Anda di halaman 1dari 44

BBAB I

PENDAHULUAN

I.I. LATAR BELAKANG

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar
wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu
kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab
wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan
konsep wilayah yaitu desa/ kelurahan atau dusun/rukun warga (RW).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4
indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk.
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam
rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk
mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan
perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat,
Puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang
bermutu. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah
paradigmanya dari orientasi obat kepada orientasi pasien yang mengacu
pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi
perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga
farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan
kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana,
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan
pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan
obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan

1
memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana
yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.

Program Indonesia sehat merupakan salah satu program dari


agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia. Sasaran dari Program Indonesia sehat adalah meningkatkan
derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan
finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Program indonesia sehat
dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar yaitu (1) penerapan
paradigma sehat, (2) Penguatan pelayanan kesehatan, dan (3)
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penerapan paradigma
sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam
pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif serta
pemberdayan Masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan
dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi
sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan
continuum of care dan intervensi berbasis resiko kesehatan. Sedangkan
pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan
manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu
ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat.

Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk


meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekat/meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam
gedung , tetapi juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga
diwilayah kerjanya. Yang dimaksud satu keluarga adalah kesatuan satu
keluarga inti (ayah, ibu dan anak) sebagaimana dinyatakan dalam Kartu
Keluarga (KK). Pendekatan keluarga merupakan pengembangan-
pengembangan dari kunjungan rumah oleh puskesmas dan perluasan dari
upaya perawatan kesehatan masyarakat, yang meliputi kegiatan berikut
1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data profil
kesehatan keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya, 2.

2
Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya
promotif dan preventif. 3. Kunjungan keluarga untuk menindaklanjuti
pelayanan kesehatan dalam gedung. 4. Pemanfaatan data dan informasi
dari profil kesehatan keluarga untuk pengorganisasian/pemberdayaan
masyarakat dan manajemen Puskesmas.

Dalam rangka pelaksanaan Program Indonesia Sehat Dengan


Pendekatan Keluarga (PIS PK) Telah disepakati adanya 12 indikator
utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga, yang meliputi
sebagai berikut :

1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)


2. Ibu melakukan persalinan di Fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif
5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
6. Penderita Tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai
standar
7. Penderita Hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
diterlantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional
11. Keluarga memiliki akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau mengguakan jamban sehat

Berdasarkan Indikator tersebut, dilakukan penghitungan indeks


keluarga sehat (IKS) dari setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-
masing indikator mencerminkan kondisi PHBS dari keluarga yang
bersangkutan.

Peran Farmasi dalam tercapainya indikator Program Indonesia


Sehat Dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK) adalah bagaimana tenaga
farmasi memberikan intervensi terhadap anggota keluarga, terutama

3
penderita Hipertensi dan Tuberkulosis, tepat mendapatkan obat dan
patuh dalam mengkonsumsinya, dengan demikian diharapkan anggota
rumah tangga penderita hipertensi dapat berobat secara teratur sehingga
resiko-resiko penyakit hipertensi dapat dihindari dan penderita
Tuberkulosis dapat berobat sesuai standar dalam waktu yang telah
ditentukan selama pengobatan 6 bulan.

I.II. POKOK PERMASALAHAN

Penggunaan Obat secara Rasional masih menjadi masalah


dilingkup masyarakat wilayah kerja UPTD Puskesmas Toili III, baik
dalam penggunaan Anti biotik, maupun kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor,
diantaranya :

1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cara dan pentingnya


menggunakan obat secara baik dan benar
2. Masih Kurangnya pemahaman tentang penggunaan obat yang
rasional oleh petugas kesehatan Non Farmasi yang bertugas di
Jejaring UPTD Puskesmas Toili III (Petugas Pustu, Polindes, dan
Poskesdes) yang terkait dengan pelayan kefarmasian.

Faktor-fator tersebut, berpotensi menyebabkan terjadinya


Medication Error, dan Resisten Anti Biotik. Ketidak patuhan dalam
mengkonsumsi obat seperti obat Tuberkulosis (TBC), obat Anti
Hipertensi, dan Obat Anti Diabetes Melitus dapat menyebabkan
munculnya resiko-resiko penyakit penyerta lainnya seperti ; pengobatan
yang tidak tuntas dan tidak rutin dalam minum obat
Tuberkulosis,menyebabkan kondisi penyakit pasien semakin parah dan
berpotensi besar menularkan bakteri Tuberkukosis terhadap anggota
keluarga atau orang lainnya. Stroke, gagal ginjal, bahkan kebutaan
dapat terjadi karena tidak patuh minum obat antihipertensi dan obat
diabetes melitus yang mengakibatkan Tekanan darah dan gula darah
sering tidak terkontrol.

4
Kurangnya petugas farmasi Di UPTD Puskesmas Toili III,
jumlah tenaga farmasi yang hanya satu orang, menyebabkan pelayanan
kefarmasian di UPTD Puskesmas Toili III belum bisa berjalan secara
maksimal, sehingga banyak petugas kesehatan yang Non farmasi
(Perawat dan Bidan) didelegasikan untuk melaksanakan pelayanan
kefarmasian, terutama petugas Pustu, Polindes, dan Poskesdes.
Pendelegasian tersebut berdasarkan adanya kunjungan pasien berobat ke
Pustu, polindes dan Poskesdes, sehingga petugas pustu, Polindes dan
Poskesdes harus memberikan obat kepada pasien.

