Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENGANTAR ILMU FARMASI

TENTANG

“SEJARAH, OBAT, PENDIDIKAN, PELAYANAN FARMASI”

OLEH :

NAMA : CITRA SURYA NINGSI BIRINGALLO


NIM : 21013270
KELAS : STIFA E 2021
DOSEN PENGAMPUH :

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah tentang sejarah, obat, pendidikan, serta pelayanan farmasi ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah pengantar ilmu farmasi. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
sejarah, obat, pendidikan, serta pelayanan farmasi bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak apt. Andi Paluseri,


S.Farm.,M.Kes., selaku dosen mata kuliah pengantar ilmu farmasi
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 16 oktober

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI .................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Manfaat ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
A. PENGERTIAN FARMASI ...................................................................... 3
B. OBAT .................................................................................................... 4
C. PENDIDIKAN FARMASI ..................................................................... 10
D. PELAYANAN FARMASI ...................................................................... 16
BAB III ........................................................................................................... 19
PENUTUP ..................................................................................................... 19
KESIMPULAN ..................................................................................... 19
SARAN ................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan munculnya berbagai obat jadi dari industri farmasi,


perluasan peran asisten apoteker, dan konsep asuhan kefarmasian
(pharmaceutical care), sisi teknis farmasi dari peran apoteker
komunitas telah berkurang, dan aspek yang lebih sosial yang menjadi
semakin penting. Meskipun apoteker selama ini sudah berusaha
mengenali pelanggannya, dan sejak dulu, masyarakat telah melihat
apoteker sebagai sumber informasi kesehatan, penekanan yang
semakin besar saat ini diberikan pada interaksi antara apoteker dan
pasien. Apoteker saat ini menyadari bahwa praktik apotek telah
berkembang selama bertahun-tahun sehingga tidak hanya mencakup
penyiapan, peracikan, dan penyerahan obat kepada pasien, tetapi
juga interaksi dengan pasien dan penyedia layanan kesehatan lain di
seluruh penyediaan asuhan kefarmasian(Rantucci, 2009).

Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari


obat ke pasien mengacu pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical
care). Kegiatan pelayan kefarmasian yang semula berfokus pada
pegelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari
pasien. Untuk mejamin mutu pelayanan farmasi kepada masyarakat,
telah dikeluarkan standar pelayanan farmasi 2 komunitas (apotek)
yang meliputi antara lain sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, pelayanan resep, konseling, monitoring, penggunaan obat,
edukasi, promosi kesehatan, dan evaluasi terhadap pengobatan
(Depkes RIa, 2004).

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus


berpartisipasi dalam promosi dan edukasi (Hartini dan Sulasmono,
2007). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus
pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (Anonima, 2004). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi
tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah
melaksanakan perubahan informasi, monitoring penggunaan obat dan

1
mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi
dengan baik (Anonimb, 2004). Apoteker harus memahami dan
menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication
error) dalam proses pelayanan. Medication error adalah kejadian yang
merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan
tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Oleh sebab itu,
apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar yang ada
untuk menghindari terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan
terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Anonimb,
2004).

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan


makalah pengantar ilmu farmasi dan untuk memberikan kejelasan isi
dan menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini
masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian ilmu farmasi dan sejarah ilmu farmasi
2. Pengertian obat, pengembangan obat, pendistribsian ilegal dan
klasifikasi obat
3. Sejarah pendidikan farmasi
4. Pelayanan kefarmasian

C. MANFAAT

Adapun manfaat yang didapatkan dari pembuatan makalah ini yakni:

1. Mengetahui sejarah perkembangan farmasi


2. Mengetahui jenis obat dan penyalurannya
3. Mengetahui Sejarah pendidikan kefarmasian
4. Memahami tentang cara pelayanan kefarmasian yang ideal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FARMASI

Farmasi adalah ilmu yang mempelajari segala seluk-beluk


mengenai obat. Ilmu farmasi adalah terapan dari (sedikitnya) tiga
bidang ilmu yaitu kedokteran, kimia, dan biologi. Ruang lingkup ilmu
farmasi tak hanya berfokus pada bidang ilmu eksakta, melainkan juga
pada bidang ilmu sosial seperti Manajemen
Farmasi dan Farmakoekonomi.

Secara etimologi, "Farmasi" merupakan kata serapan dari bahasa


Inggris "pharmacy". Sedangkan, kata "pharmacy" sendiri mengakar dari
kata "pharmacon" yang merupakan sebutan bangsa Yunani Kuno untuk
"obat". "Farmacie" (bahasa Prancis) dan "pharmakeia" (bahasa Latin)
adalah bentuk-bentuk awal lainnya dari sejarah kata "farmasi".

