Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari upaya pembangunan


nasional, tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesahatan
masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara
Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan
prilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal
diseluruh wilayah Republik Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan
yang menyangkut upaya kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) harus
dilaksanaan bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan secara menyeluruh dan


terpadu berkesinambungan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan dan pemulihan kesehatan serta upaya khusus melaui
pelayanan kemanusiaan dan darurat atau krisis. Selanjutnya pemerataan dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan perlu terus menerus diupayakan
Pengembangan tenaga kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan atau
daya guna tenaga dan penyediaan jumlah serta mutu tenaga kesehatan dari
masyarakat dan pemerintah yang mampu melaksanakan pembangunan kesehatan.

Apotek sebagai tempat distribusi obat terakhir kepada penderita atau


konsumen, selain harus menyediakan dan menyalurkan obat serta perbekalan
farmasi, juga merupakan sarana penyampaian informasi mengenai obat atau
perbekalan farmasi secara baik dan tepat, guna membantu masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatan dan menunjang kesadaran masyarakat untuk
melaksanakan pengobatan mandiri, sehingga pada akhirnya dapat mendorong
tercapainya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dn mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

1
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pendirian Apotek,
Apotek didefinisikan sebagai suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No 51 Tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Pelayanan kefarmasian saat ini telah mengalami pergeseran orientasi, yang


semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi, beralih menjadi
pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien, sesuai konsep Pharmaceutical Care menurut Keputusan Menteri Kesehatan
No. 1027/Menkes/SK/XII/2004 tentang standar pelayanan di apotek, yaitu bentuk
pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan
kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, apotek
selain sebagai tempat untuk melakukan pelayanan kefarmasian dan penyaluran obat
kepada masyarakat, apotek juga menyediakan sarana bagi masyarakat yang ingin
melakukan upaya pengobatan sendiri, sarana penyampaian informasi mengenai obat
atau persediaan farmasi oleh Apoteker sehingga dapat tercapai peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal dan mendukung penyelenggaraan pembangunan
kesehatan.

Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker di tuntut untuk


meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan
interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah
melaksanankan pemberian informasi obat, monitoring penggunaan obat dan
mengetahui tujuan akhirnya sesuai dengan harapan dan terdokumentasi dengan baik.

Pengelolaan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan


oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam rangka tugas dan fungsinya
sebagai apoteker di apotek yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan.

2
Oleh karena itu, dalam rangka memahami peran dan tugas Asisten Apoteker
di apotek, Program Pendidikan Diploma III Sekolah Tinggi Farmasi Bandung telah
bekerja sama dengan Kimia Farma, untuk memberikan kesempatan kepada calon
Asisten Apoteker untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Apotek Kimia
Farma 14 Cihampelas, yang dilaksanakan pada tanggal 1 – 26 April 2015.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari dilaksanakannya PKL ini adalah :


1. Tersusunnya laporan hasil Praktek Kerja Lapangan di Apotek Kimia
Farma 14 Cihampelas, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Ahli Madya Farmasi
2. Menambah dan meningkatkan pemahaman calon Asisten Apoteker
tentang peran, tugas, fungsi, posisi dan tanggung jawab Asisten Apoteker
3. Membekali calon Asisten Apoteker agar memiliki wawasan,
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di apotek.
4. Memberi kesempatan kepada calon Asisten Apoteker dalam
mempersiapkan diri memasuki dunia kerja.

1.3 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan PKL dilakukan di Apotek Kimia Farma 14 Cihampelas. Waktu
pelaksanaan dan pelaporan dilaksanakan pada tanggal 1 – 26 April 2015, waktu
pelaksanaan yang dilakukan dibagi dalam 2 shift yaitu :
 Shift pagi : 07.00 – 14.00
 Shift siang : 14.00 – 21.00

BAB II

TINJAUAN UMUM APOTEK

3
2.1 Sejarah Apotek di Indonesia

Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya masih relatif muda dan baru
dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan,
baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang,
kefarnasian di Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum
dikenal secara luas oleh masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan republik
Indonesia, para tenaga farmasi indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten
apoteker dengan jumlah yang sangat sedikit. Tenaga apoteker pada masa penjajahan
umumnya berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Namun, semasa
perang kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia mencatat sejarah yang sangat berarti,
yakni dengan didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan
di Bandung 1947. Lembaga Pendidikan Tinggi farmasi yang didirikan pada masa
perang kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi masa perkembangan
sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya. Dewasa ini kefarmasian di
Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup luas. Industri
farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu
memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan yang cukup luas.
Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh
industri farmasi dalam negeri.

