Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FARMASETIKA

NAMA : ADISTRY S ROSMAN


KELAS : 1C
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Sejarah Perkembangan Farmasi”.
Makalah ini berisikan momentum & perkembangan farmasi di indonesia dan tren dunia farmasi ke
depan. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Kupang, 4 September 2022

Penysun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ...................................................................................................................i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
 A. Latar Belakang..............................................................................................................1
 B. Tujuan dan manfaat penulisan......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................2
 A. Sejarah kefarmasian indonesia.....................................................................................2
B. Mengetahui Tokoh di bidang Farmasi………………………………………………..6
 C. Status ilmu farmasi dalam ilmu pengobatan
   (pemisahan dan kode etik ilmu farmasi kedokteran).....................................................7
BAB
III PENUTUP ..............................................................................................................10
  A. Kesimpulan................................................................................................................10
  B. Saran    ......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………10
BAB I
PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
        Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang  menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat dari
sumber alam atau sintetik yang sesuai untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan
pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilihan, aksi
farmakologis, pengawet, analisis, dan pembakuan bahan obat(drugs) dan sediaan obat (medicine).
Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik
melalui resep dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupum melalui cara lain yang sah,
misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.
         Kata farmasi diturunkan dari bahasa ”pharmakon”, yang berarti cantik atau elok, yang kemudian
berubah artinya menjadi racun, dan selanjutnya berubah lagi menjadi obat atau bahan obat. Oleh karena
itu seorang ahli farmasi(pharmacist) ialah orang yang paling mengetahui ikhwal obat. Ia satu-satunya
ahli mengenai obat,karena pengetahuan ahli mengenai obat memelurkan pengetahuan yang mendalam
mengenai semua aspek kefarmasian seperti yang tercantum pada definisi yang diatas.
        Dewasa ini farmasi sudah berkembang dengan baik, hal ini bisah dilihat dengan berdirinya
farmasi, tenaga kefarmasian, dan sekolah menengah farmasi dan perguruan tinggi farmasi.

B. TUJUAN DAN MANFAAT


1.      Untuk mengetahui sejarah farmasi di Indonesia
2.      Untuk mengetahui status ilmu farmasi dalam pengobatan
3.      Untuk mengetahui pemisahan kode etik farmasi dan kedokteran.
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH KEFARMASIAN INDONESIA


Farmasi merupakan salah satu bidang ilmu professional kesehatan yang merupakan kombinasi
dari ilmu kesehatan, ilmu fisika, dan ilmu kimia. Yang mempunyai tanggung jawab untuk memastikan
efektivitas, keamanan, dan penggunaan obat. Menurut kamus, farmasi adalah seni dan ilmu meracik
dan menyerahkan atau membagikan obat. Sedangkan farmasis adalah seseorang yang meracik dan
menyerahkan atau membagikan obat. Menurut kamus lainnya farmasi adalah seni atau praktek
penyiapan, pengawetan, peracikan dan penyerahan obat ( Webster’s New Collegiate Dictionary.
SpringField, MA, G. & C. Merriam Co, 1987 ).
Menurut Smith dan Knapp, seorang farmasis adalah seseoarang yang telah lulus dari perguruan
tinggi farmasi. Untuk melakukan praktek farmasi, seorang lulusan harus memperoleh izin/lisensi dari
suatu dewan atau badan negara bagian. Agar supaya mendapat izin/lisensi, lulusan suatu pergurun
tinggi farmasi di seluruh negara bagian atau daerah disyaratkan untuk menyelesaikan persyaratan
pengalaman praktek dan untuk lulus ujian yang diselenggarakan oleh badan farmasi negara.
Berbagai konsep dasar dan teori dalam ilmu fisiologi, patologi, farmakologi, farmakognosi,
fitokimia, kimia analisis, kimia sintesis, kimia medisinal, farmasetika/formulasi obat dapat ditemukan
pada tiap jaman dalam sejarah perkembangan kefarmasian. Mitologi, konsep dan praktek pengobatan,
praktisi/profesi pengobatan, bentuk sediaan obat serta bahan obat di berbagai jaman atau di suatu
kebudayaan tertentu ternyata tidak hanya mendasari dan mempengaruhi perkembangan ilmu
kefarmasian dan ilmu kedokteran saat ini, namun mendasari dan mempengaruhi perkembangan ilmu
pengobatan tradisional di suatu suku bangsa tertentu, bahkan beberapa konsep dasar masih dipakai
dalam sistem pengobatan tersebut.
Ruang lingkup farmasi sangatlah luas termasuk penelitian, pembuatan, peracikan, penyediaan
sediaan obat, pengujian, serta pelayanan informasi obat. Farmasi sebagai profesi Indonesia sebenarnya
relative masih muda dan baru berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman
penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang,
kefarmasian di Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesinya ini belum dikenal secara luas
oleh masyarakat ini sampai proklamasi kemerdekaan repoblik Indonesia, para tenaga farmasi Indonesia
umumnya masih terdiri dari asisten apoteker, dengan jumlah yang sangat sedikit.
Industri farmasi di Indonesia diawali dengan berdirinya pabrik farmasi pertama di hindia timur
pada tahun 1817 silam, bernama NV. Chemicalien. Dan dalam kurun waktu 50 tahun, Indonesia
kemudian meluncurkan industri farmasi modern pertama, yaitu pabrik kina di Bandung pada tahun
1896.
Walaupun usianya lebih dari satu abad, profesi farmasi masih dibilang relatif lebih lambat
dibandingkan negara lainnya. Perkembangan industri farmasi mulai mencuat pada masa kemerdekaan.
Tenaga apoteker pada masah penjajahan umumnya berasal dari Demmak, Australia, Jerman dan
Belanda. Namun dimasa perang kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia mencatat sejarah yang sangat
berarti, yakni dengan didirikannya perguruan tinggi farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan di Bandung
pada tahun 1947. Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan pada masa perang
kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-
masa selanjutnya.
Dewasa ini kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup luas
dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup luas dan mantap.
Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu
memproduksi obat dalam jumlah yang
besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional
telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri.
Demikian pula peranan profesi farmasi pelayanan kesehatan juga semakin berkembang dan sejajar
dengan profesi-profesi kesehatan lainnya. Selintas Sejarah Kefarmasian Indonesia Tonggak sejarah
kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asisten apoteker semasa
pemerintahan Hindia Belanda.