Sejarah farmasi dan kedokteran sangat dipengaruhi oleh para tokoh


seperti Hippocrates (450-370 SM), Dioscorides (abad ke-1 M),
dan Galen (120-130 M).

1. Hippocrates (450-370 SM), seorang dokter dari Yunani yang sangat


dihargai karena secara ilmiah memperkenalkan farmasi dan
kedokteran. Selain itu, Hippocrates juga membuat sistematika
dalam pengobatan, menyusun uraian tentang ratusan jenis obat-
obatan dan dinobatkan sebagai bapak ilmu kedokteran.
2. Dioscorides (abad ke-1 M), seorang dokter Yunani yang memiliki
keahlian dalam bidang botani. Beliau juga adalah orang pertama
yang menggunakan ilmu tumbuhan sebagai ilmu farmasi terapan
dan kemudian menghasilkan karya dengan sebutan De Materia
Medika. Dioscorides mengembangkan ilmu farmakognosi dan
menghasilkan obat obatan yang dibuat
seperti napidium, opium, ergot, hyosciamus, dan cinnamon.
3. Galen (120-130 M), seorang dokter dan ahli farmasi bangsa Yunani
yang berkewarganegaraan romawi. Galen terkenal setelah
menciptakan sistem pengobatan, fisiologi, dan patologi yang
merumuskan kaidah-kaidah yang banyak diikuti selama 1500 tahun.
Galen juga dinobatkan sebagai pengarang buku terbanyak di
zamannya dan meraih penghargaan untuk 500 bukunya tentang
ilmu kedokteran-farmasi serta 250 buku lainnya

3
tentang filsafat, hukum, maupun tata bahasa. Hasil karyanya di
bidang farmasi uraian mengenai penyediaan obat yang sekarang
dikenal dengan sebutan farmasi galenik( Haeria (2017)).

Selain itu, farmasi juga mempelajari pengembangan ilmu


dan teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang dapat
digunakan untuk menyembuhkan kondisi pasien(Inggriani, Rini (2016-
02-20)). Ruang lingkup dari praktik farmasi termasuk praktik
farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan obat,
serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan
terhadap pasien (patient care) di antaranya layanan klinik,
evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan penyediaan
informasi obat( Farmasetika Dasar & Hitungan Farmasi.
EGC. ISBN 978-979-448-777-8.)

B. OBAT

Obat adalah zat apa pun yang menyebabkan


perubahan fisiologi atau psikologi organisme saat
dikonsumsi.( "Drug" 2007; Stedman's Medical Dictionary).
Dalam farmakologi, obat adalah zat kimia, biasanya struktur kimianya
diketahui, yang ketika diberikan pada organisme hidup akan
menghasilkan efek biologis(H.P., Rang; M.M, Dale; J.M., Ritter; R.J.,
Flower; G., Henderson (2011).)

Dalam Kebijaksanaan Obat Nasional (KONAS, 1980) : obat ialah


bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.Obat farmasi, juga
disebut medikasi atau obat dalam pemahaman masyarakat umum,
adalah zat kimia yang digunakan
untuk mengobati, menyembuhkan, mencegah,
atau mendiagnosis suatu penyakit atau untuk
meningkatkan kesejahteraan( "Drug" 2007). Secara tradisional, obat-
obatan diperoleh melalui ekstraksi tumbuhan obat, tetapi baru-baru ini
juga melalui sintesis organik(Atanasov AG, dkk (December 2015)).
Sintesis organik adalah konstruksi molekul organik melalui proses
kimia(Seebach, Dieter (1990)). Obat-obatan farmasi dapat digunakan
dalam jangka waktu terbatas, atau secara teratur untuk

4
gangguan kronis ("Drug". The American Heritage Science
Dictionary. Houghton Mifflin Company.)

Obat-obatan farmasi (medikasi) sering dibagi menjadi


beberapa kelompok; pengelompokan obat dilakukan
berdasarkan struktur kimia yang serupa, mekanisme aksi yang sama
(mengikat pada target biologis yang sama), mode aksi terkait, dan
yang digunakan untuk mengobati penyakit yang sama(Mahoney A,
Evans J (6 November 2008); World Health Organization (2003)).

