Anda di halaman 1dari 124

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara tentang Pendidikan Pancasila, sebagai matakuliah di perguruan


tinggi negeri dan swasta, serta guna mencapai sasaran yang efektif dari
diajarkannya matakuliah ini, maka kiranya perlu disampaikan terlebih dahulu
berbagai hal yang terkait, di antaranya; manfaat mempelajari pendidikan pancasila,
tujuan di berikannya pendidikan pancasila, tentang instruksi presiden Indonesia
nomor 12 tahun 1968 prihal keberadaan pancasila, segi tinjauan pancasila, hakikat
nilai sila- sila pancasila, dan pancasila sebagai suatu pilihan bangsa.
Setiap negara yang merdeka pastilah memiliki dasar negara. Mengapa
demikian? Karena dasar negara merupakan salah satu syarat mutlak yang harus
dimiliki oleh suatu negara yang merdeka. Lalu apakah dasar negara itu? Dasar
Negara adalah pedoman yang mengatur kehidupan penyelenggaraan
ketatanegaraan negara yang mencakup berbagai bidang kehidupan suatu negara.
Selain itu, dasar negara juga merupakan suatu falsafah yang menyimpulkan
kehidupan dan cita-cita suatu bangsa dan negara.
Dasar negara merupakan bagian terpenting dari suatu negara karena untuk
menentukan gambaran dari tujuan suatu bangsa dan sebagai pedoman dalam
menjalankan pemerintahan. Negara yang tidak memiliki dasar negara berarti bahwa
negara tersebut tidak memiliki pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara sehingga tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Agar suatu negara
kuat, serta tidak mudah roboh dan hancur diperlukan pondasi atau dasar negara
yang kuat.
Bagi bangsa Indonesia tidak ada keraguan sedikitpun mengenai kebenaran
dan ketetapan Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Memang,
dalam sejarah Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
tercatat berbagai peristiwa dan pergolakan politik sampai dengan pemberontakan-
pemberontakan bersenjata, yang apabila dikaji secara mendalam mempunyai tujuan
akhir untuk mengubah Pancasila sebagai dasar negara dan menggantinya dengan
dasar negara yang lain.
Sebagai pendukung dan pengamal ideologi Pancasila, para penyelenggara
negara pengemban jabatan pemerintahan maupun jabatan kenegaraan, para
mahasiswa Indonesia, para pelajar generasi penerus bangsa, dan bagi para
pengambil putusan di negara yang kita cintai Negara Kesatuan Republik Indonesia
ini sudah selayaknya mengamalkan ideologi Pancasila dengan baik dan benar.

B. Kompetensi yang Diharapkan

Setelah mempelajari buku Pendidikan Pancasila ini, diharapkan para


mahasiswa dapat: mendeskripsikan Pancasila dalam kajian sejarah bangsa
Indonesia, menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara, menjelaskan Pancasila
sebagai ideologi negara, menjelaskan Pancasila sebagai sistem filsafat, menjelaskan
Pancasila sebagai sistem etika, menganalisis isi Pancasila dalam UUD 1945, dan
mengamalkanan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Selain dapat menguasai beberapa kompetensi di atas, mahasiswa juga
diharapkan dapat memahami dan memperoleh pengetahuan tentang pancasila
secara baik dan benar dalam arti yuridis konstitusional dan objektif ilmiah. Yuridis
konstitusional, artinya mengingat pancasila sebagai dasar Negara di jadikan
landasan dan pedoman dalam pelaksaan penyelenggaraan negara republik
Indonesia termasuk melandasi tatanan hukum yang berlaku. Artinya, dalam setiap
langkah dan tindakan dari aparat pemerintah Negara yang ada, seperti presiden,
para mentri, dan pejabat Negara yang lain termasuk DPR/MPR seharusnya
mengingat dan mempertimbangkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila-
sila pancasila agar dapat mencerminkan kepribadian dan budaya bangsa yang akan
menjadi panutan bagi rakyat pendukungnya. Yaitu, penduduk dan warga negara
sehingga terdapat keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta
tegaknya tatanan hukum, seperti yang di harapkan bersama.
Objektif ilmiah, artinya pancasila sebagai dasar Negara adalah suatu nilai
kerohanian. Yang masuk dalam kategori filsafat itu adalah pengetahuan. Oleh
karena itu, penalaran dan penjabaranya, selain secara objektif juga ilmiah. Objektif,
mengingat pancasila bukan milik subjek tertentu, tetapi milik semua manusia,
semua rakyat, dan juga bangsa Indonesia. Untuk sampai kepada pemikiran yang
hakiki tentang pancasila, manusia harus menggunakan pemahaman secara umum
melalui berbagai sudut pandang. Ilmiah karena ilmu pengetahuan harus dinalar
berdasarkan teori-teori ilmiah atau pengetahuan umum, seperti bersistem,
bermetode, berobjek, dan memiliki kesimpulan sebagai hasil analisis, dalam Empat
Tiyang penyangga Ilmu dalam Filsafa Pendidikan Nasional Pancasila (Sunaryo
Wreksosuhardjo, 2002:7). Ilmiah, berarti dinalar melalui akal sehat atau logika dan
logika, membantu manusia berpikir lurus, efesien, tepat dan teratur untuk
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
BAB II
PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH
BANGSA INDONESIA

Sebuah Negara pada hakikatnya dibangun berdasarkan suatu landasan yang


kemudian dijadikan dasar Negara. Pengertian dasar negara sendiri yaitu alas atau
fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada
berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia pun juga dibangun berdasarkan pada
suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila adalah lima nilai dasar luhur
yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Nilai-
nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat
serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup. Pancasila
sering juga disebut dengan ilmu yang bersifat ilmiah. Ilmu baru bias dikatakan
ilmiah apabila ilmu itu mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat Universal
Menilik sejarah bangsa Indonesia, proses terbentuknya negara dan bangsa
Indonesia sendiri yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan
pada abad ke IV, ke V kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai
Nampak pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya dibawah
wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di
Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya. Dalam kaitanya dengan sejarah bangsa
Indonesia, Pancasila dibagi menjadi 5 era (zaman), yaitu:
1. Era Pra Kemerdekaan
2. Era Kemerdekaan
3. Era Orde Lama
4. Era Orde Baru
5. Era Reformasi
Berikut ini kajian Pancasila dalam ke 5 era (zaman) tersebut beserta
kekurangan, kelebihan, serta kesimpulan dan solusi atas permasalahan yang
muncul di era tersebut.
A. Era Pra Kemerdekaan
1. Zaman Pra Sejarah
Ahli geologi menyatakan bahwa kepulauan Indonesia terjadi dalam
pertengahan zaman tersier, kira-kira 60 juta tahun silam. Baru pada
zaman quarter yang dimulai sekitar 600.000 tahun yang silam Indonesia
didiami oleh manusia berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan.
Berdasarkan artefak yang mereka tinggalkan, mereka mengalami hidup
tiga zaman yaitu: Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum. Pada masa
prasejarah tersebut, sebenarnya inti dari kehidupan mereka adalah nilai-
nilai Pancasila itu sendiri, yaitu:
1. Nilai Religius
Adanya sistem penguburan mayat diketahui dari ditemukannya
kuburan serta kerangka didalmnya. Selain itu juga ditemukan alat-
alat yang digunakan untuk aktivitas relegi seperti upacara
mendatangkan hujan, dll. Adanya keyakinan terhadap pemujaan roh
leluhur juga dan penempatan menhir (kuburan batu) di tempat-
tempat yang tinggi yang dianggap sebagai tempat roh leluhur,
tempat yang penuh keajaiban dan sebagai batas antara dunia
manusia dan roh leluhur.
2. Nilai Prikemanusiaan
Nilai perikemanusiaan yang tampak pada waktu itu adalah semisal
adanya perlakuan kepada manusia yang telah meninggal
diperlakukan secara terhormat dengan adanya prosesi penguburan
mayat sesuai tradisi masyarakat adat setempat. Hal tersebut
menggambarkan adanya kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan.
Mereka juga telah mengembangkan hubungan social dengan
individu lain dalam kehidupan bermasyarakat dengan adanya saling
tukar menukar hasil bumi (barter) untuk kebutuhan sehari-hari.
3. Nilai Kesatuan
Nilai kesatuan yang tampak pada masyarakat pada saat itu adalah
adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa
Austronesia, sehingga muncul kesamaan dalam kosa kata dan
kebudayaan. Hal ini sesuai dengan teori perbandingan bahasa (H.
Kern) dan benda-benda kebudayaan Pra sejarah (Von Heine
Gildern). Kecakapan berlayar karena menguasai pengetahuan
tentang laut, musim, perahu, dan astronomi, menyebabkan adanya
kesamaan karakteristik kebudayaan Indonesia.
4. Nilai Musyawarah
Kehidupan bercocok tanam dilakukan secara bersama-sama. Mereka
sudah memiliki aturan untuk kepentingan bercocok tanam, sehingga
memungkinkan tumbuh kembangnya adat-istiadat (sosial).
Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-desa, klan, marga atau
suku yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih secara
musyawarah berdasarkan Primus Inter Pares (yang pertama diantara
yang sama).
5. Nilai Keadilan Sosial
Dikenalnya pola kehidupan bercocok tanam secara gotong-royong
menandakan masyarakat pada saat itu telah berhasil meninggalkan
pola hidup food gathering (mencari dan mengumpulkan makanan)
ke pola hidup food producing ( bercocok tanam dan mengolah hasil
tanam). Hal ini menunjukan bahwa pada saat itu sudah ada upaya
untuk mewujudkan kesejahtraan dan kemakmuran bersama.
2. Zaman Kerajaan Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan
ditemukannya prasasti berupa 7 Yupa (tiang batu) dan diyakini prasasti
tersebut berasal dari peninggalan dari kerajaan Kutai.berdasarkan
prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman merupakan
keturunan dari raja Asmawarman keturunan dari Kudungga. Raja
Mulawarman mengadakan kenduri dan memberikan sedekah kepada
Brahmana dengan membangun Yupa itu sebagai tanda terima kasih
kepada Raja yang dermawan. Masyarakat Kutai yang membuka zaman
sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai politik
dan ketuhanan dalam bentuk kehidupan kerajaan, upacara kenduri, serta
sedekah kepada para dewa-dewa (brahmana).
3. Zaman Kerajaan Sriwijaya
Pada abad ke VII muncul suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan
Sriwijaya, dibawah kekuasaan bangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam
prasasti Kedukan Bukit di kaki bukit Sguntang dekat Palembang yang
bertarikh 605 caka atau 683 Masehi yang ditulis dalam bahsa melayu
kuno huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan Maritim yang
mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu-lintas laut di sebelah
barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selat Malaka
(775). Pada zaman ini, Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan
mendirikan suatu universitas agama Budha, yang sangat terkenal di
negara lain di Asia. Banyak musafir dari negara lain misalnya dari
China belajar terlebih dahulu di universitas tersebut terutama tentang
agama Budha dan bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan studinya ke
India. Cita-cita tentang kesejahtraan bersama dalam suatu negara adalah
tercermin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat
vanua criwijaya dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita yang adil dan
makmur).
4. Zaman Kerajaan – kerajaan Sebelum Majapahit
Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang
mencanagkan nilai-nila nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di
Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti. Kerajaan Kalingga
pada abad ke VII, Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut membantu
membangun candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah Wihara untuk
pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dinasti Syailendra
(abad ke VII dan IX). Refleksi puncak dari Jawa Tengah dalam periode
kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi
agama Budha pada abad ke IX), can candi Prambanan (candi agama
Hindu pada abad ke X). Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah
tersebut di Jawa Timur munculah kerajan-kerajaan Isyana (pada abad ke
IX), Dharmawangsa (abad ke X), demikian juga kerajaan Airlangga
pada abad ke XI. Raja Airlangga membuat bangunan keagamaan dan
asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam beragama. Agama
yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu dan
agama Syiwa yang hidup berdampingan secara damai. Menurut prasasti
Kelagen, Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang dan
bekerja sama dengan Benggala, Chola dan Champa hal ini menunjukan
nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula Airlangga mengalami
penggemblengan lahir dan batin di hutan dan tahun 1019 para
pengikutnya, rakyat dan para Brahmana bermusyawarah dan
memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja,
meneruskan tradisi istana, sebagai nilai-nilai sila keempat. Demikian
pula menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga
memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahtraan
rakyat yang merupakan nilai-nilai sila kelima.
5. Zaman Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman
keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan mahapatih
Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin
armadanya untuk menguasai nusantara. Empu Prapanca menulis
Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah
“Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan di dalam
buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional yaitu Bhineka
Tunggal Ika yang bunyi lengkapnya Bhineka Tunggal Ika Tan Hana
Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda tapi tetap satu jua. Sumpah
Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam siding Ratu
dan Mentri-mentri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331,
yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai
berikut: “saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa jakalau
seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jaikalau Gurun,
Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan
Tumasik telah dikalahkan. Dalam hubungannya dengan negara lain raja
Hayam Wuruk mengadakan hubungan bertetangga dengan baik dengan
kerajaan Tiongkok, Ayodya, Champa, dan Kamboja. Majapahit
menjulang dalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak
meninggalkan nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara
kebangsaan Indonesia 17 Agustus 1945.
6. Zaman Penjajahan
Setelah majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka
berkembanglah agama islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersama
dengan itu berkembang pulalah Kerajaan-kerajaan islam seperti
kerajaan Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang eropa di
nusantara, antara lain orang Portugis yang kemudian di ikuti oleh orang-
orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman rempah-rempah.
Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang awalnya berdagang adalah
orang-orang bangsa portugis. Namun lama kelamaan bangsa portugis
mulai menunjukan peranannya dalam bidang perdagangan yang
meningkat menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun
1511 dikuasai oleh portugis.
Pada akhir abad ke XVI bangsa belanda datang juga ke Indonesia.
Untuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri (Belanda)
kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama
V.O.C (Verenigde Oost Indische Compagnie), yang dikalangan rakyat
dikenal dengan istilah ‘Kompeni’.
Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung (1613-1645) berupaya
mengadakan perlawanan dan penyerangan ke Batavia pada tahun 1628
dan 1629, walaupun tidak berhasil meruntuhkan namun Gubernur
Jendral J .P. Coen tewas dalam serangan Sultan Agung yang ke dua itu.
Beberapa saat setelah Sultan Agung mangkat maka Mataram menjadi
bagian kekuasaan kompeni. Dimakasar yang memiliki kedudukan yang
sangat vital berhasil juga dikuasai oleh kompeni tahun (1667) dan
timbulah perlawanan dari rakyat makasar dibawah Hasanudin.
Menyusul pula wilayah banten (Sultan Agung Tirtoyoso) dapat
ditundukan pula oleh kompeni tahun 1684. Perlawanan Trunojoyo,
untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke XVII, nampaknya
tidak mampu meruntuhkan kekuasaan kompeni pada saat itu. Demikian
Belanda pada awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis yang
kaya akan hasil rempah-rempah pada abad ke XVII dan nampaknya
semakin memperkuat kedudukan dengan didukung oleh kekuatan
militer.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras
untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaan di Indonesia.
Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka meledaklah
perlawanan rakyat di berbagai wilayah nusantara, antara lain : Pattimura
di Maluku (1817), Baharudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di
Minangkabau (1821-1837). Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah
(1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam
perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-
1895), Sisingamangaraja di tanah Batak (1900) dan masih banyak
perlawanan lainnya.
Penghisapan mulai memuncak ketika Belanda mulai menerapkan sistem
monopoli melalui tanam paksa (1830-1870) dengan memaksakakn
beban kewajiban terhadap rakyat yang tidak berdosa.
7. Zaman Kebangkitan Nasional
Pada abad XX di punggung politik Internasional terjadilah pergolakan
kebangkitan dunia Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatan
sendiri. Partai kongres di India dengan tokoh Tilak dan Gandhi, adapun
di Indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu
kebangkitan Nasional (1908) dipelopori oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo
dengan Budi Utomonya. Gerakan inilah yang merupakan awal gerakan
nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan
akan kemerdekaan dan kekuasaannya sendiri.
Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 mei 1908 inilah yang
merupakan pergerakan nasional, sehingga segera setelah itu muncullah
organisasi-organisasi pergerakan lainnya. Organisasi-organisasi
pergerakan nasional itu antara lain : Sarakat Dagang Islam (SDI)
(1909), yang kemudian dengan cepat mengubah bentuknya menjadi
gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi Serikat Islam (SI)
tahun (1911) di bawah H.O.S. Cokroaminoto. Berikutnya muncullah
Indische Partij (1913), yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu :
Douwes Dekker, Cipto mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (yang
kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro), partai ini
tidak menunjukan keradikalannya, sehingga tidak dapat berumur
panjang karena pemimpinnya di buang di luarnegeri (1913).
Dalam situasi yang menggoncangkan itu muncullah Partai Nasional
Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno, Cipto
mangunkusumo, sartono dan tokoh lainnya. Perjuangan Nasional
Indonesia di titik berantakan pada kestuan nasional dengan tujuan
Indoneia Merdeka. Tujuan itu kemudian diikuti dengan tampilnya
golongan pemuda yang tokoh-tokohnya antara lain : M. Yamin,
Wongsonegoro, Kuncoro Prabu Pranoto, serta tokoh-tokoh muda
lainnya. Perjuangan rintisan kesatuan Nasional kemudian diikuti
dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, satu bahasa dan
satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia Raya pada saat ini pertama kali
dikumandangkan dan sekaligus sebagai penggerak kebangkitan
kesadaran berbangsa.
Kemudian PNI oleh para pengikutnya di bubarkan, dan diganti
bentuknya dengan partai Indonesia dengan singkatan Partindo (1931).
Kemudian golongan Demokrat antara lain : Moh. Hatta, dan St. Syahir
mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933),
dengan semboyan Kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan
kekuatan sendiri.
8. Zaman Sebelum Proklamasi
Pada tanggal 29 Mei 1945 di bentuk suatu badan yang bertugas untuk
menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan
Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
Dokuriti Zyunbi Tioosakai. Pada hari itu juga di umumkan nama-nama
Ketua, Wakil ketua serta para anggota sebagai berikut :
Ketua (Kaicoo) : Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat
Ketua Muda : Itibangase (seorang anggota luar biasa)
(Fuku Kaicoo Tukubetsu Iin)
Ketua Muda : R.P. Soeroso (merangkap kepala)
Fuku Kaicoo atau Zimukyoku Kucoo).
Nama para angoota ini menurut nomor tempat duduknya dalam sidang
adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno
2. Mr. Muh Yamin
3. Dr. R. Kusuma Atmaja
4. R. Abdulrahim Pratalykrama
5. R. Aris
6. K. H. Dewantara dan masih banyak lagi yang lainnya
Sidang BPUPKI pertama dilakukan untuk menentukan dasar Negara
Indonesia. Sidang berlangsung selama empat hari, berturut-turut yang
tampil untuk berpidato menyampaikan usulannya adalah sebagai
berikut:
1. Mr. Muh Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon
rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut :
I. Peri Kebangsaan
II. Peri Kemanusiaan,
III. Peri Ketuhanan,
IV. Peri Kerakyatan (A. Permusyawaratan, B. Perwakilan, C.
Kebijaksanaan)
V. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
2. Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Prof. Dr. Soepomo mengemukakan teori-teori sbb :
(1). Teori negara perseorangan ( individualis)
(2). Paham negara kelas (Class Theory)
(3). Paham negara Integralistik, yang di ajarkan oleh Spinoza, adam
muler Hegel (abad 18 dan 19)
Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia
Soepomo mengusulkan hal-hal mengenai : kesatuan, kekeluargaan,
keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, keadilan rakyat.
3. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Usulan dasar negala dalam sidang BPUPKI pertama berikutnya adalah
pidato dari Ir. Soekarno yang disampaikan lisan tanpa teks, beliau
mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang
rumusannya adalah sbb :
1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (peri Kemanusiaan)
3. Mufakat (demokrasi)
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)
Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat
negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia Soekarno
mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut :
Sekarang banyaknya prinsip : kebangsaan, internasionalisme, mufakat,
kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namun bukan Panca
Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita
ahli bahasa namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar,dan
diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan
abadi.
Oleh karena itu, di tetapka pada tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai
hari lahir Pancasila.
Kesimpulan Kajian Pada Era Pra Kemerdekaan
a. Kelebihan:
1. Pada zaman pra sejarah pun, masyarakat sudah mengenal niai-nilai
Pancasila dan sudah diterapka kedalam kehidupan sehari-hari meskipun
dalam bentuk yang sederhana.
2. Pada zaman kerajaan-kerajaan, sudah muncul nilai-nilai luhur,
seperti:
a. Kekeluargaan
b. Kebersamaan
c. Keadilan sngat ditegakkan
d. Persatuan diutamakan
e. Mempertahankan keamanan
f. Tidak membedakan kasta untuk memimpin kerajaan. Pemilihan
dilakukan melalui musyawarah. Dan nilai-nilai luhur ini sudah
mengandung asas pancasila.
3. Setelah merasakan bagaimana rasanya dijajah, muncullah keinginnan
untuk merdeka. Akan tetapi keingina itu masih belum dapat terwujud
sepenuhnya. Meski begitu, kemunculan kesadaran anak bangsa ini
menjadi pelopor atas gerakan Sumpah Pemuda dan pertama kalinya
mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu yang nantinya akan
menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
4. Sewaktu dijajah jepang pun, tak henti-henti para tokoh bangsa
memperjuangkan untuk kemerdekaan Indonesia. Dan mereka
merumuskan dasar Indonesia dari nilai-nilai yang sudah ada bahkan
sejak zaman dulu. Sehingga rasa nasionalisme bangsa sangat tinggi.
b. Kekurangan :
1. Pada zaman kerajaan-kerajaan, masih banyak timbul petang saudara
yang menyimpanng dari nilai-nilai persatuan bangsa.
2. Mulai lunturnya nilai-nilai pancasila yang luhur diantara masyarakat
Indonesia, khususnya niilai persatuan. Sehingga penjajah pun relative
gampang untuk menjajah Indonesia.
3. Indonesia Negara yang sangat luas, sehingga masyarakatnya tidak
saling mengenal. Dan saat berjuang mengusir penjajah, mereka hanya
berjuang untuk daerahnya. Bukan untuk kemerdekaan Indonesia secara
keseluruhan. Sehingga perjuangan mereka dapat ditumpas penjajah.
c. Kesimpulan dan solusi
Untuk mewujudkan kehidupan suatu Negara yang baik, nilai-nilai luhur
Pancasila harus diterapkan kedalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
rakyat Indonesia tidak ada yang tertinggal dalam perekonomian,
pendidikan, teknologi, serta sandang.

B. Era Kemerdekaan
Era kemerdekaan dimulai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat
mengandung pengertian sebagai berikut:
1. Dari sudut ilmu hukum proklamasi merupakaan saat tidak berlakunya
tertib hukum kolonial, dan saat mulai berlakunya tertib hukum nasional
2. Secara politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa Indonesia
terbatas nasib sendiri dalam suatu negara proklamasi republik Indonesia.
Kemuadin tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan
Presiden serta Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam
negeri seperti berikut ini :
1. Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani
suatu persetujuan (mantel resolusi) oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil
pemerintah RI di kota Den Hag pada tanggal 27 Desember 1949, maka
berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya
dengan konstitusi RIS, antara lain :
a) Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16
Negara pasal (1 dan 2)
b) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas demokrasi
liberal dimana menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (pasal 118 ayat 2)
c. Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat
maupun isi pembukaan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan sebagai
naskah Proklamasi yang terinci.
d. Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan,
oleh karena itu persetujuan 27 Desember 1949 tersebut bukannya
penyerahan kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan” atau “pengakuan
kedaulatan”
2. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950
Berdirinya negara RIS dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah
sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi
Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yaitu negara
persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa
pemerintah negara........ “ yang melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah negara Indonesia...... “ yang berdasarkan kepada UUD 1945
dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat
untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan
Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu
Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara
bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah bagian saja
yaitu
1. Negara Bagian RI Proklamasi
2. Negara Indonesia Timur (NIT)
3. Negara Sumatera Timur ( NST)
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei
1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan
konstitusi sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.
Walaupun UUD 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita
Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih
berorientasi kepada pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal sehingga
isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila.
Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Sistem multi partai dan kabinet parlementer berakibat silih bergantinya
kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berakibat tidak
mempunyai pemerintah yang menyusun program serta tidak mampu
menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan, bahkan
menimbulkan pertentangan-pertentangan, gangguan-gangguan,
penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat.
b. Secara ideologis mukadimah konstitusi sementara 1950, tidak berhasil
mendekati perumusan otentik pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai
Declaration of Independence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan
Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun
juga RIS yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik
Indonesia Serikat.
Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung. Hal inilah
yang mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada
tanggal 5 juli 1959.
a. Kajian kesimpulan pada era kemerdekaan
1. Rakyat Indonesia tsudah mengetahui nilai-nilai luhur Pancasila dan
berusaha untuk menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari
2. Setelah merdeka, bangsa Indonesia membuat berbagai penyesuaian yang
cocok dan padu dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Kekurangan :
1. Belum stabilnya keadaan di Indonesia. baik itu dari segi
politik,social,ekonomi.
2. Terjadinya penggantian dasar Negara sebanyak 2 kali. Padahal
seharusnya Pancasila tidak tergantikan.
c. Kesimpulan dan solusi
Keadaan di Indonesia masih terombang ambing dan tidak stabil. Lalu
terjadih masalah yang alot di konstituante sehingga Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden.
C. Era Orde Lama
Era orde lama ditandai dengan dikeluarkannya dekrit presiden pada tanggal
5 juli 1959.
Pada masa itu berlaku demokrasi terimpin. Setelah menetapkan berlakunya
kembali UUD 1945, presiden soekarno meletakan dasar kepemimpinannya.
Yang dinamakan demokrasi terimpin yaiutu demokrasi khas Indonesia yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan. Demokrasi
terimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung di
dalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin
oleh kepentingan-kepentingan tertentu.
Pada masa pemerintahan orde lama, kehidupan politik dan pemerintah
sering terjadi penyimpangan yang sering dilakukan presiden dan juga
MPRS yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya
pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat
pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya
dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan. Selain itu, muncul
pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga
situasi politik, keamanan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak
dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang
sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI
memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui surat perintah 11
Maret 1969 (supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang
diperlukan bagi terjaminnya keamanan,ketertiban dan ketenangan serta
kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirya supersemar tersebut dianggap
sebagai awal masa orde baru.
Kajian kesimpulan pada era orde lama
a. Kelebihan
1. Munculya aksi-aksi positif dari masyarakat sebagai bentuk demokrasi.
b. Kekurangan
1. Munculnya komunisme dan liberalisme.
2. Meletusnya pemberontakan G 30 S/PKI.
3. Sering jatuhnya kabinet
4. Penyimpangan terhadap UUD dan Pancasila yang ironisnya dilakukan
oleh Presiden Indonesia sendiri.
c. Kesimpulan dan solusi
Pada masa orde lama ini banyak terjadi penyimpangan dalam badan UUD
dan Pancasila. Juga terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan seperti
munculnya liberalisme dan komunisme. Puncaknya yaitu saat G 30 S/PKI
dan pemerintah dinilai tidak mampu mengatasinya sehingga presiden
Soekarno memberikan mandat kepada jendral soehartountuk mengambil
tindakan.

