendok dapat dipakai untuk mengambil bahan padat dari dalam botol , untuk bahan
cair bisa digunakan pipet penetes atau langsung dituang dengan hati-hati, sedangkan
untuk bahan semipadat ( ekstrak kental dan lemak-lemak) bisa digunakan spatel/sudip

Gambar 2.4. Sendok dan spatula: a.porselen b. logam c. tanduk

3. Sudip dari film plastik/mika dipakai untuk menyatukan , membersihkan serbuk atau
salep dan memasukkan dalam wadah.

Gambar 2.5. Sudip dari plastic film

4. Cawan penguap (dari porselin) digunakan untuk wadah menimbang , untuk


menguapkan atau mengeringkan cairan, melebur atau mencampur lebih dari 1 bahan.

21
Gambar 2.6. Cawan Penguap

5. Gelas arloji dan botol timbang untuk menimbang bahan yang mudah menguap,
menyublim, dan cairan yang tidak boleh ditimbang dengan kertas perkamen.

Gambar 2.7. Gelas arloji

6. Panci infus untuk membuat larutan infus.

Gambar 2.8. Panci infusa

7. Papan pil dipakai untuk menggulung pil , memotong pil, kemudian dibulatkan dengan
pembulat pil.

22
Gambar 2.9. Papan dan pemotong pil

8. Pengayak alat yang dipakai untuk mengayak bahan sesuai dengan derajat kehalusan
serbuk

Gambar 2.10. Pengayak Farmasi (Mesh)

9. Corong dipakai untuk menyaring dengan meletakkan kertas saring diatas corong ,
kertas saring digunting bulat kurang lebih 1 cm dibawah permukaan corong.

Gambar 2.11. a. Corong gelas b. Corong Buchner

10. Batang pengaduk

23
Gambar 2.12. Batang Pengaduk

11. Capsul Filler

Gambar 2.13. Mesin isi kapsul manual

24
BAB III
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LABORATORIUM
FARMASI

A. PENGERTIAN LABORATORIUM
Laboratorium adalah ruangan yang dirancang sesuai dengan kebutuhan untuk melakukan aktifitas
yang berkaitan dengan fungsi-fungsi pendidikan,penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Laboratorium yang dimaksud dalam standar ini adalah untuk pembelajaran dilaboratorium klinik, bengkel
kerja, workshop.Kegiatan laboratorium akan membawa peserta didik kepada pembentukan sikap,
ketrampilan, kemampuan bekerja sama, dan kreatifitas dalam menerima pengetahuan. Dengan
melaksanakan kegiatan laboratorium yang baik, sesuai dengan prosedur dan tata tertib laboratorium, maka
hal tersebut secara tidak langsung dapat menunjang pelaksanaan Kurikulum . Pembelajaran teori yang
dipelajari melalui perkuliahan dan studi pustaka bersifat abstrak, dapat diaktualisasikan dengan nyata
melalui kegiatan laboratorium.

B. PERSYARATAN LABORATORIUM
Suatu laboratorium dapat berfungsi dengan efektif dan efisien harus memperhatikan hal-hal terkait
persyaratan minimal sebagai berikut sebagai berikut:
1. Jenis dan jumlah peralatan, serta bahan habis pakai berdasarkan pada kompetensi yang akan dicapai
yang dinyatakan dalam rasio antara alat dengan peserta didik
2. Bentuk/desain laboratorium harus memperhatikan aspek keselamatan atau keamanan.
3. Laboratorium agar aman dan nyaman bagi peserta didik dan guru/pendamping harus:
a. Keadaan ruang harus memungkinkan guru/pendamping dapat melihat semua peserta didik yang
bekerja di dalam laboratorium itu tanpa terhalang oleh perabot atau benda-benda lain yang ada
di dalam laboratorium tersebut.
b. Peserta didik harus dapat mengamati demonstrasi/simulasi dari jarak maksimal 2 m dari meja
demonstrasi.
c. Lantai laboratorium tidak boleh licin, harus mudah dibersihkan. dan tahan terhadap tumpahan
bahan-bahan kimia.

25
d. Alat-alat atau benda-benda yang dipasang di dinding tidak boleh menonjol sampai ke bagian
ruang tempat peserta didik berjalan dan sirkulasi alat.
e. Tersedianya buku referensi penunjang praktik.
f. Tersedianya air mengalir (kran).
g. Meja praktikum harus tidak tembus air, tahan asam dan basa (Terbuat) dari porselin)
h. Tersedia ruang guru/pendamping.
i. Tersedianya kebutuhan listrik seperti stopkontak (mains socket)

4. Adanya Standar Operasional Prosedur Laboratorium (Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di
Laboratorium :
1. Pakailah jas laboratorium saat berada dalam ruangan pemeriksaan atau di ruang laboratorium.
Tinggalkan jas di ruang laboratorium setelah selesai bekerja.
2. Cuci tangan sebelum pemeriksaan.
3. Menggunakan alat pelindung diri (masker, sarung tangan, kaca mata dan sepatu tertutup).
4. Semua specimen harus dianggap infeksius (sumber penular), oleh karena itu harus ditangani
dengan sangat hati-hati.
5. Semua bahan kimia harus dianggap berbahaya, oleh karena itu harus ditangani dengan hati-hati.
6. Tidak makan, minum dan merokok di dalam laboratorium.
7. Tidak menyentuh mata dan mulut pada saat sedang bekerja.
8. Tidak diperbolehkan menyimpan makanan di dalam lemari pendingin yang digunakan untuk
menyimpan bahan-bahan klinik atau riset.
9. Tidak diperbolehkan melakukan pengisapan pipet melalui mulut, gunakan peralatan mekanik
(seperti penghisap karet) atau pipet otomatis.
10. Tidak membuka sentrifuge sewaktu masih berputar.
11. Menutup ujung tabung penggumpal darah dengan kertas atau kain, atau jauhkan dari muka
sewaktu membuka.
12. Bersihkan semua peralatan bekas pakai dengan desinfektans larutan klorin 0,5 % dengan cara
merendam selama 20-30 menit.
13. Bersihkan permukaan tempat bekerja atau meja kerja setiap kali selesai bekeja dengan
menggunakan larutan klorin 0,5 %.
14. Pakai sarung tangan rumah tangga sewaktu membersihkan alat-alat laboratorium dari bahan
gelas.
15. Gunakan tempat antitembus dan anti bocor untuk menempatkan bahan-bahan yang tajam.
26
16. Letakkan bahan-bahan limbah infeksi di dalam kantong plastik atau wadah dengan penutup yang
tepat.
17. Cuci tangan dengan sabun dan beri desinfektan setiap kali selesai bekerja.

5. Adanya sistem pelaporan dan dokumentasi dari setiap kegiatan praktikum di masing-masing
laboratorium, baik persemester maupun pertahun.

C. TATA RUANG DI LABORATORIUM

1. Jenis Ruang Laboratorium


Setiap jenis laboratorium memiliki ruangan sebagai berikut :
a. Ruang pengelola laboratorium ;
b. Ruang praktik peserta didik;
c. Ruang kerja dan persiapan dosen;
d. Ruang/tempat penyimpanan alat; dan
e. Ruang/tempat penyimpanan bahan.
2. Bentuk Ruang
Bentuk ruang laboratorium sebaiknya bujur sangkar atau mendekati bujursangkar atau bisa
juga berbentuk persegi panjang. Bentuk bujur sangkar memungkinkan jarak antara dosen dan peserta
didik dapat lebih dekat sehingga memudahkan kontak antara dosen/instruktur dan peserta didik.
3. Luas Ruang
a. Luas ruang praktik laboratorium harus memenuhi persyaratan, yaitu :
1) 1 orang peserta didik memerlukan ruang kerja minimal 2,5 m²
2) Disediakan ruang kosong antara tembok dan meja kerja sekitar 1,7 m untuk memudahkan
dan mengamankan sirkulasi alat dan peserta didik di laboratorium.
3). Jarak antara ujung meja yang berdampingan sebaiknya tidak kurang dari 1.5 m, sehingga
peserta didik dapat bergerak leluasa pada waktu bekerja dan pada waktu pindah atau
memindahkan alat (bahan) dari satu tempat ke tempat lain.
4). Luas ruang harus sebanding dengan banyaknya peserta didik dan jenis pendidikan.
b. Luas ruang penyimpanan alat dan bahan disesuaikan dengan jenis alat/bahan yang ada di setiap
jenis pendidikan.
4. Fasilitas ruangan disesuaikan dengan kebutuhan teknis masing-masing laboratorium.

27
Gambar 3.1. Laboratorium Ilmu Resep

Gambar 3.2. Laboratorium Kimia

D. PENGELOLAAN LABORATORIUM
Pelaksanaan suatu aktifitas laboratorium membutuhkan suatu aturan atau ketentuan agar
aktifitas dapat berjalan dengan lancar, sehingga tujuan aktifitas pembelajaran dapat tercapai. Aturan
atau ketentuan operasional perlu disusun dengan jelas. Hal ini karena laboratorium merupakan suatu
sistem yang terdiri atas prasarana dan sarana penunjang kegiatan, baik berupa peralatan.laboratorium
maupun sumber daya manusia. Oleh karena itu, laboratorium perlu diatur sesuai dengan ketentuan

28
yang berlaku di masing-masing institusi. Mengingat banyaknya peralatan dan beban kerja yang ada
di suatu laboratorium, maka diperlukan sistem manajemen yang memadai untuk mengelola prasana
dan sarana serta kegiatan yang ada di laboratorium tersebut. Sistem manajemen ini meliputi struktur
organisasi, pembagian kerja, serta susunan personel yang mengelola laboratorium .
1. Kepala unit laboratorium bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang diselenggarakan di
laboratorium, baik administrasi maupun akademik. Tugas kepala unit laboratorium, antara lain :
a. Mempertanggungjawabkan semua kegiatan di laboratorium, dengan dibantu oleh semua anggota
laboratorium (administrator/penanggung jawab laboratorium dan teknisi/ tenaga
bantulaboratorium), agar kelancaran aktifitas laboratorium dapat terjamin.
b. Memimpin, membina, dan mengkoordinir semua aktifitas sistem internal dan mengadakan
kerjasama dengan pihak ek sternal, seperti institusi lain, atau pusat-pusat studi yang berkaitan
dengan pengembangan laboratorium. Kerja sama dengan pihak luar sangat penting karena
sebagai wahana untuk saling berkomunikasi semuaaktifitas yang diadakan di laboratorium
masing-masing. Dengan beban kerja seperti tersebut, maka kepala unit laboratorium harus
merupakan seorang yang mempunyai komitmen, kemampuan akademik, dan keterampilan
manajemen yang handal. Oleh karena itu kepala unit laboratorium adalah seorang dosen dengan
kualifikasi pendidikan minimal ; S2.
2. Penanggung jawab laboratorium membantu secara langsung tugas kepala unit laboratorium dalam
bidang administrasi, sehingga membantu terjaminnya kelancaran sistim administrasi, maka seorang
administrator harus mempunyai kualifikasi pendidikan minimum Sarjana Sains Terapan (D.IV)/S.1
Tugas dan tanggung jawab dari PenanggungJawab Laboratorium antara lain :
a. Mempertanggung jawabkan semua kegiatan praktikum pada laboratoriumnya secara
terorganisir, terjadwal dan terencana dengan baik dengan bantuan dan kerjasama dengan tenaga
bantu laboratorium
b. Memimpin, membina, dan mengkoordinir semua aktifitas/kegiatan yang terjadi di dalam
laboratoriumnya baik dengan tenaga bantu laboratorium maupun dengan dosen mata kuliah
terkait.

3. Teknisi/tenaga bantu laboratorium adalah seseorang yang bertugas membantu aktifitas peserta didik
dalam melakukan kegiatan praktek laboratorium. Secara khusus seorang tenaga bantu laboratorium
bertanggung jawab dalam menyediakan peralatan yang diperlukan dan mengembalikan peralatan
tersebut setelah digunakan ke tempat semula.Tenaga bantu laboratorium sangat diperlukan
mengingat banyaknya kegiatan praktikum yang dilaksanakan oleh peserta didik, sehingga kesiapan
29
alat sangat diperlukan. Penempatan kembali peralatan yang sudah digunakan pada posisi yang tidak
seharusnya dapat mengganggu kelancaran kegiatan berik utnya. Oleh karena itu seorang tenaga
bantu laboratorium yang baik sangat diperlukan. Hal ini bisa tercapai jikaseorang tenaga bantu
laboratorium mempunyai keahlian di bidangnya. Misalnya untuk tenaga bantu laboratorium di
laboratorium kesehatan harus benar-benar mempunyai kemampuan dan pemahaman dalam bidang
yang berhubungan dengan keilmuan kesehatan dan kualifikasi pendidikan minimum seorang tenaga
bantu laboratorium adalah D.III sesuai bidangnya.
Tugas membuat jadwal dapat diserahkan kepada tenaga bantulaboratorium, namun demikian
dosen juga harus terlibat pada penyusunan jadwal. Agar laboratorium dapat berfungsi dengan
sebaik-baiknya, dosen perlu dibantu oleh teknisi laboratorium. Tugas tenaga bantu laboratorium
sebagai berikut:
a. menyiapkan alat-alat untuk percobaan peserta didik dan demonstrasi oleh dosen dan peserta
didik;
b. memelihara alat-alat dan memeriksa jumlah alat-alat dan bahan;
c. menyiapkan bahan-bahan yang habis pakai;
d. membantu dosen di dalam laboratorium; dan
e. memeriksa keadaan alat-alat dan memisahkan alat-alat yang baik dan yang rusak dan
melaporkan keadaan itu kepada penanggung jawab laboratorium.

Kegiatan yang dilaksanakan pengelola di laboratorium


1. Memberikan pelayanan laboratorium bagi pengguna;
2. Mengadakan pertemuan periodik untuk komunikasi antar dosen;
3. Menjadwalkan penggunaan laboratorium;
4. Membuat jadwal pemeliharaan alat laboratorium ;
5. Melakukan pemeliharaan keadaan laboratorium secara keseluruhan;
6. Melakukan pemeliharaan preventif alat dan bahan;
7. Melakukan Kalibrasi terhadap peralatan laboratorium sesuai dengan spesifikasi.
8. Melakukan perbaikan alat rusak yang masih dapat diperbaiki di laboratorium;
9. Melakukan inventarisasi alat dan bahan untuk mengetahui jumlah alat yang ada, yang masih
baik, dan yang rusak;
10. Membuat dan mengusulkan rencana anggaran biaya laboratorium/bengkel kerja;
11. Menerima dan memeriksa alat dan bahan yang diterima;
12. Melakukan langkah-langkah yang diperlukan agar kegiatan- kegiatan di dalam laboratorium
30
berlangsung aman, terhindar dari kecelakaan;
13. Mencatat (dalam buku harian) kejadian-kejadian yang dianggap penting untuk dicatat,
diantaranya :
a. terjadinya kecelakaan;
b. kejadian : alat gelas pecah, instrumen rusak, atau hilangnya suatu alat; dan
c. penerimaan bahan dan alat baru.

Gambar 3.4. Kegiatan di laboratorium

E. KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM


1. Untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan di laboratorium/bengkel kerja diperlukan
pengetahuan tentang jenis-jenis kecelakaan yang mungkin terjadi di dalam laboratorium, serta
pengetahuan tentang penyebabnya.

31
Jenis-jenis kecelakaan yang dapat terjadi di laboratorium/bengkel kerja yaitu:
a. Terluka, disebabkan terkena pecahan kaca atau tertusuk oleh benda-benda tajam.
b. Terbakar, disebabkan tersentuh api atau benda panas, dan oleh bahan kimia.
c. Terkena racun (keracunan). Keracunan ini terjadi karena bekerja menggunakan zat beracun
yang secara tidak sengaja dan/atau kecerobohan masuk ke dalam tubuh. Perlu diketahui
bahwa beberapa jenis zat beracun dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit.
d. Terkena zat korosif seperti berbagai jenis asam, misalnya asam sulfat pekat, asam format,
atau berbagai jenis basa.
e. Terkena radiasi sinar berbahaya, seperti sinar dari zat radioaktif (sinar X).
f. Terkena kejutan listrik pada waktu menggunakan listrik bertegangan tinggi.

Gambar 3.5. Jenis jenis tanda bahaya kecelakaan di Laboratorium

2. Alat keselamatan kerja di laboratorium


a. APD (alat pelindung diri) seperti baju praktik, sarung tangan, masker, alas kaki

32
Gambar 3.6. Jenis jenis APD ( Alat Pelindung Diri)
b. APAR (Alat pemadam kebakaran) berikut petunjuk penggunaan

33
Gambar 3.7. Alat Pemadam Kebakaran (Apar)

c. Perlengkapan P3K

34
Gambar 3.8. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ( P3K)

d. Sarana instalasi pengolahan limbah

35
Gambar 3.9. Pengolahan limbah laboratorium

3. Langkah-langkah menghindari Kecelakaan


Kecelakaan di laboratorium dapat dihindari dengan bekerja secara berdisiplin,
memperhatikan dan mewaspadai hal-hal yang yang dapat menimbulkan bahaya atau kecelakaan,
dan mempelajari serta mentaati aturan-aturan yang dibuat untuk menghindari atau mengurangi
terjadinya kecelakaan. Aturan-aturan yang perlu diperhatikan dan ditaati untuk meningkatkan
keselamatan dan keamanan di dalam laboratorium perlu dibuat aturan/peraturan untuk diketahui,
dipelajari, dan ditaati oleh semua yang terlibat di laboratorium. Bila perlu dicetak dengan huruf-
huruf dan ditempel di tempat-tempat yang strategis di dalam dan di luar laboratorium.
Aturan yang perlu diketahui dan ditaati adalah :
a. Semua yang terlibat dalam kegiatan laboratorium harus mengetahui letak keran utama gas,
keran air, dan saklar utama listrik
b. Harus mengetahui letak alat-alat pemadam kebakaran, seperti tabung pemadam kebakaran,
selimut tahan api, dan pasir untuk memadamkan api
c. Gunakan APD [Alat pelindung diri] sesuai dengan jenis kegiatan di laboratorium.
d. Mentaati peraturan perlakuan terhadap bahan kimia yang mudahterbakar dan berbahaya
lainnya
e. Jangan meletakkan bahan kimia/reagen di tempat yang langsung terkena cahaya matahari.
f. Jika mengenakan jas/baju praktik, janganlah mengenakan jas yangterlalu longgar.
g. Dilarang makan dan minum di dalam laboratorium.
h. Jangan menggunakan perhiasan selama praktik di laboratorium/ bengkel kerja.
i. Jangan menggunakan sandal atau sepatu terbuka atau sepatu hak tinggi selama di
laboratorium .
j. Tumpahan bahan kimia apapun termasuk air, harus segera dibersihkan karena dapat
menimbulkan kecelakaan.
k. Bila kulit terkena bahan kimia, segera cuci dengan air banyak-banyak sampai bersih. Jangan
digaruk agar zat tersebut tidak menyebar atau masuk kedalam badan melalui kulit.