1. Pengembangan obat

1.1 Sejarah penggunaan obat


Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik dari
tumbuhan, hanya berdasarkan pengalaman dan selanjutnya
Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk
membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat
aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui
zat aktifnya. Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan
“bapak kedokteran” dalam praktek pengobatannya telah
menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. Claudius Galen
(200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan
teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi.
Selanjutnya Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku
tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat
serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup
dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai
negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk
menghasilkan pengobatan yang lebih baik. Johann Jakob
Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek
farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia
mengatakan :”I pondered at length, finally I resolved to clarify the
matter by experiment”. Ia adalah orang pertama yang
melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan
percobaan. Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik
yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum obat
diuji–coba secara klinik pada manusia.
Institut Farmakologi pertama didirikan pada th 1847 oleh Rudolf
Buchheim (1820-1879) di Universitas Dorpat (Estonia).
Selanjutnya Oswald Schiedeberg (1838- 1921) bersama
dengan pakar disiplin ilmu lain menghasilkan konsep

5
fundamental dalam kerja obat meliputi reseptor obat, hubungan
struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep tersebut
juga diperkuat oleh T. Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J.
Langley (1852-1925) di Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di
Jerman.

1.2 Sumber obat


Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau
anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan
hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit
tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu
tinggi atau pada kondisi tertentu penderita Untuk menjamin
tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka
tumbuhan obat diawetkan dengan pengeringan. Contoh
tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah getah Papaver
somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan obat
penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan
mengekstraksi getah tanaman tersebut dihasilkan berbagai
senyawa yaitu morfin, kodein, narkotin (noskapin), papaverin dll.
yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain
walaupun dari sumber yang sama Dosis tumbuhan kering dalam
pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung pada tempat
asal tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan.
Maka untuk menghindari variasi dosis, F.W.Sertuerner (1783-
1841) pada th 1804 mempelopori isolasi zat aktif dan
memurnikannya dan secara terpisah dilakukan sintesis secara
kimia. Sejak itu berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis
penyakit.`

2. Pendistribusian legal obat

Di Amerika Serikat, seorang medis profesional dapat


memperoleh obat dari perusahaan farmasi atau apotek (yang
membeli obat dari perusahaan farmasi). Apotek dapat juga
menyediakan obat secara langsung kepada pasien bila obat
tersebut dapat dengan aman digunakan sendiri, atau diberi
kuasa dengan resep yang ditulis oleh dokter.

6
Kebanyakan obat mahal harganya untuk dibeli pasien ketika
pertama kali dipasarkan, namun asuransi kesehatan dapat
dipakai untuk meringankan biaya. Ketika paten untuk suatu obat
berakhir, obat generik dibuat dan diedarkan oleh perusahaan
lain. Obat yang tidak membutuhkan resep dari dokter dikenal
dengan nama obat OTC (bahasa Inggris: Over the Counter,
yang berarti di kasir) dapat dijual di toko biasa.
Di Indonesia, obat mahal lebih banyak karena besarnya biaya
pemasaran yang ditanggung oleh perusahaan farmasi, terutama
untuk obat resep.
1) OTC (Over The Counter)
Obat OTC merupakan obat yang dapat dibeli tanpa resep
dokter biasa disebut juga dengan obat bebas yang terdiri atas
obat bebas dan obat bebas terbatas.
2) Obat bebas
Ini merupakan tanda obat yang dinilai "aman" . Obat bebas
yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di warung,
tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran hijau bergaris
tepi hitam. Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala
penyakit yang ringan misalnya vitamin dan antasida.
3) Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W) yakni obat-
obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek,
tanpa resep dokter, memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi
hitam. Contohnya, obat anti mabuk (Antimo), anti flu (Noza).
Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang
bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih
bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut:
 P.No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
 P.No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari
badan.
 P.No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
 P.No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
 P.No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.
Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu; sakit
yang ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan
sendiri, yang tentunya juga obat yang dipergunakan adalah

7
golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan mudah
diperoleh masyarakat. Namun apabila kondisi penyakit semakin
serius sebaiknya memeriksakan ke dokter. Dianjurkan untuk
tidak sekali-kalipun melakukan uji coba obat sendiri terhadap
obat - obat yang seharusnya diperoleh dengan
mempergunakan resep dokter.
Apabila menggunakan obat-obatan yang dengan mudah
diperoleh tanpa menggunakan resep dokter atau yang dikenal
dengan Golongan Obat Bebas dan Golongan Obat Bebas
Terbatas, selain meyakini bahwa obat tersebut telah memiliki
izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan atau Departemen Kesehatan,
terdapat hal- hal yang perlu diperhatikan, di antaranya: Kondisi
obat apakah masih baik atau sudak rusak, Perhatikan tanggal
kedaluwarsa (masa berlaku) obat, membaca dan mengikuti
keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan obat
atau pada brosur / selebaran yang menyertai obat yang berisi
tentang Indikasi (merupakan petunjuk kegunaan obat dalam
pengobatan), kontra-indikasi (yaitu petunjuk penggunaan obat
yang tidak diperbolehkan), efek samping (yaitu efek yang
timbul, yang bukan efek yang diinginkan), dosis obat (takaran
pemakaian obat), cara penyimpanan obat, dan informasi
tentang interaksi obat dengan obat lain yang digunakan dan
dengan makanan yang dimakan.

