SEJARAH BANGSA
KELOMPOK 1
NAMA KELOMPOK :
ADISTRY S. ROSMAN
AGUSTINA W. J. PANUL
ANGELA J. B. TANGGU
ANJELY C. L. GANG
APRILIAN BHARA RAPA
ARNELITHA KABNANI
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan buku ini adalah bisa digunakan sebagai sumber
informasi dan bahan bacaan dalam memahami sejarah munculnya dan
berkembangnya Pancasila sampai masa reformasi saat ini
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pancasila
1. Nilai Religious
Adanya keyakinan terhadap pemujaan roh leluhur juga dan penempatan
menhir (kubur batu) di tempat-tempat yang tinggi yang dianggap sebagai
tempat roh leluhur, tempat yang penuh keajaiban dan sebagai batas antara dunia
manusia dan roh leluhur.
2. Nilai Perikemanusiaan
Tampak dalam perilaku kehidupan saat itu misalnya penghargaan terhadap
hakikat kemanusiaan yang ditandai dengan penghargaan yang tinggi terhadap
manusia meskipun sudah meninggal.
3. Nilai Kesatuan
Adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa Austronesia,
sehingga muncul kesamaan dalam kosa kata dan kebudayaan. Hal ini sesuai
dengan teori perbandingan bahasa menurut H. Kern dan benda- benda
kebudayaan Pra Sejarah Von Heine Gildern.
4. Nilai Musyawarah
Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-desa, klan, marga atau suku
yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih secara musyawarah
berdasarkan Primus Interpares (yang pertama diantara yang sama).
Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan Raja ini
tampak dalam kerajaan yang muncil kemudian di pulau Jawa dan Sumatera.
Nilai Sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan
Hindu hidup berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat
pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Budha.
Nilai Sila Kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India
(Dinasti Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh
nilai-nilai politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Nilai Sila Ketiga, sebagai negara martitim, Sriwijaya telah menerapkan
konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi Wawasan Nusantara.
Nilai Sila Keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat
luas, meliputi (Indonesia sekarang) Siam, semenanjung Melayu.
Nilai Sila Kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan,
sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita fahami bahwa zaman Sriwijaya dan
Majapahit adalah sebagai tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam
mencapai cita-citanya.
ZAMAN PENJAJAHAN
Beberapa saat setelah sultan Agung mangkat maka mataram menjadi bagian
kekuasaan kompeni. Di Makasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital
berhasil juga dikuasai oleh Kompeni tahun 1667 dan timbullah perlawanan dari
rakyat Makasar di bawah Hasanudin. Menyusul pula wilayah Banten (Sultan
Agung Tirtoyoso) dapat di tundukkan pula oleh Kompeni pada tahun 1684.
Perlawanan Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke-
XVII, nampaknya tidak mampu meruntuhkan kekuasaan Kompeni pada saat
itu. Demikian Belanda pada awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis
yang kaya akan hasil rempah-rempah pada abad ke- XVII dan nampaknya
semakin memperkuat kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan militer.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras untuk
memperkuat dan mengintensifkan kekuasaan di Indonesia. Melihat praktek-
praktek penjajahan Belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat di
berbagai wilayah Nusantara, antara lain : Pattimura di Maluku (1817),
Baharudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837).
Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), I Ketut Gusti Jelanntik,
Panglima Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam Perang Aceh (1860),
Anak Agung Made dalam Perang Lombok (1894-1895), Sisingamangaraja XII
di Tanah Batak (1900) dan masih banyak perlawanan lainnya.
Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 inilah yang
merupakan pergerakan Nasional, sehingga segera setelah itu muncullah
organisasi-organisasi pergerakan lainnya. Organisasi-organisasi pergerakan
nasional itu antara lain : Sarekat Dagang Islam (SDI) (1909), yang kemudian
dengan cepat mengubah bentuknya menjadi gerakan politik dengan mengganti
namanya menjadi Sarekat Islam (SI) tahun (1911) di bawah H.O.S.
Cokroaminoto.
Sebagai realisasi janji dari Pemerintahan Jepang maka pada hari ulang
tahun Kaisar Hirohito tanggal 29 April 1945 Jepang memberi semacam hadiah
ulang tahun kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kedua dari pemerintahan
Jepang berupa kemerdekaan tanpa syarat. Tindak lanjutnya, pada tanggal 29
Mei 1945 dibentuk suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritu Zyunbi Tioosakai.
Pada hari itu juga di umumkan nama-nama ketua, wakil ketua serta para
anggota sebagai berikut.
Ketua : Dr. K.R.T. Radjiman
Wediodiningrat
Ketua Muda : Itibangase
Ketua Muda : R.P. Soeroso
Enam puluh anggota biasa bangsa Indonesia tidak termasuk ketua dan
ketua muda dan mereka kebanyakan berasal dari Jawa, tetapi juga ada yang
berasal dari Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan beberapa peranakan Eropa, Cina,
dan Arab.