UPTD Puskesmas Toili III masuk dalam kategori Puskemas


rawat Inap dan memilki 22 jejaring wilayah kerja yang terdiri dari 9
Pustu, 8 Poskesdes, 5 polindes dan keseluruhannya melayani pelayanan
farmasi mulai dari meracik, dan menyerahkan obat serta memberika
informasi cara penggunaan obat. Kurangnya pengetahuan petugas Pustu,
Polindes dan poskesdes tentang Penggunaan Obat yang Rasional inilah
yang dapat menyebabkan terjadinya medication error. Untuk mencegah
dan meminimalisir terjadinya medication Error tersebut perlu adanya
suatu inovasi.

Inovasi dalam pelayanan kefarmasian yang telah dilakukan ada 2


kegiatan yaitu:

1. SHAFARI ANTIK ( SHARING FARMASI ANTISIPASI


RESISTEN ANTIBIOTIK)
2. PAPA MOBAASI (PATUH PANTAU PASIEN MINUM
OBAT ANTI TUBERKULOSIS)

I.III. TUJUAN

Adapun tujuan dilaksanakan inovasi-inovasi tersebut adalah


sebagai berikut:

1. Inovasi Shafari Antik (Sharing Farmasi Antisipasi Resiten


Antibiotik) bertujuan :

5
a. Untuk meningkatkan pengetahuan bagi petugas kesehatan
Non Farmasi yang mendapat pendelegasian melaksanakan
pelayanan kefarmasian, tentang Penggunaan Obat Rasional.
b. Untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya medication
error yang dapat membahayakan pasien
c. Untuk Mencegah atau meminimalisir terjadinya resiten Anti
Biotik, akibat penggunaan Anti Biotik yang tidak tepat.
d. Untuk meningkatkan Persentase capaian Penggunaan Obat
Rasional (POR).

2. Inovasi Papa Mobaasi (Patuh Pantau Pasien Minum Obat Anti


Tuberkulosis)

Inovasi Papa Mobaasi (patuh Pantau Pasien Minum


obat Tuberkulosis) bertujuan untuk memantau kepatuhan pasien
Tuberkulosis (TBC) dalam minum obat Anti Tuberkulosisnya
(OAT) secara teratur dalam waktu yang telah ditentukan selama 6
bulan tanpa terputus, sehingga pasien dapat sembuh tapat waktu,
dengan demikian kejadian mengulang-ulang minum OAT tidak
terjadi akibat lupa mengambil obat ke Puskesmas. Melalui inovasi
PAPA MOBAASI ini juga menjadi sarana bagi pasien maupun
keluarga untuk sharing masalah keluhan-keluhan yang dirasakan
pasien selama minum OAT.

6
BAB II

ISI

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan


bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian kepada masyarakat
dalam halnya pelayanan resep membutuhkan keterampilan dan
ketelitian eksta, dalam meracik dan menyiapkan obat yang akan
diserahkan kepada pasien, mulai dari skrining resep, jenis obat, sampai
pada pemberian etiket pada tiap-tiap obat berdasarkan resep yang akan
diserahkan kepada pasien harus tepat, tanpa ada kesalahan, karena
kesalahn sedikit saja dalam penyiapan obat dapat berdampak
membahayakan nyawa pasien. Selanjutnya adalah pemberian informasi
kepada pasien tentang obat yang akan diminumnya, mulai dari aturan
dan dosis minum obat, frekuensi minum obat, efek samping, interaksi,
cara penyimpanan dan cara pemusnahan obat, merupakan hal penting
yang harus disampaikan oleh petugas farmasi saat menyerahkan obat.
Ketidak jelasan atau kurangnya informasi yang disampaikan kepada
pasien tentang obat, dapat menyebabkan pasien tidak tepat minum obat
sehingga menyebabkan terjadinya efek samping obat yang dapat
membahayan kesehatan pasien, atau ketidak patuhan pasien dalam
minum obat terutama Antibiotik yang dapat menyebabkan terjadinya
potensi resisten. Kesalahan-kesalahan dalam pelayanan resep inilah yang
dapat menyebabkan terjadinya medication error.

Beberapa kasus medication error dan potensi Resisten Anti Biotik yang
pernah terjadi di UPTD Puskesmas Toili III diantaranya yaitu :

1. Laporan dari petugas pengelola Tuberkulosis (TBC), bahwa


beberapa pasien penderita Tuberkulosis (TBC) mengeluh gata-
gatal selama minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT), dan oleh
penglola program TBC hanya diberikan obat anti histamin saja,

7
sehingga keluhan terus berulang, efek samping lainnya juga biasa
terjadi yang menyebabkan pasien berhenti melanjutkan minum
obat. Pasien juga terkadang tidak tepat waktu dalam mengambil
obat TBC untuk periode minum obat selanjutnya sehingga pasien
harus mengulang dari awal kembali minum obatnya untuk
mencapai 6 bulan.
2. Pasien TBC mengalami muntah darah, menurut pengakuan pasien
bahwa hal tersebut terjadi karena minum OAT, dan pasien sampai
meninggal. Berdasarkan yang pernah terjadi, efek samping OAT
tidak menyebabkan muntah darah, yang banyak terjadi adalah
neuritis perifer, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan
terjadi interaksi obat mana kala pasien mengkonsumsi jenis obat
tertentu lainnya. Hal ini terjadi diduga karena pasien tidak patuh
minum OAT, sehingga kondisi penyakit pasien semkin parah
hingga menyebabkan muntah darah.
3. Laporan Penggunaan Obat Rasional (POR) perbulan, dari petugas
Pustu, Polindes dan Poskesdes pada kasus penyakit Ispa Non
pneumonia dan Diare Non spesifik 100% menggunakan antibiotik,
Dimana ke dua penyakit ini seharusnya tidak menggunakan Anti
Biotik, karena Ispa Non Pneumonia dan Diare Non spesifik bukan
disebabkan oleh bakteri melainkan disebabkan oleh virus, sehingga
penggunaan Antibiotik justru dapat menyebabkan bakteri yang
baik didalam tubuh akan terbunuh, dan lebih berbahayanya dapat
menyebabkan resisten terhadap antibiotik. Hal ini juga
menyebabkan Persentase laporan Penggunaan Obat Rasional
(POR) bulanan tidak mencapai target.
4. Pasien mengalami muntah darah, dan dirujuk oleh petugas Pustu
ke UPTD Puskesmas Toili III, diduga karena efek samping obat
akibat penggunaan golongan NSAID dan Kortikosteroid dalam
jangka waktu lama. Pasien sering berobat ke pustu dengan keluhan
nyeri di lutut dan tulang-tulangnya, dan pasien diberikan obat anti
nyeri dan deksametason, pasien memiliki riwayat penyakit
gastritis. Efek samping penggunaan NSAID dan Kortikosteroid