Awal mulanya muncul kefarmasian, berbagai aspek dan perkembangan ilmu kefarmasian
didasarkan urutan sejarah farmasi yang seharusnya dimulai dari zaman pra sejarah, zaman Babylonia-
Assyria, zaman Mesir kuno, zaman Yunani kuno dan zaman abad pertengahan. Namun kali ini hanya
membahas bagaimana sejarahnya farmasi yang berkembang di Indonesia
Periode Perkembangan Industri Farmasi di Indonesia
Dalam perkembangannya, industri farmasi di Indonesia mengalami beberapa periode hingga saat ini :

1. Periode Zaman penjajahan sampai perang kemerdekaan


         Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya di awali dengan pendidikan asisten
apoteker di masah pemerintahan Hindia-Belanda.
2. Periode setelah kemerdekaan- 1958
          Pada zaman pendudukan Jepang mulai dirintis pendidikan tinggi farmasi dengan nama yuka
gaku sebagai bagian dari Jakarta ika daigaku. Pada tahun 1944 yakugaku diubah menjadi yaku
dairyimg. Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah
jumlah yang relative lebih besar.
3.Periode tahun 1958-1967
         Pada periode ini Indonesia banyak merintis produksi obat pada kenyataannya industri-industri
farmasi mengalami hambatan dan kesulitan yang cukup berat, yakni  kekurangan devisa dan terjadinya
sistem penjahatan bahan baku sehingga industri farmasi yang hanya bertahan yang mempunyai relasi
dengan luar negeri. Pada tahun 1960-1965 industri farmasi mengalami kesulitan devisa dan keadaan
ekonomi yang suram, sehingga hanya dapat memproduksi 30% dari kapasitas produksinya, sehingga
penyediaan sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari import, masalah selanjutnya, yakni pada
periode ini pengawasan mutu belum dapat dilakukan dengan baik, banyak terjadi kasus bahan baku
maupun bahan obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar.
4.Periode Tahun 1980
Melihat keterpurukan yang terjadi dalam industri farmasi, Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang perubahan atas PP No. 26 Tentang Apotek. Peraturan
Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Tak hanya itu, Pemerintah juga
mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang pemberian izin Apotek terus berubah mulai dari UU
No.3/1953 tentang pembukaan apotek sampai dengan Kepmenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002
tentang perubahan PERMENKESRI No.922/Menkes/PER/X/1992 tentang ketentuan dan tata cara
pemberian izin apotik sesuai dengan perkembangan dunia bisnis dan ilmu serta teknologi yang
berkembang saat ini.
5. Pasar Farmasi Indonesia Berevolusi Sejak 2014
Tahukah Anda bahwa sejak tahun 2014 lalu pasar farmasi Indonesia secara signifikan berevolusi.
Hal ini dikarenakan pemerintah meluncurkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN sebenarnya
dinilai cukup mengganggu industri farmasi. Meskipun mampu memperluas cakupan pasar dan
menyediakan akses layanan dan perawatan kesehatan bagi masyarakat luas, pemerintah memasang
harga yang cukup ketat untuk obat-obatan yang diterima dalam JKN. Obat-obatan ini kemudian
disediakan secara gratis untuk warga negara yang memenuhi syarat saat berobat.

