Anda di halaman 1dari 8

Nama : Indah Nur Aeni

NIM : 11190162000039
Kelas : Pendidikan Kimia 7B

Analisis Jurnal Internasional


Ethnoscience Analysis of “Lemang Bamboo” Sumatera Traditional Food
(Jufrida, J., dkk., 2019)

A. Latar belakang
Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya dan kearifan lokal yang menjadi ciri
khas daerah tersebut. Budaya dan kearifan lokal dapat direkonstruksi menjadi pengetahuan
ilmiah melalui pendekatan etnosains. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru
IPA di SMPN Muaro Kabupaten Jambi diperoleh informasi bahwa guru masih kesulitan
mengintegrasikan kearifan lokal di Jambi dalam pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan
belum adanya buku sains yang terintegrasi dengan kearifan lokal. Selain itu, guru masih
berjuang untuk menganalisis konsep IPA pada benda-benda kearifan lokal yang akan
dijadikan sebagai sumber pembelajaran IPA.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, perlu dilakukan rekonstruksi kearifan lokal
menjadi pengetahuan ilmiah sehingga dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Banyak sekali
ilmu-ilmu masyarakat yang dapat direkonstruksi menjadi ilmu pengetahuan yang dapat
menjadi sumber pembelajaran IPA bagi siswa. Salah satu kearifan lokal Jambi yang
berpotensi untuk dijadikan sumber pembelajaran IPA adalah tradisi lemang bambu. Budaya
melemang sudah mulai kurang mendapat perhatian dari generasi muda, sehingga harus
dikenalkan kembali agar budaya tersebut tidak punah. Proses pembuatan lemang bambu
dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan potensi alam. Kearifan lokal proses
pembuatan lemang bambu dapat direkonstruksi menjadi pengetahuan ilmiah. Hasil
rekonstruksi tersebut dapat digunakan sebagai dasar pemetaan kompetensi dasar dalam
kurikulum sekolah dan dapat digunakan dalam pembelajaran IPA.

B. Grand teori
1. Etnosains
Etnosains adalah kegiatan menghubungkan ilmu sains dengan pengetahuan
masyarakat yang bersumber dari kepercayaan turun temurun dan masih mengandung
mitos (Novitasari, dkk., 2017).
2. Lemang bambu
Lemang bambu adalah makanan tradisional yang berasal dari daerah Sumatra,
Indonesia. Lemang bambu terbuat dari beras ketan yang dimasak dalam bambu yang
dilapisi dengan daun pisang yang dimasak dengan cara dibakar di atas tungku selama
3-4 jam (Febrianti, dkk., 2018).

C. Rumusan masalah
1. Apakah kearifan lokal proses pembuatan lemang bambu dapat direkonstruksi menjadi
pengetahuan ilmiah dan dapat digunakan dalam pembelajaran IPA?
2. Bagaimana merekonstruksi kearifan lokal masyarakat tentang tradisi pembuatan
lemang bambu menjadi konsep ilmiah melalui kajian etnosains?

D. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode kualitatif. Subjek
atau informan dalam penelitian ini adalah dua orang pembuat lemang bambu yang
berdomisili di Kabupaten Muaro Jambi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
mendalam dengan informan, observasi, dan dokumentasi proses pembuatan lemang bambu.
Data dianalisis secara intensif melalui reduksi, interpretasi, dan verifikasi data. Data
yang tidak mengandung konsep ilmu direduksi. Data yang mengandung konsep ilmu
diinterpretasikan dan direkonstruksi menjadi pengetahuan ilmiah. Verifikasi data dilakukan
dengan pengambilan data berulang dan diskusi dengan ahli yang berkompeten di bidang
etnosains.