Demikian pula peranan profesi farmasi pelayanan kesehatan juga semakin


berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi lainnya selintas sejarah kefarmasian
Indonesia.

1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaan, tonggak sejarah


kefarmasian Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asisten
apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.
2. Periode Setelah Perang Kemerdekaan sampai dengan Tahun 1958, pada
periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai
bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta
dibuka sekolah asisten apoteker negeri (Republik) yang pertama, dengan
jangka waktu pendidikan selama 2 tahun. Lulusan angkatan pertama
sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu

4
jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari
pendidikan di luar negeri maupun lulusan dalam negeri.
3. Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967, pada periode ini meskipun
untuk memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam kenyataannya
industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup
berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjahatan
bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri
yang memperoleh bagian jatah atau merekan yang mempunyai relasi
dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama antara tahun 1960-1965,
karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram, industri
farmasi dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari kapasitas
produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat terbatas
sebagian besar berasal dari impor. Sementara itu karena pengawasan
belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus bahan baku
maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar. Sekitar
tahun 1960-1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting
dan berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintahan
antara lain :
 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok
Kesehatan
 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Barang
 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, dan
 Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada
periode ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah
kefarmasian di Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek
darurat.

Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 33148/Kab/176


tanggal 8 Juni 1962 antara lain:

 Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek dokter,


 Surat izin apotek dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1
Januari 1963.

5
Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No. 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963
yang isinya antara lain :

1. Tidak dikeluarkan lagi izin baru unruk pembukaan apotek darurat.


2. Semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak tanggal 1 Februari 1964, dan
3. Semua izin apotek darurat di Ibukota Daerah Tingkat II dan kota-kota
lainnya tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964. Pada tahun 1963,
sebagai realisasi. Undang-undang Pokok Kesehatan telah dibentuk
Lembaga Nasional Farmasi Nasional ( Surat Keputusan Menteri
Kesehatan NO. 39521/Kab/199 tanggal 11 Juli 1963.

2.2 Pengertian Apotek

Menurut PP 51 Tahun 2009, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian


tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Yang dimaksud pekerjaan
kefarmasian adalah pengadaan obat, penyimpanan obat, pembuatan sediaan obat,
peracikan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi serta memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai perbekalan kefarmasian dari obat, obat
tradisional, alat kesehatan dan kosmetik.

Perbekalan kefarmasian terdiri dari :

 Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangi,
menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada
manusia atau hewan, memperelok bagian badan manusia
 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran
dari bahan-bahan tersebut, cara tradisional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
 Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,

6
memulihkan kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
 Kosmetik adalah paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar
badan (kulit, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar) gigi dan
rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki
bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit.

2.3 Persyaratan Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek
adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama


dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap
dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan
farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar
sediaan farmasi.

2.4 Tugas dan Fungsi Apotek

Tugas dan fungsi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di
apotek, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut

1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan


sumpah jabatan.
2. Sarana farmasi yang melaksanakan pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat dan bahan obat
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistibusian obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atau resep dokter.

7
3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam hal pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya
yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
2.5 Pengelolaan Apotek

Pengelolaan apotek menurut Keputusan Menkes nomor


1332/Menkes/SK/X/2002 yakni:

1. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,


penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat

2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan


farmasi lainnya

3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi

2.6 Peranan Apoteker di Apotek

Peranan Apoteker Pengelola Apotek (APA) di antaranya menurut PP No.51


tahun 2009, sebagai berikut :

a. Membuat visi dan misi.


b. Membuat strategi, tujuan, sasaran dan program kerja.
c. Membuat dan menetapkan peraturan atau Standar Operasional Prosedur
(SOP) pada setiap fungsi kegiatan di apotek.
d. Membuat sistem pengawasan dan pengendalian SOP serta program kerja
pada setiap fungsi kegiatan di apotek.
e. Merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan menganalisis hasil
kinerja operasional dan kinerja keuangan apotek.