D. Era Orde Baru


Era orde baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang
paling stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka,
layaknya keadaan dewasa ini. Stabil yang di iringi dengan maraknya
pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan,
menimbulkan romantisme dari banyak kalangan.
Di era orde baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas
dari keberadaan Pnacasila. Pencasila menjadi alat bagi pemerintah untuk
semakin menancapka kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-
agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada
rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang
mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa pemerintah di era orde baru sendiri
terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar
negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal
tersebut, penanaman nilai-nilai pancasila di era orde baru juga dibarengi
dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antar
warga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan
budaya gotong royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai
tersebut dapat dilihat dari penggunaan pancasila sebagai asas tungagl dalam
kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi,
apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas,
perkumpulan, dan sebagainya haruslah menggunakan pancasila sebagai asas
utamanya.
Di era orde baru, terdapat kebijakan pemerintah terkait penanaman nilai-
nilai pancasila, yaitu pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila (P4).
Materi penataran P4 bukan hannya pancasila, terdapat juga materi lain
seperti UUD 1945, garis-garis besar hukum negara (GBHN), wawasan
nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme
dan patriotisme. Kebijakan itu disosialisasikan pada seluruh komponen
bangsa sampai lewel bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru
sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah atas (SMA), yang
lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga wilayah kerja.
Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan Penyelenggara
Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7)
dengan metode indoktrinasi.
Visi orde baru pada saat itu adalah mewujudkan tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib pancasila dan
UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan odre baru dalam
hal mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-akan ukurannya hanya satu:
sesuatu diangga benar kalau haltersebut sesuai dengan keingunan penguasa,
sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendaknya. Sikap
politik masyarkat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam
prakteknya malah dengan mudahnya dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan
dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah.
Akibatnya, bukan nilai-nilai pancasila yang meresap dalam kehidupan
masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat.
Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak
disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak
masyarakat pun tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi
dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.
Pada era orde baru sebagai era “dimanis-maniskannya” pancasila. Secara
pribadi, soeharto seringkali menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan
pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya
terhadap pancasila. Ketika soeharto memberikan pidato dalam peringatan
hari lahirnya pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan pancasila
sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh,
elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, soeharto menyatakan
pancasila sebagai “tuntunan hidup”, “sumber tertib negara” dan
“sumbertertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam kongres pemuda
anggal 28 Oktober 1974, soeharto menyatakan, “pancasila janganlah
hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” dapat
dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknannya selain pancasila di
Indonesia, pada saat itu, dan dalam era orde baru.
Meskipun dianggap pancasila hal yang paling luhur dan diagung-agungkan,
pada tahun-tahun akhir pemerintahan presiden soeharto malah banyak
timbul KKN dan meningkatnya inflansi. Hutang indonesia semakin banyak
dan ekonomi pun terpuruk. Puncaknya yaitu Mei 1998 yang akhirnya
menyebabkan presiden soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh
wakilnya B.J. Habibie.
Kajian kesimpulan pada era orde baru
a. Kelebihan
1. Pancasila betul-betul dilaksanakan secara nyata.
2. Pada awal-awal, ekonomi Indonesia sangat kuat.
3. Membangun irigasi.
4. Membentuk badan PPL.
b. Kekurangan
1.Pancasila hanya dijadikan kedok “pembenaran” pembangunan yang
dilakukan
2. Adanya politisasi pancasila
3. Semaraknya KKN
4. Tdak mampu menguasai pimpina negara
5. Terbatasnya kebebasan berpendapat (pers)
c. Kesimpulan dan solusi
Meskipun pada awalnya pancasila begitu diagung-agungkan, dan masa orde
baru ini menunjukan kinerja positif, tetapi lama kelamaan hanya menjadi
alat untuk orang yang berkepentingan. Sehingga Indonesia mencapai masa
terburuk pada tahun 1998. Peristiwa lengsernya soeharto membawa
Indonesia pada era reformasi.

E. Era Reformasi
Memahami peran pancasila dari era reformasi khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar
setiap warga Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya
memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan
fungsi pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi
kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai
dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai negara hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dalam
kaitannya dalam pengembangan hukum, pancasila harus menjadi
landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak
boleh bertentangan dengan sila-sila pancasila. Substansi produk hukumnya
tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik
mengantung arti bahwa nilai-nilai pancasila sebagai wujud cita-cita
Indonesia merdeka di implementasikan sebagai berikut :
a. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan
politik, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan
keputusan.
c. Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.
d. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan
pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.
e. Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke
Tuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung
pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara rill dan
sistematis dalam kehidupan nyata.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan
mengandung pengertian bahwa pancasila adalah etos budaya persatuan.
Oleh karena itu semboyan Bhineka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD
1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya
menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat di perlukan sebagai
landasa media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa
Indonesia adalah sebagai baha persatuan.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang hankam, maka
paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI
telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya
dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.
Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan, dengan memasuki
kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang
diletakan di atas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan
arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan
aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas
manusia yang tak mengenal titik henti dalam upaya untuk mencari dan
menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang
secara utuh, dalam dimensinya sebagai proses menggambarkan suatu
aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi,
imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi
mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk,
adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya
ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik.
Epistimologi, yaitu bahwa pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah
didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta
kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis, yaitu bahwa dengan
menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek
pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan
dengan pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-
nilai ideal pancasila.
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara
cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang
melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini,
bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia.
Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mandasar, maka
semakin terasa orgensinya untuk menjadi pancasila sebagai dasar negara
dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan
kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak
menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya
reposisi pancasila yaitu reposisi pancasila sebagai dasar negara yang
mengandung makna pancasila harus diletakan dalam keutuhannya dengan
pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang
melekat padanya.
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya
dikonkritisasikan sebagai cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nlai-nilai yang bersifat
“sein im sollen dan sollen im sein”.
Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah
sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta
kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat
guna melihat hari depan secara prospektif.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa pancasila bukanlah barang jadi yang
sudah selesai dan dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan
terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang
terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai
hakikinya pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai
penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer
seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh
dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan
legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamanya karena rejim orde
lama dan orde baru menempatkan pancasila sebagai alat kekuasaan yang
otorier.
Terlepas dari kelemahan masa lalu,sebagai konsensus dasar dari
berdirinya bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah
pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten,
integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Kajian kesimpulan pada era reformasi
a. Kelebihan
1. Munculnya kebebasan pers
2. Kembalinya jatidiri bangsa Indonesia
b. Kekurangan
1. Masih banyak system yang berantakan
2. Kurangnya penanaman nilai-nilai pancasila.
3. Menjamurnya globalisasi
c. Kesimpulan dan solusi
Seiring berjalannya waktu hingga kini, demokrasi di Indonesia masih juga
diwarnai dengan politisasi uang. Sehingga percuma ada demokrasi.
Demokrasi sudah hampir mati. Kurangnya juga penanaman nilai-nilai
pancasila dalam diri anak, sehingga tidak ada rasa cinta pada tanah air.
Solusinya, kita sebagai generasi muda harus berjuang memajukan Negara
ini dengan Pancasila sebagai pedoman dan pembimbing kita.
BAB III
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

A. Perumusan Dasar Negara Pancasila


1. Keadaan berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia
Pada tahun 1942 Jepang telah mengakhiri penjajahan Belanda di Indonesia
selama kurang lebih tiga setengah abad, dan pada tahun itu pula mulailah masa
penjajahan Jepang atas tanah air kita. Penjajahan Jepang yang membawa
penderitaan lahir dan batin pada rakyat Indonesia, telah menimbulkan kebencian
dan telah memupuk rasa persatuan di kalangan bangsa Indonesia.
Jepang membujuk para pemimpin Indonesia supaya mau bekerja sama
dengan mereka untuk kepentingan perangnya melawan sekutu. Karena bujukan
yang memaksa itu, para pemimpin kita mau memenuhi permintaannya, di samping
kesempatan itu dipergunakan untuk menggalang persatuan bangsa sehingga
menjadi kooh dan menyiapkan rakyat untuk perjuangan selanjutnya.
Pemimpin-pemimpin kita mendesak Pemerintahan Pendudukan Jepang agar
segera memedekakan Indonesia, atau setidak-tidaknya diambil tindakan, langkah-
langkah, dan usaha-usaha konkret untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Pemerintah Jepang yang menyadari bahwa kedudukan mereka semakin
terdesak oleh sekutu, tidak dapat menghindari tuntutan pemimpin-pemimpin kita
untuk mewujudkan Indonesia Merdeka, walaupun Jepang mengusahakan agar
Indonesia merdeka itu tetap berada dalam lingkungan Asia Timur Raya di bawah
pimpinan Pemerintah Pusat Jepang. Pemerintah Jepang di Indonesia mengetahui
bergeloranya semangat kebangsaan di dalam dada pemimpin-pemimpin bangsa
Indonesia, oleh karena itulah mereka mulai memperhatikan usul-usul dan desakan-
desakan pemimpin-pemimpin kita.
2. Kedudukan penjajah Jepang di Indonesia pada akhir tahun 1944
Untuk menarik hati bangsa Indonesia, maka pada tanggal 7 September 1944
Pemerintah Balatentara Jepang mengeluarkan janji “kemerdekaan Indonesia di
kemudian hari”.
Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa Teikoku Gikai
(Parlemen Jepang) ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Koiso (pengganti Perdana
Menteri Tojo) mengumumkan tentang pendirian pemerintah Kemaharajaan Jepang
bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di kemudian
hari. Apa yang sebenarnya menyebabkan dikeluarkannya pernyataan tersebut
adalah karena semakin terjepitnya angkatan perang Jepang. Pada bulan Juli 1944,
kepulauan Saipan yang letaknya strategis, jatuh ke tangan Amerika yang
menimbulkan keguncangan dalam masyarakat Jepang.
Faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan jatuhnya
Kabinet PM Tojo pada tanggal 17 Juli 1944 dan diangkatlah Jenderal Kuniaki
Koiso sebagai penggantinya. Salah satu langkah yang diambilnya guna
mempertahankan pengaruh Jepang diantara penduduk negeri-negeri yang
didudukinya ialah dengan cara mengeluarkan pernyataan “Janji Kemerdekaan
Indonesia di kemudian hari”. Dengan cara demikian Jepang mengharapkan bahwa
Tentara Serikat akan disambut oleh penduduk, tidak sebagai pembebas rakyat,
melainkan sebagai penyerbu ke negara merdeka.
3. Saat-saat kejatuhan Jepang di Indonesia
Pada tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul mundurnya angkatan
perang Jepang dari Irian Timur, Kepulauan Salomon, dan Marshall oleh angkatan
perang Serikat, maka seluruh garis pertahanan di Pasifik terancam dan berarti
kekalahan Jepang telah terbayang. Kemudian Jepang menghadapi serangan Serikat
atas kota-kota Ambon , Makasar, Manado dan Surabaya; bahkan tentara Serikat
telah pula mendarat di pelabuhan kota minyak seperti Balikpapan.
Menghadapi situasi yang kritis itu, pemerintah militer Jepang di Jawa di
bawah pimpinan Saiko Syikikan, Kumakici Harada pada tanggal 1 Maret 1945,
telah mengumumkan pembentukan suatu Badan untuk Menyelidiki Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan menjadi Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan
disingkat BPPK (Dokuritsu Junbi Cosakai), tindakan itu merupakan langkah
konkret pertama bagi terpenuhinya janji Koiso tentang “Kemerdekaan Indonesia
kelak di kemudian hari”. Maksud dan tujuannya ialah untuk mempelajari dan
menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi,
tata pemerintahan dan lain-lainnya, yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan
negara Indonesia merdeka.
4. Tentang BPPK
Susunan pengurus BPPK terdiri atas sebuah Badan Perundingan dan Kantor
Tata Usaha. Badan Perundingan terdiri atas seorang Kaico (Ketua), 2 orang Frikir
Kaico (Ketua Muda), 60 orang lain (anggota), termasuk 4 orang golongan Cina dan
golongan Arab serta seorang golongan peranakan Belanda.
Terdapat pula 7 orang anggota Jepang, yang duduk dalam pengurus
istimewa yang akan menghadiri setiap sidang tetapi mereka tidak mempunyai hak
suara. Pengangkatannya diumumkan pada tanggal 29 April 1945, di mana yang
diangkat sebagai Kaico bukanlah Ir. Soekarno yang saat ini dikenal sebagai
pemimpin nasional utama, tetapi Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat.
Pengangkatan itu disetujui oleh Ir. Soekarno yang menganggap bahwa
kedudukannya sebagai seorang anggota biasa dalam badan tersebut akan lebih
mempunyai kemungkinan besar untuk turut aktif di dalam perundingan. Sedangkan
sebagai Fuku Kaico kedua, pertama dijabat oleh orang Jepang yakni Syucokan
Cirebon, Ichibangase dan R. Surowo (Syucokan Kedua). Dokuritsu Junbi Cosakai
dengan dibantu oleh Toyohiko Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.
Pada tanggal 28 Mei 1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, bertempat di gedung Cuo
Singapura) dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenam belas di Jawa)
menghadiri sidang tersebut. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara
pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul
dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa
tersebut telah membangkitkan semangat para anggota dalam usaha
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Anggota Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) seluruhnya
berjumlah 60 orang bangsa Indonesia, di antaranya 4 orang keturunan Cina,
seorang keturunan Belanda dan seorang keturunan Arab; mereka itu antara lain : Ir.
Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. Mohammad Yamin, Mr.Dr. Kusuma
Atmaja, Ki Hajar Dewantoro, KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Prof. Mr.
Dr. R.M. Soepomo, Mr. Latuharhary, Mr. Achmad Subarjo, Otto Iskandar Dinata,
Mr. A.A. Maramis, Drs. Yap Tjwan Bing, Liem Koen Hian, A. Baswe dan lain-
lain.
1. Masa sidang BPPK
Badan penyelidikan ini terdiri atas dua bagian, yaitu Bagian Perundingan
yang diketuai oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat dan Bagian Tata Usaha yang
diktuai oleh R.P. Soeroso sedang wakilnya Mr. A.G Pringgodigdo.
Masa-masa sidang meliputi:
a. Masa Sidang I: tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945
b. Masa Sidang II: tanggal 10 Juli s/d 16 Juli 1946
Dalam salah satu sidang BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 telah diadakan
pembicaraan tentang dasar-dasar negara Indonesia Merdeka. Dalam sidang ini
seorang anggota BPPK (Ir. Soekarno) mengucapkan sebuah pidato yang pada
pokoknya mengusulkan dan menegaskan dasar-dasar negara Indonesia Merdeka.
Dasar negara, yakni dasar untuk di atasnya didirikan Indonesia Merdeka
haruslah kokoh kuat sehingga tak mudah ditumbangkan. Dijelaskan selanjutnya
bahwa dasar negara itu hendaknya, “jiwa, pikiran-pikiran yang sedalam-dalamnya,
hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia
Merdeka yang kekal dan abadi”.
Dasar negara Indonesia itu hendaknya mencerminkan kepribadian
Indonesia dengan sifat-sifat yang mutlak ke-Indonesiaannya dan selain itu terdapat
pula mempersatukan seluruh bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku,
aliran, dan golongan penduduk.
2. Rumusan Pancasila yang pertama.
Berdasarkan alam pemikiran tersebut Ir. Soekarno mengemukakan dan
sekaligus mengusulkan lima prinsip (asas) yang sebaik-baiknya dijadikan dasar
negara Indonesia Merdeka, yakni:
a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme atau perikemanusiaan
c. Mufakat atau demokrasi
d. Kesejahtraan sosial
e. Ketuhanan
Setelah mengusulkan kelima prinsip tersebut, Ir. Soekarno kemudian
menegaskan lagi sebagai berikut:
“Dasar-dasar negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma?
Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang
kita membicarakan dasar. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini
dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Pancasila. Sila
artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara
Indonesia kekal dan abadi”.
Pancasila menurut tata bahasa ialah Lima Dasar. Panca berarti lima, sedangkan Sila
berarti dasar kesusilaan.
3. Pancasila dirumuskan secara resmi dan sah
Pancasila yang dibahas, dirumuskan, dan disepakati oleh para pendiri
negara dalam rangka membentuk sebuah negara nasional, yaitu negara kesatuan
Republik Indonesia. Oleh karena Pancasila dirumuskan dan diputuskan dalam
sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), nilai-nilai dasar
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila tersebut secara lahiriah merupakan hasil
mufakat para anggota kedua badan tersebut. Para anggota kedua badan tersebut
adalah tokoh-tokoh pergerakan nasional yang terkemuka bdan didukung oleh
seluruh rakyat Indonesia.

B. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia


 Arti pandangan hidup
Setiap bangsa yang ingin berdiri kukuh dan mengetahui dengan jelas kearah
mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan
pandangan hidup bangsa inilah suatu bangsa akan memandang persoalan yang
dihadapinya dan menentukan arah serta memecahkannya secara tepat. Tanpa
memiliki pandangan hidup, suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam
menghadapi persoalan besar yang timbul, baik persoalan masyarakatnya sendiri
maupun persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa
di dunia.
Dengan pandangan hidup bangsa yang jelas, suatu bangsa akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan masalah politik,
ekonomi, sosial budaya, hukum, dan hankam, yang timbul dalam gerak masyarakat
yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula, suatu
bangsa akan membangun dirinya.
 Nilai-nilai yang terkandung dalam pandangan hidup
Dalam pandangan hidup bangsa terkandung konsepsi dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan, terkandung dasar pikiran terdalam, dan gagasan
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pandangan hidup bangsa adalah
kristalisasi dan institusionalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki, yang diyakini
kebenarannya, dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya. Karena itulah,
dalam melaksanakan pembangunan nasional, misalnya, suatu bangsa tidak dapat
begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain, tanpa
menyesuaikannya dengan pandangan hidup dan kebutuhan bangsa sendiri. Suatu
corak pembangunan yang baik dan memuaskan bagi suatu bangsa belum tentu baik
atau memuaskan bagi bangsa yang lain. Karena itulah, pandangan hidup suatu
bangsa merupakan hal yang sangat asasi bagi kekukuhan dan kelestariannya.
Agar memperoleh dukungan seluruh rakyat, pandangan hidup bangsa harus
berakar pada nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh seluruh lapisan
masyarakat yang menjadi unsur rakyat itu. Ringksnya, pandangan hidup bangsa
harus berakar pada pandangan hidup masyarakat.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa juga didukung oleh setiap warga
negara karena Pancasila yang dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar 1945 serta
peraturan perundang-undangan lainnya menghgormati serta menjamin hak serta
martabat kemanusiaannya.

C. Pancasila sebagai dasar negara kesatuan Republik Indonesia


1. Pancasila adalah dasar negara RI
Pancasila tidak hanya merupakan pandangan hidup bangsa tetapi juga
merupakan dasar negara, yaitu sumber kaidah hukum konstitusional yang mengatur
negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya, yaitu rakyat, wilayah,
dan pemerintah. Pancasila sebagai dasar negara juga dapat disebut sebagai ideologi
negara.
Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara
hukum. Seluruh tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan Pancasila
sebagai kaidah hukum konstitusional, pada dasarnya tidak berlaku dan harus
dicabut. Sebagai dasar negara, Pancasila telah terkait dengan struktur kekuasaan
secara formal.
Sebagai dasar negara, Pancasila meliputi suasana kebatinan atau cita-cita
hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik berupa hukum dasar tertulis
yang berwujud undang-undang dasar maupun berupa hukum dasar tidak tertulis
yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara.

D. Negara Pancasila sebagai Negara Kebangsaan


1. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan tidaklah diumumkan atas persetujuan balatentara
Jepang, tetapi atas desakan rakyat Indonesia sendiri, yang diwakili oleh para
pemuda. Pada tanggal 16 Agustus dini hari, Ir. Soekarno sekeluarga serta Drs.
Moh. Hatta dibawa oleh beberapa perwira PETA atas prakarsa para pemuda ke
Rengasdengklok, Karawang yaitu markas kompi PETA agar kedua pemimpin
bangsa itu dapat meneruskan pimpinan pemerintah Republik Indonesia dari sana
karena rakyat akan menyerbu kota Jakarta untuk melucuti Jepang. Malam harinya
para pemimpin ini kembali ke Jakarta dan menyelenggarakan rapat PPKI. Namun,
PPKI dilarang oleh pemerintah balatentara Jepang mengadakan rapat persiapan
pengumuman kemerdekaan, karena sejak tanggal 14 Agustus 1945, Iepang yang
telah kalah perang mendapat perintah dari pemerintahan militer Sekutu untuk tetap
mempertahankan status quo, dan sama sekali tidak boleh mengadakan perubahan
ketatanegaraan apa pun.
Kenyataan di atas jelas menunjukan bahwa sejak malam tanggal 16 Agustus
itu, semua janji Jepang untuk memerdekakan Indonesia telah batal. Sejak saat itu,
bangsa Indonesia mengambil keputusan untuk menentukan nasib di tangannya
sendiri. Hal ini membuktikan bahwa kemerdekaan kita bukan hadiah Jepang.
Untuk lebih menunjukan bahwa PPKI adalah sebuah badan yang bersifat nasional,
Ketua menambahkan jumlah anggota PPKI dari 21 menjadi 27 orang.
2. Sejarah penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Teks proklamasi disusun dan disetujui serta ditandatangani oleh Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia, menjelang dini hari
tanggal 17 Agustus 1945, dan dibacakan Ir. Soekarno pada hari Jum’at tanggal 17
Agustus 1945 di halaman rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta,
didahului dengan suatu pidato singkat. Bunyi pidato singkat dan proklamasi itu
sebagai berikut:
“Saya telah minta saudara-saudara hadir di sini untuk menyaksikan
peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa
Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus
tahun! Gelombang aksi untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada
turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita.
Juga di dalam zaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan
nasional tidak berhenti-henti. Di dalam zaman Jepang kita nampaknya saja
menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun
tenaga kita sendiri, tetap kita percaya kepada kekuatan kita sendiri. Sekarang
tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan tanah air dalam
tanggan sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tanggannya
sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya.
Maka kami tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-
pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia-sekata
berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan
kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu.
Dengarkanlah Proklamasi kami:

Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-
hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dan lain-lain, diselenggarakan
dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno/Hatta.

Demikianlah Saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada


satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita
menyusun negara kita: “Negara Merdeka. Negara Republik Indonesia, Merdeka
kekal dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu”.

3. Masalah pada pembentukan Pembukaan UUD 1945


Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari, datanglah “utusan” dari
masyarakat Indonesia Bagian Timur, yang berada dalam wilayah kekuasaan
angkatan laut Jepang,menghadap Drs. Moh. Hatta. Mereka menyatakan bahwa
rakyat di daerah itu sangat berkeberatan terhadap bagian kalimat dalam
rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar yang berbunyi “Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Dengan semangat persatuan, keesokan hari menjelang Sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945, hal yang pelik ini
dapat diselesaikan oleh Drs. Moh. Hatta bersama empat anggota PPKI, yaitu K.H.
Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr.
Teuku M. Hasan. Kesemuanya adalah tokoh-tokoh yang beragama Islam yang
menyetujui dicoretnya tujuh kata tersebut dan diganti dengan “Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 tersebut Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia telah sah ditetapkan pleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Dengan pengesahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar negara telah merupakan perjanjian
luhur dari seluruh bangsa. Dalam sidang ini pula dipilih Presiden dan Wakil
Presiden kita yang pertama, yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta.

4. Tentang kemerdekaan beragama di Indonesia


Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar tersebut telah memberikan sifat khas kepada Negara Kebangsaan Indonesia,
yang bukan negara sekuler dan juga bukan negara agama. Negara kebangsaan
Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara kebangsaan yang memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita rakyat yang
luhur, yang berarti bahwa negara menjunjung tinggi manusia sebagai pribadi
dengan segala hak dan kewajibannya.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena agama dan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa pada hakikatnya adalah suatu keyakinan batin yang terjamin dalam
hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan. Memang agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri tidak memaksa seseorang untuk memeluk dan
menganutnya. Dengan perkataan lain, negara menjamin kemerdekaan setiap
penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu. Kebebasan agama dan kebebasan beragama merupakan salah
satu hak asasi yang paling asasi karena langsung bersumberkan martabat manusia
sebagai pribadi dan sebagai mahluk ciptaan Tuhan, dan karena itu, bukanlah
pemberian negara, bukan pula pemberian golongan. Hak dan kebebasan itu
merupakan pilihan pribadi masing-masing manusia, yang disertai dengan tanggung
jawab pribadi. Setiap umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa menggali kehidupan spiritualnya dan dalam masing-masing agama dan
kepercayaannya. Negara wajib memelihara budi pekerti yang luhur dari setiap
warga negara pada umumnya dan dari penyelenggara negara pada khususnya,
berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

E. Paham Negara Persatuan


1. Tiga teori tentang pengertian Negara
Uraian pandangan integralistik dalam ketatanegaraan Indonesia, kita
bertolak dari pidato Prof. Mr. Dr. R. Soepomo dalam rapat Badan Penyelidik
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPPK) pada tanggal 31 Mei 1945. Dalam
pidato tersebut dikemukakan 3 aliran pikiran atau teori tentang pengertian negara
(staatside) yang penting dalam mempertimbangkan dan menetapkan dasar negara.
Ketiga aliran pikiran atau teori itu adalah: (a) Teori perseorangan atau teori
individualistik
(b) Teori golongan atau teori kelas (class theory), dan
(c) Teori persatuan
Ad. A. Teori perseorangan atau teori integralistik
Teori integralistik dipelopori oleh:
1) Thomas Hobbes (1588-1679)
2) John Lock (1632-1679)
3) Jean Jacques Rousseau (1712-1779)
4) Herbert Spencer (1820-1903)
5) Harold Josep Laski (1893-1950)
Teori individualistik ini mengajarkan bahwa negara adalah masyarakat
hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara seluruh perorangan dalam
masyarakat itu (contract social). Teori individualistik ini diterapkan di negara-
negara Eropa Barat dan Amerika.
Ad. B. Teori golongan atau teori kelas.
Teori golongan atau teori kelas dipelopori oleh:
1) Karl Marx (1818-1883)
2) Friedrich Engels (1820-1895)
3) Lenin (1870-1924)
Teori golongan atau teori kelas ini menganggap bahwa negara adalah alat
dari suatu golongan (kelas) untuk menindas kelas lain. Kelas atau golongan
ekonomi kuat menindas ekonomi lemah. Golongan borjuis menindas golongan
proletar (kaum buruh). Oleh karena itu Marx menganjurkan revolusi politik dari
kaum buruh untuk merebut kekuasan negara agar kaum buruh dapat ganti menindas
kaum borjuis. Teori golongan ini diterapkan di negara-negara komunis dalam
bentuk diktator proletariat. Baik teori negara individualistik maupun teori negara
golongan tidak sesuai diterapkan di Indonesia yang berfalsafah Pancasila.
Ad. C. Teori Persatuan
Teori persatuan dipelopori oleh:
(a) Benedict de Spinoza (1632-1677)
(b) Adam Heirich Muller (1779-1829)
(c) George Friedrich Wilhelm Hegel (1770-1831)
Teori persatuan mengajarkan bahwa negara ialah suatu susunan
masyarakat yang integral; segala golongan, segala bagian, segala anggotanya
berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang
organis. Dalam aliran pikiran persatuan ini negara tidak memihak kepada suatu
golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan
seseorang menjadi pusat, tetapi menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya
sebagai persatuan yang tak dapat dipisahkan; yang terpenting adalah penghidupan
bangsa seluruhnya.
1. Pidato Prof. Mr. Dr. Soepomo tanggal 31 Mei 1945
Adapun sebagian Pidato Soepomo tanggal 31 Mei 1945 adalah sebagai
berikut:
“Maka sekarang saya hendak membicarakan dasarnya Negara Indonesia
Merdeka.”Negara” menurut dasar pengertian (Staatsidee) apa?”
Sebagian tuan-tuan telah mengetahui, dalam ilmu negara, kita mendapati
beberapa teori, beberapa aliran pikiran tentang negara. Marilah dengan singkat kita
meninjau teori-teori negara itu.
a. Ada suatu aliran pikiran yang menyatakan, bahwa negara itu terdiri atas
dasar teori perseorangan, teori individualistis, sebagai diajarkan oleh
Thomas Hobbes dan John Lock (abad ke-17), Jean Jacques Rousseau
(abad ke-18), Herbert Spencer (abad ke-19), H.J. Laski (abad ke-20).
Menurut aliran pikiran ini negara ialah masyarakat hukum (legal
society) yang disusun atas kontrak antara seluruh orang dalam
masyarakat itu (contract social). Susunan hukum negara yang berdasar
individualisme terdapat di negeri Eropa Barat dan Amerika.
b. Aliran pikiran yang lain tentang negara ialah teori golongan dari negara
(class theory) sebagai diajarkan oleh Marx, Engels, dan Lenin. Negara
dianggap sebagai alat dari suatu golongan (suatu kelas) untuk menindas
kelas lain. Negara ialah alat golongan yang mempunyai kedudukan
ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan-golongan lain,
yang mempunyai kedudukan yang lemah. Negara kapitalis ialah
perkakas bourgeoisi (borjuis) untuk menindas kaum buruh. Oleh karena
itu, para Marxis menganjurkan revolusi politik dari kaum buruh untuk
merebut kekuasaan negara agar kaum buruh dapat ganti menindas kaum
borjuis.
c. Aliran pikiran lain lagi dari pengertian negara ialah, teori yang dapat
dinamakan teori persatuan yang diajarkan Spinoza, Adam Muller,
Hegel, dan lain-lain (abad ke-18 dan ke-19). Menurut pikiran ini negara
ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan
tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.
Negara ialah suatu susunan masyarakat yang bersatu, segala bagian
anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan
masyarakat yang organis. Yang penting dalam negara berdasar aliran
pikiran persatuan ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Namun tidak
memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling
besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan
tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai
persatuan yang tak dapt dipisah-pisahkan.
Teori ini mengemukakan bahwa negara adalah susunan masyarakat yang
bersatu yang erat antara semua golongan. Semua bagian dari seluruh anggota
masyarakat merupakan persatuan masyarakat yang organis. Teori persatuan
mengutamakan kepentingan masyarakat sebagai suatu kesatuan. Teori persatuan
mengajarkan bahwa negara tidak memihak suatu golongan atau kelas yang kuat,
tidak pula menganggap kepentingan pribadi yang harus diutamakan, melainkan
kepentingan dan keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisah-pisahkan yang perlu diutamakan. Negara persatuan merupakan
negara yang bersatu dengan rakyatnya; negara yang mengatasi seluruh golongan
dalam segala bidang.
2. Teori Persatuan dari Soepomo
Teori persatuan mengupayakan terbentuknya keseimbangan lahir dan batin
dari semua unsur-unsur tersebut. Semangat kekeluargaan, gotong royong, dan
tolong menolong dalam masyarakat Indonesia mencerminkan berkembangnya
pandangan persatuan dalam masyarakat Indonesia. Pada kenyataannya, teori ini
telah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Sebagai contoh,
lembaga-lembaga ketatanegaraan adat di desa-desa. Para pemimpin bersatu dengan
rakyat dan para pemimpin senantiasa berpegang teguh untuk menciptakan kesatuan
dan keseimbangan masyarakat yang dipimpinnya. Para pemimpin selalu
bermusyawarah dengan rakyat senantiasa tetap terpelihara.