8
menyebabkan iritasi lambung. Pemberian obat yang tidak tepat,
kurangnya pengetahuan tentang efek samping obat menyebabkan
hal ini terjadi.

Untuk mencegah kasus-kasus tersebut kembali terjadi, petugas


Farmasi bekerja sama dengan dokter dan petugas kesehatan lainnya
terutama petugas Pustu, Polindes dan Poskesdes untuk melaksanakan
Inovasi SHAFARI ANTIK. Petugas Farmasi juga bekerja sama
dengan pengelola Program TB untuk melaksanakan Inovasi PAPA
MOBAASI.

I. KEGIATAN INOVASI

1. SHAFARI ANTIK (SHARING FARMASI ANTISIPASI


RESISTEN ANTIBIOTIK)

Shafari Antik di UPTD Puskesmas Toili III


merupakan kegiatan Sharing dan Bimtek oleh petugas farmasi
dalam hal ini adalah Apoteker kapada petugas kesehatan Non
Farmasi yang mendapat Delegasi untuk melakukan pelayanan
kefarmasian.

Kegiatan Shafari Antik dilakukan dengan dua cara


yaitu :

1. secara non formal


Kegiatan secara Non formal, merupakan kegiatan Sharing
Farmasi yang bersifat individu, dilakukan saat petugas
pengelola obat dalam hal ini apoteker melayani amprag
obat kepada petugas Pustu, polindes dan Poskesdes.
Apoteker memberikan edukasi dan sharing kepada petugas
Pustu, Polindes dan Poskesdes, tentang terapi, dosis, cara
penggunaan, frekuensi,efek samping, penyimpanan dan
pemusnahan dari obat-obat yang diampragnya. Kegiatan ini
dilakukan sejak tahun 2017.

9
2. Secara formal
Kegiatan yang secara formal dilakukan dengan
mengundang seluruh petugas Pustu, Polindes, dan
Poskesdes, untuk hadir di UPTD Puskesmas Toili III,
dengan menghadirkan nara sumber yang terdiri dari dokter
dan Apoteker. Kegiatan ini dilakukan secara aktif dan
interaktif berupa pemaparan materi dan selanjutnya sesi
tanya jawab. Kegiatan secara formal ini dilakukan sejak
tahun 2018.

Untuk kegiatan Shafari Antik secara formal, Materi


yang disajikan adalah membahas tentang penyakit dan obat,
oleh karena itu dalam penyajian materi, Apeteker melakukan
kerja sama dengan dokter, dimana dokter menyajikan materi
tentang penyakit dan Apoteker memberikan materi tentang
penggunaan obat. Beberapa materi yang telah dibahas
diantaranya sebagai berikut:

1. Penggunaan Obat Rasional (POR)

Pada pertemuan yang membahas tentang Penggunaan


Obat Rasional (POR), Materi disajikan oleh dua
narasumber yaitu doter dan Apoteker, dimana dokter
menyajikan materi tentang penyakit ISPA Non Pneuminia
dan Diare Non Spesifik dan Apoteker memberikan materi
tentang Kerasionalan dalam penggunaan obat. Dalam
materi POR sangat dititik beratkan pada kerasionalan
penggunaan Antibiotik untuk penyakit ISPA Non
Pneuminia dan Diare Non Spesifik, agar petugas Pustu,
Polindes dan Poskesdes mengetahui saat kondisi ispa atau
diare yang bagaiman? bisa menggunakan antibiotik, dan
kondisi yang tidak bisa menggunakan antibioti

2. Materi Tentang Medication Error

10
Materi Medication Error disampaikan oleh Apoteker,
membahas tentang kesalahan-kesalahan petugas
kesehatan dalam memberikan obat, Pemilihan materi
pada pertemuan ini berdasarkan hasil diskusi pengelola
obat dengan petugas Pustu, Polindes dan poskesdes. Dari
hasil diskusi bahwa kesalahan–kesalahan yang sering
terjadi adalah 5 hal, yaitu meliputi:

1. Pemberian obat yang tidak sesuai indikasi penyakit


pasien
2. Pemberian obat dengan dosis yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah
3. Pemberian obat yang tidak sesuai dengan frekuensi
aturan minum obat
4. Pemberian informasi obat yang tidak jelas dan tidak
lengkap
5. Pemberian kombinasi obat yang tidak tepat.

3. Penggolongan Obat dan Terapinya

Yang dimaksud dalam penggolongan obat disini adalah


golongan Terapi Obat. Dilakukan beberpa kali
pertemuan, yang setiap kali pertemuan membahas satu
golongan obat. Golongan obat yang telah dibahas
diantaranya adalah sebagai beriku:

1. Golongan Obat Gastritis


2. Golongan obat Hipertensi
3. Golongan obat Antihistamin

Pemilihan materi ini berdasarkan varian obat gastritis,


obat anti hipertensi dan anti histamine yang tersedia di
UPTD Puskesmas Toili III lebih dari satu Golongan,
sehingga petugas Pustu, Polindes dan poskesdes
terkadang bingung menentukan pilihan dalam

11
memberikan obat yang sesuai dengan kondisi keluhan
pasien.