E. Hasil penelitian
Lemang bambu adalah makanan tradisional yang berasal dari daerah Sumatera.
Bahan utama yang digunakan untuk membuat lemang bambu adalah beras ketan, santan,
daun pisang, dan bambu. Proses pembuatan lemang bambu diawali dengan menyiapkan
bambu sebagai wadah memasak lemang, bambu dipotong dengan salah satu ujung terbuka.
Kemudian rongga pada bambu dicuci menggunakan air bersih. Beras ketan yang sudah
direndam beberapa jam dimasukkan ke dalam rongga bambu bersamaan dengan santan,
dengan dilapisi daun pisang muda. Bambu yang berisi beras ketan dan santan ini kemudian
dibakar di atas bara api. Pembakaran lemang bambu dilakukan secara tidak langsung, yaitu
dengan memberi jarak sekitar satu inci antara bambu dan arang. Proses pembakaran

dilakukan selama 3-4 jam.


Analisis etnosains dilakukan untuk menggali pengetahuan asli masyarakat dan
menjadi bekal ilmu pengetahuan untuk dipelajari di sekolah. Konsep ilmu yang
diidentifikasi dalam proses pembuatan lemang bambu adalah klasifikasi makhluk hidup,
pengukuran, suhu dan panas.
1. Klasifikasi makhluk hidup
Bahan utama pembuatan lemang bambu adalah bambu, daun pisang, ketan, dan
kelapa (santan). Empat jenis tumbuhan dapat dimanfaatkan dalam mempelajari konsep
klasifikasi makhluk hidup.
a. Bambu Talang (Schizostachyum Brachycladum)

Bambu merupakan tanaman rerumputan herba, jenis bambu yang


digunakan untuk membuat lemang adalah bambu talang (Schizostachyum
Brachycladum). Batangnya berwarna hijau dengan permukaan licin, panjangnya
mencapai 8-15 m, rongga bagian dalam yaitu 35-60 cm, dan tebal dinding sekitar
4-5 mm. Bambu talang biasanya dimanfaatkan untuk pembuatan nasi jaha (nasi
bambu), untuk membuat tampi beras (sosiru), anyaman bambu, plafon, tikar,
hiasan lampu, tandon air, keranjang buah, kotak tisu, alat dan bahan untuk
upacara adat, dan atraksi tari budaya. Taksonomi bambu talang adalah Kingdom
(Plantae), Divisi (Spermatophyta), Kelas (Monocotyledonae), Ordo
(Graminales), Famili (Gramineae), Genus (Schizostachyum), dan Spesies
(Schizostachyum Brachycladum).
b. Pisang kepok (Musa Paradisiaca)
Menurut informan, daun pisang yang digunakan untuk membuat lemang
bambu yaitu daun pisang kepok. Daun pisang kepok tidak mudah sobek, tebal,
lebar, memberikan aroma khas dan kelezatan pada makanan. Daun pisang
digunakan untuk melapisi beras ketan saat dimasak di dalam bambu. Hal ini
bertujuan agar lemang tidak lengket dengan bambu dan aromanya lebih harum.
Daun pisang banyak digunakan sebagai kemasan alami karena mengandung
antioksidan dan antibakteri yang dapat membunuh kuman. Daun pisang juga
mengandung beberapa senyawa penting seperti polifenol, lignin, hemiselulose,
protein, dan allantoin. Selain untuk membungkus lemang, daun pisang juga
digunakan untuk membungkus makanan lain, misalnya di daerah Jawa
digunakan untuk membungkus tempe, botok, pepes, lupis, lontong, dan lain
sebagainya. Pisang merupakan tumbuhan monokotil, yang terdiri dari batang
palsu, dan berkembang biak secara vegetatif. Taksonomi Pisang kepok adalah
Kingdom (Plantae), Divisi (Spermatophyta), Kelas (Monocotyledonae), Ordo
(Zingiberales), Famili (Musaceae), Genus (Musa), dan Spesies (Musa
Paradisiaca L.).
c. Beras ketan (Oryza sativa glutinosa)

