Beberapa pengertian Pancasila, jika kita kaji secara ilmiah Pancasila memiliki
pengertian yang luas, baik fungsi maupun dalam kedudukannya sebagai dasar
Negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa bahkan dalam
proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan
secara objektif. Maka untuk memahami pancasila secara kronologis, ada beberapa
ruang lingkup pengertian Pancasila yaitu :
Proses perumusan pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama Dr.
Radjiman Widyodiningrat mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahasa
pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar
Negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampillah pada sidang tersebut
tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Prof.Dr. Soepomo dan Ir.Soekarno.
Pada tanggal 01 juni 1945, dalam sidang tersebut Ir.Soekarno berpidato secara
lisan mengenai calon rumusan dasar Negara Indonesia. Kemudian untuk memberi
nama istilah dasar Negara tersebut soekarno member nama “pancasila” yang artinya
lima dasar. Hal ini menurut soekarno atas saran dari salah seorang temanya yaitu
orang yang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 indonesia memproklamirkan kemerdekaannya
kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkanlah Undang-undang
Dasar 1945 termasuk pembukaan UUD 1945 dimana didalamnya termuat isi
rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar Negara yang di beri nama
Pancasila.
BAB III
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologi, filsafat adalah istilah atau kata yang berasal
dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Kata itu terdiri dari dua kata
yaitu philo, philos, philein, yang mempunyai arti cinta/ pecinta/
mencintai dan sophia yang berarti kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat
kebenaran. Jadi secara harafiah istilah filsafat adalah cinta
pada kebijaksanaan atau kebenaran yang hakiki.
Berfilsafat berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung)
terhadap sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal
untuk mencari hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu
yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaandan
cinta akan kebijakan.
Kata filsafat untuk pertama kali digunakan oleh Phythagoras
(582 – 496
SM). Dia adalah seorang ahli pikir dan pelopor matematika yang
menganggap bahwa intisari dan hakikat dari semesta ini adalah
bilangan. Namun demikian, banyaknya pengertian filsafat sebagaimana
yang diketahui sekarang ini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu
sendiri. Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk
berfilsafat yaitu :
a. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran
merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong
untuk menyelidiki.
b. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia
yang akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna
untuk menemukan titik pangkal yang kemudian tidak
disangsikan lagi.
c. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia
menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila
dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Kemudian muncul
kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti
ada sesuatu yang tdak terbatas.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat
dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada
pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai
pandangan hidup. Disamping itu, dikenal pula filsafat dalam arti
teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
1. Obyek Filsafat
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni
(tidak terikat langsung dengan suatu obyek), yang mendalam dan daya
pikir subyek manusia dalam memahami segala sesuatu untuk mencari
kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan
fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran
yang sedalam-dalamnya tentang kesemestaan, secara mendasar
(fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil pemikiran
pemikir (filsuf) merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik
berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi
yang dianut suatu masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat
demikian, telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu tata nilai yang
melembaga sebagai suatu paham (isme) seperti kapitalisme,
komunisme, fasisme dan sebagainya yang cukup mempengaruhi
kehidupan bangsa dan negara modern.
Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek
yang tidak terbatas yang ditinjau dari dari sudut isi atau substansinya
dapat dibedakan menjadi :
a.obyek material filsafat : yaitu obyek pembahasan filsafat yang
mencakup segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit
seperti manusia, alam, benda, binatang dan lain-lain, maupun
sesuatu yang bersifat abstrak spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide,
ideologi, moral, pandangan hidup dan lain sebagainya.
b. obyek formal filsafat : cara memandang seorang peneliti terhadap
objek material tersebut.
Suatu obyek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam
sudut pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat. Adapun
cabang-cabang filsafat yang pokok adalah :
Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi
di balik fisis yang meliputi bidang : ontologi (membicarakan teori sifat
dasar dan ragam kenyataan), kosmologi (membicarakan tentang teori
umum mengenai proses kenyataan, dan antropologi.
i. Epistemologi, adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan
atau kebenaran.
ii. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk
memperoleh pengetahuan.
iii. Logika, ádalah membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar
dapat mengambil kesimpulan yang benar.
iv. Etika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia tentang baik-buruk
v. Estetika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hakikat
keindahan- kejelekan.
2. Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga
sekarang adalah sebagai berikut :
a. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas
kesemestaan, termasuk mahluk hidup dan manusia ialah materi.
Semua realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi,
makanan) dan terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat
(hukum kausalitas) yang bersifat objektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme, aliran ini mengajarkan bahwa ide dan
spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia.
Subjek manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan karena
ada akal budi dan kesadaran rohani manusia yang tidak sadar atau
mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas
kesemestaan. Jadi hakikat diri dan kenyataan kesemestaan ialah
akal budi (ide dan spirit)
c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran
diatas adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak
realistis). Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan
bukanlah benda (materi) semata-mata. Kehidupan seperti tampak pada
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia mereka hidup berkembang
biak, kemudian tua dan akhirnya
mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada sekadar materi. Oleh
karenanya, realitas adalah panduan benda (materi dan jasmaniah)
dengan yang non materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah). Khusus
pada manusia tampak dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi
menurut aliran ini, realitas merupakan sintesis antara jasmaniah-
rohaniah, materi dan nonmateri.
1. Aspek Ontologis
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya
keberadaan atau eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya
sebagai ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya
dengan metafisika. Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang
menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada,
jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan
kesemestaan atau kosmologi.
Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar
antropologis. Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni: yang
berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia.
Hal yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia, Pancasila
adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat
(manusia).
2. Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki
asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Pengetahuan manusia sebagai hasil pengalaman dan pemikiran,
membentuk budaya. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu
atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan menjadi penyelidikan
epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang
menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat
syarat dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika,
matematika dan teori ilmu.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah
suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila
menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang
realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang
makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia Indonesia untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan.
Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi suatu
sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system) sehingga
telah menjelma menjadi ideologi mengandung tiga unsur yaitu :
1. logos (rasionalitas atau penalaran),
2. pathos (penghayatan), dan
3. ethos (kesusilaan).
3. Aspek Aksiologi
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau
ilmu/teori. Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki :
a. tingkah laku moral, yang berwujud etika,
b. ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan
keindahan,
c. sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan
penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan
melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani
jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat
yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai
dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula bahwa
yang mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat material saja
tetapi juga sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai
material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun
alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah alat
ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu
cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
1. Hubungan Vertikal
Adalah hubungan manusia dengan Tuhan sebagai penjelmaan
dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungannya
dengan itu, manusia memiliki kewajiban-kewajiban untuk
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhkan/menghentikan larangan
Nya, sedangkan hak-hak yang diterima manusia adalah rahmat yang
tidak terhingga yang diberikan dan pembalasan amal perbuatan di
akhirat nanti.
2. Hubungan Horisontal
Adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam
fungsinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa maupun warga
negara. Hubungan itu melahirkan hak dan kewajiban yang seimbang.
3. Hubungan Alamiah
Adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi
hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaannya.
Seluruh alam dengan segala isinya adalah untuk kebutuhan manusia.
Manusia berkewajiban untuk melestarikan karena alam mengalami
penyusutan sedangkan manusia terus bertambah. Oleh karena itu,
memelihara kelestrian alam merupakan kewajiban manusia, sedangkan
hak yang diterima manusia dari alam sudah tidak terhingga
banyaknya.
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari filsafat Pancasila adalah
Pancasila memberikan jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas
masalah-masalah asasi filsafat tentang negara Indonesia.
BAB IV
Apa itu Dasar Negara? Analogi sederhananya, sebuah dasar yang sengaja
dibuat dan sebagai landasan atau pondasi tempat berpijaknya “sesuatu”. Sesuatu ini
bentuknya bisa berbeda-beda, sebagai contoh bangunan atau rumah. Bangunan atau
rumah yang tidak mempunyai dasar, maka tidak akan berdiri dengan kokoh dan
mudah roboh. Analogi sederhana ini bisa kita gunakan untuk membahas tentang
Negara. Sebuah Negara bisa kita pandang sebagai “bangunan” atau “rumah”.
Supaya sebuah Negara bisa berdiri kokoh, maka harus mempunyai dasar negara.
Apabila dasar negaranya semakin kuat, maka negara tersebut akan semakin kuat.