Kegiatan Inovasi Shafari Antik, tidak hanya


dilakukan kepada petugas Pustu, polindes, dan poskesdes,
tetapi juga kepada masyarakat dan siswa. Kegiatan Shafari
Antik dimasyarakat dilakukan melalui PIS PK (Program
Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga) dan GEMA
CERMAT (Gerakan Masyarakat Cerdas Gunakan Obat).

1. PIS PK

Dalam melaksanakan PIS PK, keluarga merupakan fokus


dalam pendataan pelaksanaan Program Indonesia Sehat
karena keluarga memiliki fungsi peran penting yaitu
sebagai berikut:

a. Fungsi efektif (The effective function) adalah fungsi


keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu
untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain, fungsi ini dibutuhkan untuk
perkembangan individu dan psikologi anggota keluarga
b. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan
perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan
interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan
sosialnya
c. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah
fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga
d. Fungsi Ekonomi ( The Economic Function) adalah
keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu, meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.

12
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan keluarga
( The health care Function ) adalah untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

Dalam melaksanakan Program Indonesia Sehat Dengan


Pendekatan Keluarga (PIS PK), Kabupaten Banggai
membuat suatu inovasi untuk mencapai 12 indikator dalam
peran fungsi keluarga tersebut. Inovasi tersebut melibatkan
seluruh Petugas Kesehatan di semua Puskesmas
sekabupaten Banggai yang disebut dengan 1 PK 100 KK
(Satu Petugas Kesehatan 100 Kepala Keluarga), Artinya
setiap 1 tenaga kesehatan bertanggung jawab terhadap 100
kepala keluarga. Kegiatannya adalah turun langsung ke
rumah – rumah Kepala keluarga yang telah ditentukan,
melakukan pendataan dan intervensi untuk mencapai 12
indikator dalam PIS PK. Evaluasi hasil intervensi dilakukan
setiap triwulan, untuk memantau capaian peningktan hasil
intervensi 12 indikator PIS PK

Implementasi keterkaitan Inovasi Shafari Antik


dalam PIS PK yaitu saat turun langsung kepada rumah
tangga. Interaksi langsung antara petugas kesehatan dalam
hal ini Apoteker dengan anggota keluarga, merupakan
wadah komunikasi untuk memberikan edukasi, informasi
dan sharing. Informasi dan edukasi yang kami (Khususnya
Apoteker) sampaikan kepada anggota keluarga adalah
meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Pola Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS), Edukasi yang


saya berikan adalah tentang pentingnya menggunakan
air bersih dan membuang air besar dengan
menggunakan jamban yang sehat, menjaga kebersihan
lingkungan disekitar halaman rumah, menjaga

13
kebersihan badan dan olah raga teratur, tidak/berhenti
merokok, serta pola makan yang teratur dan seimbang
asupan gizinya untuk menjaga kesehatan.
2. Apabila keluarga memiliki Ibu hamil atau bayi dan
balita, maka pentingnya bersalin di fasilitas kesehatan
sangat saya tekankan, dan pentingnya memberikan
ASI eklusif untuk bayi, serta melakukan imunisasi
dasar lengkap dan pemantauan tumbuh kembang bayi
dan balita melalui posyandu secara rutin setiap bulan.
Edukasi dan informasi tentang penggunaan obat,
terutuma penggunaan Antibiotik untuk bayi dan balita
juga saya sampaikan, agar anggota keluarga terutama
ibu, tidak sembarangan dalam menggunakan obat
antibiotik. Diketahui bahwa bayi dan balita sangat
rentan dengan penyakit ISPA dan Diare, oleh karena
itu anjuran untuk berhati-hati dalam menggunakan
antibiotik sangat saya tekankan, dengan memberikan
informasi dan sharing tentang kegunaan antibiotik,
dan dampak resisten apabila antibiotik digunakan
dengan tidak tepat.
3. Melakukan pengukuran Tekanan darah, apabila saya
peroleh hasil dari pengukuran tekanan darah masuk
dalam kategori hipertensi, maka edukasi tentang
bagaimana selalu mengontrol tekanan darah agar
selalu pada nilai normal sangat saya anjurkan,
memberikan informasi tentang resiko-resiko penyakit
komplikasi akibat tekanan darah tinggi agar anggota
keluarga selalu menjaga kesehatan dengan pola hidup
sehat, dan selalu minum obat tekanan darah tinggi
secara teratur, menganjurkan untuk rutin mengikuti
posyandu lansia yang di adakan didesa setempat. Diet,
olahraga, berhenti merokok, dan hindari stress selalu

14
menjadi advice untuk anggota keluarga dalam
menjaga dan mengontrol tekanan darah.
4. Mengidentifikasi anggota keluarga, manakala ada
yang merasakan gejala-gajala penyakit TBC dan DM.
apabila menemukan anggota keluarga yang
merasakan gejala-gejala dari penyait-tersebut maka
saya anjurkan untuk memeriksakan kesehatan ke
UPTD Puskesmas Toili III.
5. Pentingnya kepesertaan keluarga dalam anggota JKN
juga menjadi anjuran. Bagi anggota keluarga yang
belum masuk anggota JKN disarankan untuk masuk
dalam anggota JKN.

Dengan memberikan edukasi, informasi dan sharing


lansung dengan anggota keluarga melalui intervensi PIS PK
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan
kesehatan, menambah pengetahuan tentang kewaspadaan
dalam mengkonsumsi obat, sehingga resiko yang tidak
diharapkan dari minum obat tidak terjadi dan indeks
keluarga sehat dapat tercapai.