Awalnya, jumlah pasien JKN terus meningkat pesat sedangkan jumlah pasien yang menanggung
biaya pengobatannya sendiri justru menjadi cenderung stagnan. Namun, banyak pasien yang akhirnya
lebih memilih menanggung biaya kesehatan sendiri untuk merawat kondisi tertentu karena tak ingin
berlama-lama menunggu saat memanfaatkan JKN.
6. Perkembangan Industri Farmasi Disaat Pandemi
Seperti yang kita tahu, wabah COVID-19 sudah menyebar semenjak awal Maret lalu. Hal ini tak
hanya berefek pada industri farmasi di Indonesia. Sebagai  pasar farmasi terbesar di Asia Tenggara.
Menurut Fitch Solutions, Indonesia diperkirakan akan menjadi negara dengan pertumbuhan sektor
farmasi tercepat di kawasan Asia Tenggara selama beberapa dekade ke depan.

Namun dilansir dari Oxford Business Group (OBG), akibat pandemi virus corona, Indonesia
dinilai perlu meningkatkan kapasitas produksi farmasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang
mendesak tujuannya agar dapat melindungi negara.

Dalam kondisi ini, perusahaan farmasi yang mampu bertahan di tengah gangguan pasar akibat
wabah COVID-19 adalah yang memiliki portofolio terdiversifikasi. Perusahaan ini umumnya tidak
bergantung pada produksi obat-obatan tertentu yang digunakan untuk penyakit langka maupun non-
kritis.

Namun, di sisi lain pada bulan Februari, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan
bahwa wabah COVID-19 ini sebenarnya menciptakan peluang untuk mendorong produksi farmasi
dalam negeri. Hal ini dilihat dari tingkat penyerapan bahan baku lokal dalam proses manufaktur obat-
obatan. Sekitar 90 persen bahan baku yang digunakan oleh perusahaan farmasi Indonesia merupakan
produk impor di mana 60 persennya diimpor dari Cina.
Terkait hal tersebut, Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin) menyatakan bahwa rata-rata akibat
dari pandemi produksi industri farmasi Indonesia turun hingga 60 persen di bulan Mei yang artinya
para produsen farmasi di Indonesia mulai mempertimbangkan untuk mendiversifikasi rantai pasokan ke
negara-negara Asia Tenggara lainnya, tak hanya dari Tiongkok.
Hal lain yang kita pahami saat ini, walaupun memberikan dampak pada penurunan industri
farmasi, pandemi Covid-19 juga memberikan efek positif bagi industri farmasi. Diantaranya terdapat
banyak relaksasi aturan yang sangat membantu industri farmasi.

Pada tahun 1960-1965 Pemerintahan Republik Indonesia mengeluarkan perundang-undangan yang


berkaitan dengan kefarmasian antara lain :
• Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok kesehatan
• Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang Barang
• Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, dan
• Peraturan pemerintahan Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada periode ini
pula hal adalah hal penting yang patut di catat dalam Sejarah Kefarmasian
Indonesia , yakni berakhirnya Apotek Dokter dan Apotek Darurat

Dengan Surat Keputusan Menteri Keehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal 8 juni


1962, antara lain ditetapkan:
• Tidak di keluarkan izin baru untuk pembukaan apotek dokter dan
• Semua izin apotek dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1januari

Sedangkan berakhirnya apotek darurat di tetapkan dengan Surat Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 770/ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang isinya antara lain:
• Tidak di keluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat.
• Semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1
Februari 1964 dan,
sejak tanggal 1 februari 1964 dan,
• Semua izin apotek darurat di Ibukota Tingkat II dan Kota-kota lainnya dinyatakan tidak berlaku lagi
sejak tanggal 1 Mei 1964. Pada tahun 1963 sebagai realisasi undang-undang pokok kesehatan telah
dibentuk Lembaga Farmasi Nasional
Surat keputusan menteri nomor 39521/kab/199 tanggal 11 juli 1963