BAB III

TINJAUAN KHUSUS APOTEK

3.1 Lokasi dan Bangunan

3.1.1 Sejarah Kimia Farma

8
Cikal-bakal Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di
Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama
perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co.
Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa
awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia
melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan
Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus
1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga
nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).

Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah


statusnya menjadi perusahaan publik—PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam
penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan
tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek
Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah
berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di
Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan
pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat
Indonesia.

3.1.2 Kimia Farma Apotek

PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk yang didirikan berdasarkan akta pendirian No. 6 tanggal 4
Januari 2003 yang dibuat di Jakarta dan telah diubah dengan akta No. 25
tanggal 14 Agustus 2009. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Pada tahun 2011, PT. Kimia Farma Apotek memulai program


transformasi dan mengubah visi dari jaringan layanan ritel farmasi menjadi
jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi
kesehatan masyarakat di Indonesia.

9
Penambahan jumlah apotek merupakan bagian dari strategi perusahaan
dalam memangaatkan momentum pasar bebas AFTA, dimana pihak yang
memiliki jaringam luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan.

3.1.3 Visi dan Misi Apotek


 Visi
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan
mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
 Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui :
1. Jaringan layanan kesehatan yang terintegritas meliputi jaringan
apotek, klinik dan layanan kesehatan lainnya.
2. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.
3. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan
lainnya.

3.1.4 Lokasi dan Bangunan Apotek

Apotek Kimia Farma 167 Cimahi bertempat di jl. jendral H.Amir


Machmud no. 515 Cimahi Rt.006 Rw.003 kel.karang mekar kec. Cimahi
Tengah Kota Cimahi Lokasi apotek ini sangat strategis karena berada di
seberang jalan dan dekat dengan pemukiman penduduk. Selain itu, Apotek
Kimia Farma 167 Cimahi beroperasi selama 17 jam, sehingga memudahkan
kita untuk memperoleh obat di waktu-waktu tertentu atau yang mendesak

3.2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan fungsi-fungsi yang


terdapat dalam suatu organisasi. Seorang APA harus dapat memprediksi dan
membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas,
wewenang, dan tanggung jawabnya (job description), agar dapat mengetahui
kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana (job
qualification) yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga kegiatan
apotek dapat beroperasional sesuai dengan rencana.

Tenaga kerja yang terlibat dalam instansi Kimia Farma Apotek 167 berjumlah
9 orang yang terdiri dari 1 orang apoteker pengelola apotek (APA), 1 orang apoteker
pendamping, 6 orang tenaga teknis kefarmasian, dan 1 orang tenaga non farmasi.

10
Tugas dan tanggung jawab masing-masing personalia adalah sebagai berikut :

1. Apoteker Pengelola Apotek


a. Mengelola apotek, yang terdiri dari pelayanan kefarmasian, sumber
daya manusia, dan kegiatan yang berhubungan dengan operasional
apotek.
b. Melakukan fungsi managerial (merencanakan, mengkoordinir,
memimpin, dan mengawasi semua kegiatan apotek).
c. Penanggung jawab teknis kegiatan yang berlaku di apotek.
d. Memberikan motivasi dan penghargaan atas prestasi karyawan.
e. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan, membina
kedisiplinan tinggi, dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan
(mengembangkan perusahaan).
2. Apoteker pendamping
Apoteker yang bekerja disamping apoteker pengelola apotek (APA), dan
menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.Apoteker
pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan
kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas dan menggantikan apoteker
pengelola apotek (APA).
Tugas dan tanggung jawab apoteker pendamping antara lain :
1. Identifikasi masalah terkait obat melalui skrining resep
2. Menyerahkan obat kepada pasien
3. Memberikan informasi dan konseling kepada pasien mengenai obat,
antara lain aturan dan cara pakai, petunjuk khusus, interaksi obat, efek
samping yang mungkin timbul, cara penyimpanan, dll.
4. Monitoring penggunaan obat
5. Melakukan pelayanan swamedikasi dan DOWA