II. GEMA CERMAT

Gema Cermat adalah sebuah upaya agar


masyarakat memiliki pengetahuan penting terkait
penggunaan obat, Gema cermat adalah kepanjangan dari
Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat, melalui
Gema Cermat ini diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran, kepedulian dan pemahaman masyarkat bahwa
menggunakan obat secara benar adalah hal yang sangat
penting.

Melalui Kegiatan Gema Cermat inilah, Inovasi


Shafari Antik juga diimplementasikan. Materi-materi ysng

15
disampaikan dalam kegiatan Gema Cermat adalah sebagai
berikut :

1. Definisi luas tentang Obat

Definisi obat yang sesungguhnya, harus di ketahui


oleh masyarakat, dengan mengetahui apa itu obat,
termasuk kategori obat golongan apa, maka
masyarakat akan faham dan bijak dalam
menggunakan atau mengkonsumsi obat yang tepat.

2. DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan


Buang)

Pada materi ini Apoteker menjelaskan bahwa


Masyarakat harus mengetahui dimana tempat yang
tepat untuk mendapatkan obat, bagaimana cara
menggunakan obat yang benar, menyimpan dan
memusnahkan obat dengan baik.

3. Bijak menggunakan Anti Biotik

Materi tentang Bijak Menggunakan Anti Biotik,


menekankan bahwa bagaimana masyarkat dalam
menggunakan antibiotik. harus bijak dan berhati-hati,
memberikan contoh penyakit-penyakit yang
membutuhkan pengobatan dengan Antibiotik, dan
contoh-contoh penyakit yang tidak membutuhkan
antibiotik, bagaimana aturan minumnya dan dampak
apa yang terjadi manakala tidak patuh dalam minum
Antibitik, dengan demikian harapan besar resisten
obat antibiotik dapat diantisipasi.

4. Lima O

16
Lima O merupkan 5 pertanyaan minimal yang harus
terjawab sebelum seseorang mengkonsumsi obat.

Lima O meliputi sebagai berikut:

1. Obat ini apa nama dan kandungannya?

Seseorang hendaknya mengetahui dan mengenali


jenis obat apa yang akan dikonsumsi.

2. Obat ini apa khasiat/indikasinya?

Tujuan dari pengobatan dengan menggunakan


obat tertentu dapat tercapai jika obat diberikan
sesuai indikasi ( Rasional). Masyarakat atau
pasien diharapkan dapat memahami indikasi atau
khasiat dari obat yang akan dikonsumsi

3. Obat ini berapa dosisnya?

Efek yang dihasilkan oleh suatu obat di dalam


tubuh, juga tergantung pada dosis yang
digunakan, obat yang diberikan dengan dosis
terlebih dapat melampaui ambang batas
keamanan, sedangkan dosis kurang dapat
menyebabkan efek terapi tidak tercapai.
Masyarakat agar mengkonsumsi sesuai dosis yang
dianjurkan.

4. Obat ini bagaimana cara menggunakannya?

Ada berbagai macam bentuk sediaan obat yang


digunakan sesuai tujuannya. Mulai dari sediaan
oral, topical, sublingual, tetes mata, tetes telinga,
parenteral, dan lain-lain, masyarakat harus faham

17
cara penggunaannya, sehingga tidak salah saat
mengaplikasikan sediaan obat yang di terima.

5. Obat ini apa efek sampinya?

Beberapa obat dapat menyebabkan efek samping


tertentu yang sering kali tidak diharapkan.
Masyarakat hendaknya waspada terhadap efek
samping obat, jika dirasakan ada efek samping
penggunaan obat dihentikan dan segera konsultasi
dan melapor pada fasilitas kesehatan terdekat.

Melalui materi-materi yang disampaikan dalam


Gema Cermat ini diharapkan masyarakat dapat
merasakan manfaat sebagai berikut:

1. Memilih obat dengan benar


2. Mengetahui penggolongan obat
3. Mendapatkan obat sesuai indikasi medis
4. Mengetahui hal-hal penting sebelum
menggunakan obat
5. Melakukan swamedikasi dengan tepat
6. Menggunakan obat secara rasional
7. Mencapai tujuan penggunaan obat
8. Menggunakan antibiotic secara bijak
9. Mencegah efek samping obat akibat penggunaan
yang keliru
10. Mencegah resisten bakteri
11. Mencegah penyalahgunaan obat-obatan
12. Mengurangi pencemaran lingkunagan dari
penguraian bahan-bahan obat akibat dari
pemusnahan obat yang tidak benar.

Kegitan Gema Cermat dilakukan bersama-sama


organisasi Profesi IAI dan kelompok Apoteker dalam

18
satu kecamatan. Sasaran kegiatan Gema Cermat
adalah masyarakat, Kader kesehatan, dan siswa
Sekolah Menengah Atas.

2. PAPA MOBAASI

Papa Mobaasi adalah kepanjangan dari Patuh


Pantau pasien Minum Obat Anti Tuberkulosis. Papa
Mobaasi adalah kegiatan untuk memantau kepatuhan pasien
penderita TBC untuk minum obat berdasarkan waktu yang
telah ditentukan selama 6 bulan.

Inovasi ini di mulai sejak bulan juli 2019, setelah


dibentuk apotek satu pintu. Melalui apotek satu pintu, semua
obat baik obat program maupun obat rutin berada dalam
pengawasan pengelola obat UPTD Puskesmas Toili III. Semua
mutasi obat baik obat program maupun obat rutin di awasi oleh
pengelola obat, baik melalui resep maupun permintaan Pustu,
Polindes dan Poskesdes. Khusus untuk mutasi obat TBC
melalui resep dilayani langsung oleh apoteker UPTD
Puskesmas Toili III, yang sebelumnya, obat TBC diserahkan
langsung kepasien oleh pengelola program. Ketika pasien
diberikan PIO oleh apoteker, banyak keluhan yang
disampaikan oleh pasien tentang efek yang tidak nyaman saat
minum obat TB atau kendala yang dialami pasien untuk patuh
dalam minum obat, seperti lupa dengan jadwal pengambilan
obat TBC ke Puskesmas.