Jika kita maknai dari frasa kata yang membentuknya, maka pengertian Pancasila
sebagai dasar Negara artinya setiap hal yang menyangkut dengan urusan – urusan
atau pun masalah kenegaraan harus diputuskan dengan dilandasi atau pun didasari
dengan nilai – nilai yang terkandung di dalam Pancasila.
Mengapa pancasila dijadikan sebagai dasar Negara? Negara tanpa dasar,
bagaikan rumah tanpa fondasi. Maksudnya adalah ketika Negara tidak mempunyai
dasar mengapa Negara itu terbentuk, maka akan mudah runtuh atau dijajah oleh
bangsa lain. Dasar Negara merupakan kaki untuk berpijak, dimana kaki tersebut
harus kuat dan kokoh. Pancasila mempunyai peran penting dalam pembangunan
bangsa Indonesia. Pancasila adalah dasar Negara yang menjadi sebuah sumber dari
segala sumber hukum yang yang mengatur seluruh pemerintahan, wilayah dan
masyarakat Indonesia. Pancasila terlibat secara langsung dalam hukun Indonesia,
yang terikat dengan formal oleh struktur kekuasaan dan cita – cita hukum yang
menjadi seluruh dasar Negara Indonesia.
B. FUNGSI DASAR NEGARA
∙ Sebagai Dasar Berdiri dan berdaulatnya Suatu Negara, artinya Suatu negara
akan kuat dan berdaulat sebagai negara apabila memiliki suatu Dasar, yang
menjadi landasan dan pedoman dalam menjalani kehidupan berbangsa dan
bernegara.
∙ Sebagai Dasar dan Sumber Hukum, artinya setiap aktivitas dan tingkah laku
warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus didasari atas
hukum yang berlaku di negara tersebut, nah sumber dari hukum yang
berlaku ini merupakan Dasar Negara.
∙ Dasar Bagi Hubungan Antar warga negara, artinya selama terjadi interaksi
sosial, warga negara menjadikan Dasar Negara sebagai pedoman, sehingga
dapat melancarkan kerjasamanya dan tidak mengganggu kebebasan individu
warga negara tersebut karena memiliki pedoman yang sama.
∙ Dasar berdirinya dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sejarah menunjukan bahwa Pancasila telah berperan dalam pembentukan
negara Indonesia merdeka. Lebih dari itu Pancasila juga menjadi landasan
bagi pengelolaan NKRI.
hanya an ekonomi
Dengan perkataan lain ilmu pengetahuan harus dilandasi etika ilmiah dan yang
paling penting dalam etika ilmiah adalah menyangkut hidup mati orang banyak,
masa depan, hak-hak manusia dan lingkungan hidup. Hal-hal yang perlu ditekankan
adalah sebagai berikut:
1. Risiko percobaan dan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
2. Kemungkinan penyalahgunaannya
3. Kompatibilitas dengan moral yang berlaku
4. Terganggunya sumber daya dan pemerataannya
5. Hak individu untuk memilih sesuatu sesuai dengan dirinya
Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis
keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta saling
mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan ontologi,
epistemologi dan aksiologi.
∙ apakah ada kaitan antara moral atau etika dengan ilmu pengetahuan, ∙ saat mana
3. Persatuan Indonesia
Nilai persatuan Indonesia memberikan kesadaran kepada bangsa
Indonesia akan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi persatuan dan kesatuan bangsa bangsa dapat terwujud dan
terpelihara. Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan
teknologi harus dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan
kesatuan bangsa. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya
diarahkan demi kesejahteraan umum manusia termasuk di dalamnya
kesejahteraan bangsa Indonesia dan rasa nasionalismenya.
Negara persatuan Indonesia, sebagai ekspresi dan pendorong semangat
kegotong-royongan, harus mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
timpah darah Indonesia, bukan membela atau mendiamkan suatu unsur
masyarakat atau bagian tertentu dari teritorial Indonesia. Pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mewujudkan negara persatuan itu diperkuat
dengan budaya gotong royong dalam kehidupan masyarakat sipil dan politik
dengan tersus mengembangkan pendidikan
kewargaan dengan dilandasi prinsip-prinsip kehidupan publik yang lebih
partisipatif dan non-diskriminatif.
Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan
terpusat pada presiden. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan
organisasi masyarakat. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk
memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan
pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal
33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan
oligopoli.