3. Hubungan Teori Persatuan dengan Pancasila


Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat utuh dari kelima silanya.
Masing-masing sila tidak dapat dipahami dan diberi arti secara tersendiri terpisah
dari keseluruhan sila-sila lainnya. Ini menggambarkan adanya paham persatuan.
Sila Persatuan Indonesia (sila III Pancasila) menegaskan (mencerminkan)
perwujudan paham persatuan dalam tata kenegaraan kita. Sila III ini tercermin
dalam pokok pikiran pertama yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang
berbunyi sebagai berikut:
“Negara” begitu bunyinya “melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Penjelasan UUD
1945)”.

BAB IV
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
A. Pengertian Ideologi
Kata ideologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu idea
(oidea) pengertian, kata, dan ilmu. Jadi, ideologi berarti kumpulan ide atau
gagasan, pemahaman-pemahaman, pendapat-pendapat, atau pengalaman-
pengalaman.
Istilah ideologi dicetuskan oleh Antoine Destut de Tracy (1754-1836),
seorang ahli filsafat Prancis. Menurutnya, ideologi merupakan cabang filsafat yang
disebut science de ideas (sains tentang ide). Pada tahun 1796, ia mendefinisikan
ideologi sebagai ilmu tentang pikiran manusia, yang mampu menunjukan jalan
yang benar menuju masa depan. Dengan begitu, pada awal kemunculannya,
ideologi berarti ilmu tentang terjadinya cita-cita, gagasan, dan buah pikiran.
Dalam perkembangannya, ideologi didefinisikan sebagai berikut;
1. Menurut Descartes
Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia
2. Machiavelli
Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh
penguasa.
3. Thomas Hobbes
Ideologi adalah seluruh cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar
dapat bertahan dan mengatur rakyatnya.
4. Francis Bacon
Ideologi adalah paduan atau gabungan pemikiran mendasar dari konsep
hidup
5. Karl Marx
Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesataraan dan kesejahtraan
bersama dalam masyarakat.
6. Napoleon
Ideologi adalah keseluruhan pemikiran politik dari musuh-musuhnya.
7. Dr. Hafidh Shaleh
Ideologi adalah suatu pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi
rasional, yang meliputi aqidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan
manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi
metode untuk menjabarkan ide dan jalan keluarnya, metode
mempertahankannya, dan metode menyebarkannya ke seluruh dunia.
8. Menurut The American Heritage dan Dictionary of The English Language,
Fourth Edition
Ideologi adalah sekumpulan ide yang mencerminkan kebutuhan-kebutuhan,
harapan, dan tujuan sosial dari individu, kelompok, golongan atau budaya.
Ideologi adalah sekumpulan ajaran atau kepercayaan yang membentuk
dasar-dasar politik, ekonomi, dan sistem-sistem lain.
9. Menurut Radom House Unabridged Dictionary
Ideologi adalah sekumpulan ajaran, cerita suatu bangsa, kepercayaan dan
lain-lain yang menuntut individu, gerakan sosial, institusi, golongan, atau
kelompok yang besar.
10. Menurut Prof. Lowenstein
Ideologi adalah suatu penyelarasan dan penggabungan pola pikiran dan
kepercayaan, atau pemikiran bertukar menjadi kepercayaan, penerangan
sikap manusia tentang hidup dan kehadirannya dalam masyarakat dan
mengusulkan suatu kepemimpinan dan menyeimbangkannya berdasarkan
pemikiran dan kepercayaannya itu.
11. Menurut Sastrapratedja
Ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada
tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. Ideologi
adalah ilmu yang berkaitan dengan cita-cita, yang terdiri atas seperangkat
gagasan-gagasan atau pemikiran manusia mengenai soal-soal cita politik,
doktrin atau ajaran, nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
12. Menurut Frans Magnis Suseno
Ideologi merupakan segala kelompok cita-cita nilai dasar dan keyakinan-
keyakinan yang dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam arti
sempit ideologi merupakan gagasan atau teori menyeluruh tentang makna
hidup dan bertindak.
13. Menurut W. White
Ideologi adalah soal cita-cita politik atau ajaran dari suatu lapisan
masyarakat atau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan
Notonegoro sebagaimana dikutif oleh Kaelan mengemukakan bahwa
ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi
suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada
hakikatnya merupakan asas kerohanian yang memiliki ciri sebagai berikut; (a)
Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai
nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan. (b) Mewujudkan suatu asas kerohanian,
pandangan dunia, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan,
diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan, dan
dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Berdasarkan uraian tersebut, ideologi dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Nilai yang menentukan seluruh hidup manusia.
2. Gagasan yang diatur dengan baik tentang manusia dan kehidupannya.
3. Kesepakatan bersama yang memuat nilai dasar masyarakat dalam suatu
negara.
4. Pembangkit kesadaran masyarakat akan kemerdeklaan dalam melawan
penjajah.
5. Gabungan antara pandangan hidup yang merupakan nilai-nilai dari suatu
bangsa serta dasar negara yang memiliki nilai-nilai falsafah yang menjadi
pedoman hidup suatu bangsa.
Ideologi merupakan gambaran dari hal-hal berikut.
a. Sejauh mana masyarakat berhasil memahami dirinya sendiri.
b. Lukisan tentang kemampuannya memberikan harapan kepada berbagai
kelompok atau golongan yang ada pada masyarakat untuk mempunyai
kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk membangun masa depan
yang lebih cerah.
c. Kermampuan mempengaruhi sekaligus menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
Mengapa ideologi perlu dimiliki oleh setiap negara? Karena ideologi
digunakan negara sebagai landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan
kejadian-kejadiannya dalam alam sekitarnya. Ideologi membantu suatu negara
dalam bernegara. Selain itu, ideologi juga berguna sebagai bekal dan jalan suatu
negara untuk menemukan identitasnya. Ideologi merupakan sebuah kekuatan yang
mampu menyemangati dan mendorong negara untuk menjalankan kegiatannya dan
mencapai tujuan negara.

B. Sifat Ideologi
Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealisme,
dan dimensi fleksibilitas.
1. Dimensi Realitas:
Nilai yang terkandung dalam dirinya, bersumber dari nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga mereka
betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah
milik mereka bersama. Pancasila mengandung sifat dimensi realitas ini
dalam dirinya.
2. Dimensi Idealisme:
Ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin diicapai dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila
bukan saja memenuhi dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan
dimensi realitas.
3. Dimensi Fleksibilitas:
Ideologi itu memberikan penyegaran, memelihara dan memperkuat
relevansinya dari waktu ke waktu sehingga bebrsifat dinamis, demokrastis.
Pancasila memiliki dimensi fleksibilitas karena memelihara, memperkuat
relevansinya dari masa ke masa.

C. Tipe-tipe Ideologi
Ideologi suatu negara terbagi menjadi 2 tipe, yaitu;
a. Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya:
bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan
digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan
keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari
konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja
sehingga tidak langsung operasional.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang bersumber dari pandangan hidup
bangsa. Nilai-nilai yang menjadi ide, gagasan, dan cita-cita yang terkandung di
dalamnya digali dari budaya dan kepribadian bangsa. Ideologi ini dibangun
bersama seluruh rakyat dengan bersumber pada nilai-nilai budaya bangsa sehingga
ideologi ini menjadi milik bersama dan bukan milik kelompok tertentu saja.
b. Ideologi Tertutup
Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya:
merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui
masyarakat; atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan
yangdibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita
tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang
keras, yang diajukan dengan mutlak. Ideologi tertutup adalah ideologi yang
tidak dapat menerima pandangan baru,bersifat beku dan kaku sehingga statis dan
tidak berubah.

Perbedaan ciri ideologi yang bersifat terbuka dan ideologi yang bersifat
tertutup adalah sebagai berikut:
Ciri-ciri Ideologi Terbuka Ciri-ciri Ideologi Tertutup
1) Ideologi terbuka hanya 1) Pemerintahan cendrung
memuat pokok-pokoknya totaliter
saja. 2) Ideologi tertutup bukan cita-
2) Bersifat dinamis dan cita yang selalu hidup dalam
reformatif, yaitu mampu masyarakat, namun cita-cita
mengadaptasi perubahan- dari sekelompok orang yang
perubahan sesuai aspirasi mendasari program
yang muncul. pembaharuan dalam
3) Keterbukaan dalam ideologi masyarakat.
terbuka terbatas pada 3) Adanya ketaatan secara mutlak
instrumennya, bukan pada pada ideologi tersebut.
nilai-nilai dasar yang 4) Penerapan dalam masyarakat
terkandung di dalamnya. dilakukan secara paksaan.
4) Penerapannya tidak perlu 5) Ideologi ditempatkan sebagai
dipaksakan. suatu hal yang sakral dan
penguat kekuasaan.

Pancasila sebagai ideologi terbuka merupakan ideologi yang dapat


berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal. Meskipun
demikian, ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut;
a. Stabilitas nasional yang dinamis
b. Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme, dan komunisme
c. Mencegah perkembangan paham liberalisme
d. Larangan terhadap pandangan ekstrem
e. Penciptaan norma baru harus melalui konsensus

D. Jenis-jenis idologi
Seiring dengan berjalanya waktu, perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, pola pikir serta cara pandang manusia terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara, terdapat berbagai ideologi. Adapun jenis-jenis ideologi yang ada sebagai
berikut.
a. Kapitalisme
Kapitalisme berasal dari kata kapital, yang artinya modal. Kapitalisme
merupakan suatu paham yang menyakini bahwa pemilik modal dapat
melaksanakan usahanya untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.
Kapitalisme memiliki anggapan bahwa modal merupakan satu-satunya unsur untuk
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Modal yang dimaksud antara lain
berupa uang, tanah atau suatu bentuk kekayaan tertentu. Para pengikut kapitalis
menganggap bahwa modal dapat menghasilkan lebih banyak kekayaan.
Kapitalisme mulai muncul pertama kalinya di Eropa, pada abad ke-16
hingga abad ke-19. Pada masa itu, dunia perekonomian di Eropa dalam masa
perkembangan. Kondisi saat itu memperlihatkan bahwa sekelompok individu
maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu. Hal ini terutama
tampak sekali di Prancis. Puncaknya, terjadilah Revolusi Prancis pada tahun 1789.
Para kapitalis saat itu diserang oleh rakyat yang bosan pada perlakuan dan
penindasan yang menjerat rakyat. Sebelumnya mereka dapat memiliki maupun
melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah
maupun manusia. Hal tersebut berguna dalam proses perubahan dari barang modal
menjadi barang jadi. Dalam usaha memperoleh modal-modal tersebut, sebelumnya
para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin. Selanjutnya,
mengumpulkan buruh sebagai tenaga yang mengoprasikan mesin-mesin. Dapat
dikatakan, kapitalisme merupakan bentuk organisasi ekonomi yang menempatkan
sebagian besar atau seluruh sarana produksi, distribusi (penyebaran hasil produksi),
dan keuangan menjadi milik pribadi.
Kapitalisme merupakan salah satu cara pandang manusia dalam menjalani
kegiatan ekonominya. Keberadan kapitalis dianggap sebagai wujud penindasan
terhadap masyarakat dengan kondisi ekonomi lemah. Akibatnya, paham
kapitalisme mendapat kritikan dari banyak pihak, bahkan ada yang cendrung ingin
melenyapkannya.
Adam Smith adalah seorang tokoh ekonomi Kapitalis Klasik. Ia
menganggap merkantilisme kurang mendukung ekonomi masyarakat.
Merkantilisme merupakan sebuah sistem ekonomi untuk menyatukan dan
meningkatkan kekayaan keuangan suatu bangsa, dengan pengaturan seluruh
ekonomi nasional oleh pemeintah dengan kebijaksanaan. Tujuannya untuk
mengumpulkan cadangan emas, memperoleh neraca perdagangan yang baik,
mengembangkan pertanian dan industri, dan memegang monopoli atas
perdagangan luar negeri. Berdasarkan kepemilikan modal, tentu saja merkantilisme
bertolak belakang dengan kapitalisme. Merkantilisme menempatkan pemerintah
atau negara sebagai penguasa permodalan, sedangkan kapitalisme meletakan hak
kepemilikan modal pada pribadi atau perseorangan.
Adam Smith juga beranggapan bahwa ada sebuah kekuatan tersembunyi
yang akan mengatur pasar. Oleh karena itu, pasar harus memiliki kebebasan dari
campur tangan pemerintah. Menurutnya, pemerintah hanya bertugas sebagai
pengawas dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh rakyatnya.
b. Ideologi Liberalisme
Liberalisme berasal dari kata liber, yang artinya bebas. Dapat dikatakan,
Liberalisme merupakan usaha perjuangan menuju kebebasan. Liberalisme
merupakan sebuah paham ketatanegaraan dan ekonomi yang menghendaki
demokrasi dan kebebasan pribadi untuk berusaha dan berniaga (pemerintah tidak
boleh turut campur).
Liberalisme dilatarbelakangi oleh pemikiran John Locke. Ia beranggapan
bahwa hak asasi manusia meliputi hak hidup, kemerdekaan, dan hak milik. Hak-
hak tersebut tercakup dalam hak politik. Untuk melindungi hak-hak politik
seseorang, dibutuhkan sebuah tatanan negara yang adil dan saling mengawasi.
Liberalisme menitik beratkan hak asasi yang melekat pada diri manusia
sejak lahir. Roussseau dalam bukunya du contract social menyatakan bahwa
manusia dilahirkan bebas. Hak dasar ini ditafsirkan tak ada pihak lain yang boleh
mengambilnya termasuk penguasa, kecuali ada persetujuan dengan pihak yang
bersangkutan. Terhadap kaum bangsawan, paham ini menuntut kemerdekaan
individu dalam bentuk kemerdekaan politik dan kemerdekaan ekonomi.
Liberalisme juga menuntut adanya kemerdekaan agama.
Bagaimana liberalisme dapat muncul? Sebenarnya liberalisme lahir dari
paham individualisme. Paham ini menempatkan kepentingan individu sebagai
pusat tujuan hidup manusia. Dengan kata lain, hanya manusia itu yang tahu
kebutuhannya. Di bidang politik, liberalisme menimbulkan tampilnya paham
demokrasi dan nasionalisme. Paham demokrasi menjelaskan bahwa masyarakat
terbentuk dari individu-individu. Setiap individu memiliki kewenangan untuk
menentukan segala-galanya bagi negara. Dengan demikian, negara merupakan
sarana untuk mencapai tujuan. Nasionalisme pun juga mengutamakan kemerdekaan
individu. Nasionalisme menjelaskan bahwa negara terdiri atas individu-individu.
Oleh karena itu, setiap negara harus merdeka, bebas dari penindasan negara lain
atau pihak manapun. Dengan kata lain, negara berhak menentukan nasibnya
sendiri.
Liberalisme beranggapan bahwa manusia yang bersangkutanlah yang paling
tahu kebutuhannya. Oleh karena itu, manusia harus mendapatkan kebebasan
sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Liberalisme mengakui
adanya produksi bebas, perdagangan bebas, dan hukum kodrat yang akan
menyelenggarakan keselarasan dunia.
Bagi liberalisme, kesejahtraan sosial merupakan tanggung jawab
masyarakat. Permasalahan yang ada diselesaikan melalui musyawarah dan
pengakuan persamaan manusia. Kaum liberalisme menjunjung tinggi hak asasi
manusia. Dengan begitu, hak asasi sangat dilindungi. Liberalisme juga
mengutamakan kemerdekaan jiwa setiap individu. Setiap warga negara memiliki
hak dasar dalam menentukan agama dan keyakinannya. Setiap individu memiliki
kesempatan menyampaikan pendapatnya. Hak dasar yang dimiliki dan melekat
pada manusia adalah hak hidup dan hak mempertahankan diri. Selanjutnya, hak
mempertahankan diri ini berkembang menjadi hak milik.
Bentuk pemerintahan demokrasi yang lahir dari liberalisme dianggap lebih
baik dibandingkan bentuk pemerintahan lainnya. Adapun alasannya sebagai
berikut.
 Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh. Dalam hal
ini, termasuk di dalamnya kebebasan berbicara, beragama, dan
mengutarakan pendapat.
 Masyarakat dianggap bahagia bila setiap individu atau sebagian besar
individu mencapai kebahagiaan.
 Setiap orang tidak memiliki hak untuk menguasai orang lain. Bila ini
terjadi, dianggap sebagai hak yang buruk. Untuk itu,dibutuhkan campur
tangan pemerintah sebagai penengah mencegah pelanggaran terhadap
hak-hak pribadi.
 Pemerintah berkedudukan untuk mengatur kehidupan masyarakat
secara terbatas.
Berdasarkan uraian tersebut, ciri-ciri liberalisme dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Bertujuan membebaskan individu untuk mengejar keuntungan pribadi.
2. Bersifat individualistis. Artinya, mengutamakan kepentingan masing-
masing individu.
3. Kewenangan pemerintah bersifat terbatas. Pemerintah tidak memiliki
kewenangan untuk mencampuri urusan individu.
4. Terjaminnya hak milik pribadi atas alat-alat produksi.
5. Dalam hal perekonomian, negara menciptakan persaingan bebas.
Kebebasan individu adalah inti ajaran liberalisme. Negara yang menganut
paham liberalisme memberi kebebasan mutlak kepada setiap individu, sehingga
cendrung terjadi fee fight liberalisme atau persaingan bebas dalam segala hal
kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Di sini juga akan terbentuk
masyarakat yang bersifat individualis atau mengutamakan kepentingan pribadi dan
kegiatan ekonominya cendrung kapitalis. Kapitalis artinya mengutamakan
perkembangan modal dan laba yang sebesar-besarnya.
Berikut ini ciri-ciri negara yang menganut ideologi liberalisme;
1) Sekulerisme, artinya negara sama sekali tidak mengatur kehidupan
beragama.
2) Masyarakatnya cendrung individual.
3) Kegiatan ekonominya cendrung kapitalis.
4) Kepemilikan alat produksi dan kegiatan ekonomi diserahkan pada
setiap individu.
c. Konservatisme
Konservatisme merupakan suatu paham yang mendukung nilai-nilai
tradisional. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Latin conservare. Artinya
melestarikan, menjaga, memelihara, mengamalkan. Konservatif adalah suatu usaha
untuk melestarikan apa yang ada, agar terpelihara keadaan pada suatu saat tertentu
(status quo), dengan sedikit sekali perubahan di masa yang akan datang.
Beberapa ahli mendefinisikan konservatisme sebagai berikut.
1. Menurut Samuel Francis
Konservatisme adalah bertahannya dan penguatan orang-orang tertentu
dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang dilembagakan.
2. Roger Scuton
Konservatisme adalah pelestarian ekologi sosial, atau politik
penundaan.
Bagaimana awal mula kemunculan konservatisme? Sebenarnya ideologi
konservatisme timbul sebagai reaksi atas keberadaan paham liberalisme.
Bagaimana pun juga, liberalisme telah berusaha meruntuhkan keberadaan
masyarakat feodal (kaum bagsawan, pemilik tanah) yang mapan. Untuk
mempertahankan diri, kaum feodal membuat ideologi tandingan.
Konservatisme memandang liberalisme sebagai paham yang terlalu
individualistis. Liberalisme memandang masyarakat terdiri atas individu atau
golongan individu. Hal ini bertolak belakang dengan cara pandang konservatisme,
yang menganggap masyarakat dan kelompok yang lain tidak sekedar penjumlahan
unsur-unsur kebahagian yang lebih besar daripada yang dapat diciptakan anggota
masyarakat secara individual. Konservatisme sangat menjunjung tinggi demokrasi.
Edmun Burke (1729-1797) adalah ahli filsafat, sekaligus seorang
konservatis (penganut paham konservatisme) dan politisi (ahli politik) dari Inggris.
Pada tahun 1775, Majelis Rendah (House of Commons) mengingatkan bahwa
Inggris Raya berhak memaksakan kehendaknya pada Amerika sebagai negara
jajahannya. Mengenai pernyataan ini, Edmund Burke bersimpati terhadap Revolusi
Amerika. Bahkan ia mendesak parlemen untuk mencabut semua undang-undang
yang telah diberlakukan sejak tahun 1763, yang ditentang penduduk Koloni di
Amerika. Ia juga menghimbau pada pertimbangan pikiran sehat untuk membuat
rakyat di Amerika bahagia.
Secara garis besar, konservatisme memiliki pandangan-pandangan sebagai
berikut.
1) Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang tertata baik. 2) Agar dapat
tercipta masyarakat yang ideal, dibutuhkan sesuatu pemerintahan yang memiliki
kekusaan yang mengikat. Peraturan kekuasaan yang tepat akan menjamin
terwujudnya perlakuan yang sama terhadap setiap individu. 3) Penguasa harus
bertanggung jawab terhadap masyarakat, terutama dalam membantu pihak-pihak
yang lemah. Program jaminan sosial bagi yang berpenghasilan rendah, akan
membantu terciptanya kesejahtraan suatu negara.
d. Sosialisme
Sosialisme mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Pada tahun 1827, istilah
ini awalnya digunakan untuk menyebut pengikut Robert Owen (1771-1858) di
Inggris. Istilah ini juga mengacu pada pengikut Saint Simon (1760-1825) di
Prancis. Bersama Fourier (1772-1832) dari Prancis, Robert Owen dan Saint Simon
membuat rumusan sebuah pemikiran mengenai sosialisme.
Sosialisme lahir sebagai akibat perkembangan kapitalisme. Sosialisme
merupakan suatu paham yang menjadikan kebersamaan sebagai tujuan hidup
manusia dan mengutamakan segala aspek kehidupan bersama manusia. Untuk
kepentingan bersama, kepentingan bersama harus dikesampingkan. Negara harus
selalu campur tangan dalam segala kehidupan, demi tercapainya tujuan negara,
adapun tujuan negara adalah memberikan sebesar-besarnya dan merata bagi setiap
anggota masyarakat.
Kesengsaraan kaum buruh akibat penindasan kaum kapitalis menimbulkan
pemikiran para cendikiawan untuk mengusahakan perbaikan nasib. Adapun ciri
khas sosialisme sebagai berikut. a) Hak milik pribadi atas alat-alat produksi mesin
diakui secara terbatas. b) Mencapai kesejahtraan dengan cara damai dan
demokratis. c) Berusaha meningkatkan kesejahtraan rakyat dan perbaikan nasib
buruh dengan luwes secara bertahap. d) Negara diperlukan selama-lamanya.
Sejak abad ke-19, sosialisme berkembang ke banyak paham-paham yang
berbeda seperti anarkisme, komunisme, fasisme, leninisme, stalinisme, maupun
maoisme.
1. Anarkisme
Istilah Anarkisme berasal dari kata dasar anarki, dan isme yang berarti
paham, ajaran, atau ideologi. Kata anarki merupakan serapan dari kata anarchy
(bahasa Inggris) dan anarchie (bahasa Belanda, Jerman, Prancis). Dalam bahasa
Yunani, arcos/archia berarti pemerintah/kekuasaan. Bentukan a yang berarti
tidak/tanpa/nihil ditambah sisipan n jika diletakan pada kata archia menjadi kata
anarki, yang artinya tanpa pemerintahan. Jadi anarchos berarti tanpa pemerintahan
atau pengelolaan, koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah,
menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan
dikendalikan, dan sebagainya. Adapun anarkis merupakan orang yang
mempercayai dan menganut anarki. Secara keseluruhan, anarkisme berarti suatu
paham yang mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintah, dengan
kekuasannya merupkan lembaga-lembaga yang menumbuhs suburkan penindasan
terhadap kehidupan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan perangkat-
perngkatnya harus dimusnahkan.
2. Komunisme
Komunisme merupakan sebuah ideologi dunia yang muncul sebagai reaksi
dari kapitalisme. Paham komunisme mendasarkan pada Marxisme dan Leninisme.
Dengan begitu, Komunisme adalah Marxisme Leninisme. Karl Marx, pencetus
Marxisme menganggap negara sebgaia susunan golongan masyarakat yang
dibentuk untuk menindas golongan lain. Pemilik modal menindas kaum buruh.
Menurut Karl Marx, kaum buruh perlu membuat revolusi (perubahan secara
mendadak) untuk merebut kekuasaan kapitalis dan borjuis (orang-orang kaya).
Dengan cara ini, kaum buruhu akan menjadi penguasa dan dapat mengatur negara.
Paham yang dicetuskan oleh Karl Marx ini berhubungan dengan aliran
materialisme. Aliran ini menonjolkan pengolongan, pertentangan antargolongan,
konflik kekerasan atau revolusi, serta perebutan kekuasaan negara. Ajaran Karl
Marx ini kemudian dipopulerkan oleh Frederick Engels dan dipadu dengan
pemikiran Lenin, menjadi landasan komunisme. Marx berpendapat bahwa mata
pencaharian manusia menentukan cara berpikirnya. Menurutnya, ekonomi
masyarakat ditandai adanya pertentangan antara kelas atas (kaum proletar) yang
hanya memiliki tenaga. Kaum kapitalis ingin meningkatkan keuntungan dengan
menekan biaya produksi. Adapun kaum proletar berusaha meningkatkan
pendapatnnya. Dalam usaha merebut dan mempertahankan kekuasannya,
komunisme melakukan tindakan-tindakan berikut. a) Menghalalkan segala cara
untuk mencapai tujuan. b) Menciptakan konflik untuk mengadu golongan-golongan
tertentu. c) Komunisme tidak mengakui adanya Tuhan (a-theisme), tetapi lebih
mengutamakan materi. d) Masyarakat komunis bercorak internasional. Artinya,
masyarakat yang dicita-citakan komunisme adalah masyarakat dunia, tanpa
nasionalisme. e) Komunisme bercita-cita menciptakan masyarakat tanpa kelas.
Pertentangan kelas, hak miliki pribadi, dan pembagian kerja dianggap akan
menjauhkan dari suasana hidup yang aman dan tenteram.
Adapun prinsip-prinsip komunisme yang memberikan pengaruh terhadap
kehidupan bermasyarakat dan negara sebagai berikut. a) Pemerintah dipimpin oleh
satu partai, yaitu Partai Komunis. Pemerintahan bersifat diktator proletariat. b)
Komunisme merupakan sistem pemerintahan tunggal. Usaha menicptakan
masyarakat yang hanya terdiri dari satu macam kelas dilakukan dengan
menghancurkan kaum borjuis (orang-orang kaya). Setiap individu merupakan alat
yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan negara. Oleh karena itu, seluruh
penduduk wajib bekerja untuk negara. c) Hak milik pribadi dihilangkan, tidak ada
kebebasan demokrasi, dan menolak keadilan sosial. d) Pengelolaan ekonomi dalam
komunisme sebagai berikut. 1) Tidak ada kebebasan memilih pekerjaan. 2)
Perekonomian ditentukan dan dikuasai negara. 3) Bebas dari persaingan ekonomi
pasar. 4) Seluruh harta kekayaan menjadi milik negara.
Berikut ini ciri khas yang melekat pada ideologi komunisme. a) Hak milik
pribadi atas alat-alat produksi. b) Dalam mencapai kesejahteraan menghalalkan
segala cara, dengan tindakan revolusioner. c) Meningkatkan kesejahteraan rakyat
dengan cara diktator proletariat, terutama pada masa-masa peralihan (transisi). d)
Negara hanya diperlukan untuk sementara waktu saja, selama belum mencapai
kesejahteraan.
1. Fasisme negara
Istilah Fasisme berasal dari bahasa Italia, fascio dan bahasa Latin, kata
fascis. Artinya seikat tangkai-tangkai kayu, dengan kapak di tengahnya. Pada
zaman kekaisaran Romawi, ikatan kayu ini dipersembahkan di depan pejabat
tinggi. Dengan kata lain, fascis menjadi simbol kekuasaan pejabat pemerintah.
Fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengutamakan kekuasaan secara
menyeluruh, tanpa adanya demokrasi. Paham ini menomorsatukan bangsa sendiri
dan memandang rendah bangsa lain. Dapat pula dikatakan, fasisme merupakan
suatu sikap nasionalisme yang berlebihan. Fasisme akan dapat dicapai bila terdapat
pemimpin yang berkharisma, sebagai simbol kebesaran negara yang didukung
massa rakyat. Dukungan massa yang menggebu-gebu ini dapat muncul melalui
slogan, simbol dan indoktrinasi (pemaksaan untuk mengakui kebenaran ajaran
doktrin pemerintah) yang ditanamkan oleh pemimpin beserta pengikut-
pengikutnya. Fasisme muncul pertama kali di Italia, dalam wujud Benito
Mussolini. Pada abad ke-20, tepatnya setelah Perang Dunia I, keadaan Italia mulai
mengeruh. Pada saat itu banyak orang-orang Italia yang menjadi pengangguran.
Kondisi ini ditindaklanjuti raja dengan memilih Benito Mussolinisebagai perdana
menteri. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Mussolini dengan mengubah Republik
Italia menuju kediktatoran dengan memonopoli kekuasaan. Sementara itu, fasisme
juga muncul di Jerman setelah Perang Dunia I, sebagai negara yang kalah. Pada
mulanya muncul kelompok Partai National Socialist German Workers (Partai
Buruh Sosialis Nasional Jerman). Partai ini lebih terkenal dengan NAZI, berasal
dari sua suku kata pertama kata Nasional. Saat itu angka penganguran melonjak
naik di Jerman. Angota Partai NAZI yang pada tahun 1928 berjumlah 100.000
orang, dengan segera bertambah menjadi 1,4 juta orang pada tahun 1932. Kondisi
ini menjadikan pmerintahan berpaling pada Hitler. Ia pun ditunjuk menjadi kanselir
(perdana menteri) pada Januari 1933. Seperti halnya Mussolini, Hitler mengubah
palemen menjadi diktator. Namun demikian, terdapat perbedaan antara fasisme di
Italia dengan Nazisme. Jika di Italia fasisme hanya berkisar pada nasionalisme,
Nazisme bahkan menjalar rasialisme yang sangat kuat. Begitu kuatnya sikap
nasionalisme, hingga mereka memusnahkan bangsa-bangsa lain yang dianggap
lebih rendah.
Berdasarkan uraian di atas, ciri khas ideologi fasisme sebagai berikut :
a. Mengingkari derajat kemanusiaan
Bagi fasisme, keberadaan pria melebihi wanita, militer melebihi sipil, anggota
partai melebihi bukan anggota partai, bangsa satu melebihi bangsa yang lain,
dan yang kuat harus melebihi yang lemah. Dengan demikian, fasisme tidak
mengakui adanya persamaan kedudukan dan kemanusiaan, tapi lebih
mengutamakan kekuatan.
b. Ketidakpercayaan pada kemampuan nalar
Keyakinan yang berlebihan merupakan sesuatu yang sudah tentu benar
c. Pemerintahan oleh kelompok elit
Pemerintahan harus dipimpin oleh beberapa orang elit. Jika muncul
pertentangan pendapat, keinginan elit yang berlaku.
d. Perilaku bertumpu pada kekerasan dan kebohongan
Jika ada yang berusaha menentang kekuasaan negara, maka diangap musuh
yang harus dimusnahkan. Menurut ideologi ini, kebenaran terletak pada
perkataan yang berulang-ulang, bukan pada kebenaran yang sebenarnya.
e. Totaliterisme
Fasisme bersifat total untuk menyingkirkan kaum yang dianggap lebih rendah,
seperti wanita. Pengawasan yang ketat selalu dilakukan. Bila muncul pihak
penentang, maka totaliterisme diperlihatkan dengan cara kekerasan.
f. Rasialisme dan imperalisme
Fasisme menganggap ras mereka lebih unggul daripada ras lain. Oleh karena itu,
ras lain harus tunduk dan dikuasai. Akibatnya, kondisi ini menimbulkan
semangat imperalisme (menjajah).
g. Menentang hukum dan keterlibatan internasional
Fasisme memilih perang sebagai posisi tertinggi dalam peradaban manusia.
Selain Italia dan Jerman, fasisme juga pernah diterapkan di Jepang, Mesir,
Finlandia, Yunani, Austria, dan Bulgaria. Hal ini terjadi akibat kekecewaan
masyarakat terhadap lembaga demokrasi yang lemah. Pada tahun 1936, Spanyol
diwarnai fasisme di bawah pimpinan Jendral Fransisco Franco, dengan revolusi
militernya. Pada masa sekarang ini, fasisme cenderung tampil sebagai kekuatan
reaksioner di negara-negara maju, misalnya Kluk Kluk Klan di Amerika Serikat.
Mereka berusaha mempertahankan keberadaan kulit putih yang mereka anggap
ras paling tinggi.
2. Leninisme
Leninisme berasal dari kata Lenin. Vladimir Ilyic Ulyanov atau yang lebih
dikenal dengan nama Lenin adalah murid Karl Max. Ia adalah orang pertama yang
menerapkan ideologi Marx dalam kehidupan. Pada akhir abad ke-19, paham ini di
bawah Lenin dengan memainkan peran dan daya tarik pada kelompok kecil
intelektual di Rusia. Berkat usahanya, Lenin berhasil mendirikan Partai Buruh
Sosialis Demokrat Rusia pada tahun 1898 dalam kongres rahasia di Minsk. Pada
kongres kedua (tahun 1903), partai ini pecah menjadi dua, yaitu Mensheviks (fraksi
minoritas) dan Bolsheviks (partai mayoritas). Menheviks menginginkan
perpanjangan masa kehidupan kapitalisme di Rusia, sebelum sosialisme masuk.
Sebaliknya, Bolsheviks menginginkan Revolusi Sosialis harus dipercepat dengan
organisasi yang kuat, beranggotakan kaum revolusioner profesional. Pada 7
Oktober 1917, Lenin langsung memimpin revolusi kaum Bolsheviks dan berhasil
meruntuhkan Tsar (pemimpin Rusia). Menurut Lenin, Revolusi Oktober adalah
bagian dari revolusi dunia. Sejak saat itu, Rusia berubah menjadi Uni Soviet yang
komunis, sekaligus pusat komunisme internasional.
3. Trotskyisme
Trotskyisme berasal dari nama pendirinya, Leon Trotsky (1879-1940). Ia
memiliki ajaran mengenai revolusi abadi. Isinya berupa pernyataan bahwa revolusi
dapat berhasil dan mendukung keinginan sosialnya bila revolusi itu meluas hingga
di luar batas Rusia. Menurutnya, meluasnya revolusi sosialisme akan dapat
mengatasi kekuatan kapitalisme Eropa. Trotsky tidak mendukung kebijakan
ekonomi baru kapitalis semu. Kebijakan ini telah dilaksnakan oleh Stalin pada
tahun 1921 dan dicetuskan kembali pada tahun 1928 oleh Stalin. Menurut Trotsky,
kegagalan kebijakan ekonomi tersebut untuk mempersatukan petani dan
menganjurkan semangat borjuis di antara pengusaha kecil. Hal ini merupakan
cermin kemunduran dalam perkembangan sosialisme d Rusia. Selanjutnya, Trotsky
mencetuskan kembali teori produksi dan distribusi secara kebersamaan, yang
diprakarsai oleh negara.
4. Stalinisme
Stalinisme berasal dari nama Joseph Stalin (1979-1953). Ia adalah tokoh
sosialis Soviet yang menguasai negara pada tahun 1903-an. Menurut Stalin,
sosialisme harus berada di satu negara, yaitu Soviet. Bagi Stalin, Soviet harus
menjadi benteng sosialisme, yang merupakan model pembangunan sosialisme yang
akan menghilhami kaum sosialis di seluruh dunia. Tentu saja hal ini bertentangan
dengan ide Trotsky, yang menginginkan sosialisme meluas ke luar Rusia.
Selanjutnya, pada tahun 1928 Stalin membuat program produksi pertanian secara
kebersamaan dan program pembangunan lima tahun pertama di Uni Soviet sebagai
negara berkekuatan industri sekaligus militer. Akibatnya, jutaan petani menjadi
korban program pembangunan Stalin ini.
5. Maoisme
Maoisme berasal dari nama Maozedong. Ia adalah pemimpin Partai
Komunis Cina (PKC). Partai ini didirikan oleh para profesor dari Universitas
Peking pada tahun 1921. Maoisme merupakan ideologi komunis di Tiongkok.
Berbeda dengan komunisme di negara-negara lain, Maoisme lebih mementingkan
peran petani daripada buruh. Mengapa demikian? Karena kondisi di Tiongkok
menempatkan kaum buruh sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kapitalisme.
Maozedong membentuk tentara petani dan menjalankan hal-hal berikut:
a. Pendistribusian kembali tanah. Tujuannya untuk memberi keuntungan bagi para
petani miskin.
b. Membatasi eksploitasi petani oleh tuan tanah dan para lintah darat.
c. Melembagakan pajak dan program kesejahteraan.
d. Membangun pabrik-pabrik.
e. Memperkuat organisasi politik dan militer komunis.