Setelah kemerdekaan, buku pedoman maupun undang-undang yang dirasa masih cocok tetap
dipertahankan, sedangkan yang tidak sesuai lagi dihilangkan. Pekerjaan kefarmasian terutama
pekerjaan meracik obat-obatan dikerjakan di apotek yang dilakukan oleh Asisten Apoteker di bawah
pengawasan Apoteker. Bentuk apotek yang pernah ada di Indonesia ada 3 macam : apotek biasa,
apotek darurat dan apotek dokter. Dalam melakukan kegiatan di apotek mulai dari mempersiapkan
bahan sampai penyerahan obat, kita harus berpedoman pada buku resmi farmasi yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan, antara lain buku Farmakope (berasal dari kata “Pharmacon” yang berarti
racun/obat dan “pole” yang berarti membuat). Buku ini memuat persyaratan kemurniaan, sifat kimia
dan fisika, cara pemeriksaan, serta beberapa ketentuan lain yang berhubungan dengan obat-obatan.
Sebelum Indonesia mempunyai farmakope, yang berlaku adalah farmakope Belanda. Baru pada tahun
1962 pemerintah RI menerbitkan buku farmakope yang pertama, dan semenjak itu farmakope Belanda
dipakai sebagai referensi saja. Buku-buku farmasi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan :
 Farmakope Indonesia edisi I jilid I, terbit tanggal 20 Mei 1962
 Farmakope Indonesia edisi I jilid II, terbit tanggal 20 Mei 1965
 Formularium Indonesia ( FOI ), terbit 20 Mei 1966
 Farmakope Indonesia edisi II, terbit 1 April 1972
 Ekstra Farmakope Indonesia, terbit 1 April 1974
 Formularium Nasional, terbit 12 Nopember 1978
 Farmakope Indonesia III, terbit 9 Oktober 1979
 Farmakope Indonesia IV, terbit 5 Desember 1995

B. Tokoh Di Bidang Kefarmasian


Ilmuwan-ilmuwan yang berjasa dalam perkembangan farmasi dan kedokteran antara lain adalah:
1. Hippocrates (460 – 370 Sebelum Masehi) Hippocrates adalah seorang dokter Yunani yang
memperkenalkan farmasi dan kedokteran secara ilmiah. Dia menerangkan obat secara rasional, dan menyusun
sistematika pengetahuan kedokteran, serta meletakkan pekerjaan kedokteran pada suatu etik yang tinggi. Hasil
uraiannya dari beratus-ratus obat-obatan pada masa itu menimbulkan suatu istilah “Farmakon”, yang diartikan
sebagai obat yang dimurnikan haya untuk tujuan kebaikan. Hippocrates diberi penghargaan yang tinggi dan
disebut sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”.
2. Dioscorides (abad ke-1 Setelah Masehi)
Dioscorides adalah seorang dokter Yunani yang juga ahli Botani. Dia meruapakan orang yang pertama
kali menggunakan ilmu tunbuhan sebagai Ilmu Farmasi Terapan. Hasil karyanya De Materia Medika
dianggap sebagai awal dari pengembangan botani farmasi, yang kemudian ilmu bidang ini sekarang
dikenal sebagai Farmakognosi.
Obat-obat yang berhasil dibuat oleh Dioscorides antara lain Opium, Ergot, Hyoscyamus, dan
Cinnamon.
3. Galen (130 – 200 Setelah Masehi)
Galen adalah seorang dokter dan ahli farmasibangsa Yunani yang menciptakan suatu sistem yang
sempurna dari fisiologi, patologi, dan pengobatan. Dialah yang memulai pembuatan obat-obatan yang
berasal dar tumbuhan dengan mencampur atau melebur masing-masing bahan, yang sekarang ini
disebut sebagai “Farmasi Galenika”.
4. Philippus Aureolus Theophratus Bombastus van Hohenheim (1493 – 1541 Setelah Masehi)
Philipus adalah seorang dokter dan ahli kimia dari Swiss yang menyebut dirinya sebagai “Paracelcus”.
Pengaruhnya sangat besar terhadap perubahan dan perkembangan dunia farmasi, yakni menyiapkan
bahan obat yang spesifik untuk melawan penyakit dan memperkenalkan sejumlah besar zat kimia obat
secara internal.
5. Ibnu Al-Baitar
Lewat risalahnya yang berjudul Al-Jami fi Al-Tibb (Kumpulan Makanan dan Obat-obatan yang
Sederhana), beliau turut memberi kontribusi dalam dunia farmasi. Di dalam kitabnya itu, dia mengupas
beragam tumbuhan berkhasiat obat (sekarang lebih dikenal dengan nama herbal) yang berhasil
dikumpulkannya di sepanjang pantai Mediterania. Lebih dari dari seribu tanaman obat dipaparkannya
dalam kitab itu. Seribu lebih tanaman obat yang ditemukannya pada abad ke-13 M itu berbeda dengan
tanaman yang telah ditemukan ratusan ilmuwan sebelumnya. Tak heran bila kemudian Al-Jami fi Al-
Tibb menjadi teks berbahasa Arab terbaik yang berkaitan dengan botani pengobatan. Capaian yang
berhasil ditorehkan Al-Baitar melampaui prestasi Dioscorides. Kitabnya masih tetap digunakan sampai
masa Renaisans di Benua Eropa.