36
Gambar 3.10. Water Shower untuk membilas zat kimia berbahaya

4. Bekerja Dengan Bahan Kimia


Bila anda bekerja dengan bahan kimia maka diperlukan perhatian dan kecermatan dalam
penanganannya. Adapun hal umum yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia
b. Hindari menghirup langsung uap bahan kimia
c. Dilarang mencicipi atau mencium bahan kimia kecuali ada perintah khusus (cukup dengan
mengkibaskan kearah hidung)
d. Bahan kimia dapat bereaksi dengan kulit menimbulkan iritasi (pedih dan gatal)

5. Penyimpanan Bahan Kimia

Penyimpanan bahan kimia harus mendapat perhatian khusus, sebab setiap bahan kimia dapat
menimbulkan bahaya seperti terjadinya kebakaran, keracunan, gangguan pernapasan, kerusakan
kulit atau gangguan kesehatan lainnya. Penyimpanan zat kimia perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :

a. Penyimpanan bahan kimia diatur berdasarkan tingkat bahayanya dan ditata secara alfabetis.
b. Zat/bahan kimia disimpan jauh dari sumber panas dan ditempat yang tidak langsung terkena

37
sinar matahari
c. Pada label botol diberi catatan tentang tanggal zat di dalam botol tersebut diterima dan
tanggal botol tersebut pertama kali dibuka. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tanggal
bahan kimia tersebut kadaluarsa.
d. Gunakan lembar data keamanan bahan (MSDS ; Material Safety Data Sheet) untuk informasi
lebih lengkap mengenai bahan kimia tersebut.
e. Jangan menyimpan/meletakkan wadah bahan kimia yang terbuat dari gelas di lantai .
f. Botol berisi bahan kimia harus diambil dan diangkat dengan cara memegang badan botol dan
bukan pada bagian lehernya.
g. Jangan menyimpan bahan kimia pada tempat yang terlalu tinggi.
h. Jangan menyimpan bahan kimia secara berlebihan di laboratorium/ bengkel kerja.
i. Botol yang berisi asam atau basa kuat, terutama asam perklorat, jangan ditempatkan
berdekatan

Penyimpanan bahan kimia dapat dilakukan dengan mengelompokkan bahan-bahan


tersebut, seperti berikut ini:
a) Bahan kimia yang mudah terbakar
Bahan kimia yang mudah terbakar seperti aceton, ethanol, ether, dan chloroform
ditempatkan pada rak paling bawah dan terpisah dari bahan kimia yang mudah
teroksidasi.
b) Pelarut yang tidak mudah terbakar
Pelarut yang tidak mudah terbakar seperti karbon tetraklorida dan glikol dapat
ditempatkan dekat dengan bahan kimia lain kecuali bahan kimia yang mudah teroksidasi
c) Bahan Kimia asam
Bahan kimia asam seperti asam nitrat, asam klorat, asam sulfat ditempatkan
dengan kondisi seperti berikut:
1) Ditempatkan pada lemari atau rak khusus yang tidak mudah terbakar.
2) Wadah bahan kimia asam yang sudah dibuka disimpan di lemari khusus seperti
lemari asam, bila perlu diberi alas seperti nampan plastik.
3) Botol zat tidak langsung ditempatkan pada rak, tetapi ditempatkan terlebih dahulu
pada nampan plastik
4) Asam pengoksidasi dipisahkan dari asam organik dan dari bahan kimia yang mudah
teroksidasi.
38
5) Dipisahkan dari zat-zat yang mudah teroksidasi
d) Bahan kimia kaustik
Bahan-bahan kimia kaustik seperti amonium hidroksida, natrium hidroksida, dan
kalium hidroksida :
1) ditempatkan pada daerah yang kering.
2) dipisahkan dari asam, dan
3) botol zat tidak langsung ditempatkan pada rak, tetapi ditempatkan terlebih dahulu
pada nampan (baki) plastik.
e) Bahan Kimia yang reaktif dengan air
Bahan-bahan kimia yang reaktif terhadap air seperti natrium, kalium, dan litium
ditempatkan di tempat yang dingin dan kering.

f) Pelarut yang tidak reaktif dan tidak mudah terbakar


Pelarut yang tidak reaktif dan tidak mudah terbakar seperti natrium klorida, natrium
bikarbonat, dan minyak ditempatkan di dalam lemari atau rak terbuka yang dilengkapi
sisi pengaman

Gambar 3.11. Lemari asam dengan scrubber

6. Memindahkan Bahan Kimia


Seorang laboran pasti melakukan pekerjaan pemindahan bahan kimia pada setiap kerjanya.
Ketika melakukan pemindahan bahan kimia maka harus diperhatikan hal hal sebagai berikut :
39
1. Baca label bahan sekurang kurangnya dua kali untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan
bahan misalnya asam sitrat dan asam nitrat.
2. Pindahkan sesuai jumlah yang diperlukan.
3. Jangan menggunakan bahan kimia secara berlebihan.
4. Jangan mengembalikan bahan kimia ke tempat botol semula untuk menghindari kontaminasi,
meskipun dalam hal ini kadang trasa boros.

 Memindahakan Bahan Kimia Cair


Ada sedikit perbedaan ketika seorang laboran memindahkan bahan kimia yang wujudnya
cair. Hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Tutup botol dibuka dengan cara dipegang dengan cara jari tangan dan sekaligus telapak tangan
memegang botol tersebut.
b. Tutup botol jangan ditaruh diatas meja karena isi botol bisa terkotori oleh kotoran yang ad diatas
meja.
c. Pindahkan cairan menggunakan batang pengaduk untuk menghindari peracikan
d. Pindahkan dengan alat lain seperti pipet volume sehingga lebih mudah.

Gambar 3.12.Cara memindahkan bahan kimia cair

 Memindahkan Bahan Kimia Padat


Pemindahan bahan kimia padat memerlukan sebagai berikut:
a. Gunakan sendok tanduk atau alat lain yang bukan berasal dari logam.
b. Jangan mengeluarkan bahan kimia secara berlebihan.
c. Gunakan alat untuk memindahkan bebas dari kontaminasi. Hindari satu sendok untuk bermacam
macam keperlukan.

40
Gambar 3.13.Cara memindahkan bahan kimia padat

7. Cara Pemanasan Larutan Dalam Tabung Reaksi


Pemanasan tabung reaksi sering dilakukan dalam suatu percobaan di laboratorium. Ada
banyak reaksi yang harus dilakukan pemanasan untuk mempercepat proses reaksi. Tata cara lakukan
pemanasan tabung reaksi adalah:
a. Isi tabung reaksi sebagai saja sekitar sepertiganya.
b. Api pemanas terletak pada bagian bawah larutan.
c. Goyangkan tabung reaksi agar pemanasan merata.
d. Arah mulut tabung reaksi pada tempat yang kosong agar percikannya tidak mengenai orang lain.

41
Gambar 3.14.Cara memanaskan tabung reaksi

 Cara Memanaskan dengan Gelas Kimia


Pemanasan yang dilakukan menggunakan gelas kimia (bukan tabung reaksi) maka harus
memperhatikan aturan sebagai berikut :
a. Gunakan kaki tiga sebagai penompang gelas kimia tersebut.
b. Letakkan batang gelas atau batu didih pada gelas kimia untuk menghindari pemanasan
mendadak.
c. Jika gelas kimia tersebut berfungsi sebagai penagas air, isikan air seperempatnya saj supaya
tidak terjadi tumpahan.

42
Gambar 3.15.Cara memanaskan gelas kimia

8. Peralatan dan Cara Kerja


Bekerja dengan alat-alat kimia juga berpotensi terjadinya kecelakaan kerja, oleh karena itu
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Botol reagen harus dipegang dengan cara pada bagian label ada pada telapak tangan.
b. Banyak peralatan terbuat dari gelas, hati-hati kena pecahan kaca. Bila memasukkan gelas pada
prop-karet gunakan sarung tangan sebagai pelindung.
c. Ketika menggunakan pembakar spiritus hati-hati jangan sampai tumpah di meja karena mudah
terbakar. Jika digunakan bunsen amati keadaan selang apakah masih baik atau tidak.
d. Hati-hati bila mengencerkan asam sulfat pekat, asam sulfat lah yang dituang sedikit demi sedikit
dalam air dan bukan sebaliknya.

Gambar 3.15.Cara memegang zat kimia/reagen kimia

9. Pembuangan Limbah
Limbah bahan kimia secara umum meracuni lingkungan, oleh karena itu perlu penangan
khusus :
a. Limbah bahan kima tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan, buang pada tempat yang di
sediakan.
b. Limbah organik dibuang pada tempat terpisah agar bisa didaur ulang.
c. Limbah padat dibuang di tempat khusus.
d. Limbah yang tidak berbahaya boleh dibuang langsung dengan pengenceran air yang cukup
banyak.
e. Buang segera bahan kimia setelah pengamatan selesai.
f. Limbah cair yang tidak larut dalam air dan beracun dikumpulkan pada botol dan diberi label
yang jelas.

43
Gambar 3.16.Cara memindahkan limbah B3

10. Terkena Bahan Kimia


Kecelakan kerja bisa saja terjadi meskipun telah bekerja dengan hati-hati bila hal itu terjadi
maka perhatikan hal sebagai berikut :
a. Jangan panik.
b. Mintalah bantuan rekan anda yang ada didekat anda, oleh karenanya dilarang bekerja sendirian
di laboratorium.
c. Bersihkan yang mengalami kontak langsung dengan bahan tersebut, bila memungkinkan bilas
sampai bersih.
d. Bila kena kulit jangan digaruk supaya tidak merata.
e. Bawalah ke luar ruangan korban supaya banyak menghirup oksigen.
f. Bila menghawatirkan kesehatannya segera hubungi para medic secepatnya.

44
Gambar 3.17.Cara mengatasi terkena bahan kimia berbahaya

11. Terjadi Kebakaran


Kebakaran bisa saja terjadi di laboratorium, karena di dalamnya banyak tersimpan bahan
yang mudah terbakar. Bila terjadi kebakaran maka :
a. Jangan panik.
b. Segera bunyikan alaram tabnda bahaya.
c. Hindari menghirup asap secara langsung, gunakan masker atau tutup hidung dengan sapu tangan.
d. Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan cepat.
e. Cari bantuan pemadam kebakaran dan oleh itu no telepon pemadam kebakaran

Gambar 3.18.Cara mengatasi bahaya kebakaran

12. Gas yang Berbahaya


Ada beberapa gas yang berbahaya keberadaannya di laboratorium. Gas gasa tersebut adalah :
a. Bersifat iritasi
Gas HCl, Hf, Nitrat dan Nitrit, Klorin, Sulfur dioksida (cermati baunya yang menyengat).
b. Karbon Monoksida

45
Sangat mematikan, semua reaksi yang menhasilkan gas tersebut harus dihindari, karena tidak
berwarna dan tidak berbau.
c. Hidrogen Sianida berbau seperti almond
Hydrogen sulfide dikenali dari baunya. Hydrogen selenida (H2Se) gas yang sangat beracun.

Gambar 3.19.Cara mengatasi keracunan gas berbahaya

Simbol :
46
Di lingkungan lab terdapat benda benda yang berbahaya berikut ini ada beberapa simbul bahaya
yang harus dikenali :

Gambar 3.20.Simbol Keselamatan

Gambar 3.21.Simbol Bahaya

47
BAB IV
CARA KERJA DI LABORATORIUM ILMU RESEP

A. Tata Tertib Laboratorium

Secara umum tata tertib yang diberlakukan di tiap sekolah kurang lebih sama yaitu :

1. Praktikan harus hadir paling lambat 10 menit sebelum praktikum dimulai.


2. Praktikan yang terlambat hanya boleh mengikuti praktikum atas izin pengawas praktikum.
3. Praktikan harus menggunakan seragam laboratorium (jas laboratorium) selama praktikum
berlangsung.
4. Praktikan harus siap dengan peralatan dasar untuk praktikum (gunting, tali, lem, wadah,
serbet, dan lain – lain).
5. Praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum bila tidak atau belum mengikuti
responsi.
6. Wajib memelihara ketenangan selama praktikum berlangsung.
7. Keluar masuk ruangan harus seizin pengawas praktikum.
8. Dilarang makan atau minum atau membawa makanan atau minuman dalam laboratorium.
9. Hanya boleh menggunakan meja praktikum sesuai dengan tempat yang telah ditentukan
untuk setiap praktikan.
10. Dilarang memindah peralatan praktikum dari tempat semula.
11. Setelah selesai digunakan , semua bahan praktikum harus dikembalikan pada tempatnya
semula dalam keadaan rapi dan bersih.
12. Semua bahan dan peralatan praktikum harus digunakan dan diperlakukan dengan baik dan
penuh tanggung jawab.
13. Praktikan hanya boleh meninggalkan laboratorium dengan seizin pengawas setelah
semua bahan dan peralatan praktikum dibersihkan / dibereskan sebagaimana mestinya.
14. Setiap kelompok praktikan harus menyusun jadwal piket untuk memelihara kebersihan
laboratorium.
15. Pelanggaran tata tertib akan mengakibatkan sangsi tidak boleh mengikuti praktikum.

B. Cara – Cara Kerja Yang Baik Dengan Memperhatikan Keselamatan dan Keamanan

1. Dalam keadaan sehat fisik dan mental.


2. Mematuhi tata tertib praktikum dan berdisiplin dalam keseluruhan kegiatan praktikum .
3. Menjaga kebersihan baik ruangan maupun alat - alat selama praktikum .
4. Meneliti jumlah dan keadaan alat-alat praktikum sebelum dan sesudah praktikum selesai
5. Dalam penimbangan, pengerjaan dan penulisan laporan harus sistematik , cermat dan
teliti
6. Jujur dalam semua tindakan , mulai dari pembuatan sampai penyerahan hasil praktikum.
7. Kreatif, misalnya sebelum memulai praktikum telah mempersiapkan komponen –
komponen pelengkap seperti menyiapkan wadah, tutup botol dll.
8. Selama praktek bicara seperlunya supaya suasana tenang.

48
9. Tunjukkan sikap dan penampilan percaya diri , tidak bingung dan tidak ragu-ragu
sehingga mampu bekerja dengan tenang.
10. Tidak ceroboh dalam menempatkan alat-alat laboratorium , sehingga menimbulkan
kecelakaan kerja seperti : ketumpahan air panas atau memecahkan alat laboratorium.
11. Pada penyerahan hasil praktikum perhatikan hal-hal dibawah ini :

a Wadah : apakah wadah sudah bersih, sesuai (syrup dalam botol,


salep dalam pot , dsb )

b. Etiket : berwarna putih untuk obat dalam dan biru untuk obat obat
luar. Pada etiket harus tercantum nomor resep, tanggal
penyerahan resep, nama pasien, cara pemakaian obat,
paraf si pembuat resep.

c. Signa atau penandaan :

d. Label : Tidak boleh diulang tanpa resep dokter (untuk obat keras,
narkotik dan psikotropik), Obat Luar, Kocok dahulu,dll.

Gambar 4.1.Cara kerja di laboratorium Ilmu Resep

22
BAB V
PULVIS

A. Pengertian

Pulvis (serbuk) adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,
ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. Karena mempunyai luas permukaan
yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut dari pada bentuk sediaan yang
dipadatkan. Anak-anak dan orang dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet lebih mudah
menggunakan obat dalam bentuk serbuk. Biasanya serbuk oral dapat dicampur dengan air
minum.
Serbuk oral dapat diserahkan dalam bentuk terbagi (pulveres) atau tidak terbagi (pulvis).
Serbuk oral tidak terbagi terbatas pada obat yang relatif tidak poten seperti laksansia, antasida,
makanan diet dan beberapa jenis analgetik tertentu, pasien dapat menakar secara aman dengan
sendok teh atau penakar yang lain. Serbuk tidak terbagi lainnya adalah serbuk gigi dan serbuk
tabur, keduanya untuk pemakaian luar.

Kelebihan dan Kelemahan Sediaan Serbuk

Kelebihan
- Dokter lebih leluasa dalam memilih dosis yang sesuai dengan keadaan si penderita.
- Lebih stabil terutama untuk obat yang rusak oleh air.
- Penyerapan lebih cepat dan lebih sempurna dibanding , sediaan padat lainnya.
- Cocok digunakan untik anak-anak dan orang dewasa yang sukar menelan kapsul atau
tablet.
- Obat yang terlalu besar volumenya untuk dibuat tablet atau kapsul dapat dibuat dalam
bentuk serbuk.

Kelemahan
- Tidak tertutupnya rasa tidak enak seperti pahit, sepat, lengket di lidah (bisa diatasi
dengan corrigens saporis)
- Pada penyimpanan menjadi lembab

Syarat – Syarat Serbuk : bila tidak dinyatakan lain serbuk harus kering, halus dan homogen.
(1) Pulveres (serbuk bagi)
Keseragaman bobot : Timbang isi dari 20 bungkus satu-persatu, campur isi ke 20
bungkus tadi dan timbang sekaligus, hitung bobot isi rata-rata. Penyimpangan antara
penimbangan satu persatu terhadap bobot isi rata-rata tidak lebih dari 15% tiap 2
bungkus dan tidak lebih dari 10% tiap 18 bungkus.

(2) Serbuk oral tidak terbagi


Pada serbuk oral tidak terbagi hanya terbatas pada obat yang relatif tidak poten,
seperti laksan, antasida, makanan diet dan beberapa analgesik tertentu sehingga
pasien dapat menakar secara aman dengan sendok teh atau penakar lain.
(3) Serbuk tabur
Pada umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan derajat halus 100 mesh,
agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka.

B. Derajat Halus Serbuk dan Pengayak

Derajat halus serbuk dan pengayak dalam farmakope dinyatakan dalam uraian yang
dikaitkan dengan nomor pengayak yang ditetapkan untuk pengayak baku, seperti yang tertera
pada tabel dibawah ini.

Tabel : Klasifikasi serbuk berdasarkan derajat halus (menurut FI. IV)

Simplisia Nabati & Hewani Bahan Kimia


Klasifikasi Nomor Batas Derajat Halus2) Nomor Batas Derajat Halus2)
Serbuk Serbuk1) % No. Pengayak Serbuk1) % No. Pengayak
Sangat kasar 8 20 60
Kasar 20 40 60 20 60 40
Setengah kasar 40 40 80 40 60 60
Halus 60 40 100 80 60 120
Sangat halus 80 100 80 120 100 120

Keterangan.
1) Semua partikel serbuk melalui pengayak dengan nomor nominal tertentu.
2) Batas persentase yang melewati pengayak dengan ukuran yang telah ditentukan.

Sebagai pertimbangan praktis, pengayak terutama dimaksudkan untuk pengukuran derajad


halus serbuk untuk sebagian besar keperluan farmasi (walaupun penggunaannya tidak meluas
untuk pengukuran rentang ukuran partikel) yang bertujuan meningkatkan penyerapan obat dalam
saluran cerna. Untuk pengukuran partikel dengan ukuran nominal kurang dari 100 m, alat lain
selain pengayak mungkin lebih berguna.
Efisiensi dan kecepatan pemisahan partikel oleh pengayak beragam, berbanding terbalik
dengan jumlah partikel termuat. Efektivitas pemisahan menurun cepat jika kedalaman muatan
melebihi lapisan dari 6 partikel sampai 8 partikel.
Pengayak untuk pengujian secara farmakope adalah anyaman kawat, bukan tenunan.
Kecuali untuk ukuran nomor 230, 270, 325 dan 400 anyaman terbuat dari kuningan, perunggu,
baja tahan karat atau kawat lain yang sesuai dan tidak dilapisi atau disepuh.
Dalam penetapan derajad halus serbuk simplisia nabati dan simplisia hewani, tidak ada
bagian dari obat yang dibuang selama penggilingan atau pengayakan, kecuali dinyatakan lain
dalam masing-masing monografi.

24
Tabel dibawah ini memberikan ukuran rata-rata lubang pengayak baku anyaman kawat (FI. IV)

Penandaan pengayak Penandaan pengayak


Nomor Nominal Ukuran Lubang Pengayak Nomor Nominal Ukuran Lubang Pengayak
2 9,5 mm 45 355 m
3,5 5,6 mm 50 300 m
4 4,75 mm 60 250 m
8 2,36 mm 70 212 m
10 2,00 mm 80 180 m
14 1,40 mm 100 150 m
16 1,18 mm 120 125 m
18 1,00 mm 200 75 m
20 850 m 230 63 m
25 710 m 270 53 m
30 600 m 325 45 m
35 500 m 400 38 m
40 425 m

Gambar 5.1. Ayakan Farmasi


C. Jenis Serbuk

(1) Pulvis Adspersorius


Adalah serbuk ringan, bebas dari butiran kasar dan dimaksudkan untuk obat luar.
Umumnya dikemas dalam wadah yang bagian atasnya berlubang halus untuk memudahkan
penggunaan pada kulit.