3. Tenaga Teknis Farmasi


Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian adalah :
1. Melakukan pemeriksaan stok barang dan mendata faktur yang
masuk.
2. Melakukan pelayanan resep dan non resep dengan terlebih dahulu
memeriksa ketersediaan obat, mengkonfirmasikan harga obat kepada
pasien, menyiapkan obat, mengemas, dan memberikan etiket/label
pada obat dengan resep dokter.
3. Mencatat pemasukan dan pengeluaran obat, serta sisa persediaan
pada kartu stok

11
4. Mempersiapkan obat dengan resep racikan dan menghitung jumlah
obat yang harus dipersiapkan atau ditimbang sesuai dengan
kebutuhan untuk peracikan.
5. Memberikan informasi pada saat penyerahan obat kepada pasien
yang meliputi aturan dan cara pakai obat.
6. Menyusun resep sesuai urutan nomor dan tanggal, kemudian
disimpan dalam lemari arsip.
7. Melakukan kegiatan administrasi seperti pengarsipan resep,
pengarsipan faktur, dan melakukan stock opname setiap 3 bulan
sekali.
8. Menulis obat yang dibutuhkan atau yang sudah mencapai stok
minimum pada buku defekta.

4. Tenaga Non Farmasi

Bertugas membantu tenaga teknis farmasi dalam hal meracik dan


menyiapkan obat yang dibutuhkan, menjaga kebersihan ruangan, dan
keamanan apotek, menyusun dan mendokumentasikan resep, mengantar obat
kepada pasien (penghantaran obat.

3.3 Tugas dan Tanggung Jawab Asisten Apoteker

Adapun tugas dan tanggung jawab Asisten Apoteker diantaranya yaitu:

1. Melakukan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan profesinya sebagai


asisten Apoteker meliputi:

a. Pelayanan Obat Non Resep

Untuk pelayanan obat tanpa menggunakan resep biasanya diberikan


untuk golongan obat bebas dan bebas terbatas atau obat-obat OTC
(Over the Counter) dan Alkes. Namun, pelayanan obat keras pun dapat
dilakukan melalui pelayanan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri)
dengan ketentuan tertentu seperti jumlah yang diberikan terbatas dan
harus disertai dengan pemberian informasi yang tepat.

b. Pelayanan Obat Resep

12
Pelayanan resep secara garis besar diantaranya sebagai berikut:

a) Skrining resep, meliputi:

 Persyaratan administrative: nama dokter, no. SIP dokter, alamat


dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter
penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur jenis kelamin/
berat badan, serta cara pemakaian yang jelas.
 Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompabilitas, cara dan lama pemakaian.
 Pertimbangan klinis: alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat)

b) Penyiapan obat

i. Peracikan: kegiatan mulai dari menyiapkan jumlah obat,


menimbang, mencampur atau menggerus, mengemas dan
memberi etiket pada wadah. Peracikan obat harus diperhatikan
dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
ii. Etiket: ditulis dengan jelas dan dapat terbaca (tanggal diberikan
obat, nama pasien, aturan pakai, nama obat dan jumlah yang
diberikan.

Pelayanan obat dengan resep yang dibayar secara oleh pasien


dimulai dari penerimaan resep oleh Asisten Apoteker kemudian
dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan resep dan
ketersediaan obat di Apotek. Setelah itu, resep diberikan harga
yang berlaku di Apotek. Kemudian, pasien yang mendapatkan
resep di panggil untuk membayar harga obat. Lalu obat diambil
sesuai dengan resep yang ditulis dokter (racikan atau non racikan)
dan ditulis dalam kartu stok jumlah obat yang dikeluarkan dan
diberi etiket. Bila jumlah obat yang diminta dalam resep tidak
sesuai, maka sisa jumlah obat yang belum diberikan dibuatkan

13
copy resep. Setelah itu diperiksa kembali oleh Apoteker atau
Asisten Apoteker yang melakukan pelayanan Informasi Obat (PIO)
kepada pasien mengenai aturan penggunaan obat dan khasiatnya.

2. Menulis obat-obat yang habis stock atau kosong pada buku defecta.
3. Menyesuaikan obat, mencatat dan memeriksa setiap obat yang masuk dan
keluar dalam kartu stok.
4. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mendekati waktu
kadaluarsa.
5. Menerima dan mengecek setiap obat-obat atau perbekalan farmasi lainnya
yang datang dari distributor atau BM (Business Manager).
6. Menyimpan obat atau perbekalan farmasi pada tempatnya

3.4 Pengelolaan Apotek


1. Perencanaan

Sistem perencanaan yang dilakukan adalah analisis pareto, an alisis pareto


adalah suatu analisis yang menggambarkan persentase jumlah produk yang
menghasilkan persentase omzet selama periode waktu tertentu. Sistim pareto
terdiri dari pareto cepat, pareto A, dan pareto B.