6. Abu Ar-Rayhan Al-Biruni (973 M – 1051 M)


Al-Biruni mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu pengetahuan dikuasainya, seperti
astronomi, matematika, filsafat dan ilmu alam. Ilmuwan Muslim yang hidup di zaman keemasan
Dinasti Samaniyaah dan Ghaznawiyyah itu turut memberi kontribusi yang sangat penting dalam
farmasi. Melalui kitab As-Sydanah fit-Tibb, Al-Biruni mengupas secara lugas dan jelas mengenai
seluk-beluk ilmu farmasi. Kitab penting bagi perkembangan farmasi itu diselesaikannya pada tahun
1050 M – setahun sebelum Al-Biruni tutup usia. Dalam kitab itu, Al-Biruni tak hanya mengupas dasar-
dasar farmasi, namun juga meneguhkan peran farmasi serta tugas dan fungsi yang diemban seorang
farmasis.
7. Abu Ja’far Al-Ghafiqi (wafat 1165 M)
Ilmuwan Muslim yang satu ini juga turut memberi kontribusi dalam pengembangan farmasi.
Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang komposisi, dosis, meracik dan menyimpan
obat-obatan dituliskannya dalam kitab Al-Jami’ Al-Adwiyyah Al-Mufradah. Kitab tersebut
memaparkan tentang pendekatan metodologi eksperimen, serta observasi dalam bidang farmasi.
8. Al-Razi
Sarjana Muslim yang dikenal di Barat dengan nama Razes itu juga ikut andil dalam membesarkan
bidang farmasi. Al-Razi memperkenalkan penggunaaan bahan kimia dalam pembuatan obat-obatan
seperti pada obat-obatan kimia sekarang.
9. Sabur Ibnu Sahl (wafat 869 M)
Ibnu Sahal adalah dokter pertama yang mempelopori pharmacopoeia (farmakope). Dia menjelaskan
beragam jenis obat-obatan. Sumbangannya untuk pengembangan farmasi dituangkannya dalam kitab
Al-Aqrabadhin. Dalam kitabnya beliau memberikan resep kedokteran tentang kaedah dan teknik
meracik obat, tindakan farmakologisnya dan dosisnya untuk setiap penggunaan. Formula ini ditulis
untuk ahli-ahli farmasi selama hampir 200 tahun.
10. Ibnu Sina
Dalam kitabnya yang fenomenal, Canon of Medicine, Ibnu Sina juga mengupas tentang farmasi. Ia
menjelaskan lebih kurang 700 cara pembuatan obat dengan kegunaannya. Ibnu Sina menguraikan
tentang obat-obatan yang sederhana.

C. STATUS ILMU FARMASI DALAM ILME PENGOBATAN (PEMISAHAN


DAN KODE ETIK ILMU FARMASI- KEDOKTERAN)
 1. STATUS ILMU 
Di dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui bahwa pelayanan medis diberikan pada pasien
terutama melalui praktik dokter di luar dan di dalam rumah sakit, sementara itu, layanan farmasi untuk
penderita yang berkunjung ke praktik dokter di berikan oleh farmasi komunitas sedangkan penderita
dalam rumah sakit menerima layanan farmasi.
      Dalam bahasa Indonesia intervensi artinya campur tangan. Di sini intervensi yang di maksudkan
adalah intervensi terhadap segala hal mengenai obat.
        Apoteker harus berusaha keras mengatasi permasalahan-permasalahan dalam melaksanakan
intervensi obat, karena apoteker adalah sebuah profesi kesehatan, maka ia wajib melayani pasien
dengan profesional.