6. Ideologi Komunisme
Komunisme bersumber dari ajaran Marxisme-Leninisme. Ajaran marxisme
yang berasal dari gagasan Karl Marx pada mulanya bergerak di bidang
perekonomian. Dalam ideologi komunisme tidak ada pengakuan atas hak-hak
peribadi atau hak individu. Segala kegiatan ekonomi, alat produksi, sosial budaya
sepenuhnya dikuasai oleh negara. Berikut ini ciri-ciri negara yang menganut
ideologi komunisme;
a) Penghapusan hak-hak individu.
b) Penguasaan atas alat-alat produksi, kegiatan ekonomi sepenuhnya dikuasai
negara (etatisme), dan tidak memberi kesempatan peran swasta.
c) Sistem pemerintahan cendrung otoriter.
d) Kekuasaan negara dikuasai oleh satu partai dominan, yaitu partai komunis.
7. Ideologi berdasarkan Agama
Negara yang menganut ideologi yang berdasrkan agama tertentu dinamakan
teokrasi atau negara agama. Negara agama adalah negara yang penyelenggaraan
pemerintahannya dan kenegaraannyaberdasarkan pada hukum agama tertentu.
Selain mengatur kehidupan sosial masyarakat, agama sekaligus mengatur
pemerintahannya. Contohnya, Saudi Arabia berdasarkan Islam dan Vatikan Roma
berdasarkan Katolik. Agama di jadikan landasan berfikir, bersikap dan bertindak,
tidak hanya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat tetapi juga dalam
kehidupanberbangsa dan bernegara. Biasanya ideologi ini dapat berkembang dalam
negara yang homogen, artinya hanya ada satu agama yang dianut.

E. Pentingnya Ideologi dan Dasar Negara bagi Suatu Negara


Pentingnya ideologi bagi suatu negara juga terlihat dari fungsi ideologi itu
sendiri. Fungsi ideologi adalah membentuk identitas atau ciri kelompok atau
bangsa. Ideologi memiliki kecendrungan untuk membedakan suatu bangsa dengan
bangsa lain. Ideologi berfungsi mempersatukan sesama. Apabila dibandingkan
dengan agama, agama juga berfungsi mempersatukan orang dari berbagai
pandangan hidup, bahkan dari berbagai ideologi. Sebaliknya, ideologi
mempersatukan orang dari berbagai agama. Oleh karena itu, ideologi juga
berfungsi untuk mengatasi berbagai pertentangan (konflik) atau ketegangan sosial.
Dalam hal ini ideologi berfungsi sebagai pembentuk solidaritas (rasa kebersamaan)
dengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalam tata nilai yang lebih tinggi.
Fungsi pemersatu itu dilakukan dengan menyatukan keseragaman ataupun
keanekaragaman, misalnya dengan memakai semboyan “kesatuan dalam
perbedaan” dan “perbedaan dalam kesatuan”.
Jadi, dapat disimpulkan fungsi ideologi adalah sebagai berikut;
a) Membentuk identitas atau ciri kelompok atau bangsa.
b) Mempersatukan sesama manusia dalam suatu bangsa.
c) Mengatasi berbagai tantangan (konflik) atau ketegangan sosial.
d) Pembentukan solidaritas (rasa kebersamaan) dengan mengangkat berbagai
perbedaan ke dalam tata nilai yang lebih tinggi.

F. Makna Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa


Isitilah ideologi untuk pertama kali di cetuskan oleh seorang filsut perancis
bersama Antonie Destutt de tracy (1796), sebagai ilmu tentang pikiran manusia
yang mampu menunjukan arah yang benar kearah masa depan. Ideologi adalah
ilmu, seperti juga biologi psikologi, fisika, dan matematika. Namun, dalam
perkembangannya ideologi bergeser dari dsemacam ilmu menjadi satu paham atau
doktrin.
Ideologi secara etimologis terdiri atas dua asal kata, yaitu idea dan logos.
Idea memiliki arti gagasan atau cita-cita, juga pandangan, diartikan cita-cita atau
pandangan yang berdasarkan kepada ratio, sedangkan ideologi suatu bangsa adalah
ideologi yang mendukung tercapainya tujuan nasional suatu bangsa.
Ideologi Bangsa Indonesia
Bangsa dan Negara RI dengan ideologi Pancasila memiliki arti cita-cita atau
pandangan dalam mendukungnya tercapainya tujuan nasional Negara RI. Setiap
bangsa melanjutkan keberadaan serta eksistensinya selalu berusaha memelihara
ideologinya agar bangsa itu tidak akan kehilangan ideologi yang di anutnya, berarti
tidak kehilangan identitas nasionalnya. Demikian juga bangsa Indonesia yang
mempertahankan pancasila sebagai ideologinya. Penatapan pancasila sebagai
ideologi Negara Indonesia itu pertama-tama berarti bahwa Negara Indonesia di
bangun atas dasar moral kodrati (natural morals). Oleh karena itu, kita harus
tunduk padanya dan wajib membela serta melaksanakannya, baik dalam susunan,
maupun dalam kehidupannya (Kirdi Dipoyudo, 1948: 11,12).
Setiap Negara berbeda ideologinya dengan Negara yang lain dan ideologi
harus di laksakan secara konsekuen walaupun harus luwes dan tidak fanatic.
Walaupun luwes bukan berarti kurang toleran terhadap ideologi lain. Sikap tersebut
akan mendatangkan bencana dalam kehidupan bangsa karena manusia merupakan
alat ideologi akan bertindak sesuai ideologi yang di anutnya. Selain itu, ideologi
juga merupakan sumber motivasi dan sumber semangat dalam kehidupan berbagai
bernegara. Ideologi akan menjadi relistis apa bila terjadi oreintasi yang bersifat
dinamis anatara masyarakat bangsa dan ideologinya. Dengan demikian, ideologi
akan bersifat terbuka dan antisipasif, bahkan reformatif dakam arti senantiasa
mengadaptasi perubahan-perubahan yang sesuai dengan aspirasi bangsanya.
Ideologi pancasila memiliki berbagai aspek, baik berupa cita - cita
pemikiran nilai-nilai, maupun norma yang baik dapat di realisasikan dalam
kehidupan praksis dan bersifat terbuka dengan memiliki tiga dimensi, yaitu dimensi
idealis, normatif, dan realities.
a. Dimensi idealis, artinya nilai - nilai dasar dari pancasila memiliki sifat yang
sistematif, juga rasional dan bersifat menyeluruh.
b. Dimensi normatif, merupakan nilai - nilai yang terkandung dalam setiap sila
pancasila yang perlu di jabarkan ke dalam sistem norma sehingga tersirat
dan tersurat dalam norma - norma kenegaraan.
c. Dimensi realistis adalah nilai - nilai pancasila yang di maksud di atas harus
mampu memberikan pencerminan atas realitas yang hidup dan berkembang
dalam penyelenggaraan Negara.
Dalam rangka perkembangan ideologi, khususnya di Indonesia ideologi
berkembang sesuai dengan kepentingan dan kondisi kehidupan bangsa Indonesia,
di antaranya sebagai ideologi persatuan ideologi pembangunan, dan ideologi
terbuka. Ideologi persatuan sangat penting artinya sejak lahirnya Negara RI sampai
pada permulaan penyelenggaraan Negara RI. Ideologi bertugas dan berfungsi
mempersatukan seluruh rakyat Indonesia menjadi rakyat dan bangsa yang memiliki
sikap kepribadian tersendiri tanpa ketergantungan kepada siapa pun serta
mempertebal kebersamaan dalam kehidupan bangsa. Kondisi bangsa Indonesia
yang kebinekaan serta keanekragamaan kehidupan dan bersifat plural/majemuk,
dalam arti memiliki sifat serba multi, maupun multi budaya. Ideologi persatuan
memiliki arti, selain karena kemerdekaan yang kita raih melalui penggalangan
kebersamaan nasib dan perjuangan, masih di perlukan adanya semangat yang tinggi
sehingga semangat ideologi persatuan perlu di tengahkan dan di tampilkan,
khususnya dalam rangka nation and character building.
Mengenai ideologi pembangunan, berarti pembangunan ikut dalam
memberikan kepada pemerintah RI kewenangan dalam menpersiapkan
kebijaksanaan dalam wujud cita-cita kehidupan bangsa melalui pembangunan
nasional yang di lakukan dengan penyusunan kaidah - kaidah/norma - norma
penting dalam menunjang pembangunan yang sedang di laksanakan. Pancasila
bukan menangani masalah - masalah percaturan politik (ideologi persatuan),
melainkan mampu pula mem-back up kehidupan dalam bidang pembangunan
Negara secara menyeluruh.
Sebagai ideologi terbuka (ideologi Pancasila) dalam melihat perkembangan
kemajuan dunia dewasa ini, termasuk kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi,
serta lajunya komunikasi membuat dunia seolah menjadi sempit dan kecil sehingga
pembangunan akhirnya tidak terkait pada faktor-faktor yang ada di dalam negeri
saja, tetapi juga sangat tergantung pada jaringan politik dunia yang sangat di
pengaruhi kekuatan - kekuatan ekonomi global, antara lain dalam menghadapi
persoalan kemiskinan, kesenjangan sosial, politik, konflik, dan terorisme. Kita
harus mampu menghadapi segenap tantangan dan hambatan dalam kehidupan guna
dapat memelihara stabilitas nasional untuk mempersiapkan kehidupan yang layak
bagi seluruh rakyat bangsa melalui pembangunan nasional yang
berkesinambungan. Di samping itu, tetap menjaga mempertahankan identitas
dalam ikatan pertahanan nasional dan persatuan nasional. Mampu bersaing dengan
bangsa - bangsa di dunia, melalui ideologi terbuka di kembangkan dinamika
kehidupan masyarakat bangsa. Membuka wawasan yang lebih luas secara kongkrit
serta lebih mudah pemecahan segenap permasalahan yang timbul dengan
penyelesaian secara baik dan lebih terbuka dengan berdasarkan atas kesepakatan
seluruh masyarakat tanpa paksaan dari luar.
Ciri khas ideologi terbuka ialah nilai - nilai dan cita - citanya tidak di
paksakan dari luar, tetapi berasal dari dalam diri bangsa sendiri, yaitu dari
kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakatnya dengan dasar konsensus
seluruh masyarakat dan tidak diciptakan oleh Negara. Oleh karena itu, ideologi
terbuka adalah milik semua rakyat sehingga ideologi terbuka bukan hanya dapat
dibenarkan, melainkan dibutuhkan. Suatu ideologi yang wajar bersumber dan
berakar pada cita - cita dan falsafah hidup bangsa. Ideologi tersebut berkembang
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasaan kehidupan bangsa.
Ideologi terbuka berbeda dengan ideologi yang datang dari luar yang akan bersifat
tidak wajar (artifisial) , kurang seuai dan sedikit banyak terjadi penekanan atau
paksaan. Keterbukaan ideologi pancasila terutama di tujukan dalam penerapannya
yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia yang modern.
Kita mengenal tiga tingkatan nilai sehubungan dengan hal di atas, yaitu nilai dasar
adalah nilai yang tidak berubah, nlai intstrumental adalah sarana dalam
mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah dengan sesuai dengan keadaan,
kemudian nilai praksis yang berupa pelaksanaan secara nyata. Nilai-nilai pancasila
di jabarkan dalam norma - norma pancasila yang terkandung dan tercermin dalam
pembukaan UUD 1945, yang nilai atau nilai dasar tersebut tidak boleh berubah
atau diubah merupakan konsensus bangsa yang di sebut kaidah pokok dasar Negara
yang fundamental (staatsfundamental norm). Perwujudan nila-nilai intrumental dan
nilai-nilai praksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat nilai dasarnya.
Ideologi terbuka memiliki sifat-sfat yang saling bertentangan, yang satu
memberikan ketegasan mengenai sifat keterbukaan, sedang yang lain sifat yang
membatasi keterbukaan.
Keterbukaan ideologi Pancasila didukung oleh beberapa hal, antara lain
1. Tekad bangsa Indonesia dalam mmemperjuangkan tercapainya tujuan
nasional/tujuan proklamasi;
2. Pembangunan nasional yang teratur dan maju pesat;
3. Tekad yang kuat dalam mempertahankan nilai sila - sila pancasila yang
sifatnya abadi;
4. Hilangnya ideologi komunis/sosialis sebagai ideologi tertutup.
Hal-hal yang membatasi keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai
berikut:
1. Stabilitas nasional yang mantap,
2. Tetap berlakunya larangan terhadap paham komunisme di Indonesia
3. Adanya pencegahan atas pengembangan ideologi liberal di Indonesia, dan
4. Pencegahan terhadap gerakan ekstrem dan paham - paham lain yang bisa
menggoyahkan nilai persatuan dan kesatuan bangsa.
Ideologi pancasila mengajarkan kepada manusia untuk beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hidup manusia juga tergantung
kepada-Nya. Pancasila juga menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, di samping kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, demokratsi
dan musyawarah, serta keadilan sosial.
Dengan demikian, dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa idoelogi
pancasila memiliki arti sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, maupun
keyakinandan nilai-nilai bangsa Indonesia yang secara normatif perlu di wujudkan
dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara guna menjunjung tercapainya suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB V
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-


konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia,
melainkan juga bagi manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang
atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidang
tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.
Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas landasan Ontologis Pancasila,
Epistemologis Pancasila dan Aksiologis Pancasila.

A. Landasan Ontologis Pancasila


Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu
atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan
metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah
realitas yang ada tampak ini suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah
ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk
hidup? Dan seterusnya. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada
(eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika.
Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan
sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila
yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-
sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis
Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu
monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis.
Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang berketuhan Yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.
Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara
ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan
jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha
Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila
lainnya. (lihat Notonagoro, 1975: 53).
Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah
berupa hubungan sebab-akibat:
Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu,
rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila
yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah
sebagai akibat.
B. Landasan Epistemologis Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan,
metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber
pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu
pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu atau
science of science.
Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam
epistemologi, yaitu: 1) Tentang sumber pengetahuan manusia; 2) Tentang teori
kebenaran pengetahuan manusia; 3) Tentang watak pengetahuan manusia.
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai
upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem
pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-
cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur
rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan
dengan dasar ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan
erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu
obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan
susunan pengetahuan Pancasila.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami
bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai
tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.
Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan
sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-
sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di
mana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila
kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan
kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan
menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama,
kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima didasari dan
dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat
Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang
menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1. Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-
sila Pancasila yang merupakan inti sari Pancasila sehingga merupakan pangkal
tolak dalam pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia
serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit.
2. Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila
sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib
hukum Indonesia.
3. Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi
arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga
memiliki sifat khhusus konkrit serta dinamis (lihat Notonagoro, 1975: 36-40)
Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat
manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa.
Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal.
Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai
sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan
pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Selain itu, potensi atau daya tersebut
mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam
demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham.
Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun
kuantitasnya, juga menyangkut isi arti Pancasila tersebut.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan
manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikatnya kedudukan dan
kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila
pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang
bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi.
Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupapakan suatu
sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan
kehendak manusia untuk mendapatkankebenaran yang tinggi.
Selanjutnya dalam sila kedua, ketiga, keempat, dan kelima, maka
epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya
dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada
pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena
harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius
dalamupaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam
hidup manusia.
C. Landasan Aksiologis Pancasila
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan
dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya
juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita
membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat,
dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau
yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan
kedudukan metafisika suatu nilai. Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata
Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada
sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth)
atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga
mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan.
Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an related science). Nilai itu
suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek.
Ada berbagai macam teori tentang nilai.
Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya, dan dapat
dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
2) Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang
mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang
senang atau menderita.
3) Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai
yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran.
4) Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai
kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan
jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan,
kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
5) Nilai-nilai kerokhanian: dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai yang suci dan
tidak suci. nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. (Driyarkara,
1978)
Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan
kelompok:
1) Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan
meliputi semua benda yang dapat dibeli.
2) Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi
dan keindahan dari kehidupan badan.
3) Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu
senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
4) Nilai-nilai sosial: berasal mula dari pelbagai bentuk
perserikatan manusia.
5) Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan
sosial yang diinginkan.
6) Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan
karya seni.
7) Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan
pengajaran kebenaran.
8) Nilai-nilai keagamaan
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam,, yaitu:
1) Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi
manusia.
2) Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk dapat melaksanakana kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna
bagi rohani yang dapat dibedakan menjadi empat macam:
(a).Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
(b).Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan
(aesthetis, rasa) manusia.
(c).Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will,
karsa) manusia.
(d).Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai
religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai
dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis;
Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat
mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai
dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental
itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan
nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua
aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai
Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak
dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga
mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia

D. Pengertian Filsafat
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos”
dan “sophia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan sophia artinya
kearifan atau kebijakan. Jadi, arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat
mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Istilah filsafat sering dipergunakan
secara populer dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Dalam penggunaan secara populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian
hidup (individu), dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). Secara
populer misalnya kita sering mendengar: “saya tidak suka terhadap filsafat anda
tentang bisnis”, “Pancasila merupakan satu-satunya falsafah hidup bangsa
Indonesia”. Henderson (1959:16) mengemukakan: “Popularly philosophy means
one’s general view of life of men, of ideals, and of values, in the sense every one
has a philosophy of life”.
Di Jerman dibedakan antara filsafat dengan pandangan hidup
(weltanschaung). Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat
mendalam sampai ke akar-akarnya. Dalam pengertian lain, filsafat diartikan
sebagai interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting atau apa yang berarti
dalam kehidupan. Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa filsafat sebagai cara
berpikir yang kompleks, suatu pandangan yang tidak memiliki kegunaan praktis.
Ada pula yang beranggapan, bahwa para filosof telah bertanggung jawab terhadap
cita-cita dan kultur masyarakat tertentu. Seperti halnya Karl Marx dan Federick
Engels telah menciptakan komunise. Thomas Jefferson dan John Stuart Mill telah
mengembangkan suatu teori yang dianut dalam masyarakat demokratis. John
Dewey adalah peletak dasar kehidupan pragmatis di Amerika.
Prof. Dr. Achmad Tafsir dalam bukunya (2004), edisi revisi Filsafat Umum
Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, dalam Bab I, hal 1, dijelaskan bahwa
orang yang mula-mula menggunakan akal secara serius adalah orang Yunani
bernama Thales (kira-kira tahun 624-546 SM). Orang inilah yang digelari bapak
filsafat. Gelar itu diberikan kepadanya karena ia mengajukan pertanyaan yang
aneh, yaitu apakah sebenarnya bahan alam semesta ini? Ia sendiri menjawab air.
Setelah silih berganti filsuf yang sezamannya dan sesudahnya mengajukan
jawabannya.
Kemudian Dr. Peter Soedoyo B.Sc, dalam bukunya (2004), Pengantar
Sejarah dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, mengemukakan dalam Bab I, hal
4,5. “Ilmu Pengetahuan Murni”, yakni yang berkembang atas dasar kegairahan
ingin tahu semata-mata, baru lahir dan berkembang dalam peradaban Yunani kuno
antara 600 tahun sebelum Masehi sampai sekitar tahun 100 sesudah Masehi.
Adalah bangsa Yunani yang meletakan dasar-dasar ilmu filsafat yang melandasi
peradaban umat manusia sampai sekarang. Thales bersama Anaximander dan
Anaximenes adalah filsuf pertama yang mula-mula membahas hakikat keberadaan
segala sesuatu dan asal-usul alam dalam kebendaan serta proses perubahan alam
kebendaan.
Filsafat lahir pertama kali di Yunani dan tokoh utama dalam filsafat adalah
seorang filsuf Yunani bernama Thales, selanjutnya diikuti silih berganti oleh tokoh-
tokoh lain yang sering kita kenal, seperti Plato, Aristotele, Socrates, Cicero dan
dilanjutkan oleh Descartes, dan Immanuel Kant.
Selanjutnya, berbicara tentang filsafat, apabila kita mendengar kata filsafat,
kita akan membayangkan mengenai hal-hal yang abstrak, yang tidak konkret? tidak
nyata, dan hanya berupa bayang-bayang atau lamunan. Seseorang yang berfilsafat
diilustrasikan sebagai orang yang berbijak di bumi dan menengadah kearah
bintang-bintang di langit. Artinya, ia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam
kemestaan alam (Riswandi,1993: 15) sehingga bisa dinyatakan bahwa ruang
lingkup filsafat hanyalah meliputi hal-hal yang tidak riil, yang seolah-olah
seseorang yang berfilsafat digambarkan sebagai seseorang yang dalam
kehidupannya hanya melamun sepanjang hari. Padahal, yang sebenarnya tidaklah
demikian, mengingat filsafat juga mempermasalahkan hal-hal yang tampak atau
yang praktis, termasuk hal-hal yang konkret karena filsafat berhubungan dengan
kehidupan manusia dalam kegiatan sehari-hari, misalnya hubungan dengan sesama
manusia, dengan masyarakat luas, dengan Negara dan berkaitan pula dengan
masalah-masalah bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan
pendidikan.
Selain itu, juga termasuk perilaku baik dan buruk, jahat dan tidak jahat
(diatur dalam etika), masalah benar dan tidak benar (diatur dalam logika), soal
indah dan tidak indah (diatur dalam estetika).
Setiap manusia memiliki sifat keterbatasan serta kesadaran dalam hal
berfilsafat dan akan dilakukan apabila dirinya merasa kecil dan terbatas bila
dibandingkan dengan alam sekitarnya, ataupun pada saat seseorang merasa takut
mengalami tantangan akan kegagalan ataupun penderitaan. Di situlah manusia
mulai berfikir bahwa di luar dirinya yang serba terbatas pasti ada sesuatu yang
tidak terbatas.
Mengingat filsafat adalah suatu hasil budaya manusia yang secara kodrati
dibekali oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan kemampuan berupa akal, rasa, dan
karsa sehingga filsafat adalah hasil dari kebulatan akal, rasa, dan karsa menjadi
kebudayaan yang sifatnya non material. Manusia dengan masyarakat dan budaya
juga mempunyai hubungan yang erat dengan alam sekitarnya termasuk
lingkungannya, dan filsafat pun sebagai hasil budaya manusia tidak terlepas dari
alam sekitarnya. Oleh karena itu jenis filsafat tertentu pasti memiliki cirinya sendiri
karena pengaruh lingkungan, misalnya filsafat Yunani, filsafat India, filsafat China,
dan filsafat Indonesia.
Selain itu, filsafat juga tidak terlepas dari rasa heran atau ragu dan kagum,
disamping keterbatasan dan kesadaran yang dimiliki setiap manusia maka banyak
permasalahan yang bisa direnungi serta di gambarkan manusia melalui pemahaman
kesemestaan ataupun duniawi. Adapun cara yang bisa tempuh dalam memperoleh
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan akibat keheranan dan kekaguman adalah
melakukan pemikiran kefilsafatan secara berlanjut, khususnya terhadap hakikat
atas eksistensi segala sesuatu, yang antara lain
a. Apakah sebenarnya hakikat dari alam semesta ini,
b. Dari manakah dan bagaimanakah terjadinya (wujud) alam semesta,
c. Apakah yang sesungguhnya makna hakikat manusia itu,
d. Mengapa ada kelahiran dan dari mana sebelum manusia lahir,
e. Mengapa ada kematian dan bagaimana manusia itu sesudah mati,
f. Apakah sebenarnya yang menjadi tujuan dari kehidupan manusia itu,
g. Apakah makna kebenaran dan kebajikan itu sendiri, dan
h. Apakah yang menjadi sumber kebenaran alam semesta ini dan apakah
makna Tuhan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta
mengartikan kata filsafat sebagai pengetahuan dan pendidikan dengan akal budi
mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum, dan sebagainya dari segala sesuatu yang
ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dari arti dan arti adanya sesuatu
Filsafat dapat dipelajari secara akademis, diartikan sebagai suatu pandangan
kritis yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya (radix) mengenai segala
sesuatu yang ada (wujud). “Philosophy means the attempt to conceive and present
inclusive and systematic view of universe and man’s in it”. (Henderson, 1959:16).
Demikian Henderson mengatakan. Filsafat mengajukan suatu konsep tentang alam
semesta secara sistematis dan inklusif dimana manusia berada di dalamnya. Oleh
karena itu, filosof lebih sering menggunkan intelegensi yang tinggi dibandingkan
dengan ahli sains dalam memecahkan masalah-masalah hidupnya.
Filsafat dapat diartikan juga sebagai “Berpikir reflektif dan kritis” (reflektif
and critical thinking). Namun. Randall dan Buchler (1942) memberikan kritik
terhadap pengertian tersebut, dengan mengemukakan bahwa definisi tersebut tidak
memuaskan karena beberapa alasan, yaitu: 1) tidak menunjukan karakteristik yang
berbeda antara berpikir filosofi dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan sejarah, 2)
para ilmuan juga berpikir reflektif dan kritis, padahal antara sains dan filsafat
berbeda, 3) ahli hukum, ahli ekonomi, juga ibu rumah tangga sewaktu-waktu
berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan filosof atau ilmuan.
Dalam Al-Quran dan budaya Arab terdapat istilah “hikmat” yang berarti
arif atau bijak. Filsafat itu sendiri bukan hikmat, melainkan cinta yang sangat
mendalam terhadap hikmat. Dengan pengertian tersebut, maka filosof ialah orang
yang mencintai dan mencari hikmat dan berusaha mendapatkannya. Menurut Al-
Syaibany (1979), hikmat mengandung kematangan pandangan dan pikiran yang
jauh, pemahaman dan pengamatan yang tidak dapat dicapai oleh pengetahuan saja.
Dengan hikmat, filosof akan mengetahui pelaksanaan pengetahuan dan dapat
melaksanakannya.
Selanjutnya Al-Syaibany mengemukakan bahwa hikmat yang dicintai oleh
filosof dan selalu berusaha mencapainya mengandung lima unsur, yaitu universal,
pandangan yang luas, cerdik, pandangan perenungan (mediatif, spekulatif), dan
mengetahui pelaksanaan pengetahuan tersebut atau pengetahuan yang disertai
dengan tindakan yang baik. Jadi, filosof atau orang arif memiliki pandangan yang
serba mungkin sebatas kemampuannya. Oleh sebab itu, ia memperhitungkan segala
pandangan yang mungkin. Ia tidak akan puas dengan satu aspek atau satu
pengalaman saja. Filosof akan memperhatikan semua aspek pengalaman manusia.
Ia memiliki keistimewaan. Pandangannya luas sehingga memungkinkan ia melihat
segala sesuatu secara menyeluruh, memperhitungkan tujuan yang seharusnya. Ia
akan melampaui batas-batas yang sempit dari perhatian yang khusus dan
kepentingan individual.
Harold Titus (1959) mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit
maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai sains yang
berkaitan dengan metodologi atau analisis bahasa secara logis dan analisis makna-
makna. Filsafat diartikan sebagai “science of science”, dimana tugas utamanya
memberi analisis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep sains,
mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian
yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang
berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam
semesta, hidup, dan makna hidup.
Pada bagian lain Harold Titus mengemukakan makna filsafat, yaitu:
(1) Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta;
(2) Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif, dan penelitian penalaran;
(3) Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah;
(4) Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir.
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia dan memiliki peran yang
penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini
manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan. Kearifan
merupakan buah yang dihasilkan filsafat dari usaha mencapai hubungan-hubungan
antara berbagai pengetahuan, dan menentukan implikasinya baik yang tersurat
maupun yang tersirat dalam kehidupan.
Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan
berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut
mengandung tiga ciri, yaitu radikal, sistematis, dan universal.
Seperti di jelaskan oleh Sidi Gazalba (1973:43):
“Berpikir radikal, berpikir sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-
tanggung, sampai pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak
separuh-separuh, tidak berhenti di jalan, tetapi terus sampai ke ujungnya.
Berpikir sistematis ialah berpikir logis yang bergerak selangkah demi
selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung
jawab dan saling hubungan yang teratur. Berpikir universal tidak berpikir
khusus, yang hanya terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan
mencakup keseluruhan”.
Berfilsafat adalah berpikir dengan sadar, yang mengandung pengertian
secara teliti dan teratur, sesuai dengan aturan dan hukum-hukum berpikir yang
berlaku. Berpikir filosofi harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada
pada alam semesta, tidak sepotong-sepotong.
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa berfilsafat merupakan
kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan.
Filsafat berusaha merenungkan dan membuat garis besar dari masalah-masalah dan
peristiwa-peristiwa yang pelik dari pengalaman umat manusia. Dengan kata lain
filsafat sampai kepada merangkum (sinopsis) tentang pokok-pokok yang di
telaahnya.

E. Filsafat Pancasila
1. Asal mula Pancasila
Mengenai asal mula pancasila, Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H dalam
bukunya Pancasila Secara Ilmiah Populer (1975) menyebutkan adanya beberapa
macam asal mula atau sebab-musabab Pancasila dapat dipakai sebagai falsafah
negara, yakni causa materialis, causa formalis, sebagai sambungan dari causa
formalis dan causa finalis, causa efisien atau asal mula.
1. Causa Materialis
Causa materialis, artinya asal mula bahan, yaitu bangsa Indonesia sebagai
bahan terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan, dan dalam agama-
agamanya.
2. Causa Formalis
Causa formalis, artinya asal mula atau bentuk bangunan dan causa finalis
atau asal mula tujuan, yaitu Bung Karno dan Bung Hatta sebagai pembentuk
Negara, BPUPKI adalah asal mula bentuk atau bangunan dan asal mula
tujuan pancasila sebagai calon dasar filsafat Negara.
3. Sebagai sambungan dari Causa Formalis dan Causa Finalis
Sebagai sambungan dari causa fomalis dan causa finalis adalah, sembilan
orang anggota BPUPKI termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, sebagai asal
mula sambungan dalam asal mula bentuk maupun asal mula tujuan
pancasila sebagai calon dasar filsafat Negara. Dengan cara menyusun
rencana pembukaan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat pancasila dan
juga BPUPKI menerima rencana tersebut dengan perubahan.
4. Causa Efisien atau Asal Mula Karya
Causa efisien atau asal mula karya adalah panitia persiapan kemerdekaan
Indonesia atau PPKI yang menjadikan pancasila sebagai dasar filsafat
Negara (sebelum di terapkan PPKI, istilahnya masih calon dasar filsafat
Negara).
Selanjutnya, di jelaskan bahwa berdasarkan teori causa meteiralis dapat di
gambarkan pada kenyataan, yaitu kondisi sebelum di proklamirkannya Negara,
perumusan menjadikan dasar kerohanian atau dasar filsafat Negara R.I. pada masa
perjuangan kemerdekaan dengan dimulainya sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), melalui penyampaian konsep
dasar Negara oleh para tokoh-tokoh diantaranya Mr.Muh. Yamin, Prof. Soepomo,
dan Ir. Soekarno pada taggal, 29 Mei, 31 Mei, dan 1 Juni1945.
Berdasarkan teori causa formalis dan causa finalis, dapat digambarkan
sebagai kondisi yang ada pada saat perumusan rancangan mukadimah hukum dasar
merupakan hasil perumusan tanggal, 22 Juni 1945 dan kemudian bisa diterima oleh
anggota BPUPKI pada tanggal, 10 Juli 1945, saat sidang terakhir.
Untuk memenuhi teori efisiensi, dapat ditunjukan melalui kondisi sesudah
masa proklamasi kemerdekaan R.I. yaitu kegiatan lembaga BPUPKI telah beralih
ke lembaga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan tugas yang
berbeda, yaitu meletakan Dasar Negara , Pembukaan Undang-Undang Dasar, dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
2. Landasan Filsafat Pancasila
Landasan Filsafat Pancasila, antara lain landasan filosofis, landasan
kultural, landasan historis, dan landasan yuridis.
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah filsafat pancasila sebagai bagian dari pendidikan
nasional maka filsafat pancasila di landasi Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Pancasila sebagai dasar kerohanian dan dasar Negara tercantum
dalam paragraph ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, melandasi
jalannya pemerintahan Negara, melandasi hukumnya, dan melandasi setiap
kegiatan operasional dalam Negara termasuk pendidikan nasional di
dalamnya, serta filsafat pancasila dan segenap pendidikan matakuliah yang
lainnya.
2. Landasan kultural
Landasan kultural adalah landasan yang di gali dari nilai-nilai luhur budaya
bangsa yang sudah ada semenjak berabad-abad lamanya di Indonesia. Sama
tuanya dengan peradapan yang ada pada manusia Indonesia. Semenjak
zaman Indonesia masih bernama bumi nusantara, perumusan nilai-nilai
pancasila diambil dari nilai kehidupan nenek moyang yang telah menyatu
dalam pandangan hidup atau kepribadian bangsa serta di pelihara secara baik
sebagai milik bangsa yang sangat berharga, seperti nilai-nilai kemanusiaan,
kegotong-royongan, nilai persatuan-kesatuan, dan toleransi tinggi dalam
perbedaan pendapat maupun pergaulan dalam hidup bermasyarakat sampai
kepada nilai-nilai religius dan keagamaan. Dengan demikian, faktor nilai
budaya bangsa sangat menentukan lahirnya nilai-nilai kerohanian pancasila
karena telah dijiwai karakter bangsa yang secara keseluruhan memiliki nilai
kepribadian serta menjadi kesepakatan bersama seluruh bangsa.
3. Landasan Historis
Landasan historis adalah landasan sejarah, terutama dalam rangka perjungan
bangsa dalam membebaskan diri dari segenap penderitaan selama berabad-
abad dalam penjajahan. Sejak jatuhnya kerajaan majapahit, bangsa Indonesia
hidup dalam tekanan, penindasan, kemiskinan, dan kebodohan dalam
segenap bidang kehidupan baik ekonomi, politik, sosial budaya, dan
kehidupan mental masyarakat. Dengan berjalannya waktu, masih dalam
kondisi kehidupan yang serba sulit, melalui berbagai cara yang di tempuh
dan di lakukan oleh para tokoh perjuangan bangsa bersama seluruh rakyat
berusaha terus untuk bisa bangkit melepaskan diri dari cengkraman penjajah.
Selain itu, berjuang menegakkan kehidupan yang bebas dalam Negara yang
merdeka, bersatu, dan berdaulat dengan mendasarkan kepada suatu landasan
kerohanian yang akan disusun dengan diilhami oleh fakta sejarah perjuangan
bangsa yang dialami bangsa selama ini, dengan tetap berpegang pada
kepribadian dan karakter bangsa secara keseluruhan.
4. Landasan Yuridis Filsafat Pancasila
a. Pasal 31, ayaat 1, UUD 1945, “setiap warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan”.
b. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, tentang “sistem pendidikan
nasional” (Negara RI).
c. Keputusan DIRJEN DIKTI DEPDIKNAS no. 43/DIKTI/KEP/2006,
tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok matakuliah pengembangan
kepribadian di perguruan tinggi.
3. Tujuan Filsafat Pancasila
Sebagai bagian dari pendidikan nasional, Filsafat Pancasila mempunyai
tujuan mempersiapkan mahasiswa calon sarjana yang berkualitas, berpendidikan
tinggi, dan bermartabat agar
1. Menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Sehat jasamani dan rohani, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur;
3. Memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan bertanggungjawab sesuai
hati nurani;
4. Mampu mengikuti perkembangan IPTEK dan seni;
5. Mampu ikut mewujudkan kehidupan yang cerdas dan berkesejahteraan bagi
bangsanya.
4. Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1968
Lahirnya instruksi Presiden RI nomor 12, tahun 1968, telah menguatkan
keberadaan Pancasila yang isinya menyebutkan bahwa Pancasila yang resmi adalah
Pancasila yang tata urutan atau rumusan sila-silanya ada pada alinea ke-4
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun yang dimaksud Pancasila adalah
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
c. Persatuan Indonesia;
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan;
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, tujuan inpres diatas adalah untuk mendapatkan keseragaman
dalam penulisan dan pengucapan pancasila yang resmi dipergunakan. Mengingat
bahwa Indonesia dalam perkembangan kehidupan bernegara telah dipergunakan
tiga macam Undang-Undang dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, konstitusi
R.I.S.1949, dan Undang-Undang Dasar sementara 1950. Ke-tiganya pada setiap
pembukaan atau mukadimah selalu terdapat pancasila. Maka, agar tidak terjadi
kesalahan dalam penggunaan pancasila yang resmi hendaknya perlu diterbitkan
instruksi Presiden.
5. Tinjauan Pancasila dari Berbagai Segi
Tinjauan pancasila dari berbagai segi, yaitu etimologis, historis, istilah
resmi, dan yuridis.
1. Etimologis
Berdasarkan asal kata (etimologis), istilah pancasila (pancasyila) berasal
dari bahasa sansekerta (india) yang mengandung dua macam arti, seperti berikut.
Pancasyila: Panca artinya lima, sedangkan Syila dengan huruf I yang
dibaca pendek, artinya dasar, batu sendi atau alas sehingga pancasyila memiliki arti
lima dasar. Pancasyila: panca artinya lima, sedangkan syiila dengan huruf ii yang
dibaca panjang, artinya peraturan tingkah laku yang penting sehingga pancasyiila
memiliki arti lima aturan tingkah laku yang penting.
2. Historis
Berdasarkan catatan sejarah tentang Buddha, sehubungan dengan pancasila
telah di kenal istilah sila, artinya moralitas dan berkembangan pada masyarakat
yang memeluk agama Buddha. Sila mengandung maksud melindungi orang lain
dari penderitaan. (Ashin Janakabhivamsa, 2005: 179-183).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa sila juga bermakna menjalankan lima sila,
melalui fungsi sila-sila, yakni menghindari membunuh (panditipata-virati),
menghindari mencuri (adinnadana-virati), menghindari perbuatan asusila (kasemu-
micchacara virati), menghindari berkata bohong (musavada-virati), dan
menghindari minum yang memabukan (sarapana-virati).
a. Menghindari Membunuh (Panditipata-Virati)
Fungsi sila ini untuk melindungi makhluk lain dari penderitaan. Oleh karena
itu, tidak boleh melakukan pelanggaran terhadap sila tersebut. Sila pertama
dari lima sila untuk menghindari terjadinya pembunuhan semua makhluk
hidup. Jika terjadi pelanggaran terhadap sila ini akan berakibat terjadinya
pembantaian yang akan menuju peperangan dan pertumpahan darah. Dengan
demikian, merupakan malapetaka terhadap segenap makhluk diatas bumi ini.
b. Menghindari Mencuri (Adinnadana-Virati)
Menaati sila kedua, berarti membebaskan semua manusia dari penderitaan
dan kejahatan, untuk selanjutnya mencapai kedamaian fisik dan mental; lahir
dan batin, sedangkan bila terjadi pelanggaran terhadap sila ini maka hal itu
akan mengakibatkan kegelisahaan yang amat sangat karena pencurian dan
perampokan akan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan dari
korbannya, baik dari lingkungan kecil (keluarga) maupun dalam lingkungan
besar, seperti Negara yang dijajah dan dikuasi oleh musuh.
c. Menghindari Berbuat Asusila (Kamesu-Micchacara-Virati)
Menaati sila ketiga, berarti menghindari perbuatan asusila dan
menghindarkan kesakitan serta penderitaan orang lain. Oleh karena itu,
penghindaran diri dari perbuatan (tindakan) seksual yang tidak sah akan
membawa kedamaian dan ketenangan bagi semua makhluk yang hidup di
dunia karena manusia secara keduniawian akan selalu mengikuti dan
menyukai nafsu badaniah, kenikmatan, serta kesenangan badaniah.
d. Menghindari Berkata Bohong (Musavada-Virati)
Sila keempat berfungsi untuk menghindari hal buruk atau penderitaan akibat
kebohongan dari ucapan, banyak terjadi orang melakukan kebohongan atas
hal-hal sepele sampai hal yang penting, dari urusan perseorangan sampai
pada urusan negara, termasuk kebenaran mutlak dalam ajaran agama yang
sesat sehingga menaati sila ini,
artinya menghindarkan kesesatan maupun malapetaka akibat kata-kata yang
tidak benar atau kebohongan.
e. Menghindari Minuman Yang Memabukkan (Surapana-Virati)
Menaati ketentuan sila kelima dan menghindari zat yang memabukkan akan
membebaskan dunia dari kesengsaraan dan keresahan. Oleh karena itu, lebih
baik menghindar dan menjauhkan diri dari berbagai macam minuman keras
atau yang dapat memabukkan agar tidak terjadi kemaksiatan yang
menyebabkan kecenderungan terjadi kerusuhan yang kadang-kadang tak
terkendali. Dengan demikian, orang yang dapat melepaskan diri dari
kebiasaan yang tidak baik tersebut (mengkonsumsi, minuman-minuman
beralkohol, dan lain-lain) akaan terhindar malapetaka serta kesengsaraan
duniawi.
Apabila saling menyadari dan benar-benar bisa menjalankan kelima aturan
moral atau kelima sila diatas, manusia dapat menyelamatkan dunia dari
kesengsaraan dan keresahan. Itula ajaran tentang sila yang bermakna moralitas,
yang sangat ditaati oleh mereka yang benar-benar melaksanakan ajaran Buddha.
Pengertian Pancasila, dalam hubungan ini selanjutnya juga telah memasuki
perkembangan dalam kesusasteraan masa kejayaan majapahit, di antaranya
terdapat dalam buku Negara Kertagama, karangan Mpu Prapanca pada tahun 1365,
yang mempunyai makna pelaksanaan kesusilaan ada lima ketentuan, dilarang
(dihindari), yaitu:
a. Tidak boleh melakukan kekerasan;
b. Tidak boleh mencuri;
c. Tidak boleh berjiwa dengki, (tidak boleh iri, atau bersikap tidak baik
terhadap orang lain);
d. Tidak boleh berbohong;
e. Tidak boleh mabuk-mabukan.
Semua pengertian yang disebutkan di atas, belum ada penjelasannya dan
memiliki makna yang hampir sama, seperti yang disebutkan sebelumnya. Setelah
kerajaan majapahit jatuh, kemudian dikenal dalam masyarakat jawa khususnya,
istilah Mo Lima atau M berjumlah lima, yaitu lima M (ketentuan berjumlah 5 M)
harus dihindari dari kehidupan masyarakat, supaya menjadi baik, tertib, dan teratur:
ora keno mateni, maling, madon, madat, lan main (dilarang membunuh, mencuri,
main perempuan, menghisap candu/morfin: sekarang narkoba, dan berjudi).
3. Istilah resmi
Resmi adalah istilah “Pancasila” bagi “Lima Dasar” yang diusulkan oleh
Ir. Soekarno pada sidang pertama BPUPKI hari terakhir tanggal 1 Juni 1945.
4. Yuridis
Segi yuridis (hukum) adalah pengertian pancasila dalam sila-sila atau lima
sila dari pancasila yang tata urutan/rumusanya tercantum pada alinea ke-4
pembukaan UUD 1945.
Pancasila sebagi filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang
dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila
dapat didefinisikan secara ringkas sebagai “refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan
untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh”.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan
jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father kita, yang dituangkan
dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani). Filsafat Pancasila memberi pengetahuan
dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila (Notonagoro).
F. Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
Sebagai suatu sistem, pancasila merupakan kesatuan dari bagian-bagian.
Dalam hal ini, tiap-tiap dari sila pancasila antara satu dengan yang lainnya saling
berkaitan, berhubungan, dan saling melengkapi. Pancasila, pada hakikatnya
merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh serta tidak terpisahkan diantara sila-
silanya. Namun, sila pertama, ketuhanan Yang Maha Esa memiliki kedudukan
yang tinggi dan luas dibandingkan dengan keempat sila yang lain. Jadi, dari lima
sila yang ada, satu sila yang mempunyai posisi istimewa, yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa. Karena, sila ini terletak di luar ciptakan akal manusia (Hazarin 1983:
15)
Secara berurutan, pancasila berada pada bentuk pyramid dengan tatanan
yang hierarchis. Dalam susunan hierarchis dan piramid itu, Ketuhanan Yang Maha
Esa menjadi basis dari kemanusiaan ( Prikemanusiaan), persatuan Indonesia
(Kebangsaan), Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Sebaliknya, Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, berpersatuan (berkebangsaan),
berkerakyatan, dan berkeadilan sosial. Dengan demikian, tiap-tiap sila di dalamnya
mengandung sila dari lain-lainya (Notonagoro 1959: 60).
Mengingat sila pertama menjadi basis dari pada sila yang lain, sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki tingkat tertinggi (terluas) dalam susunan
hierarchis piramid dan meliputi, melandasi, serta menjiwa sila-sila lain yang
kedudukannya dalam hierarchis lebih rendah (sempit). Dengan demikian, sila
kedua juga melandasi dan menjiwai sila ketiga, keempat, dan kelima. Sila keempat
melandasi dan menjiwai sila kelima. Sebaliknya, sila kedua diliputi, dilandasi, dan
dijiwai sila pertama. Sila ketiga diliputi, dilandasi, dan dijiwai sila pertama dan
kedua. Sila keempat diliputi, dilandasi, dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga.
Sila kelima diliputi, dilandasi, dan dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan
keempat. Jelas bahwa kelima sila (kecuali sila pertama) adalah selain meliputi,
melandasi, dan menjiwai juga saling diliputi, dilandasi, dan dijiwai antara sila satu
dengan yang lain, hanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang meliputi, melandasi,
dan menjiwai tanpa diliputi, dilandasi, dan dijiwai sila yang lain dari pancasila.
Dalam susunan kesatuan hierarchis berbentuk piramid ini, sila Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah yang apaling luas. Oleh karena itu, merupakan basis (dasar)
dari keempat sila lainya (Kaelan 1999: 69).
Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sistem ini,
merupakan tujuan (menuju Pembukaan UUD 1945) yang hendak dicapai oleh
keempat sila yang lain dari pancasila, yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijakan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Sebagai
sistem, pancasila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Merupakan kesatuan dari bagian-bagian. Bagian-bagian dimaksud adalah
sila-sila pancasila yang menyatu secara bulat dan utuh.
b. Bagia-bagian tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Sila pertama,
memiliki fungsi keimanan dan ketaqwaan. Sila kedua, berfungsi dalam
tugas-tugas kemanusiaan. Sila ketiga, berfungsi penegakkan persatuan dan
kesatuan. Fungsi sila keempat adalah mempertemukan kebersamaan dalam
perbedaan. Fungsi sila kelima adalah kesejahteraan dan berkeadilan.
c. Saling berhubungan dan ketergantungan. Sila yang satu dan yang lain saling
meliputi, melandasi, dan saling menjiwai, serta saling diliputi, dilandasi, dan
dijiwai, kecuali sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa hanya meliputi,
melandasi, dan menjiwai, tanpa diliputi, dilandasi (dijiwai) oleh sila-sila
pancasila lainya.
d. Keseluruhan, dimaksudkan untuk pencapaian tujuan tertentu, yang
merupakan tujuan sistem, yaitu suatu kehidupan sejahtera yang berkeadilan,
meliputi sila keadialn sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
e. Terjadi dalam lingkungan yang kompleks, yaitu dalam suatu kesatuan yang
tidak terpisahkan dalam satu wadah pancasila.
BAB VI
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam
hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman
yang saling melengkapi sebagai sistem etika. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala
penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran
lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran
filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan
bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau
kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan dalam
norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi :
1.      Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik
maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
2.      Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat
dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian
itulah Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan
suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.

 PENGERTIAN ETIKA
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana
manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita
bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok
etika itu adalah sebagai berikut :
1.     Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia.
2.     Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya
dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika
individual) maupun mahluk sosial (etika sosial)

 PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL


1. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik
minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan
kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu
adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan
sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak
berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu
pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu
unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya
bathin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber
pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan
perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud
kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Oleh karena itu, Alport
mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada
enam macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai
politik dan nilai religi.
2. Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu
– masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang
bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-
nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilainilai dapat
dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1)   nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang
memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
2)   nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani,
kesehatan serta kesejahteraan umum,
3)   nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan
dan pengetahuan murni,
4)   nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1)   nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
2)   nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan
suatu aktivitas atau kegiatan,
3)   nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang
dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
a)   nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta
manusia.
b)   nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia
c)   nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur
kehendak manusia
d)     nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan
kriteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak
dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang
menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani,
kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber
pada berbagai sistem nilai.
3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat
atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada
aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya,
dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi
maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip
yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan
terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
4. Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan
menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal
yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan), horizontal
(masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya) Norma adalah perwujudan martabat
manusia sebagai mahluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu
kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh
karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat,
norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan
untuk dipatuhi karena adanya sanksi.

5. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis


a. Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca indra
manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau
berbagai aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai
dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai
tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan obyektif
dari segala sesuatu. Contohnya : hakikat Tuhan, manusia, atau mahluk lainnya.
Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat
mutlak karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama). Segala sesuatu yang
diciptakan berasal dari kehendak Tuhan. Bila nilai dasar itu berkaitan dengan
hakikat manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan
yang dijabarkan dalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi
manusia). Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda
((kuantitas, aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu dapat juga disebut sebagai
norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis, namun nilai yang
bersumber dari kebendaan tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar yang
merupakan sumber penjabaran norma itu. Nilai dasar yang menjadi sumber etika
bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai
dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki
formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-
hari maka nilai itu akan menjadi norma moral. Namun jika nilai instrumental itu
berkaitan dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang bersumber pada nilai dasar
sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu
eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia,
nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar
yang merupakan penjabaran Pancasila.

c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan
secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental. Oleh karena itu, nilai
praksis dijiwai kedua nilai tersebut diatas dan tidak bertentangan dengannya.
Undang-undang organik adalah wujud dari nilai praksis, dengan kata lain, semua
perundang-undangan yang berada di bawah UUD sampai kepada peraturan
pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.

6. Hubungan Nilai, Norma dan Moral


Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang
seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia.
Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa
dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana
tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia
bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan
manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya
dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh
integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh
moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika
kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian,
etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.

 PANCASILA SEBAGAI NILAI FUNDAMENTAL BAGI BANGSA


DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang bersifat sistematis. Oleh
karena itu sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hirarkhis dan
sistematis. Dalam pengertian itu maka Pancasila merupakan suatu sistem filsafat
sehingga kelima silanya memiliki esensi makna yang utuh. Dasar pemikiran
filosofisnya adalah sebagai berikut : Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara
Republik Indonesia mempunyai makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan
kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Titik tolaknya
pandangan itu adalah negara adalah suatu persekutuan hidup manusia atau
organisasi kemasyarakatan manusia.
Nilai-nilai obyektif Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)   Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya, hakikatnya, maknanya
yangterdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum, universal dan
abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2)   Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan
bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain dalam adat kebiasaan,
kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3)   Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum
memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental sehingga
merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu, dalam
hierarkhi tata tertib hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum
tertinggi dan tidak dapat diubah secara hukum sehingga terlekat pada
kelangsungan hidup negara.
Sebaliknya nilai-nilai subyektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaannya
bergantung dan atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Hal itu dijelaskan
sebagai berikut:
1)   Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia
sebagai kausa materialis. Nilai-nilai itu sebagai hasil pemikiran, penilaian
kritik serta hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.
2)   Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia
sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas
kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
3)   Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian
yaitu nilai-nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, estetis dan
religius yang manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia
karena bersumber pada kepribadian bangsa.
Nilai-nilai Pancasila tersebut bagi bangsa menjadi landasan, dasar serta
motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan kenegaraan. Dengan kata lain, bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan
das sollen atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu
kenyataan atau das sein.
2. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas
humanisme. Oleh karena itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa
saja. Meskipun Pancasila mempunyai nilai universal tetapi tidak begitu saja dengan
mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah
bahwa nilai Pancasila secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan
yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dengan kata
lain, bahwa Pancasila milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas
bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis
memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Adapun
Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung
empat pokok pikiran yang merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai
Pancasila itu sendiri.
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini
merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah penjabaran dari sila
kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat,
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini
menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan rakyat.
Hal ini sesuai dengan sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua. Berdasarkan
uraian di atas menunjukkan bahwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat
dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah negara yang fundamental, karena di
dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai berikut.
a)   Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas politik negara
(negara Indonesia republik dan berkedaulatan rakyat) dan asas kerohanian
negara (Pancasila).
b)   Ketentuan diadakannya Undang – Undang Dasar 1945, yaitu, ”.....maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia.” Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental dalam hukum mempunyai hakikat dan
kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hokum apa
pun tidak mungkin lagi untuk diubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 memuat
nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya
terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan
berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam pengertian seperti
itulah maka dapat disimpulkan bahwa ancasila merupakan dasar yang fundamental
bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Di
samping itu, nilai-nilai ancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam
kehidupan kenegaraan. Hal itu ditegaskan dalam pokok pikiran keempat yang
menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas
kemanusiaan yang adil dan beradab. Konsekuensinya dalam penyelenggaraan
kenegaraan antara lain operasional pemerintahan negara, pembangunan negara,
pertahanan-keamanan negara, politik negara serta pelaksanaan demokrasi negara
harus senantiasa berdasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan.

3. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila


Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya.
Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja
ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai
dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan
letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang
terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :

1)   Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat
sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha esa.
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam
kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap
warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah
sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin
dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada
paham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme).
2)   Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu mahluk yang berbudaya dengan
memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan
manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan
norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia
sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak
dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur,
dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa
berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan
demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang
didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-
norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia,
maupun terhadap alam dan hewan.
Hakikat pengertian diatas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea
Pertama :”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat
penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.

3)   Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup
persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan.
Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah
Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan
yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia
merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan
perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang
dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi
menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku
bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD
1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam
Batang Tubuh UUD 1945.

4)   Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam


Permusyawaratan/ Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam
satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia
menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam
hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan
selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan
dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan
itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas
kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal
berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat dan mufakat.
Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan turut sertanya
rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan
tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusankeputusan. Sila ini
merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip
tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :”...maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”

5)    Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk
setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena
keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara
manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat.
Konsekuensinya meliputi :
a)   Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya
dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk
keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta
kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiaban.
b)   Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap
negara, dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
negara
c)   Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan
lainnya secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan
keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai.
Hakikat sila ini dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :”dan
perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
BAB VII
PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dewasa ini


mencapai kemajuan pesat sehingga peradaban manusia mengalami perubahan yang
luar biasa. Pengembangan iptek tidak dapat terlepas dari situasi yang
melingkupinya, artinya iptek selalu berkembang dalam suatu ruang budaya.
Perkembangan iptek pada gilirannya bersentuhan dengan nilai-nilai budaya dan
agama sehingga di satu pihak dibutuhkan semangat objektivitas, di pihak lain iptek
perlu mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan agama dalam pengembangannya
agar tidak merugikan umat manusia. Kuntowijoyo dalam konteks pengembangan
ilmu menengarai bahwa kebanyakan orang sering mencampuradukkan antara
kebenaran dan kemajuan sehingga pandangan seseorang tentang kebenaran
terpengaruh oleh kemajuan yang dilihatnya. Kuntowijoyo menegaskan bahwa
kebenaran itu bersifat non-cumulative (tidak bertambah) karena kebenaran itu tidak
makin berkembang dari waktu ke waktu. Adapun kemajuan itu bersifat cumulative
(bertambah), artinya kemajuan itu selalu berkembang dari waktu ke waktu. Agama,
filsafat, dan kesenian termasuk dalam kategori non-cumulative, sedangkan fisika,
teknologi, kedokteran termasuk
dalam kategori cumulative (Kuntowijoyo, 2006: 4). Oleh karena itu, relasi
iptek dan budaya merupakan persoalan yang seringkali mengundang perdebatan.
Relasi antara iptek dan nilai budaya, serta agama dapat ditandai dengan beberapa
kemungkinan sebagai berikut. Pertama, iptek yang gayut dengan nilai budaya dan
agama sehingga pengembangan iptek harus senantiasa didasarkan atas sikap
human-religius. Kedua, iptek yang lepas sama sekali dari norma budaya dan agama
sehingga terjadi sekularisasi yang berakibat pada kemajuan iptek tanpa dikawal dan
diwarnai nilai human-religius. Hal ini terjadi karena sekelompok ilmuwan yang
meyakini bahwa iptek memiliki hukum-hukum sendiri yang lepas dan tidak perlu
diintervensi nilai-nilai dari luar. Ketiga, iptek yang menempatkan nilai agama dan
budaya sebagai mitra dialog di saat diperlukan. Dalam hal ini, ada sebagian
ilmuwan yang beranggapan bahwa iptek memang memiliki hukum tersendiri
(faktor internal), tetapi di pihak lain diperlukan faktor eksternal (budaya, ideologi,
dan agama) untuk bertukar pikiran, meskipun tidak dalam arti saling bergantung
secara ketat.
Relasi yang paling ideal antara iptek dan nilai budaya serta agama tentu
terletak pada fenomena pertama, meskipun hal tersebut belum dapat berlangsung
secara optimal, mengingat keragaman agama dan budaya di Indonesia itu sendiri.
Keragaman tersebut di satu pihak dapat menjadi kekayaan, tetapi di pihak lain
dapat memicu terjadinya konflik. Oleh karena itu, diperlukan sikap inklusif dan
toleran di masyarakat untuk mencegah timbulnya konflik.Untuk itu, komunikasi
yang terbuka dan egaliter diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Fenomena kedua yang menempatkan pengembangan iptek di luar
nilai budaya dan agama, jelas bercorak positivistis. Kelompok ilmuwan dalam
fenomena kedua ini menganggap intervensi faktor eksternal justru dapat
mengganggu objektivitas ilmiah. Fenomena ketiga yang menempatkan nilai budaya
dan agama sebagai mitra dialog merupakan sintesis yang lebih memadai dan
realistis untuk diterapkan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Sebab iptek
yang berkembang di ruang hampa nilai, justru akan menjadi bumerang yang
membahayakan aspek kemanusiaan.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya
dan agama dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia
mengakomodir seluruh aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, demikian pula halnya dalam aktivitas ilmiah. Oleh karena itu,
perumusan pancasila sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas ilmiah di Indonesia
merupakan sesuatu yang bersifat niscaya. Sebab pengembangan ilmu yang terlepas
dari nilai ideologi bangsa, justru dapat mengakibatkan sekularisme, seperti yang
terjadi pada zaman Renaissance di Eropa. Bangsa Indonesia memiliki akar budaya
dan religi yang kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan masyarakat sehingga
manakala pengembangan ilmu tidak berakar pada ideologi bangsa, sama halnya
dengan membiarkan ilmu berkembang tanpa arah dan orientasi yang jelas.
Bertitik tolak dari asumsi di atas, maka das Sollen ideologi pancasila
berperan sebagai leading principle dalam kehidupan ilmiah bangsa Indonesia. Para
Ilmuwan tetap berpeluang untuk mengembangkan profesionalitasnya tanpa
mengabaikan nilai ideologis yang bersumber dari masyarakat Indonesia sendiri.

Kompetensi Dasar:
Bersikap inklusif, toleran dan gotong royong dalam keragaman agama dan budaya;
bertanggung jawab atas keputusan yang diambil berdasar pada prinsip musyawarah
dan mufakat; merumuskan pancasila sebagai karakter keilmuan Indonesia;
merumuskan konsep karakter keilmuan berdasar pancasila; menciptakan model
pemimpin, warga negara dan ilmuwan yang pancasilais.
A. Pancasila sebagai Dasar Nila Pengembangan Ilmu
1. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pengertian pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat
mengacu pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Kedua, bahwa
setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai- nilai
pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri. Ketiga, bahwa
nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di
Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir
dan cara bertindak bangsa Indonesia. Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek
harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih
dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu).
Keempat pengertian pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
sebagaimana dikemukakan di atas mengandung konsekuensi yang berbeda-beda.
Pengertian pertama bahwa iptek tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila mengandung asumsi bahwa iptek itu sendiri
berkembang secara otonom, kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi
dengan nilai-nilai pancasila.
Pengertian kedua bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus
menyertakan nilai-nilai pancasila sebagai faktor internal mengandaikan bahwa
sejak awal pengembangan iptek sudah harus melibatkan nilai-nilai pancasila.
Namun, keterlibatan nilai-nilai pancasila ada dalam posisi tarik ulur, artinya
ilmuwan dapat mempertimbangkan sebatas yang mereka anggap layak untuk
dilibatkan.
Pengertian ketiga bahwa nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu
normatif bagi pengembangan iptek mengasumsikan bahwa ada aturan main yang
harus disepakati oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun, tidak
ada jaminan bahwa aturan main itu akan terus ditaati dalam perjalanan
pengembangan iptek itu sendiri. Sebab ketika iptek terus berkembang, aturan main
seharusnya terus mengawal dan membayangi agar tidak terjadi kesenjangan antara
pengembangan iptek dan aturan main.
Pengertian keempat yang menempatkan bahwa setiap pengembangan iptek
harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri sebagai proses
indegenisasi ilmu mengandaikan bahwa pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di
Indonesia. Untuk itu, diperlukan penjabaran yang lebih rinci dan pembicaraan di
kalangan intelektual Indonesia, sejauh mana nilai-nilai pancasila selalu menjadi
bahan pertimbangan bagi keputusan-keputusan ilmiah yang diambil.
2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Apakah Anda menyadari bahwa kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi
di sekitar kita ibarat pisau bermata dua, di satu sisi iptek memberikan kemudahan
untuk memecahkan berbagai persoalan hidup dan kehidupan yang dihadapi, tetapi
di pihak lain dapat membunuh, bahkan memusnahkan peradaban umat manusia.
Contoh yang pernah terjadi adalah ketika bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima
dan Nagasaki dalam Perang Dunia Kedua. Dampaknya tidak hanya dirasakan
warga Jepang pada waktu itu, tetapi menimbulkan traumatik yang berkepanjangan
pada generasi berikut, bahkan menyentuh nilai kemanusiaan secara universal. Nilai
kemanusiaan bukan milik individu atau sekelompok orang atau bangsa semata,
tetapi milik bersama umat manusia.
Pentingnya pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke
dalam hal-hal sebagai berikut. Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam
kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek
menimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini
membutuhkan renungan dan refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak
terjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa. Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek
terhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi
hidup manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan
moral bagi para ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Ketiga,
perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat dengan politik global
ikut mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti
spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh
karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal
pengaruh nilai-nilai global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa
Indonesia.

B. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai


Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
1. Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di
Indonesia
Sumber historis pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di
Indonesiadapat ditelusuri pada awalnya dalam dokumen negara, yaitu
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Alinea keempat Pembukaan UUD 1945
berbunyi:
”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, ... dan seterusnya”.

Kata “mencerdaskan kehidupan bangsa” mengacu pada pengembangan iptek


melalui pendidikan. Amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang terkait dengan
mencerdaskan kehidupan bangsa itu haruslah berdasar pada nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, dan seterusnya, yakni pancasila. Proses mencerrdaskan kehidupan
bangsa yang terlepas dari nilai-nilai sipiritualitas, kemanusiaan, solidaritas
kebangsaan, musyawarah, dan keadilan merupakan pencederaan terhadap amanat
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dokumen sejarah bangsa
Indonesia.
Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu belum banyak dibicarakan pada
awal kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat para
pendiri negara yang juga termasuk cerdik cendekia atau intelektual bangsa
Indonesia pada masa itu mencurahkan tenaga dan pemikirannya untuk membangun
bangsa dan negara. Para intelektual merangkap sebagai pejuang bangsa masih
disibukkan pada upaya pembenahan dan penataan negara yang baru saja terbebas
dari penjajahan. Penjajahan tidak hanya menguras sumber daya alam negara
Indonesia, tetapi juga menjadikan bagian terbesar dari rakyat Indonesia berada
dalam kemiskinan dan kebodohan. Segelintir rakyat Indonesia yang mengenyam
pendidikan di masa penjajahan itulah yang menjadi pelopor bagi kebangkitan
bangsa sehingga ketika negara Indonesia merdeka diproklamirkan, mereka merasa
perlu mencantumkan aspek kesejahteraan dan pendidikan ke dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi”..memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melindungi segenap tanah tumpah darah
Indonesia”. Sila-sila pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945 jelas merupakan bagian dari amanat para pendiri negara untuk
mengangkat dan meningkatkan kesejahteraan dan memajukan kesejahteraan bangsa
dalam arti penguatan perekonomian bangsa dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia agar setara dengan
bangsa- bangsa lain di dunia.
Soekarno dalam rangkaian kuliah umum Pancasila Dasar Falsafah Negara
pada 26 Juni 1958 sampai dengan 1 Februari 1959 sebagaimana disitir Sofian
Effendi, Rektor UGM dalam Simposium dan Sarasehan Pancasila sebagai
Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa, 14 - 15 Agustus 2006,
selalu menyinggung perlunya setiap sila pancasila dijadikan blueprint bagi setiap
pemikiran dan tindakan bangsa Indonesia karena kalau tidak akan terjadi
kemunduran dalam pencapaian keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(Effendi, 2006: xiii). Pancasila sebagai blueprint dalam pernyataan Soekarno
kurang lebih mengandung pengertian yang sama dengan pancasila sebagai dasar
nilai pengembangan iptek karena sila-sila pancasila sebagai cetak biru harus masuk
ke dalam seluruh rencana pemikiran dan tindakan bangsa Indonesia.
Sumber historis lainnya dapat ditelusuri dalam berbagai diskusi dan seminar
di kalangan intelektual di Indonesia, salah satunya adalah di perguruan tinggi.
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu baru mulai dirasakan
sebagai kebutuhan yang mendesak sekitar 1980-an, terutama di perguruan tinggi
yang mencetak kaum intelektual. Salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang
membicarakan hal tersebut adalah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada 15
Oktober 1987, Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan seminar dengan tema
Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu bekerja sama dengan Harian
Kedaulatan Rakyat. Dalam sambutannya, Rektor Universitas Gadjah Mada pada
waktu itu, Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, S.H. menegaskan bahwa seminar
dengan tema Pancasila sebagai orientasi Pengembangan Ilmu
merupakan hal baru, dan sejalan dengan Pasal 2 Statuta Universitas Gadjah Mada
yang disitirnya dalam dalam sambutan, berbunyi sebagai berikut.
“Universitas Gadjah Mada adalah lembaga pendidikan tinggi nasional bagi
pembentukan dan pengembangan kepribadian serta kemampuan manusia seutuhnya
bagi pembinaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan bagi pelestarian dan
pengembangan secara ilmiah unsur-unsur dan seluruh kebudayaan serta lingkungan
hidup dan lingkungan alaminya, yang diselenggarakan dalam rangka pembangunan
bangsa dan negara sesuai penjelmaan dan pelaksanaan Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945 demi tercapainya cita-cita proklamasi kemerdekaan seperti
tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945” (Koesnadi, 1987: xi-
xii).
Konsep pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pernah
dikemukakan oleh Prof Notonagoro, anggota senat Universitas Gadjah Mada
sebagaimana dikutip oleh Prof. Koesnadi Hardjasoemantri dalam sambutan
seminar tersebut, yang menyatakan bahwa pancasila merupakan pegangan dan
pedoman dalam usaha ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sebagai asas dan
pendirian hidup, sebagai suatu pangkal sudut pandangan dari subjek ilmu
pengetahuan dan juga menjadi objek ilmu pengetahuan atau hal yang diselidiki
(Koesnadi, 1987: xii). Penggunaan istilah “asas dan pendirian hidup”
mengacu pada sikap dan pedoman yang menjadi rambu normatif dalam tindakan
dan pengambilan keputusan ilmiah.
Daoed Joesoef dalam artikel ilmiahnya yang berjudul Pancasila,
Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan menyatakan bahwa pancasila adalah gagasan
vital yang berasal dari kebudayaan Indonesia, artinya nilai-nilai yang benar-benar
diramu dari sistem nilai bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, pancasila
memiliki metode tertentu dalam memandang, memegang kriteria tertentu dalam
menilai sehingga menuntunnya untuk membuat pertimbangan (judgement) tertentu
tentang gejala, ramalan, dan anjuran tertentu mengenai langkah-langkah praktikal
(Joesoef, 1987: 1, 15). Konsep pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
menurut cara pandang Daoed Joesoef adalah sebagai tuntunan dan pertimbangan
nilai dalam pengembangan iptek.
Prof. Dr. T Jacob melihat bahwa pada abad XVII terjadi perubahan besar dalam
cara berpikir manusia. Hal ini ditandai dengan terjadinya sekularisasi ilmu
pengetahuan sehingga terjadi pemisahan antara raga dan jiwa yang dipelajari secara
terpisah. Bagian raga diperlakukan sebagai materi dan diterangkan sebagaimana
halnya dengan gejala alam. Ilmu pengetahuan alam terpisah dari ilmu pengetahuan
sosial dan humaniora. Menjelang akhir abad XX, t kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin pesat sehingga terjadi teknologisasi kehidupan dan
penghidupan. Teknologi berkembang sendiri dan makin terpisah, serta jauh
meninggalkan agama dan etika, hukum, ilmu pengetahuan sosial dan humaniora
(Jacob, 1987: 51-52). Prof. Dr. T. Jacob menegaskan bahwa pancasila seharsunya
dapat membantu dan digunakan sebagai dasar etika ilmu pengetahuan dan
teknologi di Indonesia. Untuk itu, lima prinsip besar yang terkandung dalam
pancasila cukup luas dan mendasar untuk mencakup segala persoalan etik dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu (1) Monoteisme; (2) Humanisme dan
solidaritas karya negara; (3). Nasionalisme dan solidaritas warga negara; (4).
Demokrasi dan perwakilan; (5). Keadilan sosial (Jacob, 1987: 59).
Penjabaran sila-sila pancasila ke dalam sistem etika ilmiah dikemukakan
Jacob sebagai berikut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa melengkapi ilmu
pengetahuan dengan menciptakan perimbangan antara yang irasional dan rasional,
antara rasa dan akal. Sila pertama ini, menempatkan manusia dalam alam semesta
sebagai bagiannya, bukan sebagai pusat dan tuan, serta menuntut tanggung jawab
sosial dan intergenerasional dari ilmuwan dan teknologi. Sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab memberi arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan dikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan. Sila
Persatuan Indonesia melengkapi universalisme dan internasionalisme dalam sila-
sila yang lain sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan subsistem di
bawahnya. Aspek universal dan lokal harus dapat hidup secara harmonis dengan
tidak saling merugikan. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan mengimbangi autodinamika
iptek, serta mencegah teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Percobaan,
penerapan, dan penyebaran ilmu pengetahuan harus mencerminkan semangat
demokratis dan perwakilan rakyat harus dapat memusyawarahkannya sejak dari
kebijakan penelitian sampai ke penerapan massal hasil-hasilnya. Sila Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menekankan ketiga keadilan Aristoteles
(distributif, legalis, dan komutatif) dalam pengembangan, pengajaran, penerapan
iptek. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara individu dan masyarakat.
Contoh penerapan Pancasila sebagai etika ilmiah, antara lain hormat terhadap hayat
(penerapan sila I); Persetujuan sukarela untuk eksperimen dengan penerangan yang
cukup dan benar tentang guna dan akibatnya (II & IV); Tanggung jawab sosial
ilmu pengetahuan dan teknologi harus lebih penting daripada pemecahan persoalan
ilmiah (sila II dan V); Pelestarian lingkungan melewati generasi (sila I, II, V)
(Jacob, 1987: 59--61). Sikap ilmiah yang didasarkan pada moralitas pancasila
merupakan upaya pengendalian pengembangan iptek, sekaligus sebagai faktor
penyeimbang antara kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
spiritual.
Koentowijoyo dalam artikelnya, Pancasila sebagai Orientasi
Pengembangan Humaniora di Indonesia bertitik tolak dari kesadaran bahwa
manusia hidup di tengah-tengah tiga lingkungan, yaitu lingkungan material,
lingkungan sosial, dan lingkungan simbolik. Lingkungan material terkait dengan
lingkungan buatan manusia, seperti rumah, jembatan, peralatan, dan lain
sebagainya. Lingkungan sosial ialah organisasi sosial, stratifikasi, sosialisasi, gaya
hidup, dan sebagainya. Lingkungan simbolik ialah segala sesuatu yang meliputi
makna dan komunikasi, seperti bahasa, mite, nyanyian, seni, upacara, tingkah laku,
konsep, dan lain sebagainya (Koentowijoyo, 1987: 90). Pancasila sebagai dasar
nilai pengembangan ilmu dalam tafsir Koentowijoyo diletakkan sebagai kekuatan
normatif humanisasi yang melawan kekuatan kecenderungan naturalisasi manusia,
mekanisasi manusia, dan kesadaran teknik. Pancasila sebagai kerangka kesadaran
normatif humanisasi dapat merupakan dorongan ke arah dua hal penting: Pertama,
universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan dengan struktur,
terutama penggunaan simbol untuk kepentingan sebuah kelas sosial, baik yang
datang dari kubu pasar bebas maupun dari negara perencana. Kedua,
transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia, kebebasan
spiritual untuk melawan dehumanisasi dan subhumanisasi manusia yang datang
dari teknologi dan ilmu pengetahuan (Koentowijoyo, 1987: 101).
Simposium dan Sarasehan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan
dan Pembangunan Bangsa yang diselenggarakan Universitas Gadjah Mada bekerja
sama dengan KAGAMA, LIPI, dan LEMHANNAS merupakan upaya untuk
menempatkan kedudukan pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek. Sofian
Effendi, rektor UGM dalam sambutan Simposium tersebut menegaskan bahwa
dunia perguruan tinggi seharusnya menjadi intellectual bastion (benteng
pertahanan intelektual) dalam pengembangan meta- ontologis tentang filsafat ilmu
pengetahuan yang menurunkan ilmu pengetahuan yang mendukung kepentingan
nasional bangsa Indonesia (Sofian Effendi, 2006: xliv). Beberapa tokoh intelektual
yang berpartisipasi dalam simposium dan sarasehan tersebut, antara lain Prof. Dr.
Muladi, Prof. Dr. M. Sastraparaedja, dan Prof. Dr. Ir. Wahyudi Sediawan.
Prof. Dr. Muladi menegaskan bahwa kedudukan pancasila sebagai common
denominator values, artinya nilai yang mempersatukan seluruh potensi
kemanusiaan melalui counter values and counter culture. Pancasila merupakan
refleksi penderitaan bangsa-bangsa di dunia secara riil sehingga mengandung nilai-
nilai agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai-nilai universal
HAM. Selanjutnya, Muladi mengaitkan pancasila dan ilmu pengetahuan dengan
meletakkannya pada posisi in between, yaitu antara operational science yang
didasarkan pada regularity occurring phenomena dengan non-origin science yang
didasarkan atas non-repeatable events yang biasa dikaitkan dengan alam semesta
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Muladi, 2006: l-liii). Dengan demikian,
pengembangan ilmu dan teknologi seharusnya dikaitkan dengan nilai-nilai
pancasila sebagai common denominator values, yakni nilai-nilai yang disepakati
bersama-sama oleh bangsa Indonesia, sekaligus sebagai kerangka acuan bersama.
Prof. Dr. M. Sastrapratedja dalam artikelnya yang berjudul, Pancasila
sebagai Orientasi Pembangunan Bangsa dan Pengembangan Etika Ilmu
Pengetahuan menegaskan ada dua peran pancasila dalam pengembangan iptek,
yaitu pertama, pancasila merupakan landasan dari kebijakan pengembangan ilmu
pengetahuan, yang kedua, pancasila sebagai landasan dari etika ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hal pertama yang terkait dengan kedudukan pancasila sebagai
landasan kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan mencakup lima hal sebagai
berikut. Pertama, bahwa pengembangan ilmu pengetahuan harus menghormati
keyakinan religius masyarakat karena dapat saja penemuan ilmu yang tidak sejalan
dengan keyakinan religious, tetapi tidak harus dipertentangkan karena keduanya
mempunyai logika sendiri. Kedua, ilmu pengetahuan ditujukan bagi pengembangan
kemanusiaan dan dituntun oleh nilai- nilai etis yang berdasarkan kemanusiaan.
Ketiga, iptek merupakan unsur yang “menghomogenisasikan” budaya sehingga
merupakan unsur yang mempersatukan dan memungkinkan komunikasi
antarmasyarakat. Membangun penguasaan iptek melalui sistem pendidikan
merupakan sarana memperkokoh kesatuan dan membangun identitas nasional.
Keempat, prinsip demokrasi akan menuntut bahwa penguasaan iptek harus merata
ke semua masyarakat karena pendidikan merupakan tuntutan seluruh
masyarakat. Kelima, kesenjangan dalam penguasaan iptek harus dipersempit
terus menerus sehingga semakin merata, sebagai konsekuensi prinsip keadilan
sosial (Sastrapratedja, 2006: 52--53).
Hal kedua yang meletakkan pancasila sebagai landasan etika pengembangan
iptek dapat dirinci sebagai berikut. (1) Pengembangan iptek terlebih yang
menyangkut manusia haruslah selalu menghormati martabat manusia, misalnya
dalam rekayasa genetik; (2) iptek haruslah meningkatkan kualitas hidup manusia,
baik sekarang maupun di masa depan; (3) pengembangan iptek hendaknya
membantu pemekaran komunitas manusia, baik lokal, nasional maupun global’ (4)
iptek harus terbuka untuk masyarakat; lebih-lebih yang memiliki dampak langsung
kepada kondisi hidup masyarakat; (5) iptek hendaknya membantu penciptaan
masyarakat yang semakin lebih adil (Sastrapratedja, 2006: 53).
Salah satu disiplin ilmu yang acapkali menjadi sorotan karena menyuarakan
kepentingan pasar adalah bidang Ekonomi. Pertanyaan yang sering muncul ke
permukaan ialah apakah landasan nilai pengembangan ilmu ekonomi di Indonesia?
Persoalan ini tampaknya telah menggelitik salah seorang ekonom kenamaan di
Indonesia, yaitu Prof. Emil Salim. Pada 1965, Emil Salim memperkenalkan untuk
pertama kalinya istilah ekonomi pancasila dan memublikasikan dua karangan
tentang ekonomi pancasila, yaitu pertama dalam bentuk monografi yang diterbitkan
LEKNAS (Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional); yang kedua dalam
satu bab khusus buku yang diterbitkan LEKNAS untuk peserta Lemhanas
(Lembaga Pertahanan Nasional). Istilah ekonomi pancasila dari Emil Salim,
kemudian berkembang dalam seminar-seminar tentang ekonomi pancasila yang
diselenggarakan sekitar dan 1981.Tokoh atau ekonom yang serius mengembangkan
ekonomi pancasila ini adalah Prof. Mubyarto. Perbedaan di antara kedua tokoh
tersebut, ialah Emil Salim mencoba memberi pendasaran terhadap jalan ekonomi
yang akan diambil pemerintahan Orde Baru, tetapi Emil Salim tidak pernah
menolak kehadiran ekonomi neo- klasik, sebab ia berpandangan bahwa ilmu
ekonomi itu bersifat universal. Kalupun terdapat ketidaksesuaian antara teori
ekonomi dan praktik, maka
kekeliruannya terletak pada praktik. Oleh karena itu, Emil Salim tidak
menyusun teori baru karena memang ilmu ekonomi (neo klasik) tidak keliru, hanya
penerapannya yang mungkin keliru. Berbeda halnya dengan Mubyarto yang dalam
pidato Pengukuhannya sebagai guru besar ekonomi pada 1979 di Universitas
Gadjah Mada dengan tegas mengemukakan bahwa ilmu ekonomi mainstream (neo
klasik) tidak dapat sepenuhnya diterapkan di Indonesia. Mubyarto menegaskan
bahwa teori ekonomi neo-klasik tidak mampu mendistribusikan kue ekonomi
secara merata, dan tidak mendukung terhadap gagasan keadilan sosial (Tarli
Nugroho, tt: 4--5). Landasan nilai yang mencuat dalam pemikiran Mubyarto
tentang ekonomi pancasila, terutama terletak pada kata kunci keadilan sosial, sebab
yang dapat merasakan ketimpangan tersebut adalah masyarakat luas. Kesenjangan
antara kelompok elit (the have) dan kelompok masyarakat awam, wong alit (The
have not) tercermin dalam kehidupan masyarakat.
Mubyarto menjelaskan ada lima ciri ekonomi pancasila, yaitu (1) roda
perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral; (2)
kehendak kuat dariseluruh masyarakat ke arah kemerataan sosial (egalitarianism);
(3) prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang
tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi; (4) koperasi
merupakan saka guru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkret dari
usaha bersama; (5) adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di
tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk
menjamin keadilan sosial (Nugroho, tt: 9). Berdasarkan pada uraian tersebut
diketahui bahwa meletakkan nilai pancasila sebagai pengembangan ilmu ekonomi
merupakan sebuah cara untuk memberi landasan moral terhadap sistem ekonomi
yang diterapkan dalam kehidupan bernegara sebagaimana terlihat pada butir (1), di
samping itu, keadilan sosial dalam butir (2) dan (5) merupakan hakikat dari
ekonomi pancasila yang didukung dengan semangat nasionalisme, seperti tertuang
dalam butir (3), maka pilihan untuk menggerakkan perekonomian bangsa melalui
koperasi butir (4) merupakan sebuah pilihan yang tepat bagi penyelenggaraan
Indonesia.
1. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
di Indonesia
Sumber sosiologis pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat
ditemukan pada sikap masyarakat yang sangat memperhatikan dimensi ketuhanan
dan kemanusiaan sehingga manakala iptek tidak sejalan dengan nilai ketuhanan dan
kemanusiaan, biasanya terjadi penolakan. Contohnya, penolakan masyarakat atas
rencana pembangunan pusat pembangkit listrik tenaga nuklir di semenanjung
Muria beberapa tahun yang lalu. Penolakan masyarakat terhadap PLTN di
semenanjung Muria didasarkan pada kekhawatiran atas kemungkinan kebocoran
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Chernobyl Rusia beberapa tahun yang lalu.
Trauma nuklir berkaitan dengan keselamatan reaktor nuklir dan keluaran limbah
radioaktif yang termasuk ke dalam kategori limbah beracun. Kedua isu tersebut
memicu dampak sosial sebagai akibat pembangunan PLTN, bukan hanya bersifat
standar seperti terciptanya kesempatan kerja, kesempatan berusaha, tiumbulnya
gangguan kenyaman karena kemacetan lalu lintas, bising, getaran, debu, melainkan
juga dampak yang bersifat khusus, seperti rasa cemas, khawatir dan takut yang
besarnya tidak mudah dikuantifikasi. Dalam terminologi dampak sosial, hal yang
demikian itu dinamakan perceived impact, dampak yang dipersepsikan (Sumber:
Suara Merdeka, 8 Desember 2006).
Hal ini membuktikan bahwa masyarakat peka terhadap isu-isu ketuhanan dan
kemanusiaan yang ada di balik pembangunan pusat tenaga nuklir tersebut. Isu
ketuhanan dikaitkan dengan dikesampingkannya martabat manusia sebagai hamba
Tuhan Yang Maha Esa dalam pembangunan iptek. Artinya, pembangunan fasilitas
teknologi acapkali tidak melibatkan peran serta masyarakat sekitar, padahal apabila
terjadi dampak negatif berupa kerusakan fasilitas teknologi, maka masyarakat yang
akan terkena langsung akibatnya. Masyarakat sudah menyadari perannya sebagai
mahluk hidup yang dikaruniai akal dan pertimbangan moral sehingga kepekaan
nurani menjadi sarana untuk bersikap resisten terhadap kemungkinan buruk yang
terjadi di balik pengembangan iptek. Masyarakat terlebih peka terhadap isu
kemanusiaan di balik pembangunan dan pengembangan
iptek karena dampak negatif pengembangan iptek, seperti limbah industri
yang merusak lingkungan, secara langsung mengusik kenyamanan hidup
masyarakat.
2. Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di
Indonesia.
Sumber politis pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di
Indonesia dapat dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para
penyelenggara negara. Dokumen pada masa Orde Lama yang meletakkan pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan atau orientasi ilmu, antara lain dapat dilihat dari
pidato Soekarno ketika menerima gelar Doctor Honoris Causa di UGM pada 19
September 1951, mengungkapkan hal sebagai berikut.
“Bagi saya, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia
dipergunakan untuk mengabdi kepada praktik hidup manusia, atau
praktiknya bangsa, atau praktiknya hidup dunia kemanusiaan. Memang
sejak muda, saya ingin mengabdi kepada praktik hidup manusia, bangsa,
dan dunia kemanusiaan itu. Itulah sebabnya saya selalu mencoba
menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkan pengetahuan
dengan perbuatan sehingga pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan
perbuatan dipimpin oleh pengetahuan. Ilmu dan amal harus wahyu-
mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu berdwitunggal dengan amal.
Malahan, angkatlah derajat kemahasiswaanmu itu kepada derajat
mahasiswa patriot yang sekarang mencari ilmu, untuk kemudian beramal
terus menerus di wajah ibu pertiwi” (Ketut, 2011). Dengan demikian,
pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pada
zaman Orde Lama belum secara eksplisit dikemukakan, tetapi oleh
Soekarno dikaitkan langsung dengan dimensi kemanusiaan dan
hubungan antara ilmu dan amal. Selanjutnya, pidato Soekarno pada
Akademi Pembangunan Nasional diYogyakarta, 18 Maret 1962,
mengatakan hal sebagai berikut.
“Ilmu pengetahuan itu adalah malahan suatu syarat mutlak pula, tetapi
kataku tadi, lebih daripada itu, dus lebih mutlak daripada itu adalah suatu hal
lain, satu dasar. Dan yang dimaksud dengan perkataan dasar, yaitu karakter.
Karakter adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan.Ilmu pengetahuan
tetap adalah suatu syarat mutlak. Tanpa karakter yang gilang gemilang,
orang tidak dapat membantu kepada pembangunan nasional, oleh karena itu
pembangunan nasional itu sebenranya adalah suatu hal yang berlangit sangat
tinggi, dan berakar amat dalam sekali. Berakar amat dalam sekali, oleh
karena akarnya itu harus sampai kepada inti-inti daripada segenap cita-cita
dan perasaan-perasaan dan gandrungan- gandrungan rakyat” (Soekarno,
1962).
Pidato Soekarno di atas juga tidak mengaitkan dengan pancasila, tetapi lebih
mengaitkan dengan karakter, yakni kepercayaan yang sesuai dengan nilai- nilai
pancasila.
Pada zaman Orde Baru, presiden Soeharto menyinggung masalah pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu ketika memberikan sambutan pada
Kongres Pengetahuan Nasional IV, 18 September 1986 di Jakarta sebagai berikut.
“Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diabdikan kepada manusia dan
kemanusiaan, harus dapat memberi jalan bagi peningkatan martabat manusia
dan kemanusiaan. Dalam ruang lingkup nasional, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang ingin kita kuasai dan perlu kita kembangkan haruslah ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bisa memberi dukungan kepada kemajuan
pembangunan nasional kita. Betapapun besarnya kemampuan ilmiah dan
teknologi kita dan betapapun suatu karya ilmiah kita mendapat tempat
terhormat pada tingkat dunia, tetapi apabila kemampuan ilmu pengetahuan
dan teknologi itu tidak dapat membantu memecahkan masalah-masalah
pembangunan kita, maka jelas hal itu merupakan kepincangan, bahkan suatu
kekurangan dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan teknologi”
(Soeharto, 1986: 4).
Demikian pula halnya dengan zaman Orde Baru, meskipun pancasila diterapkan
sebagai satu-satunya asas organisasi politik dan kemasyarakatan, tetapi penegasan
tentang pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia belum
diungkapkan secara tegas. Penekanannya hanya pada iptek harus diabdikan kepada
manusia dan kemanusiaan sehingga dapat memberi jalan bagi peningkatan
martabat manusia dan kemanusiaan.
Pada era Reformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutan
pada acara silaturrahim dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan
masyarakat ilmiah, 20 Januari 2010 di Serpong. SBY menegaskan sebagai berikut.
“Setiap negara mempunyai sistem inovasi nasional dengan corak yang
berbeda dan khas, yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-
masing. Saya berpendapat, di Indonesia, kita juga harus mengembangkan
sistem inovasi nasional, yang didasarkan pada suatu kemitraan antara
pemerintah, komunitas ilmuwan dan swasta, dan dengan berkolaborasi
dengan dunia internasional. Oleh karena itu, berkaitan dengan pandangan ini
dalam waktu dekat saya akan membentuk komite inovasi nasional, yang
langsung bertanggungjawab kepada presiden, untuk ikut memastikan bahwa
sistem inovasi nasional dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Semua
ini penting kalau kita sungguh ingin Indonesia menjadi knowledge
society.strategi yang kita tempuh untuk menjadi negara maju, developed
country, adalah dengan memadukan pendekatan sumber daya alam, iptek,
dan budaya atau knowledge based, Resource based and culture based
development” (Yudhoyono, 2010). Habibie dalam pidato 1 Juni 2011
menegaskan bahwa penjabaran pancasila sebagai dasar nilai dalam berbagai
kebijakan penyelenggaraan negara merupakan suatu upaya untuk
mengaktualisasikan pancasila dalam kehidupan (Habibie, 2011: 6).
Berdasarkan pemaparan isi pidato para penyelenggara negara tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa sumber politis dari pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan iptek lebih bersifat apologis karena hanya memberikan dorongan
kepada kaum intelektual untuk menjabarkan nilai-nilai pancasila lebih lanjut.
BAB VIII
PANCASILA DALAM UUD 1945