Walaupun sudah banyak lembaga yang terdapat didalamnya namun
kenyataannya aplikasi belum bisa dijalankan. Sistem ketatanegaraan bangsa
Indonesia sudah memadai namun aplikasinya masih belum sesuai dengan yang
diharapkan. Aplikasi yang menjalankannya belum seperti yang diharapkan. Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentang dari Sabang sampai Merauke
adalah sebuah negara besar. Negara yang diperjuangkan dengan segenap
pengorbanan, baik melalui perang maupun diplomasi.
Perjuangan itu, melahirkan banyak pahlawan pejuang kemerdekaan. Mulai
dari Sultan Hasanuddin, Sultan Ageng Tirtayasa, Imam Bonjol, Pangeran
Diponegoro, Teuku Umar, hingga Kiyai Haji Zaenal Mustafa, adalah sebagian dari
para tokoh yang gigih berjuang mengangkat senjata melalui perang melawan
penjajah.
Dalam bidang diplomasi, Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, Mohammad
Roem, Syafroeddin Prawiranegara, dan Mohammad Natsir, misalnya, adalah para
tokoh yang gigih memperjuangkan kedaulatan negara dan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Perjuangan itu sangat panjang, penuh pengorbanan
darah dan air mata. Diplomasi itu pun, sangat gigih, penuh negoisasi dan
kompromi.Itulah kilas balik perjuangan bangsa kita, Bangsa Indonesia dalam
meraih kemerdekaan hingga saat sekarang ini. Masa yang kita kenal dengan sebutan
ERA REFORMASI.
Era reformasi yang dimulai pada tahun 1999, membawa perubahan perubahan yang
mendasar dalam sistem pemerintahan dan ketatanegaraan kita sebagaimana nampak
pada perubahan yang hampir menyeluruh atas Undang
Undang Dasar 1945. Perubahan undang-undang dasar ini, sebenarnya terjadi
demikian cepat tanpa dimulai oleh sebuah perencanaan panjang. Hal ini terjadi
karena didorong oleh tuntutan perubahan-perubahan yang sangat kuat pada awal
reformasi antara lain tuntutan atas kehidupan negara dan penyelenggaraan
pemerintahan yang lebih demokratis, penegakan hukum yang lebih baik,
penghormatan atas hak- hak asasi manusia dan berbagai tuntutan perubahan
lainnya.
Begitu luasnya perdebatan awal ketika memulai perubahan ini, untuk
menghindari disorientasi dalam perubahan-perubahan yang akan dilakukan, seluruh
fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada saat itu menyepakati lima
prinsip yaitu :
Tidak mengubah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan UUD 1945
memuat dasar-dasar filosofis dan dasar normatif dari berdirinya NKRI. Oleh karena
itu, perubahan atas Pembukaan UUD 1945 akan berarti mengubah negara RI.
Dengan demikian, amandemen UUD 1945 pun tidak boleh bertentangan dengan
dasar filosofis dan dasar normatif yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Dengan demikian, amandemen UUD 1945 pada hakikatnya dilakukan untuk
menyempurnakan, melengkapi, dan memperjelas implementasi dasar filosofi dan
dasar normatif dalam Pembukaan UUD ke dalam batang tubuh UUD 1945.
Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia Kesepakatan
atas NKRI didasari oleh pertimbangan, bahwa para pendiri negara RI. Selain itu
pengalaman sejarah ketika berdiri negara Republik Indonesia Serikat (27 Desember
1949-17 Agustus 1950) ternyata telah mengancam integrasi bangsa Indonesia,
sehingga muncul kehendak bangsa Indonesia untuk kembali kepada bentuk NKRI.
Mempertegas sistem pemerintahan presidensil. Kesepakatan untuk
mempertahankan sistem presidensial dimaksudkan untuk mempertegas sistem
presidensial dalam UUD 1945 agar tidak kembali kepada sistem parlementer
sebagaimana terjadi pada era parlementer tahun 1950-an yang dipandang telah
melahirkan instabilitas politik nasional. Dengan demikian, pada hakikatnya
kehendak untuk mempertahankan sistem presidensial adakah untuk menciptakan
pemerintahan yang kuat dan efektif.
Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan
dimasukkan ke dalam pasal-pasal. Keberadaan Penjelasan UUD 1945 selama masa
Orde Baru menimbulkan masalah yuridis karena sering menjadi dasar penafsiran
bagi praktik otoritarian Orde Baru, padahal kedudukan hukumnya tidak jelas,
apakah Penjelasan UUD 1945 termasuk bagian dari UUD atau hanya memorie van
toelechting yang tidak bersifat mengikat. Selain itu secara teoretik tidak dikenal
adanya Penjelasan atas suatu UUD di negara manapun. Oleh karena itu, Penjelasan
UUD 1945 harus dihapuskan, tetapi muatan yang bersifat normatif dimasukkan ke
dalam batang tubuh.
Perubahan dilakukan dengan cara addendum. Perubahan dilakukan secara
„adendum‟ dimaksudkan untuk tetap melestarikan nilai historis UUD 1945 serta
mempertahankan prinsip-prinsip para pendiri negara yang terkandung dalam UUD
1945. Secara politis, nilai historis UUD 1945 itu perlu dilestarikan karena terdapat
sebagian rakyat Indonesia yang tidak menghendaki terjadinya amandemen atas
UUD 1945.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang telah dilakukan
selama 4 kali Perubahan Pertama tahun 1999, Perubahan Kedua tahun 2000,
Perubahan Ketiga tahun 2001 dan Perubahan Keempat tahun 2002, telah membawa
implikasi politik yang sangat luas dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Kalau kita membaca dengan cermat perubahan tersebut, akan nampak
bahwa empat kali perubahan merupakan satu rangkaian perubahan yang dilakukan
secara sistematis dalam rangka menjawab tantangan baru kehidupan politik
Indonesia yang lebih demokratis sesuai dengan perkembangan dan perubahan
masyarakat. Tuntutan perubahan sistem politik dan ketatanegaraan dalam bentuk
perubahan Undang Undang Dasar 1945, adalah pesan yang sangat jelas
disampaikan oleh gerakan reformasi yang dimulai sejak tahun 1998.
Dari sistematika diatas, jelas Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan Lebih
tinggi dibanding Batang tubuh, alasannya dalam Pembukaan terdapat : ∙ Dasar
Negara (Pancasila)
Oleh karena begitu pentingnya pembukaan UUD maka pembukaan tidak bisa
diubah, mengubah sama saja membubarkan negara, sedangkan Batang tubuh bisa
diubah (diamandeman). Dalam sistem tata hukum RI, Pembukaan UUD 1945
memenuhi kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, alasan:
Sedangkan Batang Tubuh nisa dirubah asal syarat terpenuhi : Diusulkan ≥ 2/3
anggota MPR, Putusan disetujui ≥ 2/3 anggota yang hadir, Kenyataan Batang tubuh
UUD 45, sekarang sudah diamandemen 4 x , yaitu : Amandemen I (14-21 Okt
1999), Amandemen II ( 7-8 Agust 2000), Amandemen III (1-9 Nov 2001),
Amandemen IV (1-11 Agust 2002).
Atas dasar paparan diatas, maka dalam hubungannya dengan Batang Tubuh UUD
1945, menempatkan pembukaan UUD 1945 Alinea IV pada kedudukan yang amat
penting. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebenarnya hanya alinea IV Pembukaan
UUD 1945 inilah yang menjadi inti sari Pembukaan dalam arti yang sebenarnya.
Hal ini sebagaimana termuat dalam penjelasan resmi Pembukaan dalam Berita
Acara Republik Indonesia Tahun II no. 7 yang hampir keseluruhanya mengenai
bagian keempat Pembukaan UUD 1945. (Pidato Prof. Mr. Dr. Soepomo tanggal 15
Juni 1945 didepan Rapat Badan Penyelidik Usaha – usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia).
Pancasila bagi Negara Indonesia adalah sama halnya dengan fundamen bagi sebuah
gedung. Kalau kita ingin mendirikan sebuah gedung haruslah gedung itu kita
dirikan di atas fundamen yang kuat dan kokoh. Akan demikian pulalah halnya kalau
kita ingin mendirikan suatu negara Indonesia yang kekal dan abadi, maka haruslah
bangunan Negara Indonesia itu kita dirikan di atas suatu dasar (fundamen) yang
kuat dan kokoh pula.