Catatan.
- Talk, kaolin dan bahan mineral lainnya yang digunakan untuk serbuk tabur harus
memenuhi syarat bebas bakteri ClostridiumTetani, Clostridium Welchii, dan Bacillus
Anthracis.
- Serbuk tabur tidak boleh digunakan untuk luka terbuka.
- Pada umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan derajat halus 100 mesh
agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka.

Gambar 5.2. Jenis Serbuk: a. Serbuk Tabur b. Serbuk terbagi


Contoh Pulvis Adspersorius.
Zinci Undecylenatis Pulvis Adspersorius ( For. Nas )
Sulfanilamidi Pulvis Adspersorius ( Form. Ind )
Pulvis Paraformaldehydi Compositus ( Form. Ind )
Pulvis Salicylatis Compositus ( Form. Ind.)

(2) Pulvis Dentifricius


Serbuk gigi , biasanya menggunakan carmin sebagai pewarna yang dilarutkan terlebih dulu
dalam chloroform / etanol 90 %

(3) Pulvis Sternutatorius


Adalah serbuk bersin yang penggunaannya dihisap melalui hidung, sehingga serbuk
tersebut harus halus sekali.

(4) Pulvis Effervescent


Serbuk effervescent merupakan serbuk biasa yang sebelum ditelan dilarutkan terlebih
dahulu dalam air dingin atau air hangat dan dari proses pelarutan ini akan mengeluarkan
gas CO2, kemudian membentuk larutan yang pada umumnya jernih. Serbuk ini merupakan
campuran antara senyawa asam (asam sitrat atau asam tartrat ) dengan senyawa basa
(natrium carbonat atau natrium bicarbonat).

Interaksi asam dan basa ini dalam air akan menimbulkan suatu reaksi yang menghasilkan
gas karbondioksida. Bila kedalam campuran ini ditambahkan zat berkhasiat maka akan
segera dibebaskan sehingga memberikan efek farmakologi dengan cepat. Pada pembuatan
bagian asam dan basa harus dikeringkan secara terpisah.

Gambar 5.3. Jenis serbuk efervescent


27
D. Cara Mencampur Serbuk

Dalam mencampur serbuk hendaklah dilakukan secara cermat dan jaga agar jangan ada
bagian yang menempel pada dinding mortir. Terutama untuk serbuk yang berkhasiat keras dan
dalam jumlah kecil. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat serbuk :
 Obat yang berbentuk kristal/ bongkahan besar hendaknya digerus halus dulu.
 Obat yang berkhasiat keras dan jumlahnya sedikit dicampur dengan zat penambah
(konstituen) dalam mortir.
 Obat yang berlainan warna diaduk bersamaan agar tampak bahwa serbuk sudah merata.
 Obat yang jumlahnya sedikit dimasukkan terlebih dahulu.
 Obat yang volumenya kecil dimasukkan terlebih dahulu.

Gambar 5.4. Cara membuat serbuk terbagi

28
 Serbuk halus berkhasiat keras
Dalam jumlah banyak.
Digerus dalam mortir dengan dilapisi zat tambahan.

Dalam jumlah sedikit (kurang dari 50 mg ), dibuat pengenceran sbb. :


 Zat yang beratnya antara 10 mg-50 mg, contohnya : Luminal 35 mg
─ Timbang luminal 50 mg
─ Lactosa + carmin 450 mg
+ 500
mg

35
dari campuran ini kita x 500  350 mg
ambil 50

 Zat yang beratnya antara 1 mg- 10 mg, contohnya : Atropin Sulfas 4 mg


─ Timbang Atropin Sulfas 50 mg
─ Lactosa + carmin 2450 mg
+ 2500 mg
dari campuran ini kita 4
x 2500 mg  200 mg
ambil : 50

29
 Zat yang beratnya antara 0,1 mg-1 mg, contoh Atropin Sulfat 0.3 mg.
Untuk ini dilakukan pengenceran bertingkat sebagai berikut :

Tingkat I
timbang Atropin Sulfas 50 mg
Lactosa + carmin 2450 mg
+ 2500
mg

3
timbang dari campuran ini x 2500 mg  150 mg
50
(mengandung Atropin Sulfas 3 mg

Tingkat II :
timbang campuran I 150 mg
Lactosa 350 mg +
500 mg
0,3
timbang dari campuran kedua x 500 mg  50 mg
ini : 3

28
bila diperlukan pengenceran ini dapat diteruskan menjadi tingkat-tingkat
selanjutnya.

(2). Serbuk berbentuk hablur dan kristal


Sebelum dicampur dengan bahan obat yang lain, zat digerus terlebih
dahulu. Contoh :

Serbuk dengan champora


Champhora sangat mudah mengumpul lagi, untuk mencegahnya dikerjakan dengan
mencampur dulu dengan eter atau etanol 95 % (untuk obat dikeringkan dengan zat
tambahan). Cara inipun harus hati-hati karena terlalu lama menggerus atau dengan
sedikit ditekan waktu menggerus akan mengumpulkan kembali campuran tersebut.

Serbuk dengan asam salisilat.


Serbuk sangat ringan dan mudah terbang yang akan menyebabkan rangsangan
terhadap selaput lendir hidung dan mata hingga akan bersin. Dalam hal ini asam
salisilat kita basahi dengan eter dan segera dikeringkan dengan zat tambahan.

Serbuk dengan asam benzoat, naftol, mentol, thymol


Dikerjakan seperti diatas. Untuk obat dalam dipakai etanol 95 % sedangkan untuk
obat luar digunakan eter.

Serbuk dengan garam-garam yang mengandung kristal.


Dapat dikerjakan dalam lumpang panas, misalnya KI dan garam- garam bromida.
Garam- garam yang mempunyai garam exiccatusnya, lebih baik kita ganti dengan
exiccatusnya.
Penggantiannya adalah sbb :
Natrii Carbonas 50 % atau ½ bagian
Ferrosi Sulfas 60 % atau 2/3 bagian
Aluminii et Kalii Sulfas 67 % atau 2/3 bagian
Magnesii Sulfas 67 % atau 2/3 bagian
Natrii Sulfas 50 % atau ½ bagian

Serbuk dengan bahan setengah padat

Biasanya terdapat dalam bedak tabur. Yang termasuk bahan setengah padat adalah adeps
lanae, cera flava, cera alba, parafin padat, vaselin kuning dan vaselin putih. Dalam jumlah besar
sebaiknya dilebur dulu diatas tangas air, baru dicampur dengan zat tambahan. Dalam jumlah
sedikit digerus dengan penambahan aceton atau eter, baru ditambah zat tambahan.

Serbuk dengan bahan cair

(1) Serbuk dengan minyak atsiri


Minyak atsiri dapat diteteskan terakhir atau dapat juga dibuat oleo sacchara, yakni
campuran 2 gram gula dengan 1 tetes minyak. Bila hendak dibuat 4 g oleosacchara
anisi, kita campur 4 g saccharum dengan 2 tetes minyak anisi.

(2) Serbuk dengan tinctura


Contohnya serbuk dengan Opii Tinctura, Digitalis Tinctura, Aconiti Tinctura,
Belladonnae Tinctura, Digitalis Tinctura, Ratanhiae Tinctura.
Tinctur dalam jumlah kecil dikerjakan dengan lumpang panas kemudian dikeringkan
dengan zat tambahan. Sedangkan dalam jumlah besar dikerjakan dengan menguapkan
diatas tangas air sampai kental baru ditambahkan zat tambahan (sampai dapat diserap
oleh zat tambahan ) aduk sampai kering kemudian diangkat. Tinctura yang diuapkan
ini beratnya 0, untuk serbuk terbagi kehilangan berat tidak perlu diganti, sedangkan
untuk serbuk tak terbagi harus diganti seberat tinctura itu dengan zat tambahan.

Zat berkhasiat dari tinctur menguap, pada umumnya terbagi menjadi 2 :


 Tinctur yang dapat diambil bagian-bagiannya.
Spiritus sebagai pelarutnya diganti dengan zat tambahan. Contohnya Iodii tinc.
Camphor Spiritus, Tinc. Opii Benzoica

 Tinctur yang tidak dapat diambil bagian-bagiannya.


Kalau jumlahnya banyak dilakukan pengeringan pada suhu serendah mungkin,
tapi kalau jumlahnya sedikit dapat ditambah langsung kedalam campuran serbuk.
Kita batasi maksimal 4 tetes dalam 1 gram serbuk. Contohnya Valerianae Tinc.
Aromatic Tinc.

Gambar 5.5. Contoh tinctura


Serbuk dengan extractum

(1) Extractum Siccum (ekstrak kering)


Pengerjaannya seperti membuat serbuk dengan zat padat halus. Contohnya Opii
extractum, Strychni extractum

(2) Extractum Spissum (ekstrak kental)


Dikerjakan dalam lumpang panas dengan sedikit penambahan pelarut
(etanol 70 %) untuk mengencerkan ekstrak, kemudian tambahkan zat tambahan
sebagai pengering. Contohnya Belladonnae extractum, Hyoscyami extractum.
Extrak Cannabis Indicae dan Extrak Valerianae menggunakanetanol 90 %. Extrak
Filicis dengan eter.

(3) Extractum Liquidum (ekstrak cair)


Dikerjakan seperti mengerjakan serbuk dengan tinctur. Contohnya Rhamni
Purshianae ext, Ext. Hydrastis Liq.
Catatan : Ekstrak Chinae Liq. bisa diganti dengan ekstrak Chinae Siccum sebanyak
sepertiganya.

Serbuk dengan tablet atau kapsul

Dalam membuat serbuk dengan tablet dan kapsul diperlukan zat tambahan sehingga perlu
diperhitungkan beratnya. Dapat kita ambil bentuk tablet atau kapsul itu langsung. Tablet digerus
halus kemudian ditimbang beratnya. Kapsul dikeluarkan isinya kemudian ditimbang beratnya.
Kalau tablet / kapsul terdiri dari satu macam zat berkhasiat serta diketahui kadar zat
berkhasiatnya dapat kita timbang dalam bentuk zat aslinya. Contohnya Chlortrimeton tablet
kadarnya 4 mg, dapat juga diambil Chlorpheniramin Maleas dalam bentuk serbuk yang sudah di
encerkan dalam lactosa.

E. Cara Pengemasan Serbuk

Secara umum serbuk dibungkus dan diedarkan dalam 2 macam kemasan yaitu kemasan
untuk serbuk terbagi dan kemasan untuk serbuk tak terbagi. Serbuk oral dapat diserahkan dalam
bentuk terbagi (pulveres) atau tidak terbagi (pulvis).

Kemasan untuk serbuk terbagi


Pada umumnya serbuk terbagi terbungkus dengan kertas perkamen atau dapat juga dengan
kertas selofan atau sampul polietilena untuk melindungi serbuk dari pengaruh lingkungan. Serbuk
terbagi biasanya dapat dibagi langsung (tanpa penimbangan ) sebelum dibungkus dalam kertas
perkamen terpisah dengan cara seteliti mungkin, sehingga tiap-tiap bungkus berisi serbuk yang
kurang lebih sama jumlahnya. Hal tersebut bisa dilakukan bila prosentase perbandingan
pemakaian terhadapdosis maksimal kurang dari 80 %. Bila prosentase perbandingan pemakaian
terhadap DM sama dengan atau lebih besar dari 80 % maka serbuk harus dibagi berdasarkan
penimbangan satu per satu.

30
Pada dasarnya langkah-langkah melipat atau membungkus kertas pembungkus serbuk
adalah sebagai berikut :

1. Letakkan kertas rata diatas permukaan meja dan lipatkan ½ inci kearah kita pada
garis memanjang pada kertas untuk menjaga keseragaman, langkah ini harus
dilakukan bersamaan dengan lipatan pertama sebagai petunjuk.

2. Letakkan serbuk baik yang ditimbang atau dibagi-bagi ke tengah kertas yang telah
dilipat satu kali lipatannya mengarah keatas disebelah seberang dihadapanmu.

3. Tariklah sisi panjang yang belum dilipat keatas dan letakkanlah pada kira kira garis
lipatan pertama , lakukan hati-hati supaya serbuk tidak berceceran.

4. Peganglah lipatan dan tekanlah sampai menyentuh dasar kertasdan lipatlah


kehadapanmu setebal lipatan pertama.

5. Angkat kertas, sesuaikan dengan ukuran dos tempat yang akan digunakan untuk
mengemas, lipat bagian kanan dan kiri pembungkus sesuai dengan ukuran dos tadi.
Atau bila pengemasnya plastilk yang dilengkapi klip pada ujungnnya usahahan ukuran
pembungkus satu dengan yang lainnya seragam supaya tampak rapi.

6. Kertas pembungkus yang telah terlipat rapi masukkan satu persatu dalam dos atau
plastik klip. Pada lipatan kertas pembungkus tidak boleh ada serbuk dan tidak boleh
ada ceceran serbuk.

Kemasan untuk serbuk tak terbagi


Untuk pemakaian luar, serbuk tak terbagi umumnya dikemas dalam wadah kaleng yang
berlubang-lubang atau sejenis ayakan untuk memudahkan penggunaan pada kulit. Misalnya
bedak tabur.
Sedangkan untuk obat dalam, serbuk tak terbagi biasa disimpan dalam botol
bermulut lebar supaya sendok dapat dengan mudah keluar masuk melalui mulut botol. Contohnya
serbuk antacid, serbuk laksativa.
Wadah dari gelas digunakan pada serbuk yang mengandung bahan obat higroskopis /
mudah mencair, serbuk yang mengandung bahan obat yang mudah menguap. Untuk serbuk yang
komponennya sensitif terhadap cahaya menggunakan wadah gelas berwarna hijau atau amber.

Gambar 5.6.Hasil Racikan Serbuk


BAB VI
CAPSULAE (KAPSUL)

A. Pengertian dan Macam Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan
lain yang sesuai.

Macam – macam kapsul


Berdasarkan bentuknya kapsul dalam farmasi dibedakan menjadi dua yaitu kapsul keras
(capsulae durae, hard capsul ) dan kapsul lunak (capsulae molles, soft capsul)

Perbedaan kapsul keras dan kapsul lunak.

Kapsul keras Kapsul lunak


- terdiri atas tubuh dan tutup - satu kesatuan
- tersedia dalam bentuk kosong - selalu sudah terisi
- isi biasanya padat, dapat juga cair - isi biasanya cair, dapat juga padat
- cara pakai per oral - bisa oral, vaginal, rectal, topikal
- bentuk hanya satu macam - bentuknya bermacam - macam

Bentuk kapsul umumnya bulat panjang dengan pangkal dan ujungnya tumpul tetapi
beberapa pabrik membikin kapsul dengan bentuk khusus, misal ujungnya lebih runcing atau rata.
Kapsul cangkang keras yang diisi di pabrik sering mempunyai warna dan bentuk berbeda atau
diberi tanda untuk mengetahui identitas pabrik.
Kapsul dapat juga mengandung zat warna yang diizinkan atau zat warna dari berbagai
oksida besi, bahan opak seperti titanium dioksida, bahan pendispersi, bahan pengeras seperti
sukrosa dan pengawet. Biasanya bahan ini mengandung antara 10 – 15 % air.
Kapsul cangkang lunak yang dibuat dari gelatin (kadang-kadang disebut gel lunak ) sedikit
lebih tebal dibanding kapsul cangkang keras dan dapat diplastisasi dengan penambahan senyawa
poliol, seperti sorbitol atau gliserin. Kapsul lunak dapat mengandung pigmen atau pewarna,
bahan opak seperti Titanium dioksida, pengawet, pengharum dan pemanis /sukrosa 5 %.
Cangkang gelatin lunak umumnya mengandung air 6 – 13 %, umumnya berbentuk bulat atau
silindris atau bulat telur (disebut pearles atau globula).
Kapsul cangkang lunak tidak dipakai di apotik, tetapi diproduksi secara besar - besaran
didalam pabrik dan biasanya diisi dengan cairan. Kapsul lunak yang bekerjanya long acting
umumnya berisi granula dan disebut Spansule.

32
Macam-macam kapsul berdasarkan ukuran
Ukuran kapsul menunjukkan ukuran volume dari kapsul dan dikenal 8 macam ukuran yang
dinyatakan dalam nomor kode. 000 ialah ukuran terbesar dan 5 ukuran terkecil.

Ukuran kapsul : 000 00 0 1 2 3 4 5


Untuk hewan : 10 11 12

Umumnya nomor 00 adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan kepada pasien. Adapula
kapsul gelatin keras ukuran 0 dengan bentuk memanjang (dikenal sebagai ukuran OE ) yang
memberikan kapasitas isi lebih besar tanpa peningkatan diameter. Berkaitan dengan hal tersebut,
perlu bagi kita untuk mampu memilih ukuran kapsul yang tepat atau memilih ukuran kapsul yang
terkecil yang masih dapat menampung bahan obat yang akan dimasukkan. Hal ini penting dalam
rangka mempersiapkan resep dokter di apotik.
Ketepatan dan kecepatan memilih ukuran kapsul tergantung dari pengalaman. Biasanya
dikerjakan secara eksperimental dan sebagai gambaran hubungan jumlah obat dengan ukuran
kapsul dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

No. Asetosal Natrium NBB


ukuran (alam gram) Bikarbonat (dalam gram)
(dalam gram)

000 1 1,4 1,7


00 0,6 0,9 1,2
0 0,5 0,7 0,9
1 0,3 0,5 0,6
2 0,25 0,4 0,5
3 0,2 0,3 0,4
4 0,15 0,25 0,25
5 0,1 0,12 0,12

Dalam mempersiapkan resep untuk kapsul, ukuran kapsul hendaknya dicatat untuk
memudahkan bila diperlukan pembuatan ulang, juga diperhatikan bila seseorang pasien
mendapatkan dua macam resep kapsul sekaligus, jangan diberikan dalam warna yang sama untuk
menghindari kesalahan minum obat tersebut.

Gambar 6.1.Ukuran Cangkan Kapsul Keras Gelatin


B. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Kapsul

Keuntungan bentuk sediaan kapsul.


1. Bentuk menarik dan praktis
2. Tidak berasa sehingga bisa menutup rasa dan bau dari obat yang kurang enak.
3. Mudah ditelan dan cepat hancur /larut didalam perut, sehingga bahan cepat segera
diabsorbsi (diserap) usus.
4. Dokter dapat memberikan resep dengan kombinasi dari bermacam-macam bahan obat
dan dengan dosis yang berbeda-beda menurut kebutuhan seorang pasien.
5. Kapsul dapat diisi dengan cepat tidak memerlukan bahan penolong seperti pada
pembuatan pil atau tablet yang mungkin mempengaruhi absorbsi bahan obatnya.

Kerugian bentuk sediaan kapsul.


1. Tidak bisa untuk zat-zat mudah menguap sebab pori-pori cangkang tidak menahan
penguapan
2. Tidak untuk zat-zat yang higroskopis
3. Tidak untuk zat-zat yang bereaksi dengan cangkang kapsul
4. Tidak untuk Balita
5. Tidak bisa dibagi ( misal ½ kapsul)

C. Cara Pengisian Kapsul

Yang dimaksud kapsul disini adalah kapsul keras. Kapsul gelatin keras terdiri dari dua
bagian yaitu bagian dalam / induk yaitu bagian yang lebih panjang (biasa disebut badan kapsul)
dan bagian luar /tutup. Kapsul demikian juga disebut Capsulae Operculatae dan kapsul bentuk
ini diproduksi besar-besaran di pabrik dengan mesin otomatis. Umumnya ada lekuk khas pada
bagian tutup dan induk untuk memberikan penutupan yang baik bila bagian induk dan tutup
cangkangnya dilekatkan, untuk mencegah terbukanya cangkang kapsul yang telah diisi, selama
transportasi dan penanganan.
Ada 3 macam cara pengisian kapsul yaitu dengan tangan, dengan alat bukan mesin dan
dengan alat mesin

(1) Dengan tangan


Merupakan cara yang paling sederhana yakni dengan tangan, tanpa bantuan alat lain. Cara
ini sering dikerjakan di apotik untuk melayani resep dokter. Pada pengisian dengan cara ini
sebaiknya digunakan sarung tangan untuk mencegah alergi yang mungkin timbul karena
petugas tidak tahan terhadap obat tersebut. Untuk memasukkan obat dapat dilakukan
dengan cara serbuk dibagi sesuai dengan jumlah kapsul yang diminta lalu tiap bagian
serbuk dimasukkan kedalam badan kapsul dan ditutup.