3. Klasifikasi obat

Obat dapat diklasifikasikan dalam banyak cara, atas dasar


mekanisme aksi, efek dan status (legal atau tidak legal).
1. Analgesik yaitu obat antinyeri (pembunuh rasa sakit).

a) Asetaminofen (juga dikenal dengan parasetamol


b) Obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS atau NSAID)
 Aspirin atau ASA (acetylsalicylic acid), yang juga
antipiretik
 Ibuprofen
c) Opioid, narkotik pembunuh rasa sakit yang kuat dan
membuat ketagihan yang juga digunakan sebagai obat
rekreasi karena efek euforianya.
 Opiat
o Morfin

8
o Kodein
 Sintetik dan setengah-sintetik opioid
o Heroin
o Oxycodone
o Vicodin
o Demerol
o Darvocet
o Tramadol
o Fentanyl

2. obat rekreasi biasanya digunakan untuk mengubah emosi atau


fungsi tubuh untuk rekreasi

 Alkohol
 Nikotin
 Kafeina
 Hallucinogens (termasuk LSD, Magic
mushrooms dan Dissociative drug)
 Cannabis
 MDMA
 GHB
 Heroin
 Cocaine
 Inhalant

3. Entheogenic untuk membuat rasa mistik atau shamanistic


 Magic mushrooms
 Peyote
 Ayahuasca
 Amanita muscaria
 Salvia divinorum
 Datura
4. Obat peningkatan performa (untuk olahraga atau perang).
 Amphetamine
 Ephedrine
 Cocaine
 Anabolic steroids
5. Obat gaya hidup digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup
 Viagra

9
 Rogaine
 Antidepressant
6. obat Psychiatric
 Antidepressants
1. Prozac
2. Paxil
 Tranquilizers
1. Typical antipsychotic tranquilizers
a. Thorazine
2. Atypical antipsychotic tranquilizers
 Sedative
1. Valium
7. Obat diare digunakan untuk mengatasi penyakit diare

C. PENDIDIKAN FARMASI

Pendidikan Farmasi, khususnya Perguruan Tinggi selalu


berubah dengan perubahan tuntutan zaman. Perguruan Tinggi
secara umum dituntut untuk menghasilkan lulusan yang lebih
berkualitas dan lebih relevan terhadap kebutuhan masyarakat. Bidang
Farmasi di era reformasi banyak didirikan Perguruan Tinggi swasta
pendidikan Farmasi.Juga pendidikan program profesional bidang
kesehatan, dituntut mutu lulusan yang tinggi, sehingga Sekolah
Perawat, Sekolah Menengah Farmasi, dan lain-lain ditingkatkan
menjadi setingkat Akademi atau Jurusan (Prodi D3 atau D4), yang
dikelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi, dan dikelompokkan Politeknik
Kesehatan.
1. Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli
 Plato. Menurut Plato, pendidikan adalah sesuatu yang dapat
membantu perkembangan individu dari jasmani dan akal dengan
sesuatu yang dapat memungkinkan tercapainya sebuah
kesempurnaan. Menurut Plato pendidikan direncanakan dan
diprogram menjadi tiga tahap dengan tingkat usia, tahap pertama
adalah pendidikan yang diberikan kepada murid hingga sampai
dua puluh tahun; dan tahap kedua, dari usia dua puluh tahun
sampai tiga puluh tahun; sedangkan tahap ketiga, dari tiga puluh
tahun sampai usia empat puluh tahun.
 Edgar Dalle. Pengertian pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan

10
peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
 John Stuart Mill. pendidikan adalah meliputi segala sesuatu
yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan
oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada
tingkat kesempurnaan.
 H. Horne. Menurut Horne, pendidikan adalah proses yang terus
menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk
manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang
bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam
sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
 Prof. Richey. Pengertian pendidikan adalah yang berkenaan
dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan
kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga
masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban
dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.
2. Fungsi pendidikan
 Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan
fungsi yang nyata (manifes) berikut:
a) Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
b) Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi
dan bagi kepentingan masyarakat.
c) Melestarikan kebudayaan.
d) Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam
demokrasi.
 Fungsi lain dari lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.
a) Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan,
sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya
dalam mendidik anak kepada sekolah.
b) Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki
potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di
masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan
pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu
hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
c) Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah
diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak
didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan
status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan

11
menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih
tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.
d) Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula
memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih
tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.
 Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan
yakni sebagai berikut:

a) Transmisi (pemindahan) kebudayaan.


b) Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
c) Menjamin integrasi sosial.
d) Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
e) Sumber inovasi sosial.
3. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN FARMASI DI
INDONESIA
Perkembangan pendidikan tinggi kefarmasian di Indonesia dapat
dibagi :
3.1 Era Pra Perang Dunia II,
Sebelum Perang Dunia II, selama penjajahan Belanda hanya
ada beberapa Apoteker yang berasal dari Denmark, Austria,
Jerman dan Belanda. Tenaga kefarmasian yang dididik di
Indonesia hanya setingkat Asisten Apoteker (AA), yang mulai
dihasilkan tahun 1906 . Pelaksanaan pendidikan A.A. ini
dilakukan secara magang pada Apotik yang ada Apotekernya
dan setelah periode tertentu seorang calon menjalani ujian
negara. Tahun 1918 dibuka sekolah A.A yg pertama dgn
merima murid lulusan MULO Bagian B (Setingkat SMP).
Tahun 1937 jumlah Apotik di seluruh Indonesia hanya37. Awal
Perang Dunia ke-2 (1941) banyak Apoteker warga negara
asing meninggalkan Indonesia sehingga terdapat kekosongan
Apotik. Untuk mengisi kekosongan itu dibe-ri izin kepada
dokter mengisi jabatan di Apotik, juga diberi izin untuk
membuka Apotik-Dokter (Dokters-Apotheek) di daerah yang
belum ada Apotiknya.
3.2 Zaman Pendudukan Jepang
Pada zaman pendudukan Jepang mulai dirintis pendidikan
tinggi Farmasi dengan nama Yukagaku sebagai bagian dari
Jakarta Ika Daigaku. Tahun 1944 Yakugaku diubah menjadi

12
Yaku Daigaku . Tahun 1946 dibuka Perguruan Tinggi Ahli Obat
di Klaten yang kemudian pindah dan berubah menjadi Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Tahun 1947
diresmikan Jurusan Farmasi di Fakultas Ilmu Pengetahuan dan
Ilmu Alam (FIPIA), Bandung sebagai bagian dari Universitas
Indonesia, Jakarta, yang kemudian berubah menjadi Jurusan
Farmasi, Institut Teknologi Bandung tanggal 2 Mei 1959.
Lulusan Apoteker pertama di UGM sebanyak 2 orang
dihasilkan pada tahun 1953. Saat ini di Indonesia terdapat 8
perguruan tinggi farmasi negeri dan belasan perguruan tinggi
swasta
3.3 Pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
 Sekolah Menengah Farmasi
Peran pendidikan menengah farmasi (Sekolah Asisten Apote-
ker, SAA) sangat besar, khususnya pada saat langkanya
tenaga kefarmasian berpendidikan tinggi. Pada saat peralihan
sampai keluarnya PP 25 tahun 1980, masih dimungkinkan
adanya ”Apotik Darurat” yaitu Apotik yg dikelola oleh Asisten
Apoteker yang sudah berpengalaman kerja. Tenaga menengah
farmasi ini masih sangat diperlukan dan ber-peranan,
khususnya pada Farmasi Komunitas, baik di Apotik maupun di
Rumah Sakit. Dengan bertambahnya tenaga farmasi
berpendidikan tinggi, peranan ini akan semakin kecil, sehingga
perlu dipikirkan untuk meningkatkan pendidikan AA (setingkat
SMA) ini setingkat akademi. Mulai tahun 2000, pendidikan
menengah ini mulai “phasing out”, ditingkatkan menjadi
Akademi Farmasi.
 Program Diploma Farmasi
Sejak 1991 telah dirintis pembukaan pendidikan tenaga
farmasi ahli madya dalam bentuk Prog-ram Diploma (D-III) oleh
Departemen Kesehat-an, yaitu Program Studi Analis Farmasi.
Kebutuhan ini merupakan konsekuensi perkem-bangan di
bidang kesehatan yang semakin memerlukan tenaga ahli, baik
dalam jumlah maupun kualitas, dan semakin memerlukan
diversifikasi tenaga keahlian. Tujuan utama program studi ini
ialah menghasilkan tenaga ahli madya farmasi yang berkom-
petensi untuk pelaksanaan pekerjaan di bidang pengendalian

