Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana kita kaji secara ilmiah memiliki
pengertian secara luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, sebagai
pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara. Sebagai kepribadian
bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi
(istilah-istilah) yang harus kita deskripsikan secara objektif.
Pada suatu objek pembahasan Pancasila akan kita jumpai berbagai macam
penekanan sesuai dengan kedudukan dan fungsi pancasila dan terutama berkaitan
dengan kajian dalam sejarah pembahasan dan perumusan pancasila sejak dari nilai-
nilai yang terdapat dalam pandangan hidup bangsa sampai menjadi dasar negara
bahkan sampai pada pelaksanaannya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
Terlebih lagi pada waktu zaman orde lama, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia
kita jumpai berbagai macam rumusan pancasila yang berbeda-berbeda, yang dalam
hal ini harus kita deskripsikan secara objektif sesuai dengan kedudukannya serta
sejarah perumusan pancasila itu secara objektif.
Dalam hal ini, penulis kira inilah tugas berat kalangan intelektual untuk
mengambalikan persepsi rakyat yang keliru akan arti pancasila sebagai dasar negara,
sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara tersebut ke
arah cita-cita bersama dari bangsa Indonesia dalam hidup bernegara. Oleh karena itu
dalam pelaksanaan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bernegara, kita dituntut
tidak hanya mengetahui apa itu arti pancasila tetapi juga kita sebagai bangsa yang
besar harus memahami bagaimana sejarah serta asal-usul pancasila sehingga kenapa
bisa dijadikan sebagai dasar negara dan pedoman hidup bangsa Indonesia.

1
1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana Teori Asal mula Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia
2. Bagaimana sejarah terbentuknya nilai-nilai pancasila dalam sejarah
perkembangan masyarakat Indonesia.
3. Bagaimana Pancasila dianggap sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Asal Mula Pancasila

Asal mula Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia dibedakan


menjadi :

1. Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia
sendiri, terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-
agamanya.
2. Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana
Pancasila itu dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran yang
sangat menentukan.
3. Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula yang meningkatkan
Pancasila dari calon dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai
dasar negara. Asal mula karya dalam hal ini adalah PPKI sebagai
pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan menjadikan Pancasila
sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam sidang-
sidangnya.
4. Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan
pembahasan Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk
sampai kepada kausan finalis tersebut diperlukan kausa atau asal mula
sambungan.

Unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara


formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki
unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah
bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat,
tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya
misalnya:

1. Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan,


bukti-buktinya: bangunan peribadatan, kitab suci dari berbagai agama dan

3
aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, upacara keagamaan
pada peringatan hari besar agama, pendidikan agama, rumah-rumah
ibadah, tulisan karangan sejarah/dongeng yang mengandung nilai-nilai
agama. Hal ini menunjukkan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut
dengan sesama manusia, bukti-buktinya misalnya bangunan padepokan,
pondok-pondok, semboyan aja dumeh, aja adigang adigung adiguna, aja
kementhus, aja kemaki, aja sawiyah-wiyah, dan sebagainya, tulisan
Bharatayudha, Ramayana, Malin Kundang, Batu Pegat, Anting Malela,
Bontu Sinaga, Danau Toba, Cinde Laras, Riwayat dangkalan Metsyaha,
membantu fakir miskin, membantu orang sakit, dan sebagainya, hubungan
luar negeri semisal perdagangan, perkawinan, kegiatan kemanusiaan;
semua meng-indikasikan adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan
kekeluargaan, sebagai bukti-buktinya bangunan candi Borobudur, Candi
Prambanan, dan sebagainya, tulisan sejarah tentang pembagian kerajaan,
Kahuripan menjadi Daha dan Jenggala, Negara nasional Sriwijaya, Negara
Nasional Majapahit, semboyan bersatu teguh bercerai runtuh, crah agawe
bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu lidi, sadhumuk bathuk
sanyari bumi, kaya nini lan mintuna, gotong royong membangun negara
Majapahit, pembangunan rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru,
pembukaan ladang baru menunjukkan adanya sifat persatuan.
4. Unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita, bukti-buktinya:
bangunan Balai Agung dan Dewan Orang-orang Tua di Bali untuk
musyawarah, Nagari di Minangkabau dengan syarat adanya Balai, Balai
Desa di Jawa, tulisan tentang Musyawarah Para Wali, Puteri Dayang
Merindu, Loro Jonggrang, Kisah Negeri Sule, dan sebagainya, perbuatan
musyawarah di balai, dan sebagainya, menggambarkan sifat demokratis
Indonesia;
5. Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa
Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial
dan berlaku adil terhadap sesama, bukti-buktinya adanya bendungan air,
tanggul sungai, tanah desa, sumur bersama, lumbungdesa, tulisan sejarah
kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga, Sunan Kalijaga, Ratu Adil, Jaka
4
Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya, penyediaan air kendi di muka rumah,
selamatan, dan sebagainya.

