Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Sejarah Perkembangan Farmasi


DAFTAR ISI

Daftar Isi ......................................................................................... 3


PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................ 5
1.4 Manfaat penulisan.......................................................... 5
1.5 Metode Pengumpulan Data............................................ 5
1.6 Batasan Masalah............................................................. 5
PEMBAHASAN
2.1 Farmasi Jaman Pra Sejarah............................................. 6
2.2 Farmasi Jaman Babylonia-Assyria....................................6
2.3 Sejarah Dunia Farmasi......................................................7
2.4 Sejarah Farmasi di Indonesia........................................... 9

2.5 Tokoh-Tokoh yang Berjasa dalam


Pengembangan Kefarmasian........................................ ...10
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................... 14
3.2 Saran................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang


merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai
tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang
lingkup dari praktik farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan
dan penyediaan sediaan obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan
dengan layanan terhadap pasien (patient care) di antaranya layanan klinik,
evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Farmasi dari zaman dahulu sampai


sekarang?
2. Siapa saja tokoh dalam kefarmasian?
3. Bagaimana perkembangan farmasi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan Makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Farmasi” ini


tidak sekedar tulisan saja tetapi memiliki suatu tujuan tertentu. Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui dengan jelas sejarah perkembangan farmasi


2. Mengetahui apa momentum-momentum dalam farmasi
3. Memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah
Pengantar Farmasi

1.4 Manfaat Penulisan

Ketika penulis menulis makalah tersebut, penulis berharap makalah ini


bisa bermanfaat bagi para pembaca dan penulis berharap manfaat dari makalah
tersebut adalah :

1. Pembaca bisa mengetahui momentum-momentum dalam ke farmasian


2. Pembaca bisa mengetahui sejarah perkembangan kefarmasian
3. Pembaca bisa mengetahui tokoh-tokoh yang mengembangkan Ilmu
kefarmasian
1.5 Metode Pengumpulan Data

Selama proses penulisan makalah tersebut, penulis menggunakan Metode


Browsing. Metode Browsing adalah penulis mengambil referensi dari Internet,
penulis mencari dan mengumpulkan data dan sumber-sumber pendukung materi
makalah dengan cara mencari di internet (browsing).

I.6 Batasan Masalah

Melihat dari latar belakang masalah dan materi yang akan dibahas dalam
makalah tersebut, maka penulis memiliki batasan masalah agar permasalahan
yang dibahas tidak terlalu luas. Batasan masalahnya adalah :

1. Momentum-momentum dalam kefarmasian


2. Tokoh-tokoh dalam kefarmasian
3. Perkembangan farmasi di dunia
4. Perkembangan farmasi di indonesi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Farmasi Jaman Pra Sejarah

Diantara beberapa karakteristik yang unik dari Homo sapiens adalah


kemampuannya untuk mengatasi penyakit, baik fisik maupun mental dengan
menggunakan obat-obatan. Dari bukti arkeologi didapatkan bahwa pencarian
terhadap obat-obatan setua pencarian manusia terhadap peralatan lain. Seperti
halnya bebatuan yang digunakan untuk pisau dan kapak, obat-obatan pun jarang
sekali tersedia dalam bentuk siap pakai. Bahan-bahan obat tersebut harus
dikumpulkan, diproses dan disiapkan; kemudian digabungkan menjadi satu untuk
digunakan dalam pengobatan. Aktivitas ini, telah dilakukan jauh sebelum sejarah
manusia dimulai dan sampai sekarang tetap menjadi fokus utama praktek
kefarmasian.

Manusia purba belajar dari insting atau naluri, dengan melakukan


pengamatan terhadap hewan. Pertama kali mereka menggunakan air dingin,
sehelai daun, debu, bahkan lumpur untuk pengobatan4. Naluri untuk
menghilangkan rasa sakit pada luka dengan merendamnya dalam air dingin atau
menempelkan daun segar pada luka tersebut atau menutupinya dengan lumpur,
hanya berdasarkan kepercayaan. Manusia purba belajar dari pengalaman dan
mendapatkan cara pengobatan yang satu lebih efektif dari yang lain. Dari sinilah
permulaan terapi dengan obat dimulai. Mereka menularkan pengetahuan ini
kepada sesamanya. Walupun metode yang mereka gunakan masih kasar, akan
tetapi banyak sekali obat-obatan yang ada saat ini diperoleh dari sumbernya
dengan metode sederhana dan mendasar seperti yang telah mereka lakukan.