2. Pembelian

Pembelian dilakukan melalui pemesanan ke Business Manager (BM) di


Bandung. Jumlah yang akan dipesan didasarkan pada perkiraan kebutuhan
yang diperlukan pada pelayanan kefarmasian di Apotek yang sebelumnya
sudah ditulis di buku defekta. Barang yang sudah dicatat dalam buku defekta
kemudian di entry untuk dibuat Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA)
yang dikirim melalui email ke BM. Di BM Bandung akan dibuat Surat
Pesanan (SP) kepada para Distributor berdasarkan BPBA gabungan seluruh
apotek dibawah BM Bandung. Barang yang dipesan disertai 2 rangkap faktur
untuk arsip di Apotek dan di BM Bandung. Kemudian oleh para distributor,
barang-barang dikirimkan berdasarkan pemesanan Apotek.

3. Penerimaan

14
Penerimaan barang dapat dilakukan oleh Asisten Apoteker di Apotek.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat penerimaan barang, diantaranya:

a. Distributor akan membawa barang dan faktur pembelian.


b. Memeriksa nama distributor dan PBF yang mengirim barang.
c. Memeriksa kesesuaian nama barang dan jumlah yang tertera pada
faktur distributor dengan BPBA. Jika tidak sesuai, petugas yang
menerima barang akan mengembalikan atau menolak barang yang
dikirim (diretur) disertai nota pengembalian barang.
d. Memeriksa kondisi barang dan waktu kadaluarsa barang tersebut.
e. Barang yang sudah disesuaikan nama, jumlah dan kondisinya akan
diberikan nomor urut (nomor atur) penerimaan oleh petugas yang
menerima barang, diberi cap apotek, tanda tangan petugas penerima
pada faktur asli. Kemudian, faktur asli dikembalikan ke PBF, satu
salinan dikirimkan ke BM Bandung dan satu salinan untuk arsip di
Apotek.
f. Data penerimaan barang kemudian dimasukkan kedalam computer
untuk dikirimkan ke BM.
g. Barang kemudian dimasukkan ke tempat penyimpanan obat atau
disimpan di Gudang yang sebelumnya dicatat dalam kartu stock
jumlah obat atau perbekalan farmasi lainnya yang masuk.
4. Penyimpanan

Untuk obat-obat bebas dan bebas terbatas atau OTC (Over the Counter),
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) disimpan
di depan seperti swalayan. Tujuannya agar pasien dengan mudah
mendapatkan Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lannya yang
dilakukan didasarkan pada system FIFO (First In First Out) yaitu barang yang
pertama datang maka barang itu yang pertama dikeluarkan sesuai bentuk
sediaan (tablet, sirup, salep, tetes mata, tetes telingan, suppositoria, injeksi,
inhaler, dan lain-lain), penyimpanan dilakukan berdasarkan khasiat atau efek
farmakologis dan secara alfabetis.

a. Penyimpanannya didasarkan pada bentuk sediaan dan kegunaan dari


obat tersebut.
b. Golongan obat-obat keras yang diresepkan oleh dokter disimpan
didalam secara alfabetis dan efek farmakologinya seperti: obat

15
antibiotic, suplemen dan vitamin, antidiabetes, obat hipertensi, obat
hormon, obat antasida, analgetika dan antipiretika, anti diare,
antifungi, obat untuk saraf.
c. Golongan obat generik disimpan pada tempat/ rak tersendiri untuk
memudahkan pengambilan.
d. Bentuk sediaan liquid (sirup, suspense, dan emulsi) disimpan secara
memisah pada rak lain yang penempatannya diurut berdasarkan efek
farmakologis secara alfabetis.
e. Golongan obat-obat Narkotika disimpan dalam lemari khusus dengan
dua pintu dan terkunci.
f. Golongan obat psikotropik disimpan dalam lemari khusus dengan dua
pintu dan terkunci.
g. Untuk sediaan topikal disimpan pada rak berdasarkan efek
farmakologis secara alfabetis.
h. Golongan obat-obat seperti ovula dan suppositoria insulin disimpan
dalam lemari pendingin.
5. Pengeluaran Barang
a. Resep
Skrining resep, meliputi:
i. Persyaratan administratife: nama dokter, no. SIP dokter, alamat
dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter
penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur jenis kelamin/
berat badan, serta cara pemakaian yang jelas.
ii. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompabilitas, cara dan lama pemakaian.
iii. Pertimbangan klinis: alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat)