(2) Dengan alat bukan mesin


Alat yang dimaksud disini adalah alat yang menggunakan tangan manusia. Dengan
menggunakan alat ini akan didapatkan kapsul yang lebih seragam dan pengerjaannya dapat
lebih cepat sebab sekali cetak dapat dihasilkan berpuluh-puluh kapsul. Alat ini terdiri dari
dua bagian yaitu bagian yang tetap dan bagian yang bergerak.

34
Caranya :
 Kapsul dibuka dan badan kapsul dimasukkan kedalam lubang dari bagian alat yang
tidak bergerak.
 Serbuk yang akan dimasukkan kedalam kapsul dimasukkan /ditaburkan pada
permukaan kemudian diratakan dengan kertas film.
 Kapsul ditutup dengan cara merapatkan/menggerakkan bagian yang bergerak. Dengan
cara demikian semua kapsul akan tertutup.

Gambar 6.2.a. Alat Isi kapsul manual b. Alat hitung kapsul manual

(3) Dengan alat mesin


Untuk menghemat tenaga dalam rangka memproduksi kapsul secara besar-besaran dan
untuk menjaga keseragaman dari kapsul tersebut , perlu dipergunakan alat yang serba
otomatis mulai dari membuka, mengisi sampai dengan menutup kapsul. Dengan cara ini
dapat diproduksi kapsul dengan jumlah besar dan memerlukan tenaga sedikit serta
keseragamannya lebih terjamin.
Gambar 6.3.Mesin Isi Kapsul Otomatis

D. Cara penutupan kapsul

Penutupan kapsul yang berisi serbuk dapat dilakukan dengan cara yang biasa yakni
menutupkan bagian tutup kedalam badan kapsul tanpa penambahan bahan perekat. Penutupan
cangkang kapsul dapat juga dilakukan dengan pemanasan langsung, menggunakan energi
ultrasonik atau pelekatan menggunakan cairan campuran air – alkohol
Untuk menutup kapsul yang berisi cairan perlu dilakukan cara khusus seperti diatas. Cara
paling sederhana ialah menambahkan bahan perekat agar isinya tidak keluar atau bocor. Caranya
oleskan sedikit campuran air-alkohol pada tepi luar bagian badan kapsul, kemudian ditutup
sambil diputar.
Untuk melihat adanya kebocoran kapsul tersebut kapsul diletakkan diatas kertas saring
kemudian gerakkan ke depan dan ke belakang hingga menggelinding beberapa kali. Apabila
kapsul tersebut bocor akan meninggalkan noda pada kertas.
Didalam pabrik yang besar penutupan kapsul dilakukan secara otomatis . Sebagai cairan
penutup pada umumnya larutan gelatin yang diberi tambahan zat warna, sehingga kapsul yang
telah ditutup akan kelihatan semacam pita yang berwarna. Warna ini dapat dipergunakan sebagai
tanda pengenal dari suatu pabrik.
E. Cara Membersihkan Kapsul

Salah satu tujuan dari pemberian obat berbentuk kapsul adalah untuk menutup rasa dan bau
yang tidak enak dari bahan obatnya. Sesuai dengan tujuan tersebut maka bagian luar dari kapsul
harus bebas dari sisa bahan obat yang mungkin menempel pada dinding kapsul. Untuk itu kapsul
perlu dibersihkan dahulu. Kapsul harus dalam keadaan bersih sebelum diserahkan pada pasien,
terutama untuk kapsul yang dibuat dengan tangan .
Caranya letakkan kapsul diatas sepotong kain (linnen,wol ) kemudian digosok-gosokkan
sampai bersih.

Gambar 6.4.Mesin Polishing Kapsul Otomatis


F. Pengisian Cairan ke Dalam Kapsul Keras

(1) Zat-zat setengah cair/cairan kental


Misalnya ekstrak-ekstrak kental dalam jumlah kecil dapat dikapsul sebagai serbuk sesudah
dikeringkan dengan bahan-bahan inert, tetapi kalau jumlahnya banyak yang jika
dikeringkan membutuhkan terlalu banyak bahan inert, maka dapat dibuat seperti masa pil
dan dipotong-potong sebanyak yang diperlukan, baru dimasukkan kedalam cangkang
kapsul keras dan direkat.

(2) Cairan-cairan
Untuk cairan-cairan seperti minyak-minyak lemak dan cairan lain yang tidak melarutkan
gelatinnya (bahan pembuat cangkang kapsul) dapat langsung dimasukkan dengan pipet
yang telah ditara.Sesudah itu tutup kapsul harus ditutup (di seal) supaya cairan yang ada
didalamnya tidak bocor atau keluar.

Untuk cairan-cairan seperti minyak menguap , kreosot atau alkohol yang akan bereaksi
dengan gelatinnya hingga rusak/meleleh , harus diencerkan terlebih dahulu dengan minyak
lemak sampai kadarnya dibawah 40 %.Sebelum dimasukkan kedalam kapsul. Kapsul
diletakkan dalam posisi berdiri pada sebuah kotak, kemudian cairan kita teteskan dengan
pipet yang sudah ditara dengan tegak lurus, setetah itu tutup.

Gambar 6.5.a. Produk soft Capsules b.Mesin Isi Kapsul Lunak Otomatis
36
G. Faktor – Faktor yang Merusak Cangkang Kapsul

Cangkang kapsul dapat rusak jika kapsul tersebut :

(1) Mengandung zat-zat yang mudah mencair ( higroskopis)


Zat ini tidak hanya menghisap lembab udara tetapi juga akan menyerap air dari kapsulnya
sendiri hingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Penambahan lactosa atau amylum (bahan
inert netral) akan menghambat proses ini. Contohnya kapsul yang mengandung KI, NaI,
NaNO2 dan sebagainya.

(2) Mengandung campuran eutecticum


Zat yang dicampur akan memiliki titik lebur lebih rendah daripada titik lebur semula,
sehingga menyebabkan kapsul rusak/lembek. Contohnya kapsul yang mengandung
Asetosal dengan Hexamin atau Camphor dengan menthol. Hal ini dapat dihambat dengan
mencampur masing-masing dengan bahan inert baru keduanya dicampur.

(3) Mengandung minyak menguap, kreosot dan alkohol.


(pemecahan sudah dibahas diatas )

(4) Penyimpanan yang salah


Di tempat lembab, cangkang menjadi lunak dan lengket serta sukar dibuka karena kapsul
tersebut menghisap air dari udara yang lembab tersebut.
Di tempat terlalu kering, kapsul akan kehilangan air sehingga menjadi rapuh dan mudah
pecah.

Gambar 6.6.Kapsul Rusak

37
Mengingat sifat kapsul tersebut maka sebaiknya kapsul disimpan :
 dalam ruang yang tidak terlalu lembab atau dingin kering
 dalam botol gelas tertutup rapat dan diberi silika (pengering)
 dalam wadah plastik yang diberi pengering
 dalam blitser / strip alufoil

H. Syarat – Syarat Kapsul

(1) Keseragaman Bobot


Menurut FI. III, dibagi menjadi dua kelompok , yaitu :

 Kapsul berisi obat kering


Timbang 20 kapsul, timbang lagi satu persatu, keluarkan isi semua kapsul, timbang
seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi
kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi
kapsul tidak boleh lebih dari dua kapsul yang penyimpangannya lebih besar dari harga
yang ditetapkan oleh kolom A dan tidak satu kapsulpun yang penyimpangannya
melebihi yang ditetapkan oleh kolom B.

Perbedaan bobot isi kapsul dalam %


Bobot rata-rata kapsul
A B
120 mg atau lebih 10% 20%
lebih dari 120 mg 7,5% 15%

 Kapsul berisi obat cair atau pasta


Timbang 10 kapsul, timbang lagi satu persatu. Keluarkan isi semua kapsul, cuci
cangkang kapsul dengan eter. Buang cairan cucian, biarkan hingga tidak berbau eter,
timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata
tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata
tiap isi kapsul tidak lebih dari 7,5%.

(2) Waktu Hancur


Uji waktu hancur digunakan untuk menguji kapsul keras maupun kapsul lunak. Waktu
hancur ditentukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh kapsul yang
bersangkutan untuk hancur menjadi butiran-butiran bebas yang tidak terikat oleh satu
bentuk. Menurut FI IV., untuk melakukan uji waktu hancur digunakan alat yang
dikenal dengan nama Desintegration Tester.

Alat terdiri dari :


 Rangkaian keranjang yang terdiri dari 6 tabung transparan yang panjang masing
– masingnya 77,5 mm + 2,5 mm dengan diameter dalam 21,5 mm dan tebal
dinding lebih kurang 2 mm, kedua ujungnya terbuka. Ujung bawah tabung
dilengkapi dengan suatu kasa baja tahan karat dengan diameter lubang 0,025
inchi (ukuran 10 mesh nomor 23).
 Gelas piala berukuran 1000 ml yang berisi media cair. Volume cairan dalam
wadah sedemikian sehingga pada titik tertinggi gerakan ke atas, kawat kasa
berada paling sedikit 2,5 cm di bawah permukaan cairan dan pada gerakan ke
bawah berjarak tidak kurang 2,5 cm dari dasar wadah.
 Thermostat yang berguna untuk memanaskan dan menjaga suhu media cair
antara 35o – 39o C.
 Alat untuk menaikturunkan keranjang dalam media cair dengan frekuensi 29 kali
hingga 32 kali per menit.

Caranya :
 Masukkan 1 kapsul pada masing-masing tabung di keranjang.
 Masukkan kasa berukuran 10 mesh seperti yang diuraikan pada rangkaian
keranjang, gunakan air bersuhu 37 o + 2 o sebagai media kecuali dinyatakan lain
menggunakan cairan lain dalam masing – masing monografi.
 Naik turunkan keranjang didalam media cair lebih kurang 29 – 32 kali per menit.
 Amati kapsul dalam batas waktu yang dinyatakan dalam masing-masing
monografi, semua kapsul harus hancur, kecuali bagian dari cangkang kapsul.
 Bila 1 kapsul atau 2 kapsul tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12
kapsul lainnya, tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang diuji harus hancur sempurna.

Dalam FI IV waktu hancur kapsul tidak dinyatakan dengan jelas, namun menurut FI. III,
kecuali dinyatakan lain waktu hancur kapsul adalah tidak lebih dari 15 menit.

(3) Keseragaman Sediaan


Terdiri dari keragaman bobot untuk kapsul keras dan keseragaman kandungan untuk kapsul
lunak.

(4) Uji Disolusi


Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera
dalam masing – masing monografi. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin
lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing – masing monografi.

Gambar 6.7.Alat Uji Disolusi


38
BAB VII
UNGUENTA (SALEP)

A. Pengertian Salep

Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar
bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika adalah 10 %.

B. Penggolongan Salep

(1) Menurut konsistensinya salep dibagi menjadi :

(a) Unguenta : adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega,


tidak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan tanpa
memakai tenaga.

(b) Cream : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.

(c) Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat
(serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup atau
pelindung bagian kulit yang diberi.

(d) Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase


tinggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih keras.

(e) Gelones Spumae : adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya cair dan
(Jelly) mengandung sedikit atau tanpa lilin digunakan terutama pada
membran mukosa sebagai pelicin atau basis. Biasanya terdiri
dari campuran sederhana minyak dan lemak dengan titik
lebur yang rendah.

(2) Menurut Efek Terapinya, salep dibagi atas :


 Salep Epidermic (Salep Penutup)
Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan
menghasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak diabsorbsi. Kadang-kadang
ditambahkan antiseptik, astringen untuk meredakan rangsangan. Dasar salep yang
terbaik adalah senyawa hidrokarbon (vaselin).

 Salep Endodermic
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam tetapi tidak melalui kulit dan
terabsorbsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi lokal iritan.
Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.
 Salep Diadermic (Salep Serap).
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai efek
yang diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya, misalnya pada salep yang mengandung
senyawa Mercuri, Iodida, Belladonnae. Dasar salep yang baik adalah adeps lanae dan
oleum cacao.

(3) Menurut Dasar Salepnya, salep dibagi atas :


(a) Salep hydrophobic yaitu salep-salep dengan bahan dasar berlemak, misalnya:
campuran dari lemak-lemak, minyak lemak, malam yang tak
tercuci dengan air.

(b) Salep hydrophillic yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya dasar salep tipe
o/w atau seperti dasar hydrophobic tetapi konsistensinya
lebih lembek, kemungkinan juga tipe w/o antara lain
campuran sterol dan petrolatum.

C. Dasar Salep

Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok,
yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan
air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.

1). Dasar Salep Hidrokarbon


Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, antara lain vaselin putih dan salep
putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan kedalamnya. Salep
ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak
sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien,
sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.

2). Dasar Salep Serap


Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep
yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafin hidrofilik
dan lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat
bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep ini juga berfungsi
sebagai emolien.

3). Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air.


Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air, antara lain salep hidrofilik (krim). Dasar
salep ini dinyatakan juga sebagai dapat dicuci dengan air, karena mudah dicuci dari kulit
atau dilap basah sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetika. Beberapa bahan obat
dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada dasar salep hidrokarbon.
Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah
menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik.

40
4). Dasar Salep Larut Dalam Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air.
Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep yang dapat
dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin
anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.

Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu khasiat yang diinginkan, sifat
bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam
beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas
yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep
hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih
efektif dalam dasar salep yang mangandung air.

Beberapa contoh – contoh dasar salep :


1 Dasar salep hidrokarbon Vaselin putih ( = white petrolatum = whitwe soft paraffin),
vaselin kuning (=yellow petrolatum = yellow soft paraffin),
campuran vaselin dengan cera, paraffin cair, paraffin padat,
minyak nabati.

2 Dasar salep serap Adeps lanae, unguentum simpleks (cera flava : oleum sesami
(dasar salep absorbsi) = 30 : 70), hydrophilic petrolatum ( vaselin alba : cera alba :
stearyl alkohol : kolesterol = 86 : 8 : 3 : 3 )

3 Dasar salep dapat Dasar salep emulsi tipe m/a (seperti vanishing cream),
dicuci dengan air emulsifying ointment B.P., emulsifying wax, hydrophilic
ointment.

4 Dasar salep larut air Poly Ethylen Glycol (PEG), campuran PEG, tragacanth, gummi
arabicum

Kualitas dasar salep yang baik adalah:


1. Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak terpengaruh oleh suhu dan
kelembaban kamar.
2. Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan seluruh produk
harus lunak dan homogen.
3. Mudah dipakai
4. Dasar salep yang cocok
5. Dapat terdistribusi merata

D. Ketentuan Umum cara Pembuatan Salep

(1) Peraturan Salep Pertama


Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan kedalamnya, jika perlu dengan
pemanasan.
(2) Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan-peraturan lain dilarutkan
lebih dahulu dalam air, asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis
salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.

(3) Peraturan Salep Ketiga.


Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air, harus
diserbuk lebih dahulu kemudian diayak dengan pengayak B40.

(4) Peraturan Salep Keempat


Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai
dingin.

E. Cara Pembuatan Salep Ditinjau Dari Zat Berkhasiat Utamanya

Larut dalam dasar salep


Padat
Larut dalam air

Tak larut

Air Terjadi reaksi


Banyak
Tidak terjadi reaksi
Sedikit
Cairan Alkohol Jumlah sedikit
Zat Berkhasiat Tahan panas
Tinctura Jumlah banyak Diketahui Perbandingannya

Kental lainnya Tidak tahan panas


Tidak diketahui perbandingannya

Siccum (kering)
Ekstrak
Spissum (kental)

Liquidum (cair)

(1) Zat berkhasiat bentuk padat yang larut dalam dasar salep
 Camphora
(a) Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan dalam pot salep tertutup (bila
tidak melampaui daya larutnya)
42
(b) Bila dalam resep terdapat minyak-lemak maka kamfer dilarutkan dalam
minyak lemak tsb.
(c) Bila kamfer bersama-sama, menthol, salol, atau zat lainnya yang dapat mencair
jika dicampur (karena penurunan titik eutentik) maka kamper dicampur dg
sesamanya supaya mencair baru ditambahkan dasar salep.
(d) Jika a,b,c, tidak ada maka kamfer diberi etanol 95% atau eter, kemudiaan
digerus dengan dasar salep.

Contoh – contoh resep


R/ Camphorae 1 R/ Camphorae 1
Vaselin falv. 9 Ol. Cocos. 1
m.f. ungt Adeps lanae 18
s.ungt.camphoratum m.f. ungt.

R/ Mentholi
Camphorae aa 0,3
Lanolin 5
Ungt. Acid Salycylas 15
m.d.s.u. e

 Pellidol
Larut 3% dalam vaselin dan 7% dalam minyak lemak maka Pellidol dilarutkan
bersama-sama dasar salep yang di cairkan, bila dasar salep disaring maka pellidol juga
ikut disaring dan jangan lupa menambahkan 20%. Kalau jumlahnya melebihi daya
larutnya, maka digerus dengan dasar salep yang sudah dicairkan.

Contoh resep :
R/ Pellidol 0,1 R/ Pellidol 0,5
Zinci Oxyd. Ungt. 20 Zinc.Oxyd. 25
m.d.s.ad. us.ext. Liniment.Oleos
m.d.s. ad. Us .ext.

 Iodium
(a) Kalau memenuhi kelarutan dikerjakan seperti pada kamfer (1a)
(b) Dilarutkan dalam larutan pekat KI atau NaI (seperti pada Unguentum Iodii dari
farmakope Belanda).
(c) Dilarutkan dalam etanol 95% kemudian tambahkan dasar salep.

Contoh resep :
R/ Iodii 2 Caranya : larutkan KI dalam air lalu tambahkan iodium
Kalii iodii 3 hingga larut, setelah itu gerus bersama unguentum
Aq.dest. 5 simplex hingga homogen.
Ungt. simplex 90
m.d.s.u.e.
(2) Zat berkhasiat bentuk padat yang larut dalam air
 Protargol (argentum proteinatum)
(a) Larut dalam air dengan jalan menaburkan diatas air kemudian didiamkan selama
15 menit ditempat gelap.

(b) Bila dalam resep terdapat gliserol, maka Protargol digerus dengan gliserin baru
ditambah air, dan tidak perlu ditunggu 15 menit (gliserol mempercepat daya
larut protargol dalam air).

 Colargol (argentum colloidale)


Sama dengan Protargol dan air yang dipakai 1/3 kalinya.

 Argenti Nitras
Jika dilarutkan dalam air akan meninggalkan bekas hitam pada kulit karena terbentuk
Ag2O, karena itu pada pembuatan AgNO3 tidak dilarutkan dalam air walaupun ia larut.
Kecuali pada resep obat wasir.

 Phenol
Sebenarnya phenol mudah larut dalam air, tetapi dalam salep tidak dilarutkan karena
bekerja nya merangsang, juga tidak dapat diganti dengan phenol liquefactum
(campuran fenol dan air 77-81,5%). Jadi dikerjakan seperti pada kamper dalam salep.

 Bahan obat yang dalam salep tidak boleh dilarutkan ialah Argenti Nitras, Phenol,
Pyrogalol, Chrysarobin, Zinci Sulfas, Antibiotika, Oleum Iecoris Aselli, Hydrargyri
Bichloridum dan Stibii et kalii Tartras

Contoh – contoh resep :


R/ Kalii iodii 3 Penyelesaian : KI dilarutkan dengan air dari
Lanolin 16 lanolin.
Ungt. Simplex ad 30
m.d.s.u.e.