2.2 Farmasi Jaman Babylonia-Assyria

Pada daerah selatan kerajaan Babylonia (sekarang Iraq), bangsa Sumeria


telah mengembangkan sistem tulis-menulis sekitar tahun 3000 SM sehingga
mereka telah memasuki periode sejarah. Bangsa Babylonia melakukan observasi
terhadap planet-planet dan bintang-bintang yang mendasari ilmu astronomi dan
astrologi saat ini. Kedudukan dan gerakan bintang-bintang diduga mempengaruhi
kejadian di bumi. Kepercayaan ini kemudian diadopsi oleh ilmu kedokteran dan
kefarmasian berikutnya. Bangsa Sumeria dan pewarisnya yakni bangsa Babylonia
dan Assyria telah meninggalkan ribuan tablet lempung dalam puing-puing
peninggalan mereka sebagai salah satu peninggalan peradaban manusia yang
paling berharga. Sejarah mereka terkubur rapat-rapat dalam tablet lempung
tersebut hingga berabad-abad berikutnya sekelompok sejarahwan berhasil
mengungkap “bagian yang hilang” dari catatan-catatan kuno ini.

Dari penelitian terhadap catatan-catatan kuno tersebut disebutkan 3 aspek


yang paling berpengaruh dalam ilmu pengobatan Babylonia-Assyria yakni :
ketuhanan (divination), pengusiran roh jahat/setan (excorcism) dan penggunaan
obat-obatan. Tiga aspek tersebut merupakan satu-kesatuan yang sulit untuk
dipisahkan. Penyakit adalah kutukan atau hukuman Tuhan, sedangkan pengobatan
adalah pembersihan/pensucian dari kedua hal tersebut. Konsep tersebut dikenal
sebagai katarsis (catharsis). Konsep ini menjelaskan makna asli kata “pharmakon”
(Yunani), yang merupakan asal kata pharmacy (farmasi). Konsep pharmakon
dijelaskan sebagai berbagai usaha penyembuhan atau pensucian dengan cara
mengeluarkan atau membersihkan. Yang menarik, di dalam farmakologi (ilmu
tentang obat dan mekanisme kerjanya) dikenal obat katartik atau pencahar, yakni
obat yang bekerja meningkatkan motilitas kolon (usus besar) sehingga
meningkatkan pengeluaran tinja (feses).

Para pendeta di masa itu berperan sebagai rohaniwan (diviner) dan


pengusir setan, yang mendukung peran mereka sebagai penyembuh/dokter. Dalam
literatur lain disebutkan bahwa terdapat pemisahan profesi penyembuh di antara
bangsa Babylonia, yakni penyembuh empiris dan penyembuh yang spiritualis.
Penyembuh spiritualis dikenal sebagai asipu, yang menekankan pada penggunaan
mantra/doa-doa bersama dengan batu-batu bertuah/jimat-jimat dalam pengobatan.

Pada salah satu tablet lempung tercatat adanya mantra/doa yang tertulis di
awal dan di akhir suatu formula obat. Mantra/doa tersebut diharapkan memberi
kekuatan menyembuhkan kepada obat-obatan yang telah dibuat. Fenomena ini
mungkin masih sering dijumpai di berbagai pengobatan tradisional atau
pengobatan alternatif bangsa kita. Penyembuh empiris dikenal sebagai asu, yang
menggunakan obat/ramuan tertentu dalam bentuk sediaan farmasi yang sekarang
masih digunakan seperti : pil, supositoria, enema, bilasan, dan salep. Kedua
penyembuh tersebut seringkali bekerjasama dalam menangani penyakit yang
berat/sulit disembuhkan. Selain kedua penyembuh tersebut terdapat sekelompok
orang yang juga meracik obat dan kosmetik yang disebut pasisu. Akan tetapi
peranan dan kedudukan mereka dalam pengobatan belum diketahui secara pasti.

2.3 Sejarah Dunia Farmasi

Farmasi dalam bahasa Inggris adalah pharmacy, bahasa Yunani adalah


pharmacon, yang mempunyai arti obat. Farmasi merupakan salah satu bidang ilmu
profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu fisika
dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung jawab memastikan efektivitas dan
keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik farmasi sangat luas
termasuk penelitian, pembuatan, peracikan, penyediaan sediaan obat, pengujian,
serta pelayanan informasi obat atau berhubungan dengan layanan terhadap pasien
di antaranya layanan kefarmasian.