2. PEMISAHAN FARMASI DAN KEDOKTERAN


       Sejak masa Hipocrates(460-370 SM) yang dikenal sebagai bapak ilmu kedokteran, belum dikenal
adanyan istilah farmasis. Pada tahun 1240 M, raja jerman Frederick 11 memerintahkan pemisahan
secara resmi antara farmasi dan kedokteran dalam dektritnya yang terkenal “ two silices”. Dari sejarah
ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.
Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya industri-industri obat, sehingga
terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat dan di bidang “penyedia/peracik” obat
(apotek).Dalam hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari pada
apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi pembuatan obat.

      Spesifikasi dari farmasi klinik berkaitan dengan analisis dan penegakan diagnose suatu penyakit
serta cara penanganannya. Pemahaman yang mendalam terhadap ilmu biokimia dan anatomi fisiologi
manusia merupakan ilmu dasar yang sangat di perlukan pada bidang farmasi ini, namun pengetahuan
yang mendalam mengenai pengobatan dan obat.

KODE ETIK FARMASI DAN KEDOKTERAN


Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan pada masa perang kemerdekaan ini
mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya.
Dewasa ini kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup luas dan
mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup luas dan mantap.
Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu
memproduksi obat dalam jumlah yang
besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional
telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri. Demikian pula peranan profesi farmasi
pelayanan kesehatan juga semakin berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi kesehatan lainnya.
Selintas Sejarah Kefarmasian Indonesia tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya
diawali dengan pendidikan asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.
A. Kode etik farmasi
Seorang apoteker harus menjunjung tinggi , menghayati dan mengamalkan sumpah atau janji
apoteker dan seorang apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi apoteker
serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dan melaksanakan
kewajibannya.
B. Kode etik kedokteran
        Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter dan dalam
melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh di pengaruhi oleh sesuatu yang
mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
        Kewajiban setiap dokter adalah bersikap tulus ikhlas mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter
yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
        Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai tugas perikemausiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu memberikannya.
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
         Sejarah farmasi dimulai dari periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaan    status ilmu
farmasi dalam ilmu pengobatan yaitu seorang apoteker memiliki
tanggung                                                                                                                                               jawa
b besar dalam penyembuhan pasien.  Ketika seorang pasien dating ke apotek ataupun rumah sakit, ia
berharap penyakit dideritanya dapat di sembuhkan dengan obat-obatan yang didapatkan dari sarana
kesehatan.
       Pemisahan ilmu farmasi dan kedokteran  sudah dilakukan mulai tahun 1240 M. eropa     pertama
yang benar-benar memisahkan tanggung jawab apoteker dari bidang kedokteran, dan peraturan resep
untuk praktek professional apoteker

B.SARAN
        Sebagai tenaga kefarmasian kita harus mempelajari dan memahami tentang “sejarah pendidikan
kefarmasian di Indonesia dan status ilmu farmasi dalam pengobatan (pemisahan dank ode etiok ilmu
framasi –kedokteran)“ karena sangat bermanfaat dalam dunia farmasi yang akan kita geluti
 

        

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Aziz Alimul, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
American Pharmaceutical Association, The National Professional Society of
Pharmacicts, “The Final Report of the Task Force on Pharmacy education, Washington DC. College
Handbook (Nov.1992), MONASH University, The Office of
University Development for the Victorian College of Pharmacy, Melbourne, Victoria. Forum
Komunikasi Perguruan Tinggi Farmasi Negeri se Indonesia, Hasil
Rapat Tahunan (1992). Gennaro, A.R. [Ed.] (1990) “ Remington’s Pharmaceutical Sciences”, Mack
Publishing Co, Easton, Pennsylvania. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Keputusan Kongres Nasional
XIII
N0.XIII/Kongres XIII/ISFI/1989 tentang Standar Profesi Apoteker dalam Pengabdian Profesi di
Apotik. Ketut Patra dkk. (1988) “ 60 Tahun Dr. Midian Sirait, Pilar-Pilar Penopang
Pembangunan di Bidang Obat”, Penerbit P.T.Priastu, Jakarta. Smith, A.K. (1980) “ Principles and
Methods of Pharmacy Management”,
Second Edition, Lea Febiger, Philadelphia. Suryasumantri, Y.S (1985) “ Filsafat

Anda mungkin juga menyukai