R/ Procain HCl 0, Penyelesaian :


Aq. rosae 1 - Procain HCl dilarutkan dengan aqua rosae
Adeps lanae 1 - ZnO di ayak dulu
ZnO 3
Vaselin ad 3
m.d.s.u.e. 30

44
Gambar 7.1. Salep Ichtiol

(3) Zat berkhasiat bentuk padat tak larut


Umumnya dibuat halus dengan mengayak atau menjadikannya serbuk halus terlebih dahulu.
 Belerang, tidak boleh diayak
 Acidum Boricum, diambil yang pulveratum
 Zinci Oxydum, harus diayak terlebih dahulu dengan pengayak No. 100

(4) Zat berkhasiat berupa cairan


(a) Air
 Terjadi reaksi, misalnya aqua calcis dengan minyak lemak akan terjadi penyabunan.
Untuk itu cara pengerjaannya adalah :
1. Diteteskan sedikit-sedikit
2. Dikocok dalam botol bersana minyak lemak, baru dicampur dengan bahan
lainnya.
Contoh resep R/ Zinc. Oxyd.
Oleum Sesami
Aqua Calcis aa 10
Disini akan terjadi penyabunan Aqua Calcis dengan oleum sesami.

 Tidak terjadi reaksi


(i) Jumlah sedikit, diteteskan terakhir sedikit demi sedikit sampai terserap oleh
dasar salep.
(ii) Jumlah banyak, diuapkan atau diambil bahan berkhasiatnya dan berat airnya
diganti dengan dasar salep.

(b) Alkohol
 Jumlah sedikit, diteteskan terakhir sedikit demi sedikit sampai terserap oleh dasar
salep.
 Jumlah banyak :
(i) Tahan panas, misalnya Tinct. Ratanhiae dipanaskan diatas tangas air sampai
sekental sirup atau 1/3 bagian, kehilangan beratnya diganti dengan dasar salep.

(ii) Tidak tahan panas;


 Diketahui perbandingannya maka diambil bagian-baguannya saja,
contohnya tinctura Iodii.
 Tidak diketahui perbandingannya, diteteskan terakhir sedikit demi sedikit.
Perlu diperhatikan bahwa kehilangan berat pelarutnya hendaknya diganti dengan dasar
salep. Bila dasar salep lebih dari satu macam, maka harus diperhitungkan menurut
perbandingan dasar salep tersebut.

Contoh:
R/ Tinct. Ratanhiae 6 Setelah Tinct. Ratanhiae dipanaskan beratnya
Vaselin 20 menjadi 2 g, jadi kehilangan berat sebanyak 4 g
Adeps Lanae 10 diganti dengan dasar salep yaitu vaselin dan adeps
m.f.ungt. lanae yang jumlahnya sesuai dengan perbandingan
vaselin dan adeps dalam resep.
Vaselin = 20 + 20/30 x 4 = 22,667
Adeps Lanae = 10 + 10/30 x 4 = 11,333

(c) Cairan kental


Umumnya dimasukkan sedikit demi sedikit, contoh; Glycerin, Pix Lithantracis, Pix
Liquida, Oleum Cadini, Balsamum Peruvianum, Ichtyol, Kreosot.

(5) Zat berkhasiat berupa extractum

(a) Extractum Siccum


Pada umumnya larut dalam air, jadi dilarutkan dalam air dan berat air dikurangi dasar
salep.

(b) Extractum Liquidum


Dikerjakan seperti pada cairan dengan alcohol.

(c) Extractum Spissum


Diencerkan terlebih dahulu dengan air atau etanol.

(5) Lain-lain
(a) Naphtolum
Dapat larut dalam Sapo Kalinus, kalau tidak ada sapo kalinus dikerjakan seperti
kamfer.

(b) Bentonit
Berupa serbuk halus yang dengan air membentuk massa seperti salep. Senyawa
Aluminium Silikat yang mengikat air. Cara pembuatan yang terbaik dengan
menambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air hangat (direndam dalam air, biarkan
 1 jam) Salep dengan Bentonit dan air tidak tahan lama, karena itu perlu ditambahkan
lemak agar tidak memisah airnya.

F. Bahan Yang Ditambahkan Terakhir Pada Suatu Massa Salep

 Ichtyol, sebab jika ditambahkan pada masa salep yang panas atau digilas terlalu lama
dapat terjadi pemisahan.
 Balsem-balsem dan minyak atsiri, balsem merupakan campuran dari damar dan
minyak atsiri, jika digerus terlalu lama akan keluar damarnya sedangkan minyak atsiri
akan menguap.
 Air, berfungsi sebagai pendingin dan untuk mencegah permukaan mortir menjadi licin.
 Gliserin, harus ditambahkan kedalam dasar salep yang dingin, sebab tidak bias campur
dengan bahan dasar salep yang sedang mencair dan ditambahkan sedikit-sedikit sebab
tidak bias diserap dengan mudah oleh dasar salep.

47
Gambar 7.2. Cara Pembuatan Salep

G. Pembuatan Salep Dengan Cara Meleburkan

Bahan dasar salep berbeda-beda konsistensinya. Dasar salep sering juga terbuat dari dua
bagian atau lebih yang konsistensinya berbeda. Untuk mendapatkan suatu massa dasar salep yang
baik, dicampurkan bahan-bahan sebagai berikut, misalnya cera dengan minyak lemak, meskipun
titik leburnya berbeda jauh dapat dilebur dalam perbandingan-perbandingan tertentu sehingga
diperoleh massa yang baik.
Umumnya hampir semua bahan dilebur dalam cawan penguap diatas tangas air., sebagai
pengaduk digunakan pengaduk kaca atau spatel kayu. Banyak juga dari bahan-bahan yang dilebur
tersebut kurang bersih, maka disaring dengan kain kassa pada saat bahan panas dan tentunya
berkurang beratnya sehingga bahan-bahan yang dilebur dilebihkan menimbangnya sebesar
10 - 20%.

Contoh salep yang dibuat dengan pelebaran :


1. Unguentum Simplex (Ph. Ned. Ed. V
R/ Cera flava 30
Ol. Sesami 70

2. Simple ointment
R/ Adeps lanae
Paraffin 50
solidum Ceto 50
stearyl alc. 50
Vas.alba / flava 850

3. Unguentum Leniens (F.N. 1978)


R/ Cetaceum 12,5 Pembuatan :
Cera alba 12 - Larutkan natrii tetraborax dalam air
Paraffin liq. 56 - Lebur cetaceum, cera dan paraffin, aduk hingga
Natrii tetraborax 0,5 dingin
Aq.dest. 19 ml - Campur keduanya

4. Unguentum Iecoris Aselli ( Ph. Ned.)

48
R/ Oleum Iecoris aselli 40 Cera flava 10
Vaselin flava 50

49
Pembuatan :
- Lebur cera dan vaselin
- Terakhir campur dengan oleum iecoris (oleum iecoris tidak dipanaskan)

Gambar 7.3. Teknik membuat Cream

H. Pastae (pasta)

Menurut FI. IV, pasta adalah sediaan semi padat yang mengadung satu atau lebih bahan
obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal
mengandung air, misalnya pasta natrium karboksimetilselulose. Kelompok lain adalah pasta
berlemak misalnya pasta zinc oksida, merupakan salep yang padat, kaku, tidak meleleh pada suhu
tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi.
Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap dibandingkan dengan salep
karena tinggi kadar obat yang mampunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk
menyerap sekresi seperti serum dan mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah
dari salep. Oleh karena itu pasta digunakan untuk lesi akut yang cenderung membentuk kerak,
menggelembung atau mengeluarkan cairan.
Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh efek lokal,
misalnya pasta gigi Triamsinolon asetonida.
Cara pemakaian dengan mengoleskan lebih dahulu dengan kain kassa. Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik, wadah tertutup rapat atau dalam tube.
Pembuatan pasta umumnya bahan dasar yang berbentuk setengah padat sebaiknya dicairkan
terlebih dahulu baru dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih mudah
bercampur dan homogen.

Gambar 7.4. Sediaan pastae

50
I. Cremores (Krim)

Menurut FI. IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional
telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau
alohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
pemakaian kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian obat melalui
vaginal.
Ada 2 type krim yaitu krim type minyak air ( m/a) dan krim type air minyak ( m/a ).
Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk
krim type a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, koleterol dan cera. Sedangkan untuk
krim type m/a digunakan sabun monovalen seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat
dan ammonium stearat. Selain itu dapat juga dipakai tween, natrium laurylsulfat, kuning telu,
gelatinum, caseinum, CMC dan emulgidum.
Kestabilan krim akan terganggu / rusak jika sistem campurannya terganggu, terutama
disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan salah
satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok dan
dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka
waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin) dengan
kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05%.
Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube di tempat sejuk.
Penandaan pada etiket harus juga tertera “Obat Luar”.

Gambar 7.5. Sediaan Cream

Pembuatan krim adalah dengan melebur bagian berlemak diatas tangas air, kemudian
tambahkan air dan zat pengemulsi dalam keadaan sama-sama panas, aduk sampai terjadi suatu
campuran yang berbentuk krim.

Contoh resep : R/ Acid. Stearas Cera alba Vaselin alba TEA


51
Propilen glicol 2
Aq. dest. 8 Pembuatan :
m.f. ungt. 1,5 - Lebur cera bersama vaselin dan acid. Stearas.
8 - TEA + propilen glicol diilarutkan dalam air hangat dan
65, dicampurkan pada leburan tersebut di atas.
15 6

R/ Bentonit 20 Pembuatan :
Glyceri 10 Taburkan bentonit dalam campuran aqua dan glycerin
n 70 hangat, aduk, biarkan sampai bentonit larut.
Aq.dest.
m.f.ungt
.

Gambar 7.6. Proses pencampuran krim

52
J. Gel ( Jelly)

Gel merupakan semi padat yang terdiri dari susupensi yang dibuat dari partikel anorganik
kecil atau moleku organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari
jaringan partikel kecil yang terpisah, digolongkan sebagai system dua fase (gel Aluminium
Hidroksida). Dalam system dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar disebut
Magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Jadi sediaan harus
dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hla ini yertera pada etiket.
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu
cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan
cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (karbomer) atau dari gpm alam
(tragakan). Walaupun gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat juga
digunakan sebagai pembawa. Contohnya minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin
polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak.
Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topical atau dimasukkan dalam
lubang tubuh, contoh Voltaren Gel, Bioplacenton. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik,
dalam bermulut lebar terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk.

Gambar 7.7. Sediaan Gel

K. Linimenta (obat gosok / olesan)


Linimenta adalah sediaan cair atau kental, mengandung analgetika dan zat yang
mempunyai sifat rubifasien, melemaskan otot atau menghangatkan dan digunakan sebagai obat
luar. Pemakaian linimenta dengan cara dioleskan menggunakan kain flannel lalu diurut.
Penyimpanan dalam botol berwarna, bermulut kecil dan ditempat sejuk. Pada etiket juga
tertera “Obat luar”. Linimenta tidak dapat digunakan untuk kulit yang luka atau lecet.

50
Cara pembuatan:
1. Mencampurkan seperti pada pembuatan salep, contohnya Linimen Gondopuro (FN)
2. Terjadi penyabunan, contohnya Linimen Amoniak dan Lotio Benzylis Benzoas (FN)
3. Terbentuk emulsi, contohnya Peruvianum Emulsum I dan II (FN)

Contoh resep :
Linimentum Ammonia ( F.N. 1978)
R/ Ammonia 20 ml Pembuatan :
Acid. oleinicum 1 ml Oleum sesami yang telah ditambahi acid. Oleinic.
Oleum sesami 70 ml Dikocok dengan ammonia di dalam botol.

Linimentum Methylis Salicylas


R/ Methylis salicylas 25 ml
Menthol 4 ml
Ol. Eucalypti 10 ml
Ol. Arachidis ad 100 ml

Gambar 7.8. Sediaan Liniment

L. Oculenta (Unguenta Ophthalmica / Salep Mata)

Salep mata adalah salep steril yang digunakan pada mata. Pada pembuatannya bahan obat
ditambahkan sebagai larutan steril atau serbuk steril termikronisasi pada dasar salep steril, hasil
akhir dimasukkan secara aseptik ke dalam tube steril.Bahan obat dan dasar salep disterilkan
dengan cara yang cocok. Tube disterilkan dalam autoklaf pada suhu 115 0-1160C, selama tidak
kurang dari 30 menit.
Sebagai dasar salep sering digunakan dasar salep Oculentum simplex. Basis salep mata
yang lain adalah campuran Carbowax 400 dan Carbowax 4000 sama banyak.

51
Persyaratan salep mata :
1. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk
mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak
sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan.
2. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk
halus.
3. Harus bebas dari partikel kasar dan memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam
pada uji salep mata.
4. Wadah harus steril, baik pada waktu pengisian maupun penutupan dan wadah harus
tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama.

Penyimpanan salep mata adalah dalam tube steril dan di tempat sejuk, dan pada etiket harus
tertera “Salep mata”.

Oculentum Simplex
R/ Cetyl alcohol 2,5
Adeps lanae 6
Vaselini 51,5
Paraffin liq. 100

Gambar 7.9. Sediaan Salep Mata Steril

52
VII. RESEPTIR

I. PENGERTIAN UMUM MENGENAI RESEP


Pemberian terapi dengan obat oleh dokter secara tidak langsung akan ditulis dalam selembar
kertas yang disebut sebagai lembar resep atau blangko resep. Resep dalam arti yang sempit adalah
permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat
dalam bentuk sediaan tetentu dan menyerahkannya kepada pasien. Kenyataannya resep merupakan
perwujudan akhir dari kompetensi pengetahuan dan keahlian dokter dalam menerapkan
pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi.

Resep dituliskan dalam kertas resep dengan ukuran yang ideal yaitu lebar 10-12 cm dan
panjang 15-18 cm. Resep harus ditulis dengan lengkap sesuai dengan PerMenKes no.
26/MenKes/Per/I/81 Bab III tentang Resep dan KepMenKes No. 28/MenKes/SK/U/98 Bab II
tentang RESEP, agar dapat dibuatkan/ diambilkan obatnya di apotik.

Dalam resep yang lengkap harus tertulis :

1. Identitas dokter : nama, nomor SIP (Surat Ijin Praktek), alamat praktek/ alamat rumah dan nomor telpon
dokter
2. Nama kota dan tanggal dibuatnya resep
Nomor 1 dan nomor 2 sudah tercetak pada kertas lembar resep.

Menulis resep dimulai dari :

3. Simbol R/ (= recipe = harap diambil), dikenal dengan istilah superscriptio. Terdapat hipotesis yang
menyatakan R/ berasal dari tanda Yupiter (dewa mitologi Yunani). Hipotesis lain R/ berasal dari tanda
Ra = mata keramat dari dewa Matahari Mesir kuno.
4. Nama obat serta jumlah atau dosis, dikenal dengan istilah inscriptio.
53
Merupakan inti resep dokter. Nama obat ditulis nama generik atau nama dagang
(brandname) dan dosis ditulis dengan satuan microgram, miligram, gram, mililiter, %.
5. Bentuk sediaan obat yang dikehendaki, dikenal dengan istilah subscriptio.
6. Signatura , disingkat S, umumnya ditulis aturan pakai dengan bahasa Latin.
7. Diberi tanda penutup dengan garis, ditulis paraf.
8. Pro : nama penderita. Apabila penderita anak, harus dituliskan umur atau berat badan agar apoteker
dapat mencek apakah dosisnya sudah sesuai.

54
CATATAN :
Pada saat menulis resep :
1. Hindari penulisan nama kimia, tulis nama latin atau generiknya.
2. Apabila dalam satu lembar resep terdiri lebih dari satu R/, maka : tiap R/ dilengkapi dengan
signa (S), dan tiap R/ diparaf atau ditandatangani dokter penulisnya.
3. Dokter yang bijaksana akan memperhatikan keadaan sosio-ekonomi pasien, maka pemilihan obat
dapat ke obat generik atau obat brand-name.

Contoh resep :
Resep obat jadi dengan nama generik

R/ Hydrocortison krim 1% tube No I

S aplic.in.loc.dol.

Pro : Anak T (5 th )

R/ Cendoxytrol gtt opht minidose strip I

S 4 dd gtt II opht dex.et sin.

Pro : Ny. S (45 th)

Resep obat ramuan/racikan

R/ Ceftik 10 mg

Epexol 5 mg

Salbutamol 0,425 mg

Longatin 4,5 mg

Rhinofed 1/12 tab

Dexametason 1/5 tab

Mfla pulv dtd no XV

S 3 dd pulv. I

z Pro : anak 8 bulan


Resep alkes :

R/ Kassa steril box No. I

S ue
z
Pro : Bp. Z (55 th)

II. BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)


Bentuk Sediaan Obat diperlukan agar mudah pengaturan dosisnya, stabil, tidak mudah
rusak, mudah digunakan (bau dan rasa dapat ditutupi ), praktis dan dapat menghasilkan efek
yang optimal. Berdasarkan konsistensinya BSO dapat dibagi menjadi BSO padat (serbuk,
kapsul, tablet), semi padat (salep, krim, jelly), cair (solutio, sirup, suspensi, emulsi).

Setiap BSO mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda-beda sehingga perlu
difahami spesifikasi dari suatu BSO.

A. BSO Padat
1. Pulvis (serbuk tidak terbagi) dan Pulveres (serbuk terbagi).
Biasanya berupa campuran obat yang halus, kering dan homogen. Bau dan rasa obat
tidak dapat ditutupi.
2. Granul
Berupa gumpalan kecil yang terdiri dari obat dan bahan tambahan. Lebih stabil dari
serbuk. Digunakan dengan cara dicampur atau dilarutkan dengan air.
3. Kapsul
BSO yang berupa cangkang terbuat dari gelatin, sehingga lebih mudah ditelan. Kapsul
mempunyai berbagai macam ukuran. Ada 2 macam kapsul yaitu kapsul gelatin keras
(dapat dibuka dan ditutup), berisi serbuk atau granul dan kapsul gelatin lunak berisi
bahan cair seperti minyak.
4. Tablet
BSO yang dibuat dengan cara dicetak, terdiri dari bahan obat dengan beberapa bahan
tambahan seperti bahan pengisi, pengembang, perekat, pelicin, dan penghancur. Ada
bermacam-macam jenis tablet :
a. Tablet
Mempunyai macam-macam bentuk dan ukuran, ada yang berlapis dan digunakan
dengan cara ditelan.
b. Tablet salut gula = dragee
Diberi salut gula, memberikan penampilan yang menarik, digunakan dengan cara
ditelan.
c. Tablet salut selaput/salut film
Diberi salut tipis dari polimer, pecahnya tablet di lambung bagian bawah, untuk
menghindari iritasi dan digunakan dengan cara ditelan.
d. Tablet salut enterik
Disalut dengan lapisan yang tidak pecah oleh asam lambung sehingga pecahnya
tablet di usus, absorbsi obat di usus. Dapat menghindari iritasi lambung dan
digunakan dengan cara ditelan.
e. Tablet sublingual
Tablet yang disisipkan di bawah lidah dan diabsorbsi mukosa mulut sehingga
memberikan respon terapi yang cepat.
f. Tablet kunyah = chewable
Tablet yang harus dikunyah dulu, agar efek lokal di lambung cepat. Rasanya enak
sehingga cocok untuk anak-anak.
g. Tablet hisap = lozenges = troches
Tablet yang dihisap di mulut untuk pengobatan lokal pada rongga mulut.
h. Tablet sisip/ tablet vagina
Tablet yang disisipkan di vaginal untuk pengobatan lokal.
i. Tablet effervescent
Tablet yang dapat menghasilkan gas atau berbuih agar rasanya segar, digunakan
dengan cara dilarutkan air, kemudan diminum.
j. Tablet atau kapsul pelepasan terkendali = lepas lambat
Dirancang dapat melepaskan obat perlahan-lahan sehingga kerja obat
diperpanjang. Tablet lepas lambat dapat mengurangi frekuensi pemberian obat dan
kepatuhan pasien meningkat.
Istilah yang digunakan retard, controlled-release, prolonged-release, prolonged-
action, time-release, extended-release, slow-release, delayed-release, timespan, MR
(Modification –Release).
5. Sediaan padat yang dimasukkan ke dalam lubang tubuh. BSO ini akan melunak, melarut
karena pengaruh suhu tubuh. BSO ini digunakan untuk pengobatan lokal maupun sistemik.
a. Supositoria (rektal)
b. Ovula = supositoria vaginal
B. BSO Semi solid
Digunakan dengan cara dioleskan pada kulit untuk pengobatan topikal, karena obat
dapat meresap ke dalam kulit. Perkembangan teknologi membuat bahan kimia sebagai
bahan tambahan yang dapat meresapkan obat sampai ke sirkulasi darah/sistemik dikenal
sebagai sistem transdermal.