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu
Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Saat itu seorang “Dokter”
yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang Apoteker yang
menyiapkan obat. Semakin berkembangnya ilmu kesehatan masalah penyediaan
obat semakin rumit, baik formula maupun cara pembuatannya, sehingga
dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman
Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan
Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu
hal yang perlu digarisbawahi adalah akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah
sama.
Kata farmasi berasal dari kata farma (pharma). Farma merupakan istilah
yang dipakai pada tahun 1400 - 1600an.

Sejarah Perkembangan Farmasi :

1. Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit


dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi.
2. Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran”
dalam praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis
tumbuhan.
3. Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode
pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan
sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan
pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia,
dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik.
4. Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan
obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari
bahan yang sudah diketahui zat aktifnya
5. Johann Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek
farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia mengatakan
:”I pondered at length, finally I resolved to clarify the matter by
experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan penelitian
farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. Percobaan pada
hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan
persyaratan sebelum obat diuji–coba secara klinik pada manusia.
6. Institut Farmakologi pertama didirikan pada th 1847 oleh Rudolf
Buchheim (1820-1879) di Universitas Dorpat (Estonia). Selanjutnya
Oswald Schiedeberg (1838-1921) bersama dengan pakar disiplin ilmu lain
menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat meliputi reseptor
obat, hubungan struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep
tersebut juga diperkuat oleh T. Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J.
Langley (1852-1925) di Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di Jerman.

Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola perkembangan


teknologi agar mampu menghasilkan produk obat yang memenuhi
persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan, dampak revolusi industri
merambah dunia farmasi dengan timbulnya industri-industri obat,
sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat dan di bidang
penyedia atau peracik obat. Dalam hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih
dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari pada apotek. Dapat dikatakan
bahwa farmasi identik dengan teknologi pembuatan obat. dilihat dari sisi
pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum merupakan
bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA (Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni
(basic science) dan buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa
farmasi merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi :
isolasi atau sintesis, pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.
.Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan
farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari
MIPA, berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh
berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya
Clinical Pharmacy (Farmasi klinik).

Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan profesional
lain memerlukan informasi obat yang seharusnya datang dari para
apoteker. Temuan tahun 1975 mengungkapkan pernyataan para dokter
bahwa apoteker merupakan informasi obat yang “parah”, tidak mampu
memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi obat. Apoteker yang
berkualits dinilai amat jarang atau langka, bahkan dikatakan bahwa
dibandingkan dengan apoteker, medical representatif dari industri farmasi
justru lebih merupakan sumber informasi obat bagi para dokter.
Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care”
yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah”
pasien.

Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah


akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien.
Apoteker diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber informasi
obat baik bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah
sakit, di apotek, puskesmas atau dimanapun apoteker berada.

2.4 Sejarah Farmasi di Indonesia

Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1997) dalam “informasi


jabatan untuk standar kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik Kimia
Farmasi, (yang tergolong sektor kesehatan) bagi jabatan yang berhubungan erat
dengan obat-obatan, dengan persyaratan : pendidikan Sarjana Teknik Farmasi.
Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum
merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA
(Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni
(basic science) sehingga lulusan S1-nya pun bukan disebut Sarjana Farmasi
melainkan Sarjana Sain.

Bagaimana dengan perkembangan farmasi di Indonesia? Perkembangan


farmasi boleh dibilang dimulai ketika berdirinya pabrik kina di Bandung pada
tahun 1896. Kemudian, terus berjalan sampai sekitar tahun 1950 di mana
pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke Indoneisa. Perusahaan-perusahaan
lokal pun bermunculan, tercatat ada Kimia Farma, Indofarma, Dankos, dan
lainnya. Di dunia pendidikan sendiri, sekolah tinggi atau fakultas farmasi juga
dibuka di berbagai kota.
Tonggak sejarah munculnya profesi apoteker di Indonesia dimulai dengan
didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946, yang
kemudian menjadi Fakultas Farmasi UGM, dan di bandung tahun 1947.

2.5 Tokoh-Tokoh yang Berjasa dalam Pengembangan Kefarmasian

Dimulai pada abad ke-9, tanah Arab dan Islam berhasil membangun
jembatan ilmu yang menghubungkan antara sumbangan Yunani dengan dunia
farmasi modern sekarang ini. Tahap ilmu yang diperoleh dari Yunani terus
ditingkatkan dan usaha ini diteruskan hingga abad ke-13 melalui berbagai karya,
Peningkatan ilmu pada zaman-zaman berikutnya. Untuk pertama kalinya dalam
sejarah, farmasi dipraktekkan secara terpisah dari profesi medis yang lain. Puncak
sumbangan dunia Arab-Islam dalam farmasi dicapai dengan siapnya satu panduan
cara meracik obat pada tahun 1260.