Kegiatan Papa Mobaasi ini adalah kegiatan


memantau dan mengingatkan pasien atau keluarga pasien
mengambil obat TBC untuk periode minum obat selanjutnya
melalui media telepon. Jadi pasien atau keluarga pasien akan
ditelepon oleh pengelola farmasi UPTD Puskesmas Toili III, 2
atau 3 hari sebelum jadwal obat yang sementara diminum

19
habis, mengingatkan agar segera mengambil obat TB untuk
jadwal minum obat selanjutnya. Melalui komunikasi ini pasien
atau keluarga pasien juga diberi kesempatan untuk
berkonsultasi tentang keluhan-keluhan yang dirasakan selama
minum obat, selanjutnya keluhan-keluhan tersebut didiskusikan
bersama Dokter, apoteker dan pengelola program TB untuk
menentukan tindakan yang akan diberikan kepada pasien,
sehingga masalah-masalah keluhan yang disampaikan pasien
dapat teratasi.

II. HASIL KEGIATAN INOVASI

1. SHAFARI ANTIK (Sharing Farmasi Antisipasi Resiten


Antibiotik)

Standar capaian Inovasi Shafari Antik mengacu pada


pengunaan antibiotik pada kasus Ispa Non pneumonia dan
Diare Non spesifik yaitu dari laporan bulanan Penggunaan
Obat Rasional (POR) dari Pustu, Polindes dan Poskesdes.
Pemantauan sejak tahun 2016, laporan penggunaan antibiotik
pada penyakit Ispa Non Pneumonia dan diare non Spesifik
100% menggunakan antibiotik, dan semakin menurun hingga
tahun 2019 sejak dimulainya kegiatan Shafari Antik. Hal ini
ditunjukkan pada tebel di bawah ini:

20
Tabel 1. Persentase penggunaan Antibiotik pada penyakit Ispa
Non pneumonia dan Diare Non Spesifik

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terjadi


penurunan persentase penggunaan antibiotik pada penyakit Ispa
Non pneumonia dan diare Non spesifik. Dari tabel di atas
dibentuk grafik penggunaan Antibiotik pada penyakit ispa non
pneumonia dan diare non spesifik, seperti di bawah ini:

21
Grafik 1. Grafik Persentase penggunaan antibiotik pada Ispa
Non Pneumonia dan diare non spesifik

Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa


persentase penggunaan antibiotik fluktuatif, hal ini terjadi
karena kasus ispa dan diare yang terjadi tiap bulannya tidak
menentu kadang tinggi kadang rendah, dan waktu datangnya
pasien berobat terkadang saat keluhan sudah melebihi 3 hari,
sehingga memaksa petugas kesehatan memberikan antibiotik.

Selain penurunan penggunaan antibiotik, disisi lain


terjadi peningkatan capaian POR. Pelaporan Penggunaan Obat
Rasional (POR) di UPTD Puskesmas Toili III mengacu pada
kolaborasi kasus Ispa Non Pneumonia, diare non spesifik dan
Myalgia pada pasien yang berobat di Puskesmas Induk dengan
pasien yang berobat di Pustu, Polindes dan Poskesdes. Capaian
Persentase pelaporan POR dapat dilihat pada grafik di bawah
ini :

Grafik 2 : Persentase Capaian POR periode lporan 2016 - 2019

22
Berdasarkan Grafik di atas menunjukkan bahwa,
persentase capaian POR dari tahun 2016 hingga 2019
mengalami fluktuasi, tetapi semakin meningkat. Fluktuasi ini
terjadi karena tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan
pasien diberikan antibiotik dan faktor petugas kesehatan yang
terkadang lupa, bahwa penyakit ispa non pneumonia dan diare
non spesifik tidak perlu menggunakan antibiotik. Oleh sebab
itulah maka kegiatan Shafari Antik ini setiap tahun selalu
dilakukan secara berkala guna untuk selalu updating
pengetahuan tentang kerasionalan dalam pemberian obat.

Selain dari laporan POR bulanan dari petugas Pustu,


Polindes dan Poskesdes, hasil inovasi Shafari Antik juga
mengacu dari hasil intervensi PIS PK, terutama dalam hal
kepatuhan minum obat.

Tabel 2. Capaian Intervensi PIS PK Triwulan 1


dan Triwulan II

23
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan adanya peningkatan
capaian dari beberapa indikator. Menitik berat pada indikator
nomor 7, pada triwulan 1 penderita hipertensi ada 20 orang dan
yang berobat teratur hanya 14 orang sehingga persentase
capaian hanya 70%, setelah dilakukan intervensi pada triwulan
ke 2, penderita hipertensi yang berobat teratur sudah mencapai
100%,. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat
memahami dan menerima edukasi serta informasi tentang
pentingnya Penggunaan Obat yang Rasional, yang telah
disampaikan ketika intervensi PIS PK, juga menunjukan
peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup
sehat.