1. Salep = unguenta = oinment


Digunakan dengan cara dioleskan pada kulit. Salep untuk mata diberi nama occulenta
dan BSO ini harus steril. Ada berbagai macam jenis bahan pembawa salep.
2. Krim
Mudah menyebar di kulit, memberikan absorbsi obat yang baik. Sediaan ini disukai
pasien dan dokter karena mudah dibersihkan dan memberi rasa dingin.
3. Jel = Gel = Jelly
Sediaan semi solid yang jernih, terbuat dari bahan pengental dan air sehingga rasanya
dingin dan apabila kering meninggalkan selaput tipis.

C. BSO Cair
Sediaan cair dapat berupa larutan atau suspensi. Sediaan cair untuk oral dapat
sebagai larutan/solutio, sirup, eliksir, suspensi, emulsi. Diminum dengan menggunakan
sendok teh (5 ml) atau sendok makan (15 ml). Sediaan cair untuk bayi dikenal sebagai
sediaan oral-drops atau tetes dengan menggunakan alat penetes/ pipet. Sediaan cair untuk
obat luar atau topikal dikenal sebagai lotio, solutio, kompres (epithema).

Macam-macam BSO cair :


1. Solutio
Larutan yang mengandung bahan obat terlarut. Apabila digunakan untuk topikal dapat
disebut sebagai lotio atau lotion.
2. Sirup
BSO cair yang diminum mengandung pemanis, secara fisik dapat berupa larutan atau
suspensi. Sering digunakan untuk anak-anak.
Sirup kering
Dikemas sebagai granul, saat akan digunakan ditambah air atau pembawa yang cocok
sehingga berbentuk sirup atau suspensi. Untuk bahan yang kurang stabil dalam air,
misalnya antibiotika.
3. Eliksir
Larutan obat dalam air yang mengandung gula dan alkohol 6 – 19 %. Fungsi alkohol
untuk membantu kelarutan obat dan memberi rasa segar.
4. Guttae (tetes)
BSO cair yang cara pengunaannya dengan cara diteteskan menggunakan pipet biasa
atau pipet volume.
Ada beberapa guttae : guttae ophthalmic (tetes mata), Guttae auric (tetes telinga),
guttae nasales (Tetes hidung), guttae orales (drops)
5. Clysma
BSO cair digunakan dengan cara dimasukkan ke rektal.
6. Potio = obat minum, tidak memperhatikan rasa.
7. Litus oris = tutul mulut

D. BSO parenteral
BSO yang steril, bebas pirogen dan cara pemberiannya dengan disuntikkan.
Apabila volumenya besar disebut infus dan apabila volumenya kecil disebut injeksi.

E. BSO spray, inhalasi, aerosol.


a. Spray
Larutan dengan tetesan kasar atau zat padat terbagi yang halus digunakan dengan cara
disemprotkan pada topikal, hidung, faring atau kulit.
b. Inhalasi
Obat diberikan lewat nasal atau mulut dengan cara dihirup, untuk pengobatan pada
bronchus atau pengobatan sistemik lewat paru. Aksinya cepat karena tidak melewati
lintas utama di hepar.
c. Aerosol
Produk farmasetik dalam wadah yang diberi tekanan. Cara penggunaan dengan
menekan tutup botol yang diberi pengatur dosis. Obat yang disemprotkan berbentuk
kabut halus.

F. BSO produk biologi


Sediaan yang bahan aktifnya berupa mikroorganisme hirup, berasal dari manusia
atau hewan. Digunakan untuk pencegahan atau pengobatan penyakit. Contohnya macam-
macam vaksin, antisera dan imunoglobulin.
G. BSO advanced technology
BSO yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga untuk pelepasan tablet tidak
diperlukan air. Ada sistem penghantaran obat yang baru dengan fase lliberasi obat sangat
cepat, konsentrasi puncak kadar obat dalam plasma cepat, sehingga diperoleh respon obat
yang dikehendaki. Contohnya : BSO Fast-dissolving, orodisperse (oros), fast-melting.

III. BAHASA LATIN DALAM RESEP


Bahasa Latin digunakan dalam resep untuk memenuhi ketentuan –ketentuan mengenai
pembuatan bentuk sediaan obat termasuk petunjuk-petunjuk aturan pemakaian obat yang
pada umunya ditulis berupa singkatan.

Beberapa alasan penggunaan bahasa latin :


1. Bahasa Latin adalah bahasa yang mati, tidak digunakan dalam percakapan, sehingga tidak
muncul kosakata baru.
2. Bahasa Latin adalah bahasa internasional dalam profesi kedokteran dan kefarmasian.
3. Tidak terjadi dualisme arti dalam penulisan resep.
4. Faktor psikologis, ada baiknya penderita tidak perlu tahu apa yang ditulis dalam resep. Daftar
singkatan bahasa latin yang sering digunakan dalam resep : TERLAMPIR

IV. Dosis Obat


Dosis obat adalah takaran (jumlah) obat yang diberikan kepada penderita dalam
satuan berat, atau volume atau Unit Internasional, untuk menimbulkan efek terapi, sehingga
seringkali disebut dosis terapetik atau dosis lazim. Pada dosis ini secara teori akan
menimbulkan konsentrasi obat pada tempat aksi cukup untuk menghasilkan efek terapi.
Faktor obat, cara pemberian obat, dan faktor penderita dapat mempengaruhi dosis obat, oleh
karena itu harus diperhitungkan dalam penentuan dosis obat.

A. Dosis Obat Untuk Dewasa


Dosis obat untuk dewasa umumnya dicantumkan pada berbagai buku tentang obat,
antara lain : farmakologi – klinik, farmakoterapi, dst. Seringkali hanya disebutkan
parameter usia tentang dosis obat seperti Ampisilin 250 mg – 500 mg tiap 6 jam tanpa
dijelaskan parameter berat badan, padahal meskipun sama-sama dewasa berat badan
tidak sama. Dosis yang menggunakan parameter berat badan akan lebih menjamin
tercapainya konsentrasi obat di tempat aksinya. Misal : Pirasinamid 20-35 mg/kg BB
sehari, Etambutol 150 mg/kgBB perhari. Jadi, bila dibandingkan dengan umur, dosis
lebih proporsional terhadap berat badan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT :

1. Faktor obat : a. Sifat fisika, b. Sifat kimia, c. Toksisitas obat


2. Faktor cara pemberian obat kepada pasien : a. Oral, b. Parenteral, c. Rektal,vaginal,
d. Lokal, topikal, e. Lain-lain.
3. Faktor penderita :
a. Umur : neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatrik
b. Berat badan : sama dewasa, berat badan bisa berbeda
c. Jenis kelamin : terutama obat golongan hormon.
d. Ras : Slow & fast acetylators
e. Tolerance
f. Sensitivitas individual
g. Keadaan patofisiologi : saluran cerna mempengaruhi absorpsi, hati
mempengaruhi metabolisme, ginjal mempengaruhi ekskresi

DOSIS MAKSIMUM OBAT (D.M. Obat)


D.M. adalah dosis tertinggi yang masih dapat diberikan kepada penderita dewasa.
Apabila dosis ini lebih besar , dimungkinkan terjadi keracunan. Berdasarkan
patofisiologi pasien, dokter boleh memberikan dosis lebih dari D.M. Apabila dokter
menghendaki dosis yang melebihi D.M., harus diberitahukan ke apoteker di apotik
dengan cara dibelakang angka dosis diberitanda seru dan diberi paraf.

B. Dosis Obat Untuk Anak


Dosis untuk anak, dapat dihitung dengan membandingkan dosis dewasa berdasar
umur atau berdasar BB. Ada juga perhitungan berdasar sekian mg per kgBB untuk sekali
atau 24 jam.
a. Perbandingan umur yang sering digunakan
n
Rumus Young Da =
n + 12 . Dd (mg)  untuk anak > 12 tahun dan < 1 tahun
hasilnya tidak memuaskan.
Rumus Dilling Da = n
20 . Dd (mg)
Rumus Caubius : sampai umur 1 tahun : Da = 1/12 Dd

Umur 1 – 2 tahun : Da = 1/8 Dd


Umur 2 – 3 tahun : Da = 1/6 Dd

Umur 3 – 4 tahun : Da = !/4 Dd

Umur 4 – 7 tahun : Da = 1/3 Dd

Umur 7 – 14 tahun : Da = 1/2 Dd

Umur 14 - 20 tahun : Da = 2/3 Dd


Catatan : anak proporsional (umur dan BB)
Keterangan Da = dosis anak, Dd = dosis dewasa, n = umur dalam tahun.

b. Perbandingan BB yang sering digunakan


Rumus Clark Da = wa . Dd (mg)
wd

- Wa= BB anak dalam pon


- Wd = 150 pon

c. Menurut ukuran tubuh sekian mg/kg BB


Misal : Amoksisilin untuk anak < 20 kg = 20 – 40 mg/kgBB/hari. Perhitungan ini
lebih baik daripada perbandingan dosis dewasa.

d. Menurut Luas Permukaan Tubuh (LPT) yang dapat diperhitungkan dari tinggi dan berat
badan anak menurut rumus DuBois & DuBois atau dapat dilihat pada tabel Nomogram
DuBois & DuBois

C. Dosis untuk geriatrik


Terjadinya penurunan fungsi berbagai organ pada geriatrik menyebabkan
konsentrasi obat dalam tubuh meningkat dibanding dengan dewasa. Oleh karena itu dosis
harus dikurangi proporsional peningkatan konsentrasi obat dalam tubuh.
a. Geriatrik tanpa kegagalan fungsi organ eliminasi, secara kasar diturunkan dosisnya, setiap
penambahan umur 10 tahun dengan 10%.
Usia 65 – 74 tahun  dewasa – 10%
Usia 75 – 84 tahun  dewasa – 20%
Usia ≥ 85 tahun  dewasa – 30%
b. Adanya penurunan fungsi organ eliminasi (hati, ginjal) dosis tersebut diturunkan lagi,
proporsional penurunan fungsi organ tersebut.
c. Dosis obat adalah proporsional dengan Klirens obat dalam tubuh; misalnya suatu obat
eliminasi utama per-renal maka dosis ulangan proporsional dengan kliren renal
ClR, sehingga dosis dapat dihitung dengan membandingkan Klirens renal penderita
dengan keadaan normal.
Cl∗
N R
Do* = Do x N
ClR
D* < Do

* = pada penderita
N = pada keadaan normal
Obat diberikan pada interval antar dosis  ( = t ½ eliminasi obat) yang tetap
dengan dosis ulang Do* (diubah) jika intervalnya yang diubah, sedangkan dosis
ulang tetap :
R
* =x C
* > 
lN R

Cl
D. Pemilihan Obat pada Kondisi Fisiologis
a. Neonatus dan Bayi Prematur
Prinsip umum penggunaan obat pada bayi dan prematur adalah :
 Hindarkan penggunaan sulfonamid, aspirin, heksaklorofen (kadar berapapun untuk kulit
yang tidak utuh, kadar 3% atau lebih untuk kulit yang utuh), morfin, barbiturat iv.
 Untuk obat-obat lain : gunakan dosis yang lebih rendah dari dosis yang dihitung
berdasarkan luas permukaan tubuh. Tidak ada pedoman umum untuk menghitung berapa
dosis yang harus diturunkan, maka gunakan educated guess atau bila ada ikuti petunjuk
dari pabrik obat yang bersangkutan. Kemudian monitor respon klinik dari pasien, dan
bila perlu monitor kadar obat dalam plasma, untuk menjadi dasar penyesuaian dosis pada
masing-masing pasien.

b. Anak
Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi faktor-faktor ini dapat
digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa. Untuk itu dapat digunakan
pedoman praktis seperti tabel di bawah ini ;

Gambar 8.1. Ilustrasi minum obat


Tabel Berat Badan dan Dosis Berdasarkan Usia
Usia Berat Badan (Kg) Dosis anak* (% dosis
dewasa)
Neonatus** 3,4 <12,5
1 bulan** 4,2 <15
3 bulan 5,6 18
6 bulan 7,7 22
1 tahun 10 25
3 tahun 14 33
5 tahun 18 40
7 tahun 23 50
12 tahun 37 75

*
Dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh
*
Untuk neonatus sampai usia 1 bulan, guanakan dosis yang dihitung berdasarkan luas
permukaan tubuh ini. Untuk bayi prematur, gunakan dosis lebih rendah lagi, sesuai
keadaan klinis pasien.

c. Usia Lanjut

Prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut, adalah :


 Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi yang tepat.
Bila diperlukan efek plasebo, berikan plasebo yang sesungguhnya.
 Pilih obat yang memberikan rasio manfaat risiko paling menguntungkan dan tidak
berinteraksi dengan obat lain atau penyakit lain pada pasien.
 Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa diberikan pada
pasien muda.
 Selanjutnya disesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan
memonitor kadar obat dalam plasma pasien. Dosis penunjang yang tepat pada umumnya
lebih rendah.
 Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan untuk
memelihara kepatuhan pasien.
 Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat yang tidak
diperlukan lagi.

E. Pemilihan Obat pada Kondisi Patologis


a. Penyakit Saluran Cerna
Prinsip umum penggunaan obat pada pasienpenyakit saluran cerna, adalah :
 Hindarkan obat iritan(misalnya KCL, aspirin, antiinflamasi steroid lainnya) pada keadaan
stasis/hipomotilitas saluran cerna.

 Hindarkan sediaan lepas lambat dan sediaan salut enterik pada keadaan hiper maupun
hipomotilitas saluran cerna.
 Berikan levadopa dalam kombinasi dengan karbidopa.
 Untuk obat-obat lain : dosis harus disesuaikan berdasarkan respon klinik pasien dan/atau
bila perlu melalui kadar obat dalam plasma.

b. Penyakit Kardiovaskuler
Prinsip umum penggunaan obat pada pasien penyakit kardiovaskuler, adalah :
 Turunkan dosis awal obat maupun dosis penunjang.
 Sesuaikan dosis berdasarkan respon klinik pasien dan/atau bila perlu melalui pengukuran
kadar obat dalam plasma.

c. Penyakit Hati
Prinsip umum penggunaan obat pada pasien penyakit hati yang berat adalah :
 Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasi terutama melalui ekskresi ginjal.
 Hindarkan penggunaan : obat-obat yang mendepresi susunan saraf pusat (terutama
morfin), diuretik tiazid dan diuretik kuat, obat-obat yang hepatotoksik.
 Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang eliminasi utamanya
melului metabolisme hati. Tidak ada pedoman umum untuk menghitung berapa besar
dosis yang harus diturunkan, maka disesuaikan dengan keadaan individual pasien.
Kemudian monitor respon klinik pasien dan bila perlu monitor kadar obat dalam plasma
serta uji fungsi hati pada pasien dengan dengan fungsi hati yang berfluktuasi.

d. Penyakit Ginjal
Prinsip umum penggunaan obat pada pasien dengan penyakit ginjal, adalah :
 Sedapat mungkin dipilih obat yang elimininasinya terutama melalui metabolisme hati,
untuk obatnya sendiri maupun metabolit aktifnya.
 Hindarkan penggunaan : golongan tetrasiklin untuk semua derajat gangguan ginjal (kecuali
doksisiklin dan minosiklin yang dapat diberikan asal fungsi ginjal tetap dimonitor),
diuretik merkuri, diuretik hemat kalium, diuretik tiazid, antidiabetik oral, dan aspirin
(paracetamol mungkin merupakan analgetik yang paling aman pada penyakit ginjal).
 Gunakan dosis lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang eliminasi utamanya
melalui ekskresi ginjal.

V. Interaksi obat
Obat di dalam tubuh dapat mengalami interaksi dengan obat lain maupun dengan
makanan. Secara farmakokinetik adanya interaksi obat baik dengan obat lain maupun dengan
makanan akan mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) obat
tersebut. Sedangkan interaksi farmakodinamik memungkinkan terjadinya efek additive,
sinergis, potensiasi, atau antagonis dari obat yang mengalami interaksi.

Interaksi Famakokinetik

1. Interaksi pada proses absorpsi

Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna dapat terjadi akibat :


a. Interaksi langsung antar partikel obat yang membentuk senyawa kompleks antar senyawa
obat. Perubahan struktur molekul yang ditimbulkan mengakibatkan salah satu atau semua obat
yang membentuk kompleks senyawa mengalami penurunan kecepatan absorpsi. Contoh:
interaksi tetrasiklin dengan ion Ca 2+, Mg2+, Al2+ dalam antasid yang menyebabkan jumlah
absorpsi keduanya turun.
b. Perubahan pH
Obat dengan sifat keasaman yang berbeda dapat menimbulkan perubahan pH ketikan
diberikan secara bersamaan, hal ini mempengaruhi absorpsi obat dengan
kemungkinan menaikkan atau menurunkan absorpsi obat kedua.
Contoh: pemberian Antasid bersama Penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi
Penisilin G.
c. Motilitas saluran cerna
Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluran cerna dapat
mempegaruhi absorpsi obat lain yang diminum bersamaan.
Contoh: antikolinergik yang diberikan bersamaan dengan Parasetamol dapat
memperlambat penyerapan Parasetamol.

2. Interaksi pada proses distribusi

Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Senyawa yang asam
akan berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan α 1-glikoprotein.
Jika 2 obat atau lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan dengan
protein plasma, sehingga proses distribusi terganggu (terjadi peningkatan salah satu
distribusi obat ke jaringan).

Contoh : pemberian Klorpropamid dengan Fenilbutazon, akan meningkatkan distribusi


Klorpropamid.

3. Interaksi pada proses metabolisme

a. Hambatan metabolisme
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya
sama dapat menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat menaikkan kadar salah
satu obat dalam plasma, sehingga meningkatkan efeknya atau toksisitasnya.
Contoh: pemberian Warfarin bersamaan dengan Fenilbutazon dapat menyebabkan
meningkatnya kadar Warfarin mengakibatkan terjadi pendarahan.
b. Induktor enzim
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya
sama dapat terjadi gangguan metabolisme yang dapat menurunkan kadar obat dalam
plasma, sehingga menurunkan efeknya atau toksisitasnya.
Contoh : pemberian Estradiol bersamaan dengan Rifampisin akan menyebabkan kadar
Estradiol menurun sehingga efektifitas kontrasepsi oral dari Estradiol menurun.

4. Interaksi pada proses ekskresi

a. Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat.


Jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan dengan obat-
obat yang dapat merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat
menimbulkan efek toksik.
Contoh: Digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal
(Aminoglikosida, Siklosporin) mengakibatkan kadar Digoksin naik sehingga timbul
efek toksik.
b. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal
Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem
transport aktif yang sama dapat menyebabkan hambatan sekresi.
Contoh: jika Penisilin diberikan bersamaan dengan Probenesid maka akan
menyebabkan klirens Penisilin turun, sehingga kerja Penisilin lebih panjang.
c. Perubahan pH urin
Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika
pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah,

sedangkan jika pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa
lemah.
Contoh: pemberian Pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan Ammonium
klorida maka akan meningkatkan ekskresi Pseudoefedrin. Ammonium klorida akan
mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi Pseudoefedrin dan eliminasi
Pseudoefedrin juga meningkat.
Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik obat terjadi berdasarkan mekanisme aksi obat-obat yang
diberikan secara bersamaan. Mekanisme aksi obat terkait dengan reseptor obat pada target
organnya. Secara farmakodinamik interaksi obat dengan obat lain dapat bersifat antagonisme
atau sinergisme.
1. Antagonisme obat terjadi jika aktifitas obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh
obat kedua yang mempunyai khasiat farmakologi yang berlawanan. Pada antagonisme
kompetitif, dua obat bersaing secara reversibel untuk reseptor yang sama.
2. Sinergisme adalah kerja sama antara dua obat dan dikenal dua jenis:
a. Adisi (penambahan), efek kombinasi adalah sama dengan jumlah aktifitas masing- masing
obat. Contoh: kombinasi Asetosal dan Parasetamol.
b. Potensiasi (peningkatan), kedua obat saling memperkuat khasiatnya sehingga terjadi efek
yang melebihi jumlah matematis dari a + b. Contoh : Estrogen dan Progesteron;
Sulfametoksazol dan Trimetoprim.