Kita telah meletakkan bangunan Negara Indonesia diatas suatu fundamen yaitu
Pancasila. Kita telah memilih Pancasila sebagai dasar yang fundamental bagi negara
kita. Mengapa kita harus memilih Pancasila ? Jawabannya adalah karena Pancasila
itu sesuai dengan alam kejiwaan bangsa kita sendiri, seperti apa yang pernah
dikatakan oleh Bung Karno. Dalam Pancasila pengertian ini sering disebut dasar
falsafah negara (dasar negara). Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar
mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila digunakan sebagai
dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara seperti dimaksudkan di atas sesuai
dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan : “….., maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang
dasar negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada …..”.
Membangkitkan Pancasila
Tiadanya ideologi yang dapat memberikan arah perubahan politik yang
sangat besar dewasa ini dikuatirkan akan memunculkan kembali gerakan-gerakan
radikal baik yang bersumber dari rasa frustasi masyarakat dalam menghadapi
ketidakpastian hidup maupun akibat dari manipulasi sentimen-sentimen primordial.
Gerakan-gerakan radikal semacam ini tentu sangat berbahaya karena dapat
memutar kembali arah reformasi politik kepada situasi yang mendorong munculnya
kembali kekuatan yang otoritarian maupun memicu anarki sosial yang tidak
berkesudahan. Tidak mustahil kalau Pancasila tidak segera kembali menjadi roh
bangsa Indonesia, dikhawatirkan akan muncul ideologi alternatif yang akan
djadikan landasan perjuangan dan pembenaran bagi gerakan- gerakan radikal.
Karena itu, bagi bangsa Indonesia tidak ada pilihan lain selain mengembangkan
nilai-nilai Pancasila agar keragaman bangsa dapat dijabarkan sesuai dengan prinsip
Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam hubungan itu, perlu pula dikemukakan bahwa persatuan dan kesatuan
bangsa bukan lagi uniformitas melainkan suatu bentuk dari suatu yang eka dalam
kebhinekaan. Pluralitas juga harus dapat diwujudkan dalam suatu struktur
kekuasaan yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola
kekuasaan agar dapat diperoleh elit politik yang lebih lejitimet, akuntabel serta peka
terhadap aspirasi masyarakat. Sejarah telah memberikan pelajaran yang sangat
berharga bahwa konsep persatuan dan kesatuan yang memusatkan kewenangan
kepada pemerintah pusat dalam implementasinya ternyata lebih merupakan upaya
penyeragaman (uniformitas) dan membuahkan kesewenang-wenangan serta
ketidakadilan.
Nasionalisme yang merupakan identitas nasional yang dilakukan oleh
negara melalui indoktrinasi dan memanipulasi simbol-simbol dan seremoni yang
mencerminkan supremasi negara tidak dapat dilakukan lagi. Negara bukan lagi
sebagai satu-satunya aktor dalam menentukan identitas nasional. Hal ini juga
seirama dengan semakin kompleksnya tantangan global, masyarakat merasa berhak
menentukan bentuk dan isi gagasan apa yang disebut negara kesatuan yang sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Sementara itu, perubahan paling mendasar terhadap UUD 45 adalah
bagaimana prinsip kedaulatan rakyat yang pengaturannya sangat kompleks dalam
sistem kehidupan demokrasi dapat dituangkan dalam suatu konstitusi. Hal itu harus
dilakukan secara rinci dan disertai dengan rumusan yang jelas agar tidak terjadi
multi interpretasi sebagaimana terjadi pada masa lalu. Upaya tersebut telah
dilakukan dengan mengamandemen UUD 45 antara lain yang berkenaan dengan
pembatasan jabatan Presiden/Wakil Presiden sebanyak dua periode, pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah secara langsung, pembentukan
parlemen kedua (Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah),
pembentukan Mahkamah Konstitusi, pembentukan Komisi Yudisial, mekanisme
pemberhentian seorang Presiden dan/Wakil Presiden dan lain sebagainya. Namun
sayangnya perubahan tersebut tidak dilakukan secara komprehensif dan
berdasarkan prinsip-prinsip konstitusionalisme sehingga meskipun telah dilakukan
perubahan empat kali, ternyata UUD Tahun 1945 masih mengandung beberapa
kekurangan.