Pancasila sebenarnya secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang


baik-baik yang digali dari bangsa Indonesia. Disebut sebagai kristalisasi nilai-nilai
yang baik. Adapun kelima sila dalam Pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur
tidak boleh terputus satu dengan yang lainnya. Namun demikian terkadang ada
pengaruh dari luar yang menyebabkan diskontinuitas antara hasil keputusan tindakan
konkret dengan nilai budaya.

2.2 Sejarah Asal-Usul Pancasila

Pancasila senagai dasr negara republik indonesia sebelum disyahkan pada


tanggal 18 agustus 1945 oleh PPKI. Nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia
sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara, yang berupa
nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius. Nilai-nilai tersebut telah
ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan
hidup, sehingga materi pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut, tidak lain adalah
dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis
Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal oleh
para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat negara Indonesia. Proses
perumusan materi pancasila secara formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang
BPUPKI pertama, sidang panitia 9, sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disyahkan
secara yuridis sebagai dasar filsafat negara republik Indonesia.

Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam pancasila yaitu : Ketuhanan,


Kemanusiaan, Kerakyatan serta Keadilan,dalam kenyataannya secara objektif telah
dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dulu kala sebelum mendirikan negara.
Proses terbentuknya negara dan bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang
cukup panjang yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada
abad ke IV, ke V, kemudiaan dasar-dasar kebangsaaan Indonesia telah mulai Nampak
pada abad ke VII yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya dubawah wangsa
Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur
serta kerajaan-kerajaan lainnya.

5
Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern dirintis oleh para pejuang
kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang
kabangkitan nasional pada tahun 1928. Akhirnya titik kumulasi sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam mendirikan negara tercapai dengan diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia pada tanggak 17 agustus 1945.

2.2.1 Zaman Kutai

Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya


prasati yang berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui
bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman keturunan dari kundungga.
Raja Mulawarman menurut prasasti tersebutmengadakan kenduri dan memberikan
sedekah kepada para Brahmana, dan para brahmana membangun yupa itu sebagai
tanda terimakasih raja yang dermawan. Masyarakat Kutai yang membuka zaman
sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai sosial politik, dan ketuhanan
dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepad para Brahmana.

Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja ini
tampak dalam kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian di Jawa dan Sumatra. Dalam
zaman kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai intergrasi
dengan wilayah yang meliputi hamper separuh indonesia dan seluruh wilayah
Indonesia sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat
di Jawa.

2.2.2 Zaman Sriwijaya

Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak


dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek
moyang bangsan Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga
tahap yaitu : Pertama, zaman Sriwijaya dibawah wangsa Syailendra (600-14000),
yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525)
yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan negara kebangsaan
Indonesia lama. Kemudian ketiga, negara kebangsaan modern yaitu negara Indonesia
merdeka (sekarang negara Proklamasi17 Agustus 1945).