Beras ketan memgandung pati (sekitar 80-85%). Beras ketan (100 gr)
mengandung energi 362 kilokalori, protein 6,7 gram, karbohidrat 79,4 gram,
lemak 0,7 gram, kalsium 12 miligram, fosfor 148 miligram, dan zat besi 1
miligram. Beras ketan mengandung kadar air 16,24%, protein 6,81%, lemak
0,19%, serat 0,28%, dan karbohidrat 76,24%. Taksonomi beras ketan adalah
Kingdom (Plantae), Divisi (Spermatophyta), Kelas (Angiospermae), Ordo
(Graminales), Famili (Gramineae), Genus (Oryza), Spesies (Oryza sativa L.),
dan Varietas (Oryza sativa glutinosa).
d. Kelapa (Cocos nucifera L.)
Kelapa merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial,
budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kelapa (Cocos
nucifera L.) termasuk dalam famili Palmae dari genus Cocos. Tanaman kelapa
merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena hampir seluruh
bagian pohon, akar, batang, daun, dan buahnya dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan hidup manusia. Bagian tanaman kelapa yang banyak dimanfaatkan
adalah buah 53%, akar 2%, batang 22%, dan daun sebanyak 23%. Santan adalah
produk yang berbahan dasar daging kelapa, yaitu cairan putih seperti susu yang

berasal dari daging kelapa tua yang diparut dan disaring. Santan merupakan
bahan baku pembuatan lemang bambu. Kandungan fenol dalam santan sama
dengan 34,80 mg/Kg dan penangkal radikal bebas sebesar 73,48%.

2. Pengukuran
Penerapan pengukuran dalam proses pembuatan lemang bambu adalah
pengukuran panjang, massa, volume, waktu, dan suhu. Pengrajin lemang bambu telah
menerapkan konsep pengukuran panjang pada bambu yang akan digunakan untuk
membuat lemang. Panjang bambu yang digunakan biasanya dua jengkal tangan orang
dewasa. Bambu yang dipilih memiliki diameter relatif sama. Konsep pengukuran yang
diterapkan adalah menggunakan satuan tidak baku. Setelah diukur menggunakan
penggaris, rata-rata panjang bambu yang digunakan adalah ± 40 cm dan diameter ± 4,5
cm. Beras ketan ditakar dengan menggunakan gelas takar sebanyak 2 gelas. Setelah
diukur beratnya, massa beras ketan adalah ± 450 gr. Pengukuran volume dilakukan
terhadap volume santan yang digunakan. Volume santan diukur dengan menggunakan
gelas sebanyak 1 1/2 gelas. Hasil pengukuran volume santan dengan gelas ukur adalah
± 300 ml. Aplikasi pengukuran waktu ditemukan selama proses pembakaran bambu.
Lemang bambu dibakar selama ± 3 jam. Lamanya waktu mempengaruhi nilai
organoleptik rasa dan aroma.
3. Suhu dan Panas
Pembakaran lemang bambu dilakukan selama 3-4 jam. Kematangan lemang
dapat diketahui dari warna bambu yang berubah menjadi kering kecoklatan dan santan
yang mengering. Proses pembakaran lemang bambu menerapkan konsep perpindahan
panas secara konveksi dan radiasi. Perpindahan panas terjadi karena adanya perbedaan
temperatur antara arang dan lemang bambu. Konveksi adalah perpindahan panas
karena pergerakan partikel udara yang bersuhu lebih tinggi menuju tempat yang
bersuhu lebih rendah. Laju konveksi perpindahan panas sebanding dengan koefisien
konveksi (h), luas permukaan benda (A), dan perbedaan suhu (∆T).
Radiasi adalah perpindahan panas yang tidak memerlukan medium perantara.
Dalam proses pembakaram terjadi radiasi, laju radiasi panas suatu benda sebanding
dengan pangkat empat suhu mutlak (T⁴). Bambu yang berisi beras ketan dan santan
menyerap panas dari arang. Pemanasan suhu pada saat pemasakan lemang
mempengaruhi nilai organoleptik yaitu aroma, rasa, dan kelembutan.