Pengalaman selama lebih kurang setengah abad praktek-praktek kenegaraan
yang menyeleweng dari Pancasila telah mengakibatkan berbagai tragedi bangsa
harus dijadikan pelajaran yang sangat berharga agar tidak terulang kembali. Akibat
lain adalah ketertinggalan bangsa dibandingkan dengan negara-negara lain karena
bangsa Indonesia selalu disibukkan dengan masalah-masalah internal bangsa seperti
kesewenangan-wenangan penguasa, pelanggaran HAM, disintegrasi bangsa serta
hal-hal yang tidak produktif lainnya sehingga tidak heran jika bangsa Indonesia
kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Untuk bangkit dari keterpurukan tidak ada pilihan lain bagi bangsa
Indonesia, pertama-tama dan terutama harus kembali kepada Pancasila sebagai
falsafah dan ideologi bangsa. Caranya adalah para pemimpin bangsa dan negara
tidak hanya mengucapkan Pancasila dan UUD 45 dalam pidato-pidato, tetapi
mempraktekkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kenegaraan serta kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian, kesaktian Pancasila bukan hanya diwujudkan dalam
bentuk seremonial, melainkan benar-benar bisa dirasakan langsung oleh
masyarakat.
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melak-sanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
“Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Demikianlah bunyi Proklamasi beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan
Undang- Undang Dasar 1945. Alangkah jelasnya! Alangkah sempurnanya ia
melukiskan kita punya pandangan hidup sebagai bangsa, kita punya tujuan hidup,
kita punya falsafah hidup, kita punya rahasia hidup dan kita punya pegangan hidup!
17 Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaan beserta satu
dasar kemerdekaan. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu
proclamation of independence dan satu declaration of independence.
Maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu.
Naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat
dipisahkan satu dari yang lain. Naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 adalah loro loroning a tunggal, maka proclamation of independence
berisikan pula declaration of independence. Sedangkan bangsa-bangsa lain didunia,
hanya mempunyai proclamation of independence saja. Atau hanya mempunyai
declaration of independence saja. Kita mempunyai proclamation of independence
dan declaration of independence sekaligus.
Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia,
bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka. Proklamasi kita
adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi
saya katakan, Proklamasi kita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht
total semua tenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah – fisik dan moril, materiil
dan spirituil. Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-
Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa
Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia
apa prinsip-prinsip kita itu.
Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif
saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang
bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai ke akar-akarnya
segala penjajahan di bumi kita, menyapu-bersih segala kolonialisme dan
imperialisme dari tanah air Indonesia, – tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan
kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa
Indonesia dalam arti seluas-luasnya :
∙ kepribadian politik
∙ kepribadian ekonomi,
∙ kepribadian sosial,
Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang
melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana
kepada masing-masing. Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin
pemimpin, harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 :
Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, anak kandung
atau saudara kembar daripada Proklamasi 17 Agustus 1945. Bagi orang yang benar
benar sadar kita punya proclamation dan sadar kita punya declaration, maka
Amanat Penderitaan Rakyat tidaklah khayalan atau abstrak. Baginya, Amanat
Penderitaan Rakyat terlukis sangat nyata dan jelas dalam Proklamasi dan Undang
Undang Dasar 1945. Amanat Penderitaan Rakyat adalah konkrit-mbahnya-konkrit.
Sumber:DosenPendidikan.Co.id
BAB VII
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam
hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang
saling melengkapi sebagai sistem etika. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada
hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya. Di
samping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar,
rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat
adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi
manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan
bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah
sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya
dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual)
maupun mahluk sosial (etika sosial)
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya bathin
dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi
yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku
manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di
samping sistem sosial dan karya. Oleh karena itu, Alport mengidentifikasikan nilai
nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu : nilai
teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
2. Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –
masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang
bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai
nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilainilai dapat
dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
∙ nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
∙ nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta
manusia.
∙ nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur
kehendak manusia
3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut
tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan
aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap
sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi
itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap
nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
4. Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan
kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal yang seimbang,
serasi dan selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan), horizontal (masyarakat) dan
alamiah (alam sekitarnya) Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai
mahluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan
sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma
dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan,
norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena
adanya sanksi.
b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar.
Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi
serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental itu
berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka nilai itu
akan menjadi norma moral. Namun jika nilai instrumental itu berkaitan dengan
suatu organisasi atau negara, maka nilai instrumental itu merupakan suatu arahan,
kebijakan, atau strategi yang bersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga
dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat
ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang merupakan penjabaran
Pancasila.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan
secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental. Oleh karena itu, nilai
praksis dijiwai kedua nilai tersebut diatas dan tidak bertentangan dengannya.
Undang-undang organik adalah wujud dari nilai praksis, dengan kata lain, semua
perundang-undangan yang berada di bawah UUD sampai kepada peraturan
pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
6. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya
tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu
mutlak digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara
menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut di
atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila
dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan
manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya
dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh
integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh
moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika
kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian,
etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena itu
sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hirarkhis dan sistematis.
Dalam pengertian itu maka Pancasila merupakan suatu sistem filsafat sehingga
kelima silanya memiliki esensi makna yang utuh. Dasar pemikiran filosofisnya
adalah sebagai berikut : Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik
Indonesia mempunyai makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Titik tolaknya pandangan itu
adalah negara adalah suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi
kemasyarakatan manusia.
Nilai-nilai obyektif Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya, hakikatnya,
maknanya yangterdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum,
universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2) Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan
bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain dalam adat
kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3) Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu
hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental
sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena
itu, dalam hierarkhi tata tertib hukum Indonesia berkedudukan sebagai
tertib hukum tertinggi dan tidak dapat diubah secara hukum sehingga
terlekat pada kelangsungan hidup negara.
Nilai-nilai Pancasila tersebut bagi bangsa menjadi landasan, dasar serta motivasi
atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan
kenegaraan. Dengan kata lain, bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan das sollen
atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan
atau das sein.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah penjabaran dari sila kelima.
Nilai dasar yang fundamental dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan
yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hokum apa pun tidak
mungkin lagi untuk diubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 memuat nilai-nilai
dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat
Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti
pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam pengertian seperti itulah
maka dapat disimpulkan bahwa ancasila merupakan dasar yang fundamental bagi
negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Di
samping itu, nilai-nilai ancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam
kehidupan kenegaraan. Hal itu ditegaskan dalam pokok pikiran keempat yang
menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas
kemanusiaan yang adil dan beradab. Konsekuensinya dalam penyelenggaraan
kenegaraan antara lain operasional pemerintahan negara, pembangunan negara,
pertahanan-keamanan negara, politik negara serta pelaksanaan demokrasi negara
harus senantiasa berdasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan.
3) Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup
persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan.
Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah
Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan
yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia
merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan
perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang
dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi
menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku
bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD
1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam
Batang Tubuh UUD 1945.
Masalah yang paling dasar dalam wacana kita sekarang ini adalah
mempertanyakan – dan menjawab – sudahkah Pancasila merupakan sebuah
paradigma yang mapu menerangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara di Indonesia pada umumnya, dan kehidupan sosial politik pada
khususnya? Bukankah kritik yang paling sering kita dengar adalah bahwa nilai-nilai
yang dikandung Pancasila itu baik, hanya terasa bahwa sila-silanya bagaikan
terlepas satu sama lain dan penerapannya dalam kenyataan yang masih belum
sesuai dengan kandungan normanya. Jika kritik itu benar, bukankah hal itu berarti
bahwa Pancasila masih belum merupakan suatu paradigma, atau jika sudah pernah
menjadi paradigma, ia tidak mampu lagi
menerangkan kenyataan politik di Indonesia dewasa ini? Jika memang demikian
halnya, bukankah kewajiban kita bersama mengembangkannya sedemikian rupa
sehingga mampu menerangkan kompleksitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernagara di Indonesia ini?
A. Pengertian Paradigma
Paradigma dapat diartikan sebagai keutuhan konseptual yang sarat dengan muatan
ajaran,teori,dalil,bahkan juga pandangan hidup untuk dijadikan dasar dan arah
pengembangan segala hal. Dalam istilah ilmiah, paradigma kemudian berkembang
dalam berbagai bidang kehidupan manusia dan ilmu pengetahuan lain, misalnya
politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainnya. Istilah paradigma
kemudian berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian
sumber nilai, pola pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan,perubahan serta proses pembangunan.