VI. Macam-macam Rute Pemberian Obat


Pemberian obat dapat dilakukan melalui beberapa rute. Secara garis besar dikenal
beberapa rute pemberian obat yaitu :
1. Oral
2. Parenteral
3. Topikal/lokal
4. Rute lain

1. Pemberian obat melalui rute oral.


Beberapa bentuk sediaan obat dapat diberikan melalui rute oral, meliputi sediaan
obat yang berbentuk tablet, kaplet, kapsul, puyer, maupun sirup. Obat yang diberikan
melalui jalur ini akan diabsorbsi oleh mukosa sistem gastrointestinal. Tingkat absorbsi
obat dipengaruhi oleh sifat lipofilik molekul, pH dan besarnya partikel senyawa obat.

Senyawa obat yang bersifat lipofilik mempunyai kemampuan untuk menembus membran
sel lebih baik. Senyawa obat yang bersifat basa lemah akan bersifat lipofilik pada
lingkungan yang mempunyai tingkat keasaman tinggi (pH rendah). Dengan kata lain
senyawa obat yang bersifat asam lemah lebih mudah diabsorbsi di lambung yang
mempunyai lingkungan dengan tingkat keasaman tinggi (pH = 2-3). Senyawa obat yang
bersifat basa lemah akan bersifat lipofilik apabila berada pada lingkungan basa. Oleh
karena itu senyawa obat yang merupakan basa lemah lebih mudah melewati mukosa
intestinum yang lingkungannya mempunyai pH lebih tinggi dibandingkan lambung. Obat
dengan ukuran partikel lebih kecil akan diabsorbsi lebih baik dibandingkan obat dengan
ukuran partikel yang lebih besar.
Setelah absorbsi obat terjadi di mukosa gastrointestinal, senyawa aktif obat yang
memasuki sirkulasi enterohepatik. Melalui sirkulasi enterohepatik senyawa obat
memasuki sistem portal hepatik dan sebagian akan dimetabolisme di hepar. Proses
metabolisme obat di hepar sebelum senyawa obat mencapai target organnya di sebut
sebagai “hepatic first pass”. Hal ini merupakan proses eliminasi senyawa aktif sebelum
obat dapat berfungsi pada targetnya. Oleh karena itu obat obat yang mengalami
metabolisme sempurna di hepar sebaiknya tidak diberaikan melalui rute oral (enteral).
Salah satu contoh obat yang dimetabolisme sempurna di hepar adalah Nitrogliserin
(Isosorbid dinitrat).

2. Pemberian obat melalui rute parenteral.


Secara parenteral obat dapat diberikan melalui beberapa jalur yaitu :
a. Injeksi subkutan
b. Injeksi intramuskular
c. Injeksi intravena
Rute ini memungkinkan obat mencapai target organnya lebih cepat. Selain itu
tingkat ketersediaan senyawa aktif dalam sirkulasi darah lebih tinggi bila dibandingkan
dengan obat yang diberikan secara enteral. Hal ini karena obat yang diberikan secara
parenteral tidak mengalami “first hepatic pass”. Sifat ini memberikan keuntungan dari
aspek kecepatan terjadinya efek terapi obat. Dari aspek dosis, maka obat yang diberikan
secara parenteral dosis yang dibutuhkan lebih rendah bila dibandingkan dengan dosis
obat yang diberikan secara oral.

3. Pemberian obat melalui rute topikal.


Beberapa jalur pemberian obat yang termasuk rute topikal adalah :

a. Transdermal, bentuk sediaan obat yang dapat diaplikasikan secara transdermal meliputi
cream, ointment, gel, lotion dan patch.
b. Sublingual, beberapa jenis obat diberikan secara sublingual untuk menghindari “ first hepatic
pass”. Contoh : Isosorbid dinitrat.
c. Intra occular, obat tetes mata
d. Intra auricular, obat tetes telinga
e. Intranasal, obat tetes hidung
f. Per-rectal, sediaan suppositoria diaplikasikan secara topikal melalui rectum.
g. Per-vaginal, sediaan ovula diaplikasikan secara topikal melalui vagina.
h. Per-inhalasi, sediaan inhaler diaplikasikan secara topikal untuk mencapai target obat di
saluran nafas.

4. Pemberian obat melalui rute lain.


Beberapa obat diberikan melalui rute khusus, diantaranya melalui :
a. Injeksi intra artikular, pemberian obat dengan cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan
konsentrasi obat yang tinggi pada daerah persendian.
b. Injeksi intrathecal, obat diinjeksikan pada level lumbal ke-5 agar dapat mencapai sistem
saraf pusat melalui likuor serebrospinalis. Pemberian obat dengan jalur ini bertujuan untuk
menghindarai sawar darah otak (blood brain barier) yang menjadi barier absorbsi obat-obat
tertentu.
c. Injeksi epidural, rute epidural biasanya dimanfaatkan pada spinal anestesi. Pada rute ini obat
tidak masuk ke dalam likuor serebrospinalis, tetapi terkonsentrasi dilapisan duramater,
sehingga obat tidak mencapai saraf pusat.

Dengan berkembangnya teknologi cara pemberian obat juga semakin berkembang,


sehingga selain rute pemberian obat secara garis besar yang telah disebutkan di atas, banyak
metode pemberian obat yang baru yang tidak disebutkan pada manual ini.

VII. Menulis Resep yang Tepat dan Rasional


Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk pasiennya, yaitu setelah
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, menentukan diagnosis, prognosis serta terapi
yang akan diberikan. Terapi untuk kausatif, simtomatik, profilaktik diwujudkan dalam
bentuk resep.

VIII. Peresepan Irrasional


Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang kadang-kadang terjadi
karena maksud baik dan perhatian dokter. Peresepan irrasional dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Peresepan mewah, yaitu pemberian obat baru dan mahal padahal tersedia obat tua yang lebih
murah yang sama efektif dan sama amannya, penggunaan simtomatik untuk keluhan remeh
sehingga dana untuk penyakit yang berat tersedot, atau penggunaan obat dengan nama dagang
walaupun tersedia obat generik yang sama baiknya.
2. Peresepan berlebihan, yaitu yang mengandung obat yang tidak diperlukan, dosis terlalu tinggi,
pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih dari yang diperlukan. Terdapat
beberapa jenis obat yang paling banyak diberikan kepada pasien tanpa indikasi yang tepat dan
jelas. Golongan obat tersebut adalah antibiotik, kortikosteroid, obat penurun berat badan,
antikolesterol, multivitamin, dan tonikum, vasodilator, obat untuk memperbaiki metabolisme
otak, dan sediaan dermatologis.
3. Peresepan salah, yaitu obat yang diberikan untuk diagnosis yang keliru, obat yang dipilih
untuk suatu indikasitertentu tidak tepat, peneyediaan (di apotik, rumah sakit) salah, atau tidak
disesuaikan dengan kondisi medis, genetik, lingkungan, dan faktor lain yang ada pada saat itu.
4. Polifarmasi, yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu obat sudah mencukupi atau
pengobatan setiap gejala secara terpisahpadahal pengobatan terhadap penyakit primernya
sudah dapat mengatasi semua gejala.
5. Peresepan kurang, yaitu tidak memberikan obat yang diberikan, dosis tidak mencukupi, atau
pengobatan terlalu singkat.
Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai macam ilmu.
Ilmu anatomi, ilmu fisiologi, ilmu patogenesis, ilmu patofisiologi, ilmu penyakit (untuk
menegakkan diagnosis), ilmu farmakologi, farmakodinamik, farmakokinetika,
bioavailabilitas, farmasi (untuk memilih obat dengan berbagai macam variabelnya) dan
disesuaikan dengan keadaan pasien.

Dalam pemilihan obat perlu dasar pertimbangan sebagai berikut :

1. Timbanglah manfaat-risiko. Faktor yang menetukan manfaat risiko ini adalah kebutuhan
efektivitas, efek samping, dan beban biaya (cost). Setiap faktor tersebut perlu dipikirkan
dalam konteks salling mempengaruhi dan tidak pernah berdiri sendiri.

2. Pilihan pertama, gunakan obat yang paling established. Established berarti obat ini terpilih
untuk indikasi tertentu.
3. Gunakan obat yang diketahui paling baik sesuai dengan pengetahuan mengenai farmakologi
obat tersebut sehingga dapat diketahui dengan tepat dosis untuk setiap keadaan, jadwal
pemberian dan potensinya untuk menimbulkan efek samping.
4. Tailor drug need. Kebutuhan jenis obat harus disesuaikan untuk setiap pasien.
5. Tailor drug dose. Dosis obat disesuikan dengan pasien karena tidak semua pasien
memerlukan dosis yang sama.
6. Gunakanlah dosis efektif terkecil. Perlu diketahui bahwa penambahan dosis tidak selalu
menambah efek, dan perlu disadari, bahwa untuk memperbesar dosis, efek samping akan
lebih jelas atau lebih sering timbul. Untuk obat yang memeliki kurva dosis-efek agak datar
atau telah digunakan dosis yang memberi efek maksimum, lebih baih digunakan obat
alternatif atau menambah obat lain daripada meninggikan dosis. (Kapita Selekta kedokteran)
Farmakoterapi (terapi dengan obat) mempunyai motto :
1. 5 tepat :
a. Berikan OBAT yang tepat
b. Dengan DOSIS yang tepat
c. Dalam BSO yang tepat
d. Pada WAKTU yang tepat
e. Kepada PENDERITA yang tepat dengan semua parameter yang harus
diperhitungkan.
2. 4T 1W :
a. Tepat OBAT
b. Tepat DOSIS
c. Tepat BSO
d. Tepat PENDERITA
e. Waspada Efek Samping
Kurangnya pengetahuan tentang obat dapat menyebabkan :
1. Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan.
2. Terjadi interaksi obat satu dengan obat lain.
3. Terjadi interaksi obat dengan makanan.
4. Tidak tercapai efektivitas obat.
5. Beaya pengobatan meningkat.
IX. KAIDAH-KAIDAH PENULISAN RESEP
Setelah menetapkan diagnosis kerja, maka dokter akan menentukan terapi salah satunya
terapi dengan obat. Untuk menuliskan suatu resep banyak hal yang meminta perhatian dokter
:
1. Satuan berat untuk obat 1 gram (1 g) tidak ditulis 1 gr, (gr = grain = 65 mg)
2. Angka dosis tidak ditulis sebagai perhitungan desimal
3. Jumlah obat yang diterima pasien ditulis dengan angka romawi
4. Nama obat ditulis dengan jelas
5. Dokter telah punya pengalaman dengan obat yang ditulis dalam resep
6. Obat sama dengan nama dagang yang berbeda dimungkinkan bioavailabilitasnya beda.
7. Harus hati-hati bila akan memberikan beberapa obat seara bersamaan, pastikan tidak
ada inkompatibilatas/interaksi yang merugikan
8. Dosis diperhitungkan dengan tepat
9. Dosis disesuaikan dengan kondisi organ
10. Terapi dengan obat (narkotika) diberikan hanya untuk indikasi yang jelas
11. Ketentuan tentang obat ditulis dengan jelas
12. Hindari pemberian obat terlalu banyak
13. Hindari pemberian obat dalam jangka waktu lama
14. Edukasi pasien untuk cara penggunaan obat khusus, atau tuliskan dalam kertas yang
terpisah dengan resep obat.
15. Ingatkan kemungkinan yang berbahaya apabila pasien minum obat yang lain.
16. Beritahu efek samping obat
17. Lakukan recording pada status pasien.

Langkah-langkah Menulis Resep

Ambil satu lembar kertas resep/blanko resep, isi tempat dan tanggal ditulisnya resep.

Penulisan resep untuk obat yang diramu/diracik :


1. Tulis huruf R/ (resipe)
2. Tulis nama obat yang terpilih sesuai indikasi
3. Tulis dosis yang diperlukan, untuk anak dan geriatri dosis sudah dihitung lebih dulu.
4. Tulis permintaan untuk membuat bentuk sediaan obat : contohnya mfla (misce fac lege
artis), fla (fac lege artis), md (misce da)
5. Tulis jumlah obat yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan pemberian obat
6. Diakhiri dengan titik
7. Kalimat berikutnya, tulis S (signa)
8. Tulis apa yang diperlukan untuk menandai obat tersebut, lazimnya adalah cara penggunaan
obat
9. Beri garis penutup dan paraf
10. Tulis pro : nama pasien, umur (terutama untuk anak)

Penulisan resep obat jadi :


1. Tulis huruf R/
2. Tulis nama obat yang terpilih sesuai indikasi.
3. Tulis bentuk sediaan obat sesuai dengan sifat obat, bioavailabilitas, kondisi penyakit pasien.
4. Tulis dosis yang diperlukan, untuk anak dan geriatri dosis sudah dihitung lebih dulu.
5. Tulis jumlah obat yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan pemberian obat.
6. Diakhiri dengan titik.
7. Kalimat berikutnya, tulis S (signa).
8. Tulis apa yang diperlukan untuk menandai obat tersebut, lazimnya adalah cara penggunaan
obat.
9. Beri garis penutup dan paraf.
10. Tulis pro : nama pasien, umur (terutama untuk anak).

CATATAN :

Setelah diagnosa ditetapkan dan sebelum menulis resep, yang perlu difikirkan :
1. Apa tujuan spesifik pemberian obat yang akan ditulis dalam resep ? ( sesuaikan dengan
kondisi pato-fisiologi )
2. Apa nama obat yang paling tepat untuk mengatasi masalah tersebut ?
3. Apa bentuk sediaan yang paling tepat untuk pasien tersebut ?
4. Berapa dosis obat yang akan diberikan ?
5. Berapa lama obat akan diberikan pada pasien ?
6. Bagaimana cara penggunaan obat?
7. Kapan obat digunakan ?
BAHASA LATIN, SINGKATAN DAN ARTINYA

No Singkatan Kepanjangan Arti


A

1 aa. ana masing - masing


2 a.c. ante coenam sebelum makan
3 a.d. auris dextrae telinga kanan
4 a.h. alternis horis selang satu jam
5 a.l. auris laevae telinga kiri
6 a.m. ante meridiem sebelum tengah hari
7 a.p. ante prandium sebelum sarapan pagi
8 aa p.aeq. ana partes aequales masing - masing sama banyak
9 abs.febr. absente febre bila tidak demam
10 accur. accurate cermat
11 ad. ad sampai
12 ad 2 vic. ad duas vices untuk dua kali
13 ad aur. ad aurem pada telinga
14 ad chart.cer. ad chartam ceratam pada kertas berlilin
15 ad chart.perg. ad chartam pergameneam pada kertas perkamen
16 ad grat.sap. ad gratum saporem sampai ada rasanya
17 ad hum. ad humectandum untuk membasahkan
18 ad infl. ad inflandum untuk disemprot
19 ad libit. ad libitum sesukanya
20 ad oll.alb. ad ollam albam dalam pot putih
21 ad oll.gris. ad ollam griseam dalam pot abu-abu
22 ad scatul. ad scatulam dalam dus
23 ad us.ext. ad usum externum untuk pemakaian luar
24 ad us.in. ad usum internum untuk pemakaian dalam
25 ad us.prop. ad usum proprium untuk pemakaian sendiri
26 ad vitr.alb. ad vitrum album dalam botol putih
27 ad vitr.ampl. ad vitrum amplum dalam botol bermulut lebar
28 ad vitr.fusc. ad vitrum fuscum dalam botol coklat
29 ad vitr. nigr. ad vitrum nigrum dalam botol hitam
30 add. adde tambahkan
31 adh. adhibere gunakan
No Singkatan Kepanjangan Arti
32 ads.febr. adsante febre diwaktu demam
33 aeq. aequalis sama
34 aequab. aequabilis rata
35 aff. affunde dituangkan
36 aggred.febr. aggrediente febre diwaktu demam
37 agit. agitatio kocok
38 alb. alba , albus putih
39 alt.h. alternis horis selang satu jam
40 alt.hor. alternis horis selang satu jam
41 alt.d. alternis die selang satu hari
42 amb. ambo kedua - duanya
43 ampl. ampulla ampul
44 ante ante sebelum
45 applic. applicatur digunakan
46 apt. aptus cocok
47 aq.bidest. aqua bidestillata air suling dua kali
48 aq.bull. aqua bulliens air mendidih
49 aq.coct. aqua cocta air matang
50 aq.cois. aqua communis air biasa
51 aq.comm. aqua communis air biasa
52 aq.dest. aqua destillata air suling
53 aq.ferv. aqua fervida air panas
54 aq.pat. aqua patabilis air minum
55 aur. auris telinga
56 aurist. auristillae obat tetes telinga

B.
57 b. bis dua kali
58 bac. bacilla basila (sediaan benntuk batang)
59 bals.peruv. balsamum peruvianum peru balsem
60 b.in d. bis in die dua kali sehari
61 b.d.d. bis de die dua kali sehari
62 bid. biduum waktu dua hari
63 bol. boli pil besar

52
No Singkatan Kepanjangan Arti
C.
64 c. cum dengan
65 C., cochl. cochlear sendok makan
66 c.m. cras mane besok pagi
67 c.n. cras nocte besok malam
68 C.p. cochlear pultis sendok bubur
69 C.p. cochlear parvum sendok bubur
70 C.th. cochlear thea sendok teh
71 cal. calore oleh panas
72 calef. calefac panaskan
73 calid. calidus panas
74 caps. capsulae kapsul
75 caps.gel.el. capsulae gelatinosae elasticae kapsul gelatin lunak
76 caps.gel.op. capsulae gelatinosae operculatae kapsul gelatin dengan tutup
77 caut. caute hati - hati
78 cer. cera malam, lilin
79 chart. charta kertas
80 chart.par. charta paraffinata kertas paraffin
81 citiss. citissime sangat segera
82 cito cito segera
83 clarif. clarificatio dijernihkan
84 clysm. clysma klisma / obat pompa
85 co., comp., cps., cpt., compositus majemuk
86 cochleat. cochleatim sendok demi sendok
87 cois., comm. communis biasa
88 colat. colatura sari, kolatur
89 collut. collutio obat cuci mulut
90 collyr. collyrium obat cuci mata
91 conc. concentratus pekat
92 concus. concussus kocok
93 consp. consperge taburkan
No Singkatan Kepanjangan Arti
94 cont. continuo segera
95 coq. coque masak
96 cord. cordis jantung
97 cort. cortex kulit
98 crast. crastinus besok
99 crem. cremor krim
100 cryst. crystallus kristal

D.
101 d. da berikan
102 d.in 2plo da in duplo berikan dua kali jumlahnya
103 d.in dim da in dimidio berikan setengahnya
104 d.secund. diebus secunde hari kedua
105 d.seq. die sequente hari berikutnya
106 d.c. durante coenam pada waktu makan
107 d.c.form. da cum formula berikan dengan resepnya
108 d.d. de die tiap hari
109 d.s. da signa berikan dan beri tanda
110 d.s.s.ven. da sub signo veneni berilah dengan tanda racun
111 d.t.d. da tales doses berikan dalam dosis demikian
112 decanth. decantha tuangkan
113 decoct. decoctum rebusan
114 dep. depuratus murni
115 des. desodoratus tidak berbau
116 desinf. desinfectans desinfeksi
117 det. detur diberikan
118 dext. dexter kanan
119 dieb.alt. diebus alternis tiap satu hari berikutnya
120 dil. dilutus / dilutio diencerkan / pengenceran
121 dim. dimidius setengah
122 disp. dispensa berikan
123 div. divide bagilah
124 div.in.part.aeq. divide in partes aequales bagilah dalam bagian - bagian yang sama
125 dulc. dulcis manis
126 dup., dupl., dx. duplex dua kali