6
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan
Sriwijaya, di bawah kekuasaan wangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti
Kedukan Bukit di kaki bukit Siguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 Caka
atau 683, dalam bahasa Melayu kuno dan huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan
maritim yang mengandalkan kekuataan lautnya. Kunci-kunci lau-lintas laut disebelah
barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selay Malaka (775). PAda
zaman itu kerajaan Sriwijaya merupakan suatu kerajaan besar yang cukup disegani
dikawasan Asia selatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan pedangan
pengrajin dadn pegawai raja yang disebut Tuhan An Vatakvurah sebagai pengawas
dan pengumpul semavcam koperasi sehingga rakyat mudah untuk memasarkan
barang dagangannya. Demikian pula dalam sistem pemerintahannya terdapat pegawai
pengurus pajak, harta benda kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknik
pembangunan gedung-gedung dan patung–patung suci sehingga pada saat itu
kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai
Ketuhanan.

Agama dan kebudayaan dikembangkannya dengan mendirikan suatu


universitas agama Budha, yang sangat terkenal di negara lain di Asia. Banyak musafir
dai negara lain misalnya dari Cina belajar telebih dahulu di universitas tersebut
terutama tentang agama Budha dan bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan studinya
ke India. Bahkan banyak guru-guru besar tamu dari India yang mengajar di Sriwijaya
misalnya Dhalmakitri. Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara
telah tercermin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ”marvuat vanua
Criwijaya siddhayatra subhiksa” (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur)

2.2.3 Zaman Kerajaan-kerajaan Sebelum Majapahit

Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang


memecahkan nilai-nilai nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah
dan Jawa Timur secara silih berganti. Kerajaan Kalingga pada abad ke VII. Sanjaya
pada abad ke VIII yangv ikut membantu membangun candi Kalasan untuk Dewa Tara
dan sebuah wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan
dinasti Syailendra (abad ke VII dan IX). Refleksi puncak budaya dari Jawa Tengah
dalam periode-periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi

7
Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX). Dan candi Prambanan (candu
agama Hindupada abad ke X).

Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur munculah


kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX). Darmawasangsa (abad ke X) demikian
juga kerajaan Airlangga pada abad ke XI. Raja Airlangga membuat bangunan
keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam beragama. Agama
yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu dan agama Syiwa yang
hiduo berdampingan secara damai. Menurut prasati Kelagen, Raja Airlangga telah
mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama Benggala , Chola dan Champa hal
ini menunjukan nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula Airlangga mengalami
penggemblengan lahir dan bathin di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat
dan para Brahmana bermusyawarah dan memutuskan untuk memohon Airlangga
bersedia menjadi raja, meneruskan tradisi istan, sebagai nilai-nilai sila keempat.
Demikian pula menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga
merintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat
yang merupakan nilai-nilai sila kelima.

Di wilayah Kediri Jawa Tmur berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad ke
XIII), yang kemudian sangat erat hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.

2.2.4 Kerajaan Majapahit

Pada tahun 1293berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman


keemasaanya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahaptih Gajah Mada
yang dibantu oleh laksamana nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai
nusantara. Wilayah kekuasaan Mahajaphit semasa jayanya itu membentang dari
semenanjung melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan
Utara.

Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai
dalam suatu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab
tersebut terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan
didalam buku itulah kita menjumpai selokan persatuan nasional yaitu “Bhineka
tunggal Ika” yang berbunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma

8
Mangrua” artinya walaupun berbeda tetapi satu jua adanya sebab tudak ada agama
yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukan adanya realitas kehidupan
agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan salah satu bawahan
kekuasaannya yaitu Pasai justru telah memeluk agama islam. Toleransi positif dalam
bidang agama dijunjung tinggi sejak masa bahari yang telah silam.

Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang
Ratu dan Menteri-menteri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang
berisis cita-cita mempersatukan nusantara raya sebagai berikut : Saya baru akan
berhenti berpuasa makan pelapa, jikalau sekuruh nusantara bertakhluk di bawah
kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda,
Palembang dan Tuma-sik tellah dikalahkan.