b. Penyiapan obat, meliputi :


i. Peracikan: kegiatan mulai dari menyiapkan jumlah obat,
menimbang, mencampur atau menggerus, mengemas dan memberi
etiket pada wadah. Peracikan obat harus diperhatikan dosis, jenis
dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
ii. Etiket: ditulis dengan jelas dan dapat terbaca (tanggal diberikan
obat, nama pasien, aturan pakai, nama obat dan jumlah yang
diberikan.

16
Pelayanan obat dengan resep dimulai dari penerimaan resep oleh Asisten
Apoteker kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan resep dan
ketersediaan obat di Apotek. Setelah itu, resep diberikan harga yang berlaku
di Apotek. Kemudian, pasien yang mendapatkan resep di panggil untuk
membayar harga obat. Lalu obat diambil sesuai dengan resep yang ditulis
dokter (racikan atau non racikan) dan ditulis dalam kartu stok jumlah obat
yang dikeluarkan dan diberi etiket. Bila jumlah obat yang diminta dalam
resep tidak sesuai, maka sisa jumlah obat yang belum diberikan dibuatkan
copy resep. Setelah itu diperiksa kembali oleh Apoteker atau Asisten
Apoteker yang melakukan pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien
mengenai aturan penggunaan obat dan khasiatnya.

c. UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri)

Pelayanan obat tanpa resep dokter dilakukan atas permintaan pasien.


Obat-obat yang dapat dilayani tanpa resep dokter adalah obat bebas,
obat bebas terbatas, obat keras yang termasuk daftar obat wajib apotek
(DOWA), obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan. Obat Wajib
Apotek dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien untuk upaya
pengobatan diri sendiri (UPDS) dengan diberikannya informasi yang
tepat.

d. HV (Hand Verkoop)

Obat swalayan farmasi yaitu obat bebas yang bisa diambil sendiri
obatnya oleh pasien secara langsung dan disertai pemberian informasi.

6. Pelayanan obat narkotik dan psikotropik


a. Pembelian Narkotika

Pembelian Narkotika menggunakan Surat Pesanan khusus Narkotika


dan hanya dipesan kepada PBF Kimia Farma. Surat pesanan dibuat 4
rangkap yang telah dilegalisir di Dinas Kesehatan Provinsi serta
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Setiap surat pesanan
Narkotika hanya berlaku untuk 1 item obat.

17
b. Pembelian Psikotropika
Pembelian Psikotropika menggunakan surat pesanan yang dikirimkan
ke BM, dan BM yang memesankan barang ke distributor. Kemudian
distributor mengirimkan barang ke apotek.

c. Penyimpanan Narkotika
Golongan obat Narkotika disimpan dalam suatu lemari dengan dua
kunci dengan ketentuan, obat-obat tersebut tertutup dengan baik.

a) Penyimpanan Psikotropika
Golongan obat psikotroik disimpan dala m suatu lemari terpisah
dengan dua kunci, obat-obat tersebut tertutup dengan baik.

b) Pengeluaran Narkotika dan Psikotropika


Pengeluaran Narkotika dan Psikotropika dilakukan atas permintaan
Dokter, Apotek hanya menerima resep asli dari dokter dan tidak
menerima salinan resep yang berisi Narkotika dan Psikotropika.
pengeluaran Narkotika dan Psikotropika dicatat dalam kartu stok yang
meliputi, jumlah obat yang keluar dan sisa obat. Untuk salinan resep
yang berisi Nark otika dan Psikotropika hanya bisa dilayani jika
Apotek mempunyai atau menyimpan resep aslinya.

c) Laporan penggunaan Narkotika dan Psik otropika


Laporan Narkotika dan Psikotropika dilakukan setiap bulannya dan
dibuat selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berjalan. Laporan ini
ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota Madya, Balai POM, Dinas
Kota Bandung dan sebagai Arsip.

Laporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dibuat oleh Apoteker


Pengelola Apotek. Apabila laporan tersebut tidak dibuat setiap
bulannya, maka kebijakan/toleransi ba hwa penggunaan Narkotika
dan Psikotropika tersebut harus segera dibuat dalam waktu maksimal
3 bulan.

18
7. Barang titipan (Konsinyasi)

Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerjasama antara Apotek dengan


suatu perusahaan atau distributor yang ingin menitipkan produknya di
apotek. Barang-barang yang merupakan barang konsinyasi umumnya
berupa suplemen kesehatan dan alat kesehatan. Dalam system ini, apotek
hanya membayar sejumlah barang yang terjual. Apotek menerima
sejumlah jasa atas penjualan barang konsinyasi tersebut.

3.5 Pembukuaan dan Pengelolaan Keuangan

Pembukuan adalah salah satu rangkaian kegiatan pencatatan semua transaksi


keuangan dalam suatu badan instansi, fungsinya mengetahui dan memperoleh dalam
mengontrol jalannya proses kegiatan agar sesuai dengan tujuan dan rencana yang
telah ditetapkan. Pembukuan di Apotek Kimia Farma semua di atur oleh BM (Bisnis
Manager). Apotek menerima semua faktur pembelian, penerimaan lalu di laporkan
lagi langsung ke BM.

Adapun buku-buku yang digunakan dalam pencatatan dan pelaporan adalah :

1. Buku blanko surat pemesanan barang


Adalah buku yang berisikan atas suatu barang atau obat yang telah habis
atau persediaan obat sudah sangat sedikit.

2. Blanko Salinan Resep


Adalah salinan resep yang digunakan berupa salinan resep tertulis dari
suatu resep atau nama lainnya “Apograph”.

3. Blanko Kwitansi
Adalah digunakan apabila pasien menginginkan bukti pembayaran atas
resep yang telah dibelinya.

Pengelolaan Keuangan

Data hasil penjualan dan lain-lain diserahkan ke BM, Penegelolaan keuangan


dikelola oleh BM (Bisnis Manager), apotek menerima rekapan pengelolaan keuangan
dan menerima hasil laporan keuangan dari BM

19
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Apotek Kimia Farma 167 Cimahi terletak di jalan raya tagog 515. Ditinjau
dari lokasinya apotek Kimia Farma 167 Cimahi berada dijalur yang lalu
lintasnya yang ramai. Hal yang berhubungan dengan bangunan secara fisik
telah memenuhi syarat yang ada karena Apotek Kimia Farma 167 Cimahi
memiliki sarana yang cukup lengkap. Apotek Kimia Farma 167 Cimahi di
kelola oleh satu orang Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker pendamping
dan terdapat delapan Asisten Apoteker.
2. Pengelolaan di apotek Kimia Farma 167 Cimahi meliputi perencanaan,
Permintaan, Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan, Pelayanan, Penyerahan,
PencatatandanPelaporan yang akandibahassebagaiberikut :

a) Perencanaan
Perencanaanperbekalanfarmasidilakukandengansistem pareto yang
terdiri dari pareto cepat, pareto a,dan pareto b.

b) Pembelian
Pembelian dilakukan melalui pemesanan ke Business Manager (BM) di
Bandung. Jumlah yang akan dipesan didasarkan pada perkiraan
kebutuhan yang diperlukan pada pelayanan kefarmasian di Apotek yang
sebelumnya sudah ditulis di buku defekta. Barang yang sudah dicatat
dalam buku defekta kemudian di entry untuk dibuat Bon Permintaan
Barang Apotek (BPBA) yang dikirim melalui email ke BM. Di BM
Bandung akan dibuat Surat Pesanan (SP) kepada para Distributor
berdasarkan BPBA gabungan seluruh apotek dibawah BM Bandung.
Barang yang dipesan disertai 2 rangkap faktur untuk arsip di Apotek dan

20
di BM Bandung. Kemudian oleh para distributor, barang-barang
dikirimkan berdasarkan pemesanan Apotek.