13
kualitas (Quality Control). Peranan yang diharapkan dari
lulusan program Studi Analis Farmasi yaitu mampu
melaksanakan analisis farmasi dalam lab.; obat, obat
tradisional, kosmetika, makanan-minuman, bahan berbahaya
dan alat kesehatan; di industri farmasi, instalasi farmasi rumah
sakit, instansi pengawasan mutu obat dan makanan-minuman
atau lab. sejenisnya, di sektor pemerintah maupun swasta,
dengan fungsi :pelaksanaan analisis, pengujian mutu,
pengembangan metode analisis dan peserta aktif dalam
pendidikan dan penelitian di bidang analisis farmasi. Program
ini diharapkan dapat dikelola oleh Perguruan Tinngi Negeri
yang mempunyai Fakultas atau Jurusan Farmasi dengan
status Program Diploma (D3). Sekolah Menengah Farmasi
saat ini berbenah diri untuk ditingkatkan menjadi Program
Diploma seperti yang diuraikan di atas
 Pendidikan Tinggi Farmasi
Tahun 1984 dibentuk Forum Komunikasi (ForKom) dengan
anggota 8 Perguruan Tinggi Farmasi Negeri (Dekan atau
Ketua Jurusan) bertemu satu kali dalam satu tahun tahun
sebagai wadah sumbang saran dalam rangka meningkatkan
atau mengembangkan pendidikan. Beberapa kesepakatan
penting yang dibuat antara lain :
1. Usaha penyeragaman status pendidikan tinggi Farmasi
menjadi Fakultas Farmasi.
2. Usaha penyeragaman lulusan Farmasis, khususnya
Apoteker dengan menetapkan kurikulum minimal selain
Kurikulum Inti.
3. Pelaksanaan ujian negara bagi Perguruan Tinggi Swasta
(sekarang ini sudah dihapus)
4. Pengembangan program studi baru, misalnya D-III Farmasi,
Pascasarjana Farmasi, dan Spesialis.

Tahun 2000 perkembangan Perguruan Tinggi Swasta semakin


pesat sehingga dibentuk Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi
Indonesia (APTFI), yang anggotanya semua Perguruan Tinggi
Farmasi dengan struktur Universitas, Institut, Sekolah Tinggi
dan Akademi.

14
Tantangan pembangunan di bidang kesehatan, khususnya bagi
Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia ialah menghasilkan
produk yang memenui Standar Profesi Apoteker (Standard
Operating Procedure = SOP) sebagai berikut :

1. Turut mengupayakan obat yang bekerja spesifik, relatif


aman yang dapat meringankan penderitaan akibat penyakit.
2. Memberikan sumbangan untuk mengungkapkan mekanisme
terinci dari fungsi normal dan fungsi abnormal organisme.
3. Mengupayakan obat yang bekerja spesifik, relatif aman yang
dapat memodifikasi penyakit; memulihkan kesehatan;
mencegah penyakit.
4. Mengupayakan obat yang dapat membantu kebehrasilan
intervensi dengan cara lain (bukan obat) dalam upaya
kesehatan.
5. Menciptakan metode untuk mendeteksi sedini mungkin
kelainan fungsional pada manusia.
6. Menggali dan mengembangkan sumber alam Indonesia
yang dapat diperbaharui atau pun tidak dapat diperbaharui
untuk tujuan kefarmasian.
7. Menciptakan cara baru untuk penyampaian obat ke sasaran
yang harus dipengaruhinya dalam organisme.
8. Mengembangkan metode untuk menguji, menciptakan
norma dan kriteria untuk meningkatkan secara menyeluruh
daya guna dan keamanan obat dan komoditi farmasi,
maupun keamanan lingkungan dan bahan lain yang
digunakan manusia untuk kepentingan kehidupannya.
9. Membangun sistem farmasi Indonesia dan sistem
pengejawantahan profesi farmasi yang efisien dan efektif
selaras dengan konstelasi budaya, geografi dan lingkungan
Indonesia.

15
D. PELAYANAN FARMASI

Dimensi baru pelayanan kefarmasian yang berkembang dari ―product


oriented ke ―patient oriented menuntut kesiapan tenaga kefarmasian
untuk menjamin ketersediaan sediaan farmasi yang bermutu tinggi dan
mampu melaksanakan pelayanan kefarmasian secara komprehensif
yaitu ―pharmaceutical care. Pharmaceutical care umum didefinisikan
sebagai ―the responsible provision of pharmacotherapy for the
purpose of achieving definite outcomes that improve or maintain a
patient‘s quality of life.
Filosofi pharmaceutical care menjadi dasar pengembangan kurikulum
pendidikan tinggi farmasi. Ketersediaan tenaga kesehatan yang
kompeten merupakan prasyarat esensial dalam pelayanan kesehatan.
FIP (2010) merekomendasikan ―A Global Competency Framework
sebagai pedoman pelayanan kefarmasian. Kerangka kompetensi
tersebut merupakan hasil studi komparasi berbagai dokumen
pedoman praktik kefarmasian di berbagai negara untuk
mengidentifikasi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dalam
praktik kefarmasian. Hasil identifikasi selanjutnya di kelompokkan
menjadi 4 (empat) area kompetensi yaitu:
(1). Pharmaceutical Care Competencies, berfokus pada kesehatan
pasien;
(2) Public Health Competencies, berfokus pada kesehatan masyarakat
(populasi);
(3) Organisation and Management Competencies, berfokus pada
sistem; dan
(4) Professional/Personal Competencies, berfokus pada kemampuan
praktik.

Dalam praktik pelayanan kefarmasian seorang farmasis perlu memiliki


kriteria yaitu Seven Star Farmasi. Seven star farmasi merupakan
konsep dasar sebagai istilah yang digunakan menjadi tolok ukur
kualitas pelayanan kefarmasian terhadap pasien. Sebuah adendum
terhadap seven star farmasi ini mengghasilkan penambahan dua
kriteria, sehingga istilahnya menjadi Nine Star Pharmasist. Adapau
kriteria yang ditambahkan adalah farmasist sebagai researcher
(peneliti) dan enterpreneur (wirausahawan).
1. Care-Giver
Seorang Farmasis/apoteker merupakan profesional kesehatan
pemberi pelayanan kefarmasian kepada pasien, berinteraksi
secara langsung, meliputi pelayanan klinik, analitik, tehnik, sesuai
dengan peraturan yang berlaku ( PP No 51 Tahun 2009 ), misalnya

16
peracikan obat, memberi konseling, konsultasi, monitoring, visite,
dan lain-lain.
2. Decision-Maker
Seorang Farmasis/apoteker merupakan seorang yang mampu
menetapkan/ menentukan keputusan terkait pekerjaan
kefarmasian, misalnya memutuskan dispensing, penggantian jenis
sediaan, penyesuaian dosis, yang bertujuan agar pengobatan lebih
aman, efektif dan rasional.
3. Communicator
Seorang Farmasis/apoteker harus mempunyai keterampilan
berkomunikasi yang baik, sehingga pelayanan kefarmasian dan
interaksi antar tenaga kesehatan berjalan dengan baik, misalnya
konseling dan konsultasi obat kepada pasien, melakukan visite ke
bangsal/ruang perawatan pasien.
4. Manager
Seorang Farmasis/apoteker merupakan seorang pengelola dalam
berbagai aspek kefarmasian, sehingga kemampuan ini harus
ditunjang kemampuan manajemen yang baik, contoh pengelola
obat (seperti Pedagang Besar Farmasi/PBF), seorang manager
Quality Control (QC), Quality Assurance (QA), Manajer Produksi,
dan lain lain.
5. Leader
Seorang Farmasis/apoteker harus mampu menjadi pemimpin
dalam memastikan terapi berjalan dengan aman, efektif dan
rasional, misalnya sebagai direktur industri farmasi (GM), direktur
marketing, dan sebagainya.
6. Life-Long Learner
Seorang Farmasis/apoteker harus memiliki semangat belajar
sepanjang waktu, karena informasi/ilmu kesehatan terutama
farmasi (obat, penyakit dan terapi) berkembang dengan pesat,
sehingga kita perlu meng-update pengetahuan dan kemampuan.
7. Teacher
Seorang Farmasis/apoteker dituntut juga dalam mendidik generasi
selanjutnya, baik secara real menjadi guru maupun dosen, ataupun
sebagai seorang farmasi yang mendidik dan menyampaikan
informasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang
membutuhkan informasi.
8. Researcher
Seorang Farmasi/apoteker merupakan seorang peneliti terutama
dalam penemuan dan pengembangan obat-obatan yang lebih baik,
disamping itu farmasi juga bisa meneliti aspek lainnya misal data

17
konsumsi obat, kerasionalan obat, pengembangan formula,
penemuan sediaan baru (obat, alat kesehatan, dan kosmetik).
9. Pharmapreneur
Seorang Farmasi/apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha
dalam mengembangkan kemandirian serta membantu
mensejahterakan masyarakat, misalnya dengan mendirikan
perusahaan obat, kosmetik, makanan, minuman, alat kesehatan,
dan sebagainya, baik skala kecil maupun skala besar.