2. PAPA MOBAASI (Pantau Patuh Pasien Minum Obat


Tuberkulosis)

Kegiatan Papa Mobaasi dilaksanakan di dalam gedung


dan di luar gedung. Kegiatan didalam Gedung berupa
pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien, PIO yang
disampaikan kepada pasien tentang obat TBC meliputi :

1. Aturan dan frekuensi minum obat


2. Efek samping yang mungkin terjadi akibat dari Obat Anti
Tuberkulosis (OAT)
3. Cara penyimpanan obat OAT di rumah
4. Pentingnya kepatuhan minum obat OAT tanpa terputus
selama 6 bulan
5. Apabila terjadi efek samping obat, pasien dianjurkan
untuk segera melapor kepada pengelola program TBC,
atau pengelola farmasi di UPTD Puskesmas Toili III.
6. Pola hidup bersih dan sehat, seperti selalu memakai
masker, tidak membuang ludah disembarang tempat,
menutup mulut ketika batuk guna untuk menghindari
potensi penularan bakteri tuberkulosis, konsumsi makanan

24
yang bersih dan bergizi, berhenti merokok dan istirahat
yang cukup.
7. Pemberitahuan jadwal pengambilan obat selanjutnya.

Selain PIO, Kegiatan yang dilakukan dalam


memantau kepatuhan minum obat pada pasien TBC adalah
mengingatkan pasien untuk tepat waktu mengambil obat
yang akan diminum melalui media telepon. Di UPTD
Puskesmas Toili III, obat TBC yang diberikan kepada
pasien biasanya hanya untuk jangka waktu minum antara
14 -18 hari, hal ini dimaksudkan agar mudah dalam
memantau kepatuhan pasien tersebut, jadi untuk pasien
yang memperoleh obat dalam jangka waktu 14 hari, maka
di hari ke-11 atau ke-12 pasien ditelepon oleh petugas
farmasi untuk segera mengambil obatnya, demikian pula
untuk pasien yang memperoleh obat dalam jangka waktu
18 hari maka 2 atau 3 hari sebelum obat habis pasien
sudah diingatkan oleh petugas farmasi untuk segera
mengambil obat.

Untuk mempermudah petugas Farmasi dalam


mengontrol waktu, untuk mengingatkan pasien mengambil
obat, digunakan kartu kontrol pemantauan. Di dalam kartu
kontrol tersebut mencantumkan tanggal seharusnya pasien
mengambil obat, dan tanggal untuk pemberitahuan
pengambilan obat. Dibawah ini salah contoh kartu kontrol
pengambilan obat TBC.

25
Pada kartu kontrol tersebut, kolom tanggal pengambilan
obat menunjukkan saat pasien datang mengambil obat,
selanjutnya kolom tanggal permberitahuan pengambilan
obat merupakan tanggal dimana petugas farmasi
menelepon pasien untuk mengingatkan agar segera
mengambil obat TBC. Kartu kontrol diatas menunjukkan
bahwa pasien atas nama Mustofa Djalali pada tanggal 04
bulan 09 tahun 2019 datang mengambil obat, resep yang
diperoleh adalah obat OAT kategori satu sebanyak 2
papan dengan aturan minum sehari satu kali sebanyak 3
tablet di minum malam hari. Dalam 1 papan obat OAT
kategori 1 berisi 28 tablet, sehingga bila 2 papan yang
diperoleh maka jangka waktu minum obat adalah selama
18 hari. Batas tanggal obat habis yaitu tanggal 22
september 2019, dan tanggal pemberitahuan untuk
mengingatkan pasien adalah tangal 20 september, tetapi
ternyata pasien sebelum di telepon sudah mengambil obat
di tanggal 19 september. Ini menunjukkan bahwa pasien
patuh dan mengikuti PIO yang di berikan apoteker kepada
pasien. Anjuran untuk mengambil obat 2 atau 3 hari
sebelum obat habis selalu disampaikan oleh Apoteker
guna untuk mengantisipasi manakala terjadi kekosongan
obat karena keterlambatan penjemputan obat dari Instalasi
Farmasi kabupaten atau kemungkinan petugas baik
pengelola program TBC atau petugas Farmasi tidak
ditempat.

Dengan menggunakan kartu kontrol pemantauan


pengambilan obat tersebut sangat memudahkan, bagi
pasien untuk mengingat jadwal pengambilan obat
selanjutnya, dan memudahkan petugas farmasi dalam
mamantau kepatuhan pasien minum obat OAT.

26
Kegiatan Papa Mobaasi yang dilakukan didalam
gedung ini dapat membantu tercapainya indikator PIS PK
poin ke-6, yaitu Penderita TB Paru berobat sesuai standar.

Kegiatan Papa Mobaasi di luar gedung dilakukan


melalui Home Visit kepada pasien Positif TBC dan
intervensi PIS PK Saat petugas farmasi dan petugas
kesehatan lainnya turun langsung ke pada setiap Keluarga
di daerah binaannya. Baik Home Visit maupun intervensi
PIS PK, Apoteker selalu menanyakan apakah ada anggota
keluarga yang memiliki gejala-gejala seperti batuk yang
berlangsung selama tiga minggu atau lebih, batuk darah
atau sputum, nyeri dada dan paru-paru yang berakibat
sesak nafas disertai pusing, berkeringat pada malam hari,
panas dingin, kehilangan nafsu makan, dan terjadi
penurunan berat badan secara drastis. Apabila ada anggota
keluarga yang mengalami gejala-gejala tersebut maka
dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke Puskesmas.
Apabila saat intervesi ditemukan anggota keluarga yang
sudah terdiagnosa TBC maka anjuran kepatuhan minum
OAT sangat ditekankan, dan dorongan untuk sembuh
selalu disampaikan. Untuk kegiatan Home Visit selain
konseling, setiap rumah yang dikunjungi akan di
tempelkan poster yang memuat tentang penyakit TBC,
dengan tujuan sebagai media informasi, juga pasien
maupun anggota keluarga lainnya bisa selalu membaca
dan mengingat hal-hal yang harus dilakukan dan yang
harus dihindari guna untuk kesembuhan dan pencegahan
penularan penyakit.