2.5.1 Ibnu Al-Baitar


Lewat risalahnya yang berjudul Al-Jami fi Al-Tibb (Kumpulan Makanan
dan Obat-obatan yang Sederhana), beliau turut memberi kontribusi dalam dunia
farmasi. Di Dalam kitabnya itu, dia mengupas beragam tumbuhan berkhasiat obat
(sekarang lebih dikenal dengan nama herbal) yang berhasil dikumpulkannya di
sepanjang pantai Mediterania. Lebih dari dari seribu tanaman obat dipaparkannya
dalam kitab itu. Seribu lebih tanaman obat yang ditemukannya pada abad ke-13 M
itu berbeda dengan tanaman yang telah ditemukan ratusan ilmuwan sebelumnya.
Tak heran bila kemudian Al-Jami fi Al-Tibb menjadi teks berbahasa Arab terbaik
yang berkaitan dengan botani pengobatan. Capaian yang berhasil ditorehkan Al-
Baitar melampaui prestasi Dioscorides. Kitabnya masih tetap digunakan sampai
masa Renaisans di Benua Eropa.

2.5.2 Abu Ar-Rayhan Al-Biruni (973 M – 1051 M)

Al-Biruni mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu


pengetahuan dikuasainya, seperti astronomi, matematika, filsafat dan ilmu alam.
Ilmuwan Muslim yang hidup di zaman keemasan Dinasti Samaniyaah dan
Ghaznawiyyah itu turut memberi kontribusi yang sangat penting dalam farmasi.
Melalui kitab As-Sydanah fit-Tibb, Al-Biruni mengupas secara lugas dan jelas
mengenai seluk-beluk ilmu farmasi. Kitab penting bagi perkembangan farmasi itu
diselesaikannya pada tahun 1050 M – setahun sebelum Al-Biruni tutup usia.
Dalam kitab itu, Al-Biruni tak hanya mengupas dasar-dasar farmasi, namun juga
meneguhkan peran farmasi serta tugas dan fungsi yang diemban seorang farmasis.

2.5.3 Abu Ja’far Al-Ghafiqi (wafat 1165 M)

Ilmuwan Muslim yang satu ini juga turut memberi kontribusi dalam
pengembangan farmasi. Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang
komposisi, dosis, meracik dan menyimpan obat-obatan dituliskannya dalam kitab
Al-Jami‟ Al-Adwiyyah Al-Mufradah. Kitab tersebut memaparkan tentang
pendekatan metodologi eksperimen, serta observasi dalam bidang farmasi.

2.5.4 Al-Razi
Sarjana Muslim yang dikenal di Barat dengan nama Razes itu juga ikut
andil dalam membesarkan bidang farmasi. Al-Razi memperkenalkan penggunaaan
bahan kimia dalam pembuatan obat-obatan seperti pada obat-obatan kimia
sekarang.

2.5.5 Sabur Ibnu Sahl (wafat 869 M)

Ibnu Sahal adalah dokter pertama yang mempelopori pharmacopoeia


(farmakope). Dia menjelaskan beragam jenis obat-obatan. Sumbangannya untuk
pengembangan farmasi dituangkannya dalam kitab Al-Aqrabadhin. dalam kitabnya
beliau memberikan resep kedokteran tentang kaedah dan teknik meracik obat,
tindakan farmakologisnya dan dosisnya untuk setiap penggunaan. formula ini
ditulis untuk ahli-ahli farmasi selama hampir 200 tahun.

2.5.6 Ibnu Sina


Dalam kitabnya yang fenomenal, Canon of Medicine, Ibnu Sina juga
mengupas tentang farmasi. Ia menjelaskan lebih kurang 700 cara pembuatan obat
dengan kegunaannya. Ibnu Sina menguraikan tentang obat-obatan yang sederhana.

2.5.7 Al-Zahrawi
Bapak ilmu bedah modern ini juga ikut andil dalam membesarkan farmasi.
Dia adalah perintis pembuatan obat dengan cara sublimasi dan destilasi.