Dalam sidang BPUPKI kedua ini pemakaian istilah hukum dasar diganti
dengan istilah Undang Undang Dasar. Keputusan penting dalam rapat ini
adalah tentang bentuk negara republik dan luas wilayah negara baru. Tujuan
anggota badan penyelidik adalah menghendaki Indonesia Raya yang
sesungguhnya, yang mempersatukan semua kepulauan Indonesia. Susunan
Undang Undang Dasar yang diusulkan terdiri atas tiga bagian yaitu:
Pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan dimuka dunia atas
Penjajahan Belanda
Pembukaan yang didalamnya terkandung dasar negara Pancasila
Pasal-pasal Undang Undang Dasar.
ERA KEMERDEKAAN
Sidang PPKI
Kemudian tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan
Presiden serta Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam
negeri seperti berikut ini.
1. Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani
suatu persetujuan (Mantel resolusi) oleh Ratu Belanda Yuliana dan Wakil
Pemerintah RI di Kota Den Haag pada tanggal 27 Desember 1949, maka
berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya
dengan konstitusi RIS, antara lain:
Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16
Negara. (Pasal 1 dan 2)
Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas
demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (Pasal 118 Ayat 2).
Mukadimah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat
maupun isi pembukaan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan sebagai naskah
Proklamasi yang terinci.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara
bagian saja yaitu Negara Bagian RI Proklamasi, Negara Indonesia Timur (NIT),
dan Negara Sumatera Timur (NST).
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling
stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya
keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di
segala bidang. Era pembangunan, Era penuh kestabilan, menimbulkan
romantisme dari banyak kalangan.
Di Era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak
lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk
semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-
agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada
rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang
mengganjal.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
ERA REFORMASI
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya
bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-
pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif,
sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan
aparat pelaksana Negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi
politik. Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi
nasional, maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh
mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang
menuntut adanya “reformasi” di segala bidang politik, ekonomi dan hukum
(Kaelan, 2000: 245).
Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara
itu untuk sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik
dengan rezim Orde Baru. Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggal
dan satu-satunya sumber nilai serta kebenaran. Negara menjadi maha tahu mana
yang benar dan mana yang salah. Nilai-nilai itu selalu ditanam ke benak
masyarakat melalui indoktrinasi (Ali, 2009: 50).
Akan tetapi, istilah “Empat Pilar Kebangsaan” ini menurut Kaelan (2012:
249-252) mengandung; 1) linguisticmistake (kesalahan linguistik) atau dapat
pula dikatakan kesalahan terminologi; 2) ungkapan tersebut tidak mengacu
pada realitas empiris sebagaimana terkandung dalam ungkapan bahasa,
melainkan mengacu pada suatu pengertian atau ide, ‘berbangsa dan bernegara’
itu dianalogikan bangunan besar (gedung yang besar); 3) kesalahan kategori
(category mistake), karena secara epistemologis kategori pengetahuan
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan Bhinneka Tunggal Ika bukanlah merupakan kategori yang sama.
Ketidaksamaan itu berkaitan dengan realitas atau hakikat pengetahuannya,
wujud pengetahuan, kebenaran pengetahuannya serta koherensi
pengetahuannya.
Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu seluruh komponen
bangsa harus secara imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan
Pancasila baik sebagai Dasar Negara maupun sebagai Pandangan Hidup
Bangsa, dengan berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila dan Pembukaan UUD
1945 dan secara konsisten menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal UUD
1945.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan kenyataan tersebut maka untuk memahami Pancasila secara
lengkap dan utuh tertama dalam kaitannya dengan jati diri bangsa indonesia.
Secara epistemologis sekaligus sebagai pertanggung jawaban Ilmiah, bahwa
Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesia juga sebagai pandangan hidup
bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa serta sebagai perjanjian luruh bangsa
indonesia pada waktu mendirikan negara.
Keputusan-keputusan lain adalah untuk membentuk panitia kecil yaitu: (1)
Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai Ir. Soekarno, (2) Panitia
Ekonomi dan Keuangan yang diketuai Drs. Moh. Hatta, (3) Panitia Pembelaan
Tanah Air diketuai oleh Abikusno Tjokrosoejoso.
Daftar Pustaka
1. http://mylife578.blogspot.com/2016/03/pancasila-dalam-konteks-
lintas-agama.html
2. https://kuliahkumanajemenpendidikan.wordpress.com/
2013/04/17/pancasila-dalam-sejarah-perjuangan-bangsa-indonesia/
3. http://diary-mybustanoel.blogspot.com/2012/02/makalah-pancasila-
dalam-konteks-sejarah.html
4. http://shareilmurahma.blogspot.com/2016/03/pancasila-dalam-
kajian-sejarah-bangsa.html