Pada saat ini di wilayah UPTD Puskesmas Toili III


terdapat 32 kasus yang terdiagnosa TB aktif dan
keseluruhan berobat secara teratur. Melalui kegiatan Papa

27
Mobaasi, diharapkan kedepannya wilayah UPTD
Puskemas Toili III bebas dari TBC.

28
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

III.I. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan inovasi yang telah dilakukan, dari hasil


capaian-capaian yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Adanya penurunan persentase penggunaan antibiotik pada penyakit


Ispa non pneumonia dan diare non spesifik, capaian ini menunjukkan
adanya peningkatan pemahaman petugas kesehatan non farmasi di
UPTD Puskesmas Toili III yang didelegasikan untuk melakukan
pelayanan farmasi tentang penggunaan obat rasional
2. Dengan menurunnya persentase penggunaan antibiotik pada kasus
Ispa non pneumonia dan diare non spesifik dapat mengurangi potensi
resiten antibiotik.
3. Meningkatnya persentase laporan capaian POR diatas 60%
menunjukkan bahwa pengobatan di UPTD Puskesmas Toili III sudah
masuk kategori Rasional.
4. Pemantauan kepatuhan minum OAT melalui kartu kontrol sangat
memudahkan petugas farmasi dalam memantau kepatuhan pasien.
5. Tujuan pengobatan pada pasien TB Paru dapat tercapai sesuai standar
dengan meningkatnya kepatuhan pasien dalam minum OAT, dan
potensi resisten antibiotik OAT dapat dihindari.
6. Sharing dan pembelajaran tentang obat kepada petugas kesehatan non
farmasi dan masyarakat harus dilakukan secara terus menerus, guna
untuk selalu mengupdate pengtahuan dan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya menggunakan obat secara bijak, baik dan benar
(Rasional).

III.II. Saran

Penggunaan Antibiotik yang tidak tepat indikasi masih banyak


terjadi di UPTD Puskesmas Toili III, hal ini dapat memicu potensi resisten

29
Antibiotik, untuk itu disarankan perlu untuk pengadaan alat cek jumlah
leukosit darah, sehingga peresepan Antibiotik berdasarkan hasil
pemeriksaan leukosit darah.

30
BAB IV

PENUTUP

Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
meredakan penyakit, atau menghilangkan gejala, atau mengubah proses kimia
dalam tubuh. Obat merupakan bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan
untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan
fisik dan psikis pada manusia dan hewan

Penggunaan Obat yang Rasional adalah apabila pasien menerima


pengobatan sesuai kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan
kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau.

Penggunaa Obat dikatan rasional manakala memenuhi beberapa indikator


sebagai berikut :

1. Tepat diagnosa
2. Tepat pemilihan obat
3. Tepat indikasi
4. Tepat pasien
5. Tepat dosis
6. Tepat cara dan lama pemberian
7. Tepat harga
8. Tepat informasi
9. Kepatuhan pasien
10. Waspada efek samping obat

Penggunaan Obat diwilayan kerja UPTD Puskesmas Toili III masih


belum bisa dikatakan rasional, karena masih adanya peresepan obat yang tidak
sesuai indikasi. Melalui Kegiatan Inovasi Shafari Antik dan Papa Mobaasi,
diharapkan pola pengobatan di UPTD Puskesmas Toili III kedepannya bisa
rasional terutama dalam penggunaan Antibiotik, serta kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi antibiotik bisa meningkat sehingga resiko resisten antibiotik bisa
dicegah. Bagi pasien penderita TB Paru juga bisa paham tentang penyakit TBC
dan aktif dalam berobat, serta patuh mengkonsumsi Obat Anti
Tuberkulosis(OAT), sehingga resiko penularan Penyakit TBC dapat dihindari,
pasien penderita TBC bisa sembuh sesuai dengan waktu pengobatan, dengan
demikian kedepannya wilayah kerja UPTD Puskesmas Toili III bebas dari
Penyakit TBC.

31
Lampiran : Dokumentasi kegiatan Inovasi

1. Dokumentasi Sharing Farmasi bersama petugas Pustu,


polindes dan Poskesdes, bekerja sama Apoteker dan dokter

32
33
2. Dokumentasi kegiatan intervensi PIS PK

34
3. Dokumentasi kegiatan Gema Cermat

1. Gema Cermat Bersama siswa SLTA

35
2. Gema cermat masyarakat di area terbuka car free day teluk
lalong

36
3. Gema Cermat bersama masyarakat usia lanjut

37
4. Gema Cermat bersama Kader Pembangunan Manusia
(KPM)

38
5. Dokumentasi Pelayanan Konseling Minum Obat TBC
Implementasi Inovasi Papa Mobaasi

6. Dokumentasi inovasi Papa mobaasi home visit

39
7. Dokumentasi Pemasangan poster tentang penyakit TBC di
setiap rumah yang dikunjungi

40
8. Dokumentasi Sk Penanggung jawab pelayanan Obat

41
42
9. Dokumentasi Surat Tugas Home Visite Pasien TBC

43
g
Menurut PP DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. (2009). Peraturan Menkes R1 Nomor 51 Tentang


Pekerjaan Kefarmasian.
2. Depkes RI. (2004). Keputusan Menkes RI No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar pelayanan kefarmasian
di Apotek
3. www.depkes.go.id. (2014). 22 september, Gunakan Antibiotik
dengan rasional
4. Depkes RI. (2016)Peratura Menkes RI No. 74 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.
5. Depkes RI. (2004). Keputusan Menkes RI No.
1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan farmasi di
Rumah sakit
6. Depkes RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36
Tentang Kesehatan
7. Depkes RI. (2016). Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 39 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan PIS – PK Program Indonesia Sehat
Dengan Pendekatan Keluarga

44

Anda mungkin juga menyukai