c) Penerimaan
Penerimaan barang dapat dilakukan oleh Asisten Apoteker di Apotek.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat penerimaan barang,
diantaranya:Distributor akan membawa barang dan faktur
pembelian.Memeriksa nama distributor dan PBF yang mengirim
barang.Memeriksa kesesuaian nama barang dan jumlah yang tertera pada
faktur distributor dengan BPBA. Jika tidak sesuai, petugas yang
menerima barang akan mengembalikan atau menolak barang yang
dikirim (diretur) disertai nota pengembalian barang. Memeriksa kondisi
barang dan waktu kadaluarsa barang tersebut. Barang yang sudah
disesuaikan nama, jumlah dan kondisinya akan diberikan nomor urut
(nomor atur) penerimaan oleh petugas yang menerima barang, diberi cap
apotek, tanda tangan petugas penerima pada faktur asli. Kemudian,
faktur asli dikembalikan ke PBF, satu salinan dikirimkan ke BM
Bandung dan satu salinan untuk arsip di Apotek. Data penerimaan
barang kemudian dimasukkan kedalam komputer untuk dikirimkan ke
BM. Barang kemudian dimasukkan ke tempat penyimpanan obat atau
disimpan di Gudang yang sebelumnya dicatat dalam kartu stock jumlah
obat atau perbekalan farmasi lainnya yang masuk.

d) Penyimpanan
Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lannya yang dilakukan
didasarkan pada system FIFO (First In First Out) yaitu barang yang
pertama datang maka barang itu yang pertama dikeluarkan sesuai bentuk
sediaan (tablet, sirup, salep, tetes mata, tetes telingan, suppositoria,
injeksi, inhaler, dan lain-lain), penyimpanan dilakukan berdasarkan
khasiat atau efek farmakologis dan secara alfabetis.

21
e) Pelayanan
Pelayanan obat dengan resep dimulai dari penerimaan resep oleh
Asisten Apoteker kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap
kelengkapan resep dan ketersediaan obat di Apotek. Setelah itu, resep
diberikan harga yang berlaku di Apotek. Kemudian, pasien yang
mendapatkan resep di panggil untuk membayar harga obat. Lalu obat
diambil sesuai dengan resep yang ditulis dokter (racikan atau non
racikan) dan ditulis dalam kartu stok jumlah obat yang dikeluarkan dan
diberi etiket. Bila jumlah obat yang diminta dalam resep tidak sesuai,
maka sisa jumlah obat yang belum diberikan dibuatkan copy resep.
Setelah itu diperiksa kembali oleh Apoteker atau Asisten Apoteker yang
melakukan pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien mengenai
aturan penggunaan obat dan khasiatnya.

3. Tugas dan Tanggung Jawab Asisten Apoteker


A. Tugas dan kewajiban
a. Melakukan pembuatan, pengelolahan dan peracikan, pengubahan
bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat kepada
pasien.
b. Memberikan informasi tentang kegunaan obat kepada pasien.
c. Menerima dan menyiapkan obat-obat sesuai dengan resep dokter serta
pelayanan obat bebas.
d. Menyiapkan surat pesanan obat apabila ada stok yang kosong .
e. Menerima dan menandatangani bukti barang yang masuk keApotek.
B. Tanggung Jawab
a. Bertanggung jawab terhadap pelayanan resep yang diberikan kepada
pasien.
b. Bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua tugas yang diberikan
oleh atasannya sesuai dengan profesi seorang AA.

22
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan Kerja Praktek Lapangan di Apotek Kimia Farma 167


Cimahi, penyusun dapat menyimpulkan bahwa :

1. Mahasiswa dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan


sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Farmasi.
2. Apotek Kimia Farma telah menambah dan meningkatkan pengetahuan
pemahaman tentang peran, tugas, fungsi, posisi dan tanggung jawab
asisten apoteker kepada mahasiswa
3. Apotek Kimia Farma telah menambah wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di
apotek terhadap mahasiswa
4. Apotek Kimia Farma telah memberi kesempatan kepada mahasiswa
dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja.
5.2 Saran
1. Dilengkapinya obat atau barang di apotek agar tidak banyak penolakan
barang yang terjadi.
2. Diperluasnya ruang pelayanan agar mempermudah untuk bekerja.

23

Anda mungkin juga menyukai