18
BAB III

PENUTUP

 KESIMPULAN
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari segala seluk-beluk mengenai obat.
Ilmu farmasi adalah terapan dari (sedikitnya) tiga bidang ilmu
yaitu kedokteran, kimia, dan biologi. Ruang lingkup ilmu farmasi tak hanya
berfokus pada bidang ilmu eksakta, melainkan juga pada bidang ilmu
sosial seperti Manajemen Farmasi dan Farmakoekonomi.

Obat adalah zat apa pun yang menyebabkan


perubahan fisiologi atau psikologi organisme saat dikonsumsi. OTC (Over
The Counter). Ada berbagai jenis obat menurut pendistribusian obat yaitu :
Obat OTC, Obat bebas,Obat bebas terbatas. Obat dapat diklasifikasikan
dalam banyak cara, atas dasar mekanisme aksi, efek dan status (legal
atau tidak legal) yaitu : Analgesik yaitu obat antinyeri (pembunuh rasa
sakit), obat rekreasi biasanya digunakan untuk mengubah emosi atau
fungsi tubuh untuk rekreasi, Entheogenic untuk membuat
rasa mistik atau shamanistic, Obat peningkatan performa
(untuk olahraga atau perang), Obat gaya hidup digunakan untuk
meningkatkan kualitas hidup, obat Psychiatric, Obat diare digunakan untuk
mengatasi penyakit diare.

Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi


yang nyata (manifes) yakni : Mempersiapkan anggota masyarakat untuk
mencari nafkah, Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan
pribadi dan bagi kepentingan masyarakat, Melestarikan kebudayaan,
Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam
demokrasi.Fungsi lain dari lembaga pendidikan adalah Mengurangi
pengendalian orang tua, Menyediakan sarana untuk pembangkangan,
Mempertahankan sistem kelas social, Memperpanjang masa
remaja.Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan
yakni : Transmisi (pemindahan) kebudayaan, Memilih dan mengajarkan
peranan social, Menjamin integrasi social, Sekolah mengajarkan corak
kepribadian, dan Sumber inovasi sosial.

 SARAN

Saran dan kritik dari semua pihak sangat diperlukan guna membantu
berkembangnya makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Haeria (2017). "PENGANTAR ILMU FARMASI


Haeria". webcache.googleusercontent.com. Diakses tanggal 2020-09-
22.

"Drug". Dictionary.com Unabridged. v 1.1. Random House. 20 September


2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 September 2007 – via
Dictionary.com.

"Drug Definition". Stedman's Medical Dictionary. Diarsipkan dari versi


asli tanggal 2014-05-02. Diakses tanggal 2014-05-01 – via
Drugs.com.

H.P., Rang; M.M, Dale; J.M., Ritter; R.J., Flower; G., Henderson (2011).
"What is Pharmacology". Rang & Dale's pharmacology (edisi ke-7th).
Edinburgh: Churchill Livingstone. hlm. 1. ISBN 978-0-7020-3471-8. a
drug can be defined as a chemical substance of known structure,
other than a nutrient of an essential dietary ingredient, which, when
administered to a living organism, produces a biological effect.

Seebach, Dieter (1990). "Organic Synthesis—Where now?". Angewandte


Chemie International Edition in English (dalam bahasa
Jerman). 29 (11): 1320–
1367. doi:10.1002/anie.199013201. ISSN 1521-3773.

Atanasov AG, Waltenberger B, Pferschy-Wenzig EM, Linder T, Wawrosch C,


Uhrin P, Temml V, Wang L, Schwaiger S, Heiss EH, Rollinger JM,
Schuster D, Breuss JM, Bochkov V, Mihovilovic MD, Kopp B, Bauer
R, Dirsch VM, Stuppner H (December 2015).

"Drug". The American Heritage Science Dictionary. Houghton Mifflin


Company. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 September 2007.
Diakses tanggal 20 September2007 – via dictionary.com.

Mahoney A, Evans J (6 November 2008). "Comparing drug classification


systems". AMIA Annual Symposium Proceedings:
1039. PMID 18999016.

20
World Health Organization (2003). Introduction to drug utilization
research (PDF). Geneva: World Health Organization.
hlm. 33. ISBN 978-92-4-156234-8. Diarsipkan dari versi
asli (PDF) tanggal 2016-01-22.

Farmasetika Dasar & Hitungan Farmasi. EGC. ISBN 978-979-448-777-8.

Inggriani, Rini (2016-02-20). Kuliah Jurusan Apa? Jurusan Farmasi.


Gramedia Pustaka Utama. hlm. 30. ISBN 978-602-03-2609-2.

Buku daras pengantar ilmu farmasi hal.50-53

21

Anda mungkin juga menyukai