A. Hakikat Pancasila
Sesungguhnya sejarah telah mengungkapkan, bahwa Pancasila adalah jiwa
seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia
serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir yang makin baik, di dalam
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasannya Pancasila yang telah
diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 meupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa,
yang telah diuji kebenaran, keampuhan, dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu
kekuatan mana pun yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kekestarian keampuhan dan kesaktian Pancasila
itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus-menerus penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia,
setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah. Dengan penghayatan dan
pengamalan Pancasila oleh manusia Indonesia akan terasa dan terwujudlah
Pancasila dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Untuk memungkinkan dan memudahkan pelaksanaan penghayatan dan
pengamalan Pancasila diperlukan suatu pedoman, yang dapat menjadi penuntun
dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku setiap manusia Indonesia dalam
kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara. Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila itu dituangkan dalam rumusan yang sederhana dan jelas, yang
mencerminkan suara hati nurani manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dan
yang mampu secara terus-menerus menggelorakan semangat serta memberikan
keyakinan dan harapan akan hari depan yang lebih baik, sehingga dapat mudah
diresapi, dihayati, dan diamalkan.
Pancasila seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
merupakan kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima Sila, yaitu; Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila yang bulat dan utuh itu memberi keyakinan kepada rakyat dan
bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas
kesalarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam
hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam,
dalam hubungan bangsa dengan bangsa-bangsa lain, dalam hubungan manusia
dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagian
rohaniyah.
Dengan keyakinan akan kebenaran Pancasila, maka manusia ditempatkan
pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa
dengan kesadaran untuk mengemban kodratnya sebagai mahluk pribadi dan
sekaligus mahluk sosial. Dengan berpangkal tolak dari kodrat manusia sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha esa, yang merupakan mahluk pribadi dan sekaligus
mahluk sosial, maka penghayatan dan pengamalan Pancasila akan ditentukan oleh
kemauan dan kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dan
kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara dan
warga masyarakat.
Untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga negara dan warga
masyarakat, manusia Indonesia dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila
secara bulat dan utuh menggunakan pedoman sebagai berikut:

B. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya
manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab. Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan
sikap hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk-pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina
kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Sadar bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa
yang dipercayai dan diyakininya, maka dikembangkanlah sikap saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya itu
kepada orang lain. Dengan rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa seperti
tersebut di atas tidak berarti bahwa Negara memaksa agama atau suatu kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebab agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, sehingga tidak dapat
dipaksakan dan memang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
itu sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan tiap-
tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agama dan kepercayaannya itu. Kebebasan agama adalah merupakan salah satu hak
yang paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu
bersumber kepada martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Hak
kebebasan beragama bukan pemberian Negara atau bukan pemberian golongan.

C. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudi yang
memiliki potensi fikir, rasa, kasa, dan cipta karena berpotensi menduduki
(memiliki) martabat yang tinggi. Dengan akal budinya manusia berkebudayaan dan
dengan budi nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan berdasarkan
atas norma-norma yang objektif, tidak subjektif apalagi sewenang - wenang dan
otoriter.
Beradab berasal dari kata adab, memiliki arti budaya yang telah berabad -
abad dalam kehidupan manusia. Jadi, beradab berarti kebudayaan yang lama
berabad - abad, bertata kesopanan, berkesusilaan (bermoral) adalah kesadaran sikap
dan perbuatan manusia dalam hubungan dengan norma - norma dan kebudayaan
umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia, terhadap alam, dan sang
pencipta.
Selain di sebutkan di atas, NKRI merupakan Negara yang menjungjung
tinggi hak asasi manusia (HAM). Negara memiliki hukum yang adil dan Negara
berbudaya dan beradab.

D. Sila Persatuan Indonesia


Persatuan, berasal asal kata satu, berarti utuh tidak terpecah - belah,
mengandung persatuan bermacam corak yang beraneka ragam yang bersifat
kedaerahan menjadi satu kebulatan secara nasional, juga persatuan segenap unsur
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mewujudkan secara nyata bhineka
tunggal ika yang meliputi wilayah, sumber daya alam, dan sumber daya manusia
dalam kesatuan yang utuh. Selain itu, persatuan bangsa yang bersifat nasional
mendiami seluruh wilayang Indonesia, bersatu menuju kehidupan bangsa yang
berbudaya bebas dalam wadah Negara RI yang merdeka dan berdaulat, menuju
terbentuknya suatu masyarakat madani.
E. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan, berasal dari kata rakyat, berarti sekelompok manusia yang
berdiam dalam suatu wilayah tertentu. Kerakyatan, berarti bahwa kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat, disebut pula kedaulatan rakyat (rakyat yang
berdaulat dan berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang memerintah).
Hikmat kebijaksanaan, berarti penggunaan pikiran (ratio) yang sehat
dengan selalu mempertimbangkan persatuan, kesatuan bangsa, kepentingan rakyat,
dilaksanakan dengan sadar, jujur, dan bertanggungjawab, serta di dorong oleh
itikad baik semua sesuai dengan hati nurani.
Permusyawaratan, artinya suatu tata cara khas kepribadian untuk
merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga
mencapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat (mufakat).
Perwakilan, artinya suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur)
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan
bernegara, antara lain, dilakukan dengan badan - badan perwakilan.
Rakyat dalam NKRI menjalankan keputusannya dengan jalan musyawarah
yang di pimpin oleh pikiran yang sehat serta penuh tanggung jawab dari para
pemimpin yang profesional, baik kepada Tuhan YME, maupun kepada rakyat yang
diwakilinya.

F. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Keadilan sosial, berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat dalam
segenap bidang kehidupan, baik material maupun spiritual.
Seluruh rakyat Indonesia, artinya setiap orang yang menjadi rakyat
Indonesia, baik yang berdiam di wilayh RI sebagai warga NKRI maupun WNI
yang berada di luar negeri. Jadi, setiap bangsa Indonesia mendapat perlakuan yang
adil dan seimbang dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Pada hakikatnya dengan menyimak, makna, inti, dan arti dari kelima sila
pancasila tersebut di atas, tampaklah bahwa pancasila secara bulat dan utuh sangat
sesuai menjadi miliki bangsa Indonesia sebagai dasar Negara, juga sebagai suatu
ideologi. Sila-sila dari Pancasila sebagai dasar filsafat Negara mengandunga arti
mutlak bahwa Negara Republik Indonesia harus menyesuaikan dengan hakikat
dalam arti hakikat abstrak dari Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil (Notonagoro,
1975: 58).
Akhirnya, dapat di simpulkan bahwa dengan kelima sila dari Pancasila secara
bulat dan utuh memiliki makna bahwa di dalam setiap sila terkandung atau berisi
sila-sila yang lainnya. Sila dan nomor diatas menjadi dasar sila berikut atau nomor
di bawahnya dan seterusnya serta sebaliknya, kemudian sila yang berikutnya
menjadi jelmaan dari sila-sila yang ada didepannya. (Notanegoro, 1975:64).
BAB IX
PENGAMALAN PANCASILA

A. Pengalaman sejarah
Bangsa Indonesia tidak meragukan kebenaran pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar Negara.
Bagi bangsa Indonesia tidak ada keraguan sedikitpun mengenai kebenaran
dan ketetapan pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar Negara.
Memang, dalam sejarah republik Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan
17 Agustus 1945 tercatat berbagai peristiwa dan pergolakan politik sampai
dengan pemberontakan-pemberontakan bersenjata, yang apabila di kaji
secara mendalam mempunyai tujuan akhir untuk mengubah pancasila
sebagai dasar Negara dan menggatntinya dengan dasar Negara lain.
Babak sejarah pasang-surutnya pertumbuhan bangsa dalam
mempertahankan pancasila sebagai dasar Negara.
Dalam pasang surutnya sejarah pertumbuhan bangsa Indonesia selama
lebih dari tiga dasawarsa merdeka, kita mengalami berbagai babak sejarah.
a. Ada masa di mana kebenaran pancasila sebagai dasar Negara
diperdebatkan lagi sehingga bangsa kita nyaris berada ditepi jurang
perpecahan. Mengenai hal ini sejarah politik dan ketatanegaraan kita
mencatatat kemacetan konstituante, yang setelah tiga tahun bersidang
tidak berhasil melaksanakan tugasnya, terutama karena adanya pikiran-
pikiran untuk mengganti pancasila dengan dasar Negara yang lain,
sehingga konstituante tidak berhasil mengambil keputusan mengenai
dasar Negara republik Indonesia. Kemelut nasional ini terpaksa daikhiri
dengan dekrit presiden pada tanggal 5 juli 1959, dengan menyatakan
berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dekrit ini
terkandung pula penegasan pancasila sebagai dasar Negara yang
tercantum dalam pembukaan Undang - Undang Dasar 1945.
b. Ada pula masa di mana usaha-usaha untuk mengubah pancasila itu
dilakukan dengan pemberontakan-pemberontakan senjata yang
penyelesaiannya memakan waktu bertahun-tahun dan meminta banyak
pengorbana rakyat.
c. Di samping berbagai faktor lain, pemberontakan yang berlarut-larut itu
jelas menghilangkan kesempatan bangsa Indonesia untuk membangun,
menuju terwujudnya masyarakat yang di cita-citakan. Pemberontakan-
pemberontakan bersenjata ini dicatat oleh sejarah sebagai
pemberontakan PKI pertama yang terjadi pada tahun 1948.
Pemberontakan PKI yang kedua pada akhir tahun 1965 dengan
Gerakan 30 september-nya dan sejumlah pemberontakan lainnya. Di
samping keberhasilan operasi-operasi militer yang di lakukan oleh
ABRI, pemberontakan-pemberontakan bersenjata tadi dapat
dipadamkan karena usaha-usaha untuk merenggut pancasila sebagai
jiwa rakyat Indonesia selalu mendapat perlawanan dari rakyat
Indonesia sendiri.
Jalan lurus pelaksanaan pancasila pernah mendapat rintangan-
rintangan.
Jalan lurus pelaksanaan pancasila juga mendapat rintangan-rintangan,
dengan adanya pemutar balikan pancasila dan dijadikannya pancasila yang
bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Masa ini ditandai antara lain
dengan memberi arti kepada pancasila sebagai naskom, ditampilkannya
nasioanalisme Indonesia sebagai marxisme yang diterapkan di Indonesia
dan banyak penyimpangan-penyimpangan lainnya lagi yang bersifat
mendasar. Maka pemutar balikan pancasila ini bertambah
kesimpangsiurannya karena masing-masing kekuatan politik, golongan
atau kelompok di dalam masyarakat pada waktu itu memeberikan arti
sempit kepada pancasila untuk keuntungan dan kepentingan sendiri.
Akibat penafsiran pancasila yang berbeda-beda.
Dapatlah dipahami, bahwa penafsiran pancasila yang berbeda-beda,
penafsiran pancasila menurut selera dan kepentingan sendiri, sama saja
dengan membuat kabur pancasila. Dalam keadaan seperti itu maka
pancasila tinggal menjadi nama tanpa makna. Padahal, sebagai pandangan
hidup dan dasar Negara. Pncasila harus dilaksanakan dan diamalkan
bersama-sama untuk membimbing bangsa Indonesia menuju terwujudnya
kehidupan yang kita cita-citakan bersama.
Bangsa yang terguncang-guncang oleh peregolakan tak
berkesempatan untuk membangun dirinya.
Bangsa yang terguncang-guncang oleh pergolakan tidak akan mempunyai
kesempatan untuk membangun dirinya, karena pikiran, dan dana-dana yang
tersedia banyak akan terserap untuk mengatasi keguncangan-keguncangan
tadi. Dan lebih dari itu, karena menyangkut masalah yang sangat mendasar,
maka pergolakan mengenai dasar Negara jelas akan mengakibatkan akibat-
akibat yang sangat luas yang tidak terbayangkan.
Apakah arti bangsa Indonesia, mempersoalkan kembali pancasila?
Bagi bangsa Indonesia, mempersoalkan kembali pancasila sebagai dasar
Negara sama halnya dengan memutar mundur jarum jam sejarah; yang
berarti membawa bangsa kita kembali lagi kepada awal meletakan dasar-
dasar Indonesia merdeka. Mempersoalkan kembali pancasila sebagai dasar
Negara berarti memementahkan kembali kesepakatan nasional dan
mencederai perjanjian luhur bangsa Indonesia yang telah secara khidmat
yang kita junjung tinggi sejak tanggal 18 Agustus 1945, ialah sejak
lahirnya pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, yang
mengandung pancasila itu.
Pembangunan yang tidak dapat di tunda-tunda lagi.
Bagi bangsa Indonesia pembangunan adalah hal yang mutlak, tidak dapat
ditunda-tunda lagi. Hanya dengan pembangunan maka tujuan kemerdekaan
unutk mewujudkan pembungan yang tertunda-tunda lagi akan
mengakibatkan bangsa kita makin ditimbuni oleh masalah-masalah besar
dilapangan sosial ekonomi, yang jelas akan lebih sulit untuk dipecahkan. Ini
jelas akan menjauhkan kita dari cita-cita dan tujuan kemerdekaan.
Kekuatan dan kelemahan kita dalam sejarah mempertahankan dasar
Negara Pancasila.
Pengalaman sejarah yang cukup pahit dan harus kita bayar dengan sangat
mahal itu, mengharuskan kita merenungkan ulang kekuatan - kekuatan dan
kelemahan - kelemahan kita sendiri
a. Kekuatannya terletak pada keyakinan akan kebenaran pancasila sebagai
dasar Negara, yang dari pengalaman sejarah kita sendiri telah terbukti
selalu di pertahankan oleh rakyat Indonesia.
b. Sedangkan kelemahannya justru terletak karena belum dihayati dan
belum diamalkannya pancasila yang telah dipertahankan tadi. Karena
itu jawaban satu-satunya yang harus kita berikan tidak lain adalah
bagaimana kita semua tanpa kecuali secara benar menghayati dan
mengamalkan pancasila.
B. Bangsa kita mengemban tugas sejarah
Dengan sekilas menengok kembali sejarah kita sendiri kebelakang, kita
telah dibangkitkan oleh kesadaran tentang perlunya pengamalan pancasila. Dalam
pada itu bangsa kita juga mengemban tugas sejarah untuk membangun masa depan,
yang harus merupakan langkah-langkah bertahap makin mendekati wujud
masyarakat berdasarkan pancasila yang kita cia-citakan bersama.
a. Hakikat kemajuan dan perubahan dalam pembangunan.
Perubahan dan kemajuan dalam pembangunan bukan pula hanya berupa segala
suatu yang serba benda seperti misalnya menyusurnya jalan-jalan baru ke segala
penjuru, munculnya industri besar maupun kecil, pembangunan bendungan -
bendungan raksasa, makin banyaknya gedung - gedung sejolah dan lain
sebagainya: melainkan pembangunan itu sendiri juga membawa serta dan sangat
memerlukan perubahan-perubahan sosial.
b. Pembaharuan tidak berarti “ Westernisasi”
Perubahan-perubahan sosial ini mengandung kekuatan dinamika karena tata
nilai, sikap, dan tingkah laku dengan kata lain, pembangunan memerlukan
pembaharuan.bagi kita yang membangun masyarakat berdasar kepribadian
sendiri, pembaharuan itu tidak berarti “westernisasi” atau sikap ke”barat -
baratan”.
c. Hakikat pembaharuan bagi kita tidak lain adalah usaha bangsa untuk
mengembangkan kepribadian sendiri, dengan membuang yang buruk dan
memperkuat yang baik, mengadakan penyesuaian dengan tuntutan dan
kebutuhan masyarakat modern. Pebangunan yang kita lakukan memang harus
menuju kepada terwujudnya masyarakat tadi.
d. Masyarakat modern yang akan kita tuju.
Akan tetapi juga harus jelas bagi kita bahwa masyarakat modern itu maka
haruslah tetap masyarakat Indonesia juga, yang harus tumbuh bertambah kokoh
dan berkembang di atas kepribadiannya sendiri. Masyarakat yang tumbuh diatas
kepribadian mungkin dapat mendatangkan kemajuan, akan tetapi kemampuan
tadi membuat kita merasa asing dalam masyarakat kita sendiri. Masyarakat yang
tidak mengenal dirinya sendiri, masyarakat yang tidak memiliki kepribadian
sendiiri akan senantiasa gelisah. Masyarakat yang gelisah tidak akan menjadi
lemah. Dan masyarakat yang lemah tidak mungkin membangun untuk mencapai
cita-citanya.
Apakah artinya membangun masyarakat modern?
Dalam jaman kemajuan seperti sekarang dimana hubungan antara bangsa
demikian erat, maka membangun masyarakat modern berarti harus
membuka diri. Bangsa yang menutup rapat-rapat dirinya akan ditinggal
oleh kemajuan jaman, akan ditinggal oleh kemajuan bangsa-bangsa lain.
Hal-hal yang terserap dalam usaha meletakan dasar masyarakat
modern?
Dalam usaha untuk meletakan dasar-dasar masyarakat modern kita bukan
saja menyerap masuk modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan
keterampilan dari luar, akan tetapi terbawa masuk pulau nilai-nilai sosial
dan politik yang berasal dari kebudayaan lain. Masuknya nilai-nilai
kebudayaan lain ini makin deras mengalir sejalan dengan masuknya
Indonesia kedalam globalisasi.
Bagaimana kita menyaring nilai-nilai dari luar?
Yang penting bagi kita ialah agar kita mampu menyaring nilai-nilai dari
luar tadi, agar nilai-nilai yang baik dan sesuai dengan kepribadian kita
sendirilah yang kita serap. Nilai-nilai yang tidak sesuai, lebih-lebih yang
dapat merusak kepribadian kita sendiri, harus mampu kita tolak. Karena itu
salah satu persoalan pokok bangsa kita adalah bagaimana kita melahirkan
nilai-nilai yang kita anggap luhur yang menjadi kepribadian sendiri,
meneruskannya dari generasi yang satu ke generasi berikutnya dan segala
proses penyesuaian menuju masyarakat modern.
Jalannya proses penyesuaian menuju masyarakat modern.
Sekali proses penyesuaian dan penerusan itu behasil terlampaui dengan
selamat, maka tumbuhlah masyarkat Indonesia yang kuat, bersatu, dan
dinamis. Proses penyesuaian ini tidak selamanya berjalan dengan mudah,
karena tetap membuka kemungkinan-kemungkinan guncangan sosial dan
psikologis. Ia dapat memakan waktu yang lama, ia juga meminta segala
ketabahan, kesabaran, dan kebijaksanaan. Di sinilah letak pentingnya
penghayatan pengamalan pancasila, agar nilai baru yang kita perlukan
untuk membangun masyarakat modern tetap berkembang di atas
kepribadian sendiri. Ini mengharuskan pancasila dihayati dan diamalkan
secara kreatif.
Dorongan lain perlu adanya penghayatan dan pengamalan pancasila.
Dorongan lain mengenai perlu adanya pedoman penghayatan dan
pengalaman pancasila adalah pergantian generasi yang segera akan terjadi
dalam tahun-tahun mendatang. Pergantian generasi sendiri adalah proses
yang alami dan harus tetap berlangsung secara alami.
a. Pergantian generasi mendatang mempunyai arti yang khusus
Pergantian generasi yang akan datang mempunyai arti yang khusus,
karena generasi yang baru tidak mengalami secara langsung perjuangan
kemerdekaan yang melahirkan republik ini. Pengalaman yang
berlainan, tantangan dan jawaban terhadap masalah-masalah pokok
berlainan, dapat melahirkan tanggapan yang berbeda mengenai cita-cita
kemerdekaan.
b. Tugas generasi Angkatan 1945 terhadap generasi yang lebih muda
Karena itu bagaimana generasi yang telah melahiran Indonesia
merdeka menunjukkan dan meneruskan nilai-nilai yang menjadi cita-
cita kemerdekaan kepada generasi yang lebih muda, dan bagaimana
generasi yang lebih muda melihat dan menerima nilai-nilai itu, akan
merupakan unsur yang sangat menentukan bagi kelestarian pancasila.
Cara yang paling tepat menunjukan dan mencetuskan nilai-nilai adalah
dengan kenyataan-kenyataan. Di sinilah arti penting mewujudkan
pancasila sehingga dapat menjadi kenyataan dalam hidup sehari-hari,
yang tidak lain adalah dengan penghayatan dan pengalaman pancasila
itu sendiri.
Dorongan lain yang mengharuskan perlunya penghayatan dan
pengamalan Pancasila.
Dorongan lainnya yang mengharuskan perlunya penghyatan dan
pengamalan pancasila adalah babak dan tingkat pembangunan kita
sekarang. Pada tahun 1978 saat bangsa indoneisa memasuki REPELITA
III, ialah babak di tengah-tengah perjalanan kita unuk mewujudkan
landasan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.
Karena berada di tengah-tengah perjalanan pembangunan jangka panjang,
maka apa yang kita kerjakan dan juga apa yang tidak akan kita kerjakan
dalam REPELITA III, akan mempunyai pengaruh yang besar pada arah
wujud masyarakat kita dalam dasawarsa yang akan datang.
Apakah yang kita saksikan sekarang dalam usaha kita mewujudkan
masyarakat berdasarkan pancasila?
Tentu saja apa yang kita saksikan dan apa yang kita rasakan dalam
masyarakat kita sampai sekarang masih jauh dari wujud masyarakat
berdasarkan pancasila yang kita cita-citakan.
Ibarat membangun sebuah gedung, maka apa yang kita kerjakan bersama-
sama sekarang ini adalah pada tahap meletakan dasar atau fundamen dari
gedung tadi. Gedung bangunan masyarakat pancasila yang kita bangun
haruslah gedung yang besar dan kokoh, agar dapat melindungi dan
membuat bangsa kita sejahtera sepanjang masa.
Untuk membangun gedung bangunan masyarakat pancasila yang besar dan
kokoh, dasar atau fundamennya juga harus kokoh. Ini berarti bahwa dasar-
dasar pancasila sudah harus mulai kita letakan lebih teratur dan kuat
dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan politik mulai sekarang. Ini tidak
lain, sekali lagi mengharuskan kita semua untuk mengamalkan pancasila.
Apakah yang tampak dalam REPELITA III?
Dalam perjalanan pembangunan jangka panjang, maka dalam REPELITA
III itu tampak arah perjalanan menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Dimensi penting lainya yang mendorong perlunya penghayatan dan
pengamalan pancasila adalah perkembangan dunia yang sangat cepat dan
mendasar serta berpacunya pembangunan bangsa-bangsa.
Bagaimana keadaan bangsa-bangsa di dunia dalam gerak mencapai
tata hubungan baru?
Dunia kita dewasa ini sedang terus dalam gerak mencari tata hubungan
baru; baik di lapangan politik, ekonomi, maupun pertahanan keamanan.
Walaupun bangsa-bangsa di dunia makin menyadari bahwa mereka saling
membutuhkan dan saling tergantung satu dengan yang lain, namun
persaingan antara kekuatan-kekuatan besar dunia belum merata dan
perebutan pengaruh masih berkecamuk!
Cara untuk menanamkan pengaruh kepada Negara lain.
Salah satu cara untuk menanamkan pengaruh kepada Negara lain adalah
melalui penyesuaian ideologi, baik secara langusung maupun tidak
langsung. Kewaspadaan dan kesiapan lebih harus kita tingkatkan untuk
menanggulangi penyusupan ideologi yang memprogandakan bahwa
ideologi itu mampu memberikan kehidupan yang lebih baik bagi manusia.
Hal ini lebih penting artinya, kerena sebagian besar bangsa-bangsa kini
dalam masa kebangkitan untuk membangun.
Apabila gerak dan laju pembangunan kita lamban atau tidak dapat
memberikan kehidupan yang baik yang seperti kita cita-citakan bersama,
maka sadar atau tidak sadar, terbuka kemungkinan bangsa kita akan
berpaling dari pancasila dan mencoba membangun masa depannya dengan
diilhami oleh suatu pandangan hidup atau dasar Negara yang lain.
Pengalaman sejarah harus kita emban ke masa depan.
Maka sangat jelas, bahwa pengalaman sejarah kita sendiri dari masa
lampau, melahirkan kesadaran kita bahwa pancasila harus lebih kita hayati
dan makin kita amalkan. Di amasa lampau bangsa kita dengan bersatu padu
telah memberi segala pengorbanan unuk mempertahankan pancasila, dan di
masa depan kita dipanggil oleh sejarah untuk bersatu padu mengamalkan
pancasila.
Hal-hal yang perlu kita miliki untuk mempertahankan pancasila.
Untuk mempertahankan pancasila kita semua perlu memiliki kesatuan
bahasa, kesatuan pandangan, dan kesatuan gerak langkah dalam
menghayati dan mewujudkan pancasila itu dalam kehidupan
kemasyarakatan dan kenegaraan kita secara nyata.
C. Usaha-usaha melestarikan Pancasila
Hakikat pancasila sebagai dasar ngara RI.
Dalam uraian sebelumnya telah kita tegaskan, bahwa pancasila yang telah
diterima dan ditetapkan sebagai dasar Negara seperti tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah jiwa seluruh rakyat serta
merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa kita, yang telah dapat
mengatasi percobaan dan ujian sejarah, sehingga kita meyakini sedalam-
dalamnya akan keampuhan dan kesaktiannya.
Usaha-usaha untuk melestarikan pancasila.
Guna melestarikan keampuhan dan kesaktian pancasila itu perlu
diusahakan secara nyata dan terus-menerus penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai yang terkandung didalamnya oleh setiap warga Negara
Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan
dan kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Hal-hal yang harus kita lakukan, sehubungan dengan keyakinan kita
bahwa pancasila dapat memberikan kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia.
Dan lebih dari itu, kita yakin bahwa pancasila itulah yang dapat memberi
kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbing kita semua
didalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Untuk itu maka
pancasila harus kita amalkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam
kehidupan pribadi, dalam kehidupan kemasyarakatan, maupun dalam
kehidupan kenegaraan.
Untuk itu kita semua perlu memiliki kesatuan bahasa, kesatuan pandangan
dan kesatuan gerak langkah dalam menghayati dan mengamalkan pancasila
itu dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan kita secara nyata.
D. Manusia
Naluri yang paling kuat dalam diri manusia.
Setiap manusia mempunyai kinginan untuk mempertahankan hidup dan
mengejar kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling
kuat dalam diri manusia. Keselarasan dan keseimbangan yang menjadi
dasar untuk mencapai kebahagiaan hidup menurut pancasila.
Maka uraian dari nilai-nilai pancasila yang bulat dan utuh itu memberi
kyakinan pada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagian hidupa akan
tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan, baik
dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan
masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan
bangsa dengan bangsa, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya,
maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Titik tolak untuk memahami manusia itu sendiri.
Pancasila menenempatkan manusia dalam keluhuran harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Manusialah yang menjadi titik tolak dari usaha kita untuk memahami
manusia itu sendiri, manusia dan masyarakatnya, dan manusia dengan
segenap lingkungan hidupnya.
Manusia yang bagaimanakah yang hendak kita pahami?
Apakah manusia yang kita pahami bukanlah manusia yang luar biasa.
Manusia yang hendak kita pahami adalah manusia yang disamping
memiliki kekuatan, juga manusia yang dilekati dengan kelemahan-
kelemahan, manusia yang di samping mempunyai kemampuan-
kemampuan, juga manusia yang mempunyai ketrebatasan-keterbatasan;
manusia yang di samping mempunyai sifat-sifat yang baik, juga manusia
yang mempunyai sifat-sifat yang kurang baik.
Manusia yang hendak kita pahami, dan manusia yang kita harapkan untuk
menghayati dan mengamalkan pancasila bukanlah manusia yang kita
tempatkan diluar batas kemampuan dan kelayakan manusiawi tadi.
Apa artinya, pedoman untuk menghayati dan mengamalkan pancasila
harus tetap manusiawi?
Dengan perkataan lain, pedoman unutuk menghayati dan mengamalkan
pancasila harus tetap manusiawi, artinya merupakan pedoman yang
memang mungkin dilaksakan oleh manusia biasa.
Kita perlu menyelaraskan angan-angan dengan kenyataan mengenai
kehidupan berdasarkan pancasila.
Dalam usaha kita untuk mengamalkan pancasila, kita memang peru
menyelaraskan angan-angan dengan kenyataan,. Kita boleh melambungkan
angan-angan kita mengenai kehidupan pribadi dan kehidupan
bermasyarakat yang kita anggap baik seperti yang kita bayangkan
mengenai kehidupan berdasarkan pancasila. Tetapi di lain pihak kita harus
tetap berpijak pada kenyataan mengenai kemampuan manusiawi untuk
mewujudkan angan - angan yang indah itu.
Kita menuntut manusia agar bersikap di luar batas kemampuan.
Jelaskan!
Menuntut dari manusia agar bersikap dan bertingkah laku di luar batas
kemampuan dan kelayakan manusiawi adalah mustahil. Namun dari
menyadari sepenuhnya kodrat dan martabat kita sebagai manusia, kita
harus terus berusaha untuk meningkatkan otak dan mutu kehidupan kita
yang kita kembangkan dari serba hubungan yang terdapat antara kita
sebagai manusia pribadi secara kodrati dengan segenap lingkungan sosial
kita.

E. Kodrat Manusia
Agar pancasila dapat diamalkan secara manusiawi, maka pedoman
pengamalannya juga harus bertolak dari kodrat manusia, khususnya dari arti dan
kedudukan manusia dengan manusia lainnya.
Dapatkah manusia hidup menyendiri?
Pangkal tolak ini sangat penting, sebab manusia hanya dapat hidup dengan
sebaik - baiknya dan manusia akan mempunyai arti, apabila ia hidup
bersama-sama manusia lainnya di dalam masyarakat.
Tidak dapat di bayangkan adanya manusia yang hidup menyendiri tanpa
berhubungan dan tanpa bergaul dengan sesama manusia lainnya. Apabila
manusia terpaksa harus hidup sendiri, maka sifat kesendiriannya itu
tidaklah mutlak dan langgeng, melainkan bersifat relatif dan sementara.
Dapatkah pula manusia menyesuaikan dirinya secara langsung dan
sempurna kepada lingkungan alamnya?
Manusia tidak di ciptakan dengan susunan tubuh yang dapat melakukan
fungsinya untuk menyesuaikan dirinya secara langsung dan sempurna
kepada lingkungan alamnya, sehingga manusia dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Susunan tubuh manusia untuk dapat hidup secara sempurna, berbeda
dengan makhluk lain ciptaan tuhan, untuk hidup secara sempurna manusia
harus melengkapi susunan tubuhnya dengan peralatan lain. Daerah yang
amat dingin, kecuali apa bila manusia itu mengenakan pakaiannya tebal,
yang dapat melindungi badannya dari suhu yang sangat rendah.

Manusia memerlukan bantuan orang lain.


Dari sejak lahir sampai meninggal dunia manusia perlu bantuan atau
bekerja sama dengan orang lain. Dalam jaman yang makin maju maka pada
hakikatnya secara langsung atau tidak langsung manusia memerlukan hasil
karya atau jasa-jasa orang banyak dalam memenuhi segala kebutuhan
hidupnya mulai dari hal-hal yang kecil sampai hal-hal yang besar.
Dari kondisinya yang seperti inilah maka demi kelangsungan dan untuk
kesejahteraan hidupnya, manusia perlu mendapat bantuan atau bekerja
sama dengan manusia dari dalam masyarakat.
Tidak hanya dari segi badaniah saja, maka manusia harus di tolong dan
harus bekerja sama dengan manusia lain, akan tetapi sebagai makhluk yang
berperasaan, sebagai makhluk yang memiliki emosi, manusia memerlukan
tanggapan dari orang lain.
Dari manakah manusia dapat memperoleh tanggapan emosional ?
Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri,
pengakuan, dan tanggapan-tanggapan emosional, yang sangat penting
artinya bagi pergaulan dan kesejahteraan hidup yang sehat. Tanggapan
emosianal itu hanya dapat kita peroleh dalam hubungannya dengan
manusia lain dengan masyarakat.
Apakah kodrat manusia sebagai maakhluk tuhan?
Kodrat manusia, yang sebagai makhluk tuhan, adalah makhluk pribadi dan
sekaligaus makhluk sosial. “pedoman penghayatan dan pengamalan
pancasila” tersebut diatas bertolak dari kesadaran tentang sifat kodrat
manusia sebagai individu dan sekaligus makhluk sosial, yang merupakan
kesatuan bulat yang harus dikembangkan secara seimbang, selaras dan
serasi.
Dalam hal apakah manusia mempunyai arti?
Kita harus sadar, bahwa sebagai manusia kita hanya mempunyai arti
dalam kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia hanya
mempunyai arti dan dapat hidup diantara manusia lainya.
Tanpa ada manusia lainya atau tanpa hidup bermasyarakat seseorang tidak
akan dapat berbuat apa-apa. Dalam mempertahankan hidup dan berusaha
mengejar kehidupan yang lebih baik, maka mustahil hal ini dikerjakan
sendiri tanpa bantuan dan bekerja sama dengan orang lain dalam
masyarakat.

Dimanakah hakikat letak kekuatan manusia ?


Kekuatan manusia hakikatnya tidak terletak pada kemampuan fisiknya
atau kemampuan jiwanya semata-mata, melainkan kekuatan manusia
terletak dalam kemampuannya untuk bekerja sama dengan manusia lainya.
Dengan manusia lainnya dalam masyarakat itulah manusia menciptakan
kebudayaan, yang pada akhirnya membedakan manusia dari segenap
makhluk hidup yang lain, yang mengantarkan umat manusia pada tingkat,
mutu, martabat, dan harkatnya sebagaimana manusia yang hidup pada
jaman sekarang dan jaman yang akan datang.

F. Pandangan pancasila terhadap hubungan antara manusia dengan


masyarakat
Apakah arti pandangan mengenai hubungan antara manusia dengan
masyarakat?
Berdasarkan uraian di atas, segeralah tampak bahwa salah satu masalah
pokok dalam kehidupan manusia dalam masyarakat adalah bagaimana kita
memberi arti dan bagaimana kita memandang hubungan antara manusia
dengan masyarakatnya ini merupakan landasan falsafah bagi kehidupan
masyarakat, yang akan memberi corak dan warna dasar dari kehidupan
masyarakat.
Sebutkan hubungan manusia dalam masyarakat!
Ada beberapa pandangan pokok mengenai hubungan manusia didalam
masyarakatnya. Pandangan yang satu memberikan arti yang sangat kuat
kepada manusia sebagai pribadi. Pandangan ini menempatkan kebebasan
individu dalam bobot yang berlebihan.
Apakah yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, dalam
usaha mencapai kemajuan?
Dalam kehidupan bermasyarakat, dalam usaha untuk mencapai kemajuan,
manusia acep kali bergulat dengan manusia lainnya dalam persaingan
bebas yang kadang-kadang kejam, yang tidak jarang mengakibatkan
penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah. Akibat persaingan bebas
yang kejam dalam masyarakat. Ini membawa kecenderungan bahwa hanya
yang kuat sajalah yang dapat hidup. Masyarakat yang demikian banyak
menimbulkan kepincangan dan mendatangkan kegelisahan, yang tidak
hanya harus kita jauhi, melenyapkan tidak dapat kita setujui secara
fundamental, oleh karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan
yang adil dan berdab, dengan asas kehadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Selain pergaulan manusia dengan manusia, juga pergaulan


masyarakat dengan masyarakat. Jelaskan!
Berharadap-hadapan dengan pandangan tadi maka ada pandangan lain
mengenai hubungan antara manusia dengan masyarakatnya. pandangan itu
memberi bobot yang berlebihan terhadap masyarakat, sehingga kedudukan
manusia dalam pandangan ini tidak lebih dari sekedar “nomor” serta
kehilangan kepribadian. Masyarakat yang dianggap segala-galanya,
sehingga pribadi-pribadi dianggap seolah -olah sebuah alat saja dari mesin
raksasa masyarakat.
Jelaskan bahwa dalam masyarakat, kepuasan kebendaan belumlah
sempurna!
Walaupun masyarakat yang demikian itu mungkin dapat memberikan serba
kecukupan benda, namun kepuasan rohaniah tidak terpenuhi sehingga
hidup ini tidak dapat memberi warna yang indah dan tidak mempunyai
makna yang dalam. Dalam masyarakat yang demikian, terasa adanya
tekanan batin, sehingga kebahagiaan yang utuh tidak terpenuhi.
Bagaimana pandangan pancasila tentang hubungan manusia dengan
masyarakat?
Sekarang, bagaimanakah menurut pancasila arti dan hubungan antara
manusia dengan masyarakatnya itu. Pancasila tidak memilih salah satu dari
pandangan tadi, juga tidak mengawinkannya. Individualisme dan
liberalisme maupun komunisme dalam segala bentuk tidak sesuai dengan
pancasila. Pancasila memandang seperti telah diuraikan dimuka bahwa
kebahagiaan manusia tidak tercapai jika tidak dapat dikembangkang
hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antara manusia dengan
masyarakatnya.
Bagaimana hubungan sosial yang selaras, dan seimbang antara
individu dan masyarakat?
Dalam pandangan pancasila, maka hubungan sosial yang selaras, serasi,
dan seimbang antara individu dengan masyarakatnya tidaklah netral,
melainkan dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila dalam
pencasila sebagai kesatuan.
G. Pengendalian diri: pangkal tolak penghayatn dan pengamalan
pancasila
Dari uarain dari muka tampak bahwa dalam mempertahankan hidup dan
mengejar kehidupan yang lebih baik manusia mustahil mutlak berdiri sendiri tanpa
bantuan atau bekerja sama dengan orang lain. Kenyataan ini menimbulkan
kesadaran bahwa apa yang segala dicapai dan kebahagiaan yang dirasakan oleh
manusia, pada dasarnya adalah berkat bantuan dan kerja sama dengan orang lain
dalam masyarakatnya.
Kesadaran akan bantuan dan kerja sama orang lain, juga melahirkan
kesadaran apa lagi?
Kesadaran yang demikian, selanjutnya, juga melahirkan kesadaran bahwa
setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik bagi
orang lain dalam masyarakatnya. Semuanya itu melahirkan sikap dasar
bahwa unutk mewujudkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
dalam hubungan sosial antara manusia pribadi dengan masyarakatnya,
manusia perlu mengendalikan diri.
Apakah manfaat dari kemauan dan kemampuan mengendalikan diri
dan kepentingan?
Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya itu
kemauan dan kemampuan mengendalikan diri dan kepentingan adalah
suatu sikap yang mempunyai arti sangat penting dan bukan merupakan
sesuatu yang sangat diharapkan, yang pada gilirannya akan menumbuhkan
keseimbangan dan stabilitas masyarakat.
Masyarakat itu senantiasa bergerak berubah dan berkembang.
Pandangan sosial yang berdiri di atas paham keseimbangan tidaklah
menggingkari bahwa masyarakat itu senantiasa bergerak berubah dan
berkembang, bahwa masyarakat itu dinamis. Namun demikian, kita
beranggapan, yang wajar, yang di cari oleh manusia bukanlah perubahan
atau dinamika itu sendiri, melainkan keseimbangan segala sauatu dalam
masyarakat untuk mencapai kebahagiaan.
Perubahan sosial itu merupakan tantangan bagi kita semua.
Masalah perubahan sosial itu memang merupakan tantangan bagi kita
semua, yang kita pelajari secara teliti dan kita perhatikan sebagai faktor
yang mempengharui, terutama dalam zaman, dimana ilmu pengetahuan dan
teknologi telah berkembang sedemikiannya pesatnya. Bagi bangsa Indoesia
tujuan pengembangan masyarakat adalah manusia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat manusia.
Sebutkan penuntun manusia dalam mewujudkan sikap hidupnya!
Karena merupakan pengamalan pancasila, maka dalam mewujudkan sikap
hidup tadi manusia Indonesia dituntun oleh kelima sila dari pancasila: oleh
rasa Ketuhana Yang Maha Esa, oleh rasa perikemanusiaan yang adil dan
beradab, oleh kesadaran untuk memperkokoh persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dan untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

H. Tujuan pengamalan pancasila


Pengamalan pancasila tidak lain bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
pribadi dan kehidupan bersama yang kita cita-citakan, kehidupan yang anggap kita
baik. Dan untuk merasakan kehidupan yang kita angap baik itulah tujuan dari akhir
pembangunan bangsa dan Negara kita.
Apa tujuan akhir membangun bangsa dan Negara berdasarkan
pancasila?
Sama halnya dengan semua bangsa yang lain, bangsa Indonesia juga terdiri
dari kelompok-kelompok masyarakat besar maupun kecil, setiap keluarga
tediri dari pribadi-pribadi. Karena itu membangun bangsa Negara
berdasarkan pancasila, pada akhirnya, berarti membangun manusia-
manusia Pancasila.
Apakah dengan mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan
sendirinya akan lahir manusia pancasila?
Adil dan makmurlah yang harus terwujud dahulu, dan baru apabila
masyarakat yang demikian sudah menjadi kenyataan maka maka disanalah
akan lahir manusia-manusia pancasila. Pandangan seperti ini melawan
kenyataan sejarah
Jelaskan kemerdekaan itu lahir karena diperjuangkan manusia -
manusia yang cinta kemerdekaan!
Lahir dan tumbuhnya kemerdekaan nasional kita, misalnya, adalah salah
satu bukti sejarah yang tidak terbantah, bahwa kemerdekaan itu lahir justru
diperjuangkan oleh manusia-manusia yang cinta kepada kemerdekaan.
Kemerdekaan nasional ini tidak pernah akan kita nikmati, apabila dahulu
bangsa kita hanya memikirkan membangun manusia-manusia merdeka
yang sesudah tercapai kemerdekaan nasional.
Bilamanakah landasan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
pancasila, baru akan terwujud?
Kita juga perlu menyadari bahwa landasan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila menurut Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
baru akan terwujud setelah dilaksanakan 5-6 kali rencan pembangnan lima
tahunan yang berjalan secara bertahap dan sambung menyambung.
Apabila pembangunan manusia pancasila itu harus dilaksakan setelah
masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila menjadi kenyataan, maka
manusia pancasila tidak pernah akan lahir, bahkan mungkin lahir manusia-
manusia yang lain. Karena itu membina dan membangun manusia
pancasila justru tidak dapat ditunda-tunda lagi, seraya pembangunan
menuju masyarakat pancasila itu berjalan.
Lagi pula hanya oleh manusia-manusia yang berkesadaran tinggi mengenai
Pancasilalah pembangunan itu tetap dapat tetap dijaga jalannya yang luhur,
sehingga arah dan tujuannya tidak menyimpang dari pancasila.
Hanya manusia pancasilalah yang dapat membangun masyarakat
berdasarkan pancasila. Manusia-manusia yang tidak memiliki pancasila,
yang tidak mencintai pancasila, yang tidak menghayati pancasila yang
tidak mengamalkan pancasila, tentu tidak akan membangun masyarakat
yang berdasarkan pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Chindy (1966). Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta:
Gunung Agung.

Abdulgani, Roeslan, (1979). Pengembangan Pancasila di Indonesia, Yayasan


Idayu, Jakarta.

Ali, As’ad Said, (2009). Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa,


Pustaka LP3ES, Jakarta.
Anshari, Endang Saifuddin, (1981). Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah
Konsesus Nasional antara Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekuler
tentang Dasar Negara Republik Indonesia 1945-1959, Pustaka-
Perpustakaan Salman ITB, Bandung.

Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan


Pancasila, (1994). Bahan Penataran P-4, Pancasila/P-4, BP-7 Pusat,
Jakarta.

Bahar, Safroedin, (1995). Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha


Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945,
Sekertariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.

Bung Karno (2001). Pancasila Sebagai Dasar Negara. Jakarta: Gunung Agung.

Besar, Abdulkadir (1996). Pancasila Ideologi Terbuka. Jakarta: CV. Rajawali

Budimansyah, Dasim (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk


membangun karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Darmodihardjo, Darji (1979). Pancasila Suatu Orientasi Singkat. Jakarta: Balai


Pustaka.

Darmodihardjo, Darji (1978). Orientasi Singkat Pancasila. PT. Gita Karya, Jakarta

Darmodihardjo, Darji dkk (1991). Santiaji Pancasila Edisi Revisi, Usaha Nasional,
Surabaya.

Dodo, Surono dan Endah (ed). (2010). Konstistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam
UUD 1945 dan Implementasinya, PSP-Press, Yogyakarta.

Dipoyudo, Kirdi (1984). Pancasila Arti dan Pelaksanaannya. Jakarta: Yayasan


Proklamasi CSIS.

Hidayat, Arief, (2012). Negara Hukum Pancasila (Suatu Model Ideal


Penyelenggaraan Negara Hukum) Makalah pada Kongres Pancasila IV di UGM
Yogyakarta tanggal 31 Mei-1 Juni 2012.

Hatta, Mohammad (1970). Sekitar Proklamasi. Jakarta: Tinamas

Hazairin (1983). Demokrasi Pancasila. Jakarta: Rineka Cipta


Ismaun, (1978). Tinjauan Pancasila: Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia,
Carya Remadja, Bandung.

Janakabhivamsa, Ashin. (2005). Abhidhama Sehari-Hari – Filosofi Tertinggi


Buddhis dalam Terapan Etika. Jakarta: Karaniya Dhamma Universal Bagi
Semua.

Kaelan, (2000). Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

Kaelan, (2012). Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara,


Paradigma, Yogyakarta.

Kalidjernih, K. Freddy (2010). Kamus Studi Kewarganegaraan: Perspektif,


Sosiologikal dan Politikal. Bandung: Widya Aksara Press

Kansil, C.S.T dan Kansil, Cristine (2003). Modul Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Jakarta: Pradnya Paramita

Kaelan (1999). Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Paradigma

Kaelan (1996). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma

Kansil dan Yulianto (1990). Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan


Indonesia. Jakarta: Erlangga

Kansil, CST (1980). Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Bagian I.


Jakarta: Pradnya Paramita

Kansil, CST (1981). Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Bagian II.
Jakarta: Pradnya Paramita

Koentjaraningrat (1971). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:


Djambatan

Latif, Yudi (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas


Pancasila, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

MD, Moh. Mahfud (2011). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Menegakan


Konstitusionalitas Indonesia, Makalah pada Saresehan Nasional 2011 di
Universitas Gajah Mada Yogyakarta tanggal 2-3 Mei 2011.

Mundiri, H (2012). Logika. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada


Malik, Adam (1970). Riwayat Proklamasi. Jakarta: Wijaya

Notonagoro (1974). Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Bhina Aksara

Notonagoro (1975). Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pancuran Tujuh

Notonagoro (1959). Pemboekaan UUD 1945 Pokok Kaedah Fundamental Negara


Indonesia. Yogyakarta: UGM

Notosusanto, Nugroho, (1981). Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara, PN


Balai Pustaka, Jakarta.

Poedjawiyatna (2003). Etika, Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta

Rapar, J.H. (1988). Filsafat Politik Plato. Jakarta: CV. Rajawali

Suriasumantri, Jujun. S (1980). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan

Saduloh, Uyoh (2007). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabet

Setijo, Pandji (2010). Pendidikan Pancasila: Perspektif Sejarah Perjuangan


Bangsa. Jakarta: Grasindo

Setiardja, A. Gunawan, (1994). Filsafat Pancasila Bagian II: Moral Pancasila,


Universitas Diponegoro, Semarang.

Soekarna, (1989). Pancasila dan Perdamaian Dunia, CV Haji Masagung, Jakarta

Suwarno, (1993), Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.

Tyas, DC (2004). Ideologi Negara. Semarang: PT. Sindur Press

Yuniarto, Bambang (2011). Pendidikan Kewarganegaraan: untuk mahasiswa IAIN


Syekh Nurjati. Cirebon: CV. Pangger

Yamin, Muhammad, (1954). Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia,


Djambatan, Jakarta/Amsterdam.

Anda mungkin juga menyukai