54
Singkatan Kepanjangan Arti
E.
127 e.c. enteric coated bersalut enterik
128 elaeos. elaeosaccharum gula berminyak
129 emet. emeticum obat muntah
130 empl. emplastrum plester
131 emuls. emulsum emulsi
132 enem. enema lavemen/klisma/obat pompa
133 epith. epithema obat kompres
134 evap. evaporetur, evapora diuapkan, uapkan
135 exhib. exhibe berikan
136 expr. expressio, exprimatur, exprime penekanan, ditekan, tekanlah
137 ext.s.alut. extende supra alutam oleskan pada kulit yang lunak
138 ext.s.cor. extende supra corium oleskan pada kulit yang keras
139 ext.ut. externe untendum pemakaian sebagai obat luar
140 extemp. extempore pada saat itu juga
141 extr.liq. extractum liquidum ekstrak cair
142 extr.sicc. extractum siccum ekstrak kering
143 extr.spiss. extractum spissum ekstrak kental
144 extr.ten. extractum tenue ekstrak kental cair

F.
145 f. fac, fiat, fiant buat / dibuat
146 far. farina tepung
147 f.c.vehic.apt. fac cum vehiculum apto buat dengan bahan pembawa yang cocok
148 fl. flores bunga
149 fol. folia daun
150 f.l.a. fac lege artis buatlah sesuai aturan
151 febr.dur. febre durante diwaktu demam
152 filtr. filtra / filtretur saring
153 form. formula susunan (resep)
154 fort. fortius kuat
155 frig. frigidus dingin

G.
156 g. gramma gram
157 gr. grain grain ( kira-kira 65 mg)
158 garg. gargarisma obat kumur
Singkatan Kepanjangan Arti
159 gel. gelatina gelatin
160 glob. globulus bundar
161 gran. granulum butir
162 gross grosse kasar
163 gtt. guttae tetes
164 gutt.aur. guttae auriculares tetes telinga
165 0.5 g. semi gramma setengah gram
166 1g gramma unum satu gram
167 1.5 g sesqui gramma satu setengah gram
168 2g grammata duo dua gram
169 3g grammata tria tiga gram
170 4g grammata quattuor empat gram
171 5g grammata quinque lima gram

H.
172 h. hora jam
173 h.u.spat. horae unius spatio setelah satu jam
174 h.X.mat. horae decima matutina jam 10 pagi
175 h.m. hora matutina pagi hari
176 h.s. hora somni waktu tidur
177 h.v. hora vespertina malam hari
178 haust. haustus diminum sekaligus
179 hebdom. hebdomada untuk seminggu
180 her.praescr. heri praescriptus resep kemaren
181 hor.interm. horis intermediis diantara jam - jam
182 hui.form. huius formulae dari resep ini

I&J
183 i.c. inter cibos diantara waktu makan
184 i.m. intra muskular kedalam jaringan otot
185 i.m.m. in manum medici berikan pada dokter / di tangan dokter
186 i.o.d in oculo dextro pada mata kanan
187 i.o.s. in oculo sinistro pada mata kiri
188 in 2 vic. in duabus vicibus dalam dua kali
189 inj. injectio suntikan
190 instill. instilla teteskan

56
No Singkatan Kepanjangan Arti
191 inter., int. inter antara
192 interd. interdum sewaktu - waktu
193 intr.d.sum. intra diem sumendum digunakan dalam satu hari
194 in vit. in vitro dalam tabung
195 in viv. in vivo dalam tubuh
196 iter. iteretur untuk diulang
197 iter. iteratio ulangan
198 i.v. intra vena kedalam pembuluh darah
199 jentac. jentaculum makan pagi
200 jej. jejune puasa, perut kosong

L.
201 l.a. lege artis menurut aturan
202 lag.gutt. lagena guttatoria botol tetes
203 lav.opth. levementum ophthalmicum larutan pencuci mata
204 ligand. ligandus harus diikat
205 lin. linimentum obat gosok
206 liq. liquor cairan
207 liq. liquidus larutan
208 loc. locus tempat
209 loc.aeg. locus aeger tempat yang sakit
210 loc.dol. locus dolens tempat yang nyeri
211 lot. lotio obat cuci / pembasuh

M
212 m. misce campurkan
213 m.et v. mane et vespere pagi dan malam
214 m.d.s. misce da signa campurkan, berikan tanda
215 m.f. misce fac campur dan buat
216 m.f.pulv. misce fac pulveres campurkan, buat powder
217 m.i. mihi ipsi untuk saya sendiri
218 m.p. mane primo pagi - pagi sekali
219 man. mane pagi hari
220 mixt. mixtura campuran
221 mod.praescr. modo praescriptio sesuai aturan
No Singkatan Kepanjangan Arti
N.
222 n. nocte malam hari
223 n.dt., ndt., ne det. ne detur tidak diberikan
224 N.I. ne iteretur tidak boleh diulang
225 narist. naristillae obat tetes hidung
226 ne iter. ne iteretur jangan diulang
227 neb., nebul. nebula obat semprot
228 noct. nocte malam hari
229 non rep. non repetatur jangan diulang

O.
230 o. 1/4 h. omni quarta hora tiap seperempat jam
231 o.alt.hor. omni alternis horis tiap selang satu jam
232 o.b.h. omni bihorio tiap 2 jam
233 o.b.h.c. omni bihorio cochlear tiap 2 jam satu sendok makan
234 o.d. oculus dexter mata kanan
235 o.d.s. oculus dexter et sinister mata kanan dan kiri
236 o.h. omni hora tiap jam
237 o.m. omni mane tiap pagi
238 o.n. omni nocte tiap malam
239 o.s. oculus sinister mata kiri
240 o.u. oculus uterque kedua mata
241 oc. oculus mata
242 oculent. oculentum salep mata
243 omn.bid. omni biduum tiap 2 hari
244 ool.min. olea mineralia minyak mineral
245 ol.vol. olea volatilia minyak menguap/minyak atsiri
246 os., oris oris mulut

P.
247 p.aeq. partes aequales bagian sama
248 p.d.sing. pro dosis singularis untuk satu dosis
249 p.r.n. pro re nata bila diperlukan
250 p.c. post coenam setelah makan
251 p.m. post meridiem sore

58
No Singkatan Kepanjangan Arti
252 part. Dol. parte dolente pada bagian yang sakit
253 past.dentifr. pasta dentrificia pasta gigi
254 per bid. per biduum dalam 2 hari
255 per trid. per triduum dalam 3 hari
256 per vic. per vices sebagian - sebagian
257 per.in.mor. / PIM periculum in mora bahaya bila tertunda
258 p.i. pro injectio untuk suntikan
259 pil. pilula pil
260 p.o. per os / per oral melalui mulut
262 pon. aur. pone aurum dibelakang telinga
263 pond. pondus timbangan / berat
264 pot. potio obat minum
265 pp., praec. praecipitatus endapan
266 prand. prandium sarapan pagi
267 pulv. pulvis serbuk
268 pulv.adsp. pulvis adspersorius serbuk tabur
269 pulv.dentifr. pulvis dentrificius serbuk untuk gigi
270 pulv.gross. pulvis grossus serbuk kasar
271 pulv.subt. pulvis subtilis serbuk halus
272 pulv.sternut. pulvis sternutatorius serbuk bersin
273 purg. purgativus obat kuras
274 pyx. pyxis dus

Q.
275 q. quantitas jumlah
276 q.dx. quantitas duplex 2 kali banyaknya
277 q.h. quaque hora tiap jam
278 q.d. quarter die 4 kali sehari
279 q.l. quantum libet banyaknya sesukanya
280 q.pl. quantum placet jumlah sesukanya
281 q.q.h. quarta quaque hora tiap 4 jam
282 q.s. quantum satis / sufficit secukupnya
283 q.v. quantum vis banyaknya sesukanya
No Singkatan Kepanjangan Arti
284 R
285 R., Rp., Rcp. recipe ambil
286 rec. recens segar
287 rec.par. recenter paratus dibuat pada saat itu juga
288 reiter. reiteretur diulang kembali
289 rem. remanentia sisa
290 renov.semel. renovetur semel diulang satu kali
291 rep. repetatur untuk diulang

S.
292 s. signa tandai / tulis
293 S.a. secundum artem menurut seni
294 s.d.d. semel de die sekali sehari
295 s.n.s. si necesse sit bila diperlukan
296 s.o.s. si opus sit bila diperlukan
297 s.q. sufficiente quantitate dengan secukupnya
298 scat. scatula dus
299 se necess.sit si necesse sit bila perlu
300 sec. secundo kedua
301 semel semel satu kali
302 semi h. semi hora setengah jam
303 septim. septimana satu minggu
304 sesqui sesqui satu setengah
305 si op.sit. si opus sit bila perlu
306 sig. signa tulis / beri tanda
307 sin. sine tanpa
308 sine confect. sine confectione tanpa etiket aslinya
309 sing. singulorum dari tiap
310 sing auror. singulis auroris tiap pagi
311 s.c. sub cutan dibawah kulit
312 sol., solut. solutio larutan
313 solv. solve larutkan
314 stat. statim segera
315 steril. sterillisatus steril
316 subt. subtilis halus / tipis
317 sum. sume, sumatur ambillah
318 supr. supra di atas

60
No Singkatan Kepanjangan Arti
T.
319 tct., tinct., tra. tinctura tingtur
320 t.d.d. ter de die tiga kali sehari
321 t.d.s. ter die sumendum dipakai tiga kali sehari
322 ter d.d. ter de die tiga kali sehari
323 ter in d. ter in die tiga kali sehari
324 trit. tritus gerus
325 troch. trochiscus tablet hisap
326 tuss. tussis batuk

U&V
327 u.a. usus ante seperti terdahulu
328 u.c. usus cognitus cara pakai diketahui
329 u.e. usus externus untuk obat luar
330 u.i. usus internus untuk obat dalam
331 u.n. usus notus cara pakai diketahui
332 u.p. usus propius untuk dipakai sendiri
333 u.v. usus veterinarius pemakaian untuk hewan
334 ult.prescr. ultimo prescriptus resep terakhir
335 ungt. unguentum salep
336 ungt.moll. unguentum molle salep lunak
337 urgens urgens segera
338 vas. vaselin vaselin
339 vasc. vasculum cangkir
340 vehic. vehiculum zat pembantu
341 vesp. vespere sore
342 vin. vinum anggur
343 virid. viridus hijau
342 vit.ov. vitellum ovum kuning telur
343 volat. volatilis menguap

Bahasa latin yang sering digunakan dalam resep Dokter


1. aa ana sama banyak
2. a.c ante coenam sebelum makan
3. a,n, ante noctum malam sebelum tidur
4. ad. libit ad libitum secukupnya
5. u.e usus externum untuk obat luar
6. u.p usus propius untuk dipakai sendiri
7. m.i. mihi ipsi dipakai sendiri
8. c cum dengan
9. C Cohlear sendok makan = 15 cc
10. Cth cohlear theae sendok teh = 5 cc
11. Clysm clysma clysma, lavement
12. Collyr collyrium obat cuci mata
13. Comp compositus (obat) campuran
14. Conc. Concent pekat
15. D.i.d. da in dimidio berikan separohnya
16. D.c durante coenam selama makan
17. D.d de die kali sehari
18. 1 d.d semel dedie sekali sehari
19. 2 d.d bis dedie 2 kali sehari
20. 3 d.d ter de die 3 kalisehari
21. Dext dexter kanan
22. Dext . et sin. Dexter et sinistra kanan dan kiri
23. Emuls emulsum emulsi
24. Extr extractum ekstrak
25. F fac buat
26. Fla fac lege artis buat menurut cara semestinya
27. G gramma gram
28. Garg gargarisma obat kumur
29. Gtt guttae tetes
30. H hora jam
31. H.s hora somni jam sebelum tidur
32. i.m.m. in manum medici berikan ke tangan dokter
33. inj. Injektio injeksi
34. iter iteretur harap diulang
35. iter 2x iteretur 2x harap diulang dua kali
36. l loco penggantinya
37. lot lotio lotion, obat cair untuk obat luar
38. m misce campurlah
39. m.f. misce fac campur dan buatlah
40. m.f.l.a misce fac lege artis campur dan buatlah menurut
cara sebenarnya
41. mane pagi
42. m.et.v mane et vespere pagi dan sore
43. mg miligrama miligram
44. ne iter jangan diulang
45. o omni tiap
46. o.n. omni noctum tiap malam
47. p.p pro paupere untuk si miskin
48. p.c. post coenam sesudah makan
49. PIM periculum in mora berbahaya bila ditunda
50. P.r.n pro re nata kalau perlu
51. S.n.s si necesse sit kalau perlu
52. S.o.s si opus sit kalau perlu
53. Pulv pulveres serbuk terbagi = puyer
54. Pulv. Pulvis serbuk
55. Puv. adspers Pulv is adspersorius serbuk hari tabur
56. Q.s quantum satis secukupnya
57. R/ recipe ambillah
58. S signa tandai
59. U.c. usus cognitus aturan pakai diketahui
60. U.n, usus notus aturan pakai diketahui
61. U.e usus externus untuk obat luar
62. Vesp. vespere sore hari
63. Sine confect sine confectionem tanpa bungkus asli
64. Sive simile sive simile boleh diganti
65. D.c.f da cum formula berikan nama obat
Obat-obat yang biasa diresepkan oleh dokter umum

1. Antibiotika.
Erythromycin : kapsul 250 mg, 500 mg; tablet kunyah 200 mg, sirup kering 200mg/5ml,
cream 2% (20 g), gel topikal 2 % (15 g), larutan 2 % (30 ml).
Amoksisilin : kapsul 250 mg, 500 mg; sirup kering 125 mg/5 ml, sirup kering forte
250 mg/5 ml, drop 100 mg/ml, injeksi 1 gram
Chloramphenicol : kapsul 250mg, 500mg, sirup 125 mg/5ml, tetes telinga 1%
Ofloxacin : Kapsul 100 mg, tetes telinga 0,3%
Clindamycin : kapsul 150mg, 300mg; gel 1,2% (15 g), solutio 1,2% (30 ml)

2. Antijamur.
Mikonazol : gel oral 2%, salep 2%, cream 2%, powder 2%, sabun cair 2%,
Klotrimazol : tablet sisip /tablet vaginal 100 mg, 500 mg, salep 1%
Ketokonazol : tablet 200 mg, cream 2%, solutio 2 %
Nistayn : tablet 500 000 Ui, tablet vaginal 100 000 Ui, suspensi 100 000 Ui/ml,
500 000 Ui/ml

3. Antiseptika.
Asam salisilat : talk 2 %
Hyaluronic acid : gargel 025%
Povidon iodin : gargel 1% , solutio 10%, salep 10%
Polycresulen : solutio consentrate 5ml, 10 ml, 30 ml; gel topikal 50 g, ovula 90 mg

4. Antihipertensi
Amlodipin : tablet 5mg, 10 mg
Bisoprolol : tablet 5 mg
Captopril : tablet 12,5mg; 25mg; 50mg
Nifedipin : tablet 5mg, 10 mg; oros 20 mg, 30 mg
Lisinopril : tablet 5mg, 10 mg
Ramipril : tablet 2,5 mg; 5mg; 10 mg

5. Diuretika
Furosemid : tablet 40 mg, injeksi 20 mg/ml (2ml)
Hidro Chloro Tiazid /HCT : tablet 25 mg, 50mg

6. Antidiabetes
Glimepirid : tablet 1mg, 2mg, 3mg, 4mg
Glibenclamid : tablet 5mg
Metformin : tablet 500mg, 850mg, tablet XR 500 mg

7. Analgetik-antipiretik
Parasetamol : tablet 500mg, tablet kunyah 120 mg, sirup 120mg/5ml, 160 mg/5ml,
drops 100 mg/ml
Ibuprofen : tablet kunyah 100 mg, tablet 200 mg, 400 mg, suspensi 100mg/5ml, 200
mg/5ml
Ketoprofen : tablet 50 mg, 100 mg; kapsul CR 100mg, 200 mg; suppositoria 100 mg,
injeksi 100 mg/2ml; gel topikal 0,25 %
8. Antialergi
Chlor Tri Meton/CTM : tablet 4mg
Cetirizin : tablet 10 mg
Diphenhidramin : tablet 50 mg
Pheniramin maleat : tablet 25 mg, sirup 5 mg/5ml, drop 10 mg/ml
Loratadin : tablet 10 mg, sirup 5 mg/5ml

9. Kortikosteroid
Dexametason : tablet 0,5 mg, 0,75 mg, injeksi 5mg/ml
Methyl-prednisolon : tablet 4mg, 8mg, 16 mg, injeksi 125 mg/ml
Prednison : tablet 5 mg

10. Obat saluran cerna


Antasida doen : tablet kunyah, suspensi
Sukralfat : tablet 500 mg, suspensi 50 mg/5ml
Ranitidin : tablet 150 mg, sirup 75 mg/5ml, injeksi 50mg/ml
Famotidin : tablet 20 mg, 40 mg
Cimetidin : tablet 200 mg
Simetikon : tablet 50 mg
Omeprazol : kapsul 20 mg, injeksi 40 mg
Domperidon : tablet 10 mg, sirup 5mg/5ml, drop 5 mg/5 ml
Metochlopramid : tablet 5mg, 10 mg; sirup 5 mg/5ml, drop 4mg/ml injeksi 5mg/ml

11. Obat saluran nafas


Salbutamol : tablet 2mg, 4mg; sirup 2 mg/5ml, Metered Doses Inhaler (MDI)
100mcg/puffg/5ml,
Procaterol : tablet 25 mcg, 50 mcg; sirup 5 mcg/%ml;
Fenoterol : MDI 100 mcg/puff, solutio inhalasi 0,1% Ipatropium
: inhaler 20 mcg/puff; solutio inhalasi 0,025% (20 ml)
Theophyllin : kapsul 133 mg, 150 mg, sirup 150 mg/5ml
Aminophyllin : tablet 200 mg, tablet retard 25 0mg, tablet retard mite 125 mg
Gliseril- guaikolas : tablet 100 mg
Ambroxol : tablet 30 mg, sirup 15 mg/ 5ml,
Bromheksin : tablet 8 mg, eliksir 4mg/5ml
Codein : tablet 10mg, 15 mg, 20 mg

12. Komedolitik
Asam retinoat : cream 0,025%, 0,05% ; solutio topikal 0,025%, 0,05%
Benzoil peroksidase : cream 2,5%, 5%, gel 2,5%, 5%

13. Cairan Parenteral


Infus solutio fisiologis 500
ml Infus Ringer Laktat 500
ml Infus Ringer Acetat 500
ml
Infus Albumin 10% 50 ml, 100 ml
Infus Albumin 20% 25 ml, 50 ml, 100 ml
Infus Hydroxyethyl Starch (HAES) 6%
500 ml
Infus Hydroxyethyl Starch (HAES) 10% 500 ml
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Farmakope Indonesia edisi IV, 1995, departemen Kesehatan RI Jakarta

Konsil Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi Dokter Indonesia edisi kedua, 2012, Konsil
Kedokteran Indonesia, Jakarta

Loyd, V.A Jr., Nicholas G.P., and Howard C. Ansel’s, 2005. Pharmaceutical . Dosage Form and Drug
Delivery System .8’ ed. Baltimore, Md.Lippincott. William and Wilkins.
Nanizar Z-J, 1990, Ars prescibendi Resep yang Rasional, Airlangga University Press, Surabaya.

Tjai TH dan Rahardja K, 2007. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Samping., Ed.VI,
Gramedia, Jakarta.

Sulistia, dkk, 2007, Famakologi dan Terapi, 862-872, UI Press, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai