PENDAHULUAN
1
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pendirian Apotek,
Apotek didefinisikan sebagai suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No 51 Tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2
Oleh karena itu, dalam rangka memahami peran dan tugas Asisten Apoteker
di apotek, Program Pendidikan Diploma III Sekolah Tinggi Farmasi Bandung telah
bekerja sama dengan Kimia Farma, untuk memberikan kesempatan kepada calon
Asisten Apoteker untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Apotek Kimia
Farma 14 Cihampelas, yang dilaksanakan pada tanggal 1 – 26 April 2015.
1.2 Tujuan
BAB II
3
2.1 Sejarah Apotek di Indonesia
Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya masih relatif muda dan baru
dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan,
baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang,
kefarnasian di Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum
dikenal secara luas oleh masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan republik
Indonesia, para tenaga farmasi indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten
apoteker dengan jumlah yang sangat sedikit. Tenaga apoteker pada masa penjajahan
umumnya berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Namun, semasa
perang kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia mencatat sejarah yang sangat berarti,
yakni dengan didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan
di Bandung 1947. Lembaga Pendidikan Tinggi farmasi yang didirikan pada masa
perang kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi masa perkembangan
sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya. Dewasa ini kefarmasian di
Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup luas. Industri
farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu
memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan yang cukup luas.
Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh
industri farmasi dalam negeri.
4
jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari
pendidikan di luar negeri maupun lulusan dalam negeri.
3. Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967, pada periode ini meskipun
untuk memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam kenyataannya
industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup
berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjahatan
bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri
yang memperoleh bagian jatah atau merekan yang mempunyai relasi
dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama antara tahun 1960-1965,
karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram, industri
farmasi dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari kapasitas
produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat terbatas
sebagian besar berasal dari impor. Sementara itu karena pengawasan
belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus bahan baku
maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar. Sekitar
tahun 1960-1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting
dan berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintahan
antara lain :
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok
Kesehatan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Barang
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada
periode ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah
kefarmasian di Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek
darurat.
5
Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No. 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963
yang isinya antara lain :
Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangi,
menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada
manusia atau hewan, memperelok bagian badan manusia
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran
dari bahan-bahan tersebut, cara tradisional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
6
memulihkan kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
Kosmetik adalah paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar
badan (kulit, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar) gigi dan
rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki
bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit.
7
3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam hal pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya
yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
2.5 Pengelolaan Apotek
BAB III
8
Cikal-bakal Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di
Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama
perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co.
Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa
awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia
melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan
Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus
1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga
nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).
PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk yang didirikan berdasarkan akta pendirian No. 6 tanggal 4
Januari 2003 yang dibuat di Jakarta dan telah diubah dengan akta No. 25
tanggal 14 Agustus 2009. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
9
Penambahan jumlah apotek merupakan bagian dari strategi perusahaan
dalam memangaatkan momentum pasar bebas AFTA, dimana pihak yang
memiliki jaringam luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan.
Tenaga kerja yang terlibat dalam instansi Kimia Farma Apotek 167 berjumlah
9 orang yang terdiri dari 1 orang apoteker pengelola apotek (APA), 1 orang apoteker
pendamping, 6 orang tenaga teknis kefarmasian, dan 1 orang tenaga non farmasi.
10
Tugas dan tanggung jawab masing-masing personalia adalah sebagai berikut :
11
4. Mempersiapkan obat dengan resep racikan dan menghitung jumlah
obat yang harus dipersiapkan atau ditimbang sesuai dengan
kebutuhan untuk peracikan.
5. Memberikan informasi pada saat penyerahan obat kepada pasien
yang meliputi aturan dan cara pakai obat.
6. Menyusun resep sesuai urutan nomor dan tanggal, kemudian
disimpan dalam lemari arsip.
7. Melakukan kegiatan administrasi seperti pengarsipan resep,
pengarsipan faktur, dan melakukan stock opname setiap 3 bulan
sekali.
8. Menulis obat yang dibutuhkan atau yang sudah mencapai stok
minimum pada buku defekta.
12
Pelayanan resep secara garis besar diantaranya sebagai berikut:
b) Penyiapan obat
13
copy resep. Setelah itu diperiksa kembali oleh Apoteker atau
Asisten Apoteker yang melakukan pelayanan Informasi Obat (PIO)
kepada pasien mengenai aturan penggunaan obat dan khasiatnya.
2. Menulis obat-obat yang habis stock atau kosong pada buku defecta.
3. Menyesuaikan obat, mencatat dan memeriksa setiap obat yang masuk dan
keluar dalam kartu stok.
4. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mendekati waktu
kadaluarsa.
5. Menerima dan mengecek setiap obat-obat atau perbekalan farmasi lainnya
yang datang dari distributor atau BM (Business Manager).
6. Menyimpan obat atau perbekalan farmasi pada tempatnya
2. Pembelian
3. Penerimaan
14
Penerimaan barang dapat dilakukan oleh Asisten Apoteker di Apotek.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat penerimaan barang, diantaranya:
Untuk obat-obat bebas dan bebas terbatas atau OTC (Over the Counter),
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) disimpan
di depan seperti swalayan. Tujuannya agar pasien dengan mudah
mendapatkan Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lannya yang
dilakukan didasarkan pada system FIFO (First In First Out) yaitu barang yang
pertama datang maka barang itu yang pertama dikeluarkan sesuai bentuk
sediaan (tablet, sirup, salep, tetes mata, tetes telingan, suppositoria, injeksi,
inhaler, dan lain-lain), penyimpanan dilakukan berdasarkan khasiat atau efek
farmakologis dan secara alfabetis.
15
antibiotic, suplemen dan vitamin, antidiabetes, obat hipertensi, obat
hormon, obat antasida, analgetika dan antipiretika, anti diare,
antifungi, obat untuk saraf.
c. Golongan obat generik disimpan pada tempat/ rak tersendiri untuk
memudahkan pengambilan.
d. Bentuk sediaan liquid (sirup, suspense, dan emulsi) disimpan secara
memisah pada rak lain yang penempatannya diurut berdasarkan efek
farmakologis secara alfabetis.
e. Golongan obat-obat Narkotika disimpan dalam lemari khusus dengan
dua pintu dan terkunci.
f. Golongan obat psikotropik disimpan dalam lemari khusus dengan dua
pintu dan terkunci.
g. Untuk sediaan topikal disimpan pada rak berdasarkan efek
farmakologis secara alfabetis.
h. Golongan obat-obat seperti ovula dan suppositoria insulin disimpan
dalam lemari pendingin.
5. Pengeluaran Barang
a. Resep
Skrining resep, meliputi:
i. Persyaratan administratife: nama dokter, no. SIP dokter, alamat
dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter
penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur jenis kelamin/
berat badan, serta cara pemakaian yang jelas.
ii. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompabilitas, cara dan lama pemakaian.
iii. Pertimbangan klinis: alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat)
16
Pelayanan obat dengan resep dimulai dari penerimaan resep oleh Asisten
Apoteker kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan resep dan
ketersediaan obat di Apotek. Setelah itu, resep diberikan harga yang berlaku
di Apotek. Kemudian, pasien yang mendapatkan resep di panggil untuk
membayar harga obat. Lalu obat diambil sesuai dengan resep yang ditulis
dokter (racikan atau non racikan) dan ditulis dalam kartu stok jumlah obat
yang dikeluarkan dan diberi etiket. Bila jumlah obat yang diminta dalam
resep tidak sesuai, maka sisa jumlah obat yang belum diberikan dibuatkan
copy resep. Setelah itu diperiksa kembali oleh Apoteker atau Asisten
Apoteker yang melakukan pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien
mengenai aturan penggunaan obat dan khasiatnya.
d. HV (Hand Verkoop)
Obat swalayan farmasi yaitu obat bebas yang bisa diambil sendiri
obatnya oleh pasien secara langsung dan disertai pemberian informasi.
17
b. Pembelian Psikotropika
Pembelian Psikotropika menggunakan surat pesanan yang dikirimkan
ke BM, dan BM yang memesankan barang ke distributor. Kemudian
distributor mengirimkan barang ke apotek.
c. Penyimpanan Narkotika
Golongan obat Narkotika disimpan dalam suatu lemari dengan dua
kunci dengan ketentuan, obat-obat tersebut tertutup dengan baik.
a) Penyimpanan Psikotropika
Golongan obat psikotroik disimpan dala m suatu lemari terpisah
dengan dua kunci, obat-obat tersebut tertutup dengan baik.
18
7. Barang titipan (Konsinyasi)
3. Blanko Kwitansi
Adalah digunakan apabila pasien menginginkan bukti pembayaran atas
resep yang telah dibelinya.
Pengelolaan Keuangan
19
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Apotek Kimia Farma 167 Cimahi terletak di jalan raya tagog 515. Ditinjau
dari lokasinya apotek Kimia Farma 167 Cimahi berada dijalur yang lalu
lintasnya yang ramai. Hal yang berhubungan dengan bangunan secara fisik
telah memenuhi syarat yang ada karena Apotek Kimia Farma 167 Cimahi
memiliki sarana yang cukup lengkap. Apotek Kimia Farma 167 Cimahi di
kelola oleh satu orang Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker pendamping
dan terdapat delapan Asisten Apoteker.
2. Pengelolaan di apotek Kimia Farma 167 Cimahi meliputi perencanaan,
Permintaan, Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan, Pelayanan, Penyerahan,
PencatatandanPelaporan yang akandibahassebagaiberikut :
a) Perencanaan
Perencanaanperbekalanfarmasidilakukandengansistem pareto yang
terdiri dari pareto cepat, pareto a,dan pareto b.
b) Pembelian
Pembelian dilakukan melalui pemesanan ke Business Manager (BM) di
Bandung. Jumlah yang akan dipesan didasarkan pada perkiraan
kebutuhan yang diperlukan pada pelayanan kefarmasian di Apotek yang
sebelumnya sudah ditulis di buku defekta. Barang yang sudah dicatat
dalam buku defekta kemudian di entry untuk dibuat Bon Permintaan
Barang Apotek (BPBA) yang dikirim melalui email ke BM. Di BM
Bandung akan dibuat Surat Pesanan (SP) kepada para Distributor
berdasarkan BPBA gabungan seluruh apotek dibawah BM Bandung.
Barang yang dipesan disertai 2 rangkap faktur untuk arsip di Apotek dan
20
di BM Bandung. Kemudian oleh para distributor, barang-barang
dikirimkan berdasarkan pemesanan Apotek.
c) Penerimaan
Penerimaan barang dapat dilakukan oleh Asisten Apoteker di Apotek.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat penerimaan barang,
diantaranya:Distributor akan membawa barang dan faktur
pembelian.Memeriksa nama distributor dan PBF yang mengirim
barang.Memeriksa kesesuaian nama barang dan jumlah yang tertera pada
faktur distributor dengan BPBA. Jika tidak sesuai, petugas yang
menerima barang akan mengembalikan atau menolak barang yang
dikirim (diretur) disertai nota pengembalian barang. Memeriksa kondisi
barang dan waktu kadaluarsa barang tersebut. Barang yang sudah
disesuaikan nama, jumlah dan kondisinya akan diberikan nomor urut
(nomor atur) penerimaan oleh petugas yang menerima barang, diberi cap
apotek, tanda tangan petugas penerima pada faktur asli. Kemudian,
faktur asli dikembalikan ke PBF, satu salinan dikirimkan ke BM
Bandung dan satu salinan untuk arsip di Apotek. Data penerimaan
barang kemudian dimasukkan kedalam komputer untuk dikirimkan ke
BM. Barang kemudian dimasukkan ke tempat penyimpanan obat atau
disimpan di Gudang yang sebelumnya dicatat dalam kartu stock jumlah
obat atau perbekalan farmasi lainnya yang masuk.
d) Penyimpanan
Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lannya yang dilakukan
didasarkan pada system FIFO (First In First Out) yaitu barang yang
pertama datang maka barang itu yang pertama dikeluarkan sesuai bentuk
sediaan (tablet, sirup, salep, tetes mata, tetes telingan, suppositoria,
injeksi, inhaler, dan lain-lain), penyimpanan dilakukan berdasarkan
khasiat atau efek farmakologis dan secara alfabetis.
21
e) Pelayanan
Pelayanan obat dengan resep dimulai dari penerimaan resep oleh
Asisten Apoteker kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap
kelengkapan resep dan ketersediaan obat di Apotek. Setelah itu, resep
diberikan harga yang berlaku di Apotek. Kemudian, pasien yang
mendapatkan resep di panggil untuk membayar harga obat. Lalu obat
diambil sesuai dengan resep yang ditulis dokter (racikan atau non
racikan) dan ditulis dalam kartu stok jumlah obat yang dikeluarkan dan
diberi etiket. Bila jumlah obat yang diminta dalam resep tidak sesuai,
maka sisa jumlah obat yang belum diberikan dibuatkan copy resep.
Setelah itu diperiksa kembali oleh Apoteker atau Asisten Apoteker yang
melakukan pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien mengenai
aturan penggunaan obat dan khasiatnya.
22
BAB V
5.1 Kesimpulan
23