Selain itu dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk
senantiasa mengadakan hubungan bertetangga dengan baik dengan kerajaan
Tiongkok, Ayodya, Champa dan Kamboja. Menurut prasasti Brumbung (1329),
dalam tata pemerintahaan kerajaan Majapahit terdapat srmacam penasehat Seperti
Rakryan I Hino, I Sirikan dan I Halu yang bertugas memberikan nasehat kepada raja.
hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh sistem perintahan
kerajaan Majapahit.

Majapahit menjulang adalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak


meninggalkan nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara kebangsaan
Indonesia 17 Agustus 1945. Kemudian disebabkan oleh faktor keadaan dalam negeri
sendiri seperti perselisihan dan perang saudara pada permulaan abad XV, maka sinar
kejayaan Majapahit berangsur-angsur mulai memudar dan akhirnya mengalami
keruntuhan “Sinar Hilang Kertaning Bumi” pada permulaan abad XVI (1520).

2.3 Pancasila Sebagai Pandangan Hidup

Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup


adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan
rangkaian nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk
mengatur hubungan manusia dengan sesama, lingkungan dan mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya.

9
Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang
secara dinamis dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup
bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya
oleh suatu bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk
mewujudkannya di dalam sikap hidup sehari-hari.

Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang
dijadikan acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa
Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, sikap hidup yang diyakini kebenarannya tersebut
bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut
berasal dari budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila
sebagai inti dari nilai-nilai budaya Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai
cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan
pedoman, pegangan atau kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita
moral bagi bangsa Indonesia, juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia.
Pancasila sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
adalah hasil kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh
PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan kesepakatan bersama seluruh masyarakat
Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya dihormati dan dijunjung tinggi.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara, sebagai pandangan


hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara merupakan sebuah perwujudan
dari nilai-nilai kebudayaan serta adat istiadat bangsa indonesia yang telah ada
sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara. Nilai-nilai
yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya
masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat
serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga
materi pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut, tidak lain adalah dari bangsa
Indonesia sendiri. Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam pancasila yaitu :
Ketuhanan, Kemanusiaan, Kerakyatan serta Keadilan,dalam kenyataannya secara
objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dulu. Sejarah bangsa
Indonesia memberikan bukti bahwasannya nilai tersebut sudah tercermin dalam
pola hidup para nenek moyang bangsa Indonesia dan juga terdapat pada
kebijakan-kebiajakan yang di buat oleh para raja/penguasa di berbagai kerajaan di
Indonesia pada zaman dulu yang didalamnya sudah mengandung nilai-nilai luhur
pancasila yang digunakan sebagai suatu tatanan cara mencapai tujuan-tujuannya
bahkan telah menjadi sebuah pandangan hidup masyarakat pada zaman tersebut.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilai-nilai budaya Indonesia maka
Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita moral
inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan atau kekuatan rohaniah
kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
sehingga menjadi sebuah ideologi bangsa yang harus di hormati serta dijunjung
tinggi untuk mwujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia.

3.2 SARAN

Penulis berharap dengan disusunya makalah ini akan menjadi sebuah


acuan pembelajaran bagi para pembaca untuk dapat mengkaji lebih dalam dan
memberikan pengetahuan agar pembaca dapat benar-benar mampu memahami
Pancasila secara ilmiah dan objektif. Oleh karena itu kiranya merupakan tugas

11
besar kalangan intelektual untuk mengembalikan persepsi rakyat yang keliru
terhadap arah cita-cita Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
dalam bernegara.

12
DAFTAR PUSTAKA
Buku

Kaelani. 2001. Pendidikan Pancasila. Penerbit: Paradigma. Yogyakarta.

Internet

http://vivixtopz.wordpress.com/modul-kuliah/pendidikan-pancasila/modul-mata-
kuliah-pancasila/

13

Anda mungkin juga menyukai