Selain itu, ada konsep perpindahan kalor. Kalor yang diberikan pada zat dapat
mengubah bentuk zat. Perubahan bentuk lemang bambu adalah perubahan kimia.
Perubahan kimia adalah perubahan bahan yang mengakibatkan perbedaan jenis dan
sifat bahan. Beras ketan dan santan sebelum dimasak memiliki karakteristik yang
berbeda dengan lemang yang sudah matang. Analisis makronutrien pada lemang
mengandung protein 3,98%, lemak 4,93%, dan karbohidrat 23,45%.
Berdasarkan hasil analisis etnosains, diperoleh bahwa kearifan lokal tentang
proses pembuatan lemang bambu dapat direkonstruksi menjadi sebuah konsep ilmiah.
Hasil rekonstruksi tersebut dijadikan dasar dalam pemetaan kompetensi dasar
pembelajaran IPA. Hasil dari pemetaan kompetensi dasar yang terkait dengan proses
pembuatan lemang bambu ditunjukkan pada tabel berikut:

Kompetensi Dasar Konsep Sains Lemang Bambu


3. Menerapkan konsep pengukuran Konsep berbagai besaran menggunakan
1 berbagai besaran menggunakan satuan baku dan tidak baku berkaitan
satuan standar. dengan alat dan bahan dalam proses
pembuatan lemang bambu.
3. Mengklasifikasikan makhluk hidup Klasifikasi tumbuhan (bambu, ketan,
2 dan benda-benda berdasarkan ciri- pohon pisang, dan pohon kelapa) yang
ciri yang diamati. digunakan dalam proses pembuatan
lemang bambu.
3. Menganalisis konsep suhu, Konsep suhu, kalor, dan perpindahan
4 pemuaian, kalor, perpindahan kalor pada proses pembuatan lemang
panas, dan penerapannya dalam bambu.
kehidupan sehari-hari termasuk
mekanisme mempertahankan suhu
tubuh yang stabil pada manusia dan
hewan.

F. Kesimpulan
Lemang bambu adalah makanan khas Sumatera yang terbuat dari beras ketan yang
dimasak di dalam bambu. Kearifan lokal tentang proses pembuatan lemang bbu dapat
direkonstruksi menjadi sebuah konsep ilmiah. Konsep IPA yang teridentifikasi dalam proses
pembuatan lemang bambu adalah klasifikasi makhluk hidup, pengukuran, suhu, dan panas.
Hasil rekontruksi tersebut dijadikan dasar dalam pemetaan kompetensi dasar pembelajaran
IPA dan sumber belajar IPA.

G. Kelebihan dan kekurangan


Kelebihan
1. Hasil penelitian memberikan wawasan baru bahwa dari kearifan lokal suatu daerah,
khususnya makanan tradisional dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran, yang
mana hal itu akan lebih mudah untuk dipahami oleh peserta didik daerah tersebut
karena sifatnya kontekstual.
2. Setiap proses dalam pembuatan lemang bambu didokumentasikan disertai penjelasan
hasil interpretasi dan rekonstruksi dari setiap prosesnya ke dalam konsep IPA.
3. Penjelasan dan penggunaan bahasa mudah dipahami.
Kekurangan
1. Penelitian hanya dilakukan sampai menganalisis konsep IPA pada proses pembuatan
lemang bambu, belum sampai diimplementasikan kepada siswa.
2. Hasil dari pemetaan kompetensi dasar yang terkait dengan proses pembuatan lemang
bambu tidak disertai informasi jenjang kelas.
3. Subjek atau informan penelitian terlalu sedikit sehingga informasi yang diperoleh
kurang luas dan menyeluruh.

Anda mungkin juga menyukai