2.5.8 Yuhanna Ibnu Masawayh (777 M – 857 M)

Orang Barat menyebutnya Mesue. Ibnu Masawayh merupakan anak seorang


apoteker. Kontribusinya juga terbilang penting dalam pengembangan farmasi.
Dalam kitab yang ditulisnya, Ibnu Masawayh membuat daftar sekitar 30
macam aromatik. Salah satu karya Ibnu Masawayh yang terkenal adalah kitab Al-
Mushajjar Al-Kabir. Kitab ini merupakan semacam ensiklopedia yang berisi
daftar penyakit berikut pengobatannya melalui obat-obatan serta diet.

2.5.9 Abu Hasan ‘Ali bin Sahl Rabban at-Tabari

At-Tabari lahir pada tahun 808 M. Pada usia 30 tahun, dia dipanggil oleh
Khalifah Al-Mu‟tasim ke Samarra untuk menjadi dokter istana. Salah satu
sumbangan At-Tabari dalam bidang farmasi adalah dengan menulis sejumlah
kitab. Salah satunya yang terkenal adalah Paradise of Wisdom. Dalam kitab ini
dibahas mengenai pengobatan menggunakan binatang dan organ-organ burung.
Dia juga memperkenalkan sejumlah obat serta cara pembuatannya.

2.5.10 Zayd Hunayn b. Ishaq al-Ibadi (809-873)

Beliau adalah anak dari seorang apoteker. Hunayn diantar ke Baghdad,


yang pada masa itu merupakan pusat pendidikan Islam terpenting untuk mengikuti
pendidikan dalam perawatan. Hunayn memainkan peranan yang penting dalam
penterjemahan atau penentuan ketepatan terjemahan yang dilakukan (termasuk
penulis Hippocrate, Gelen dan penulis Yunani lain) di samping menulis buku-
bukunya sendiri. Antara buku dan tulisan Hunayn adalah tentang aspek
kebersihan mulut, pecuci dan penggunaan bahan-bahan pergigian.

mereka adalah para tokoh Islam yang sangat berjasa pada dunia kesehatan
khususnya Ilmu kefarmasian dan kedokteran, hasil penemuan dan buku-buku
yang ditulis merupakan cikal bakal penelitian bidang farmasi setelah zaman
mereka sampai sekarang. Semoga bermanfaat

MOMENTUM PERKEMBANGAN KEFARMASIAN

 Pada tahun 1240, Kaisar Frederick II mengeluarkan maklumat (Magna


Carta) untuk memisahkan ilmu farmasi dan kedokteran, sehingga masing-
masing ahli mempunyai kesadaan, standar etik, pengetahuan dan
keterampilan sendiri.
 Pd thn 1453 Konstantinopel (Istambul) jatuh ke tangan Turki  akademisi
Yunani kuno ke Barat dgn membawa buku2 & pengetahuannya
 Obat2 baru dari dunia baru (Columbus & Vasco da Gama) mulai masuk
 Mesin cetak  Johann Gutenberg  meningkatnya studi ttg tanaman obat
 Valerius Cordus (1515-1544) menulis Dispensatorium  standar yg
resmi u/ pembuatan obat-obatan di Nuremberg  farmakope
(pharmacopoeia) yg pertama

TREN DUNIA FARMASI KE DEPAN

Pengembangan obat baru

Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari


berbagai sumber yaitu dari tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah
jantung), jaringan hewan (heparin untuk mencegah pembekuan darah), kultur
mikroba (penisilin G sebagai antibiotik pertama), urin manusia
(choriogonadotropin) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan human insulin
untuk menangani penyakit diabetes.
Dengan mempelajari hubungan struktur obat dan aktivitasnya maka
pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan ilmu baru yaitu kimia
medisinal dan farmakologi molekular.
Setelah diperoleh bahan calon obat, maka selanjutnya calon obat tersebut
akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang panjang dan biaya yang
tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat oleh Badan pemberi izin. Biaya
yang diperlukan dari mulai isolasi atau sintesis senyawa kimia sampai diperoleh
obat baru lebih kurang US$ 500 juta per obat. Uji yang harus ditempuh oleh calon
obat adalah uji praklinik dan uji
klinik.
Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini
diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan
toksisitas calon obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah
pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ
terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh. Hewan yang
baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster,
anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa
bagi pengembangan obat. Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat
diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau
aman.
Penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi :
•Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis
•Kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenisitas)
•Pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenisitas)
• Kejadian cacat waktu lahir (teratogenisitas)
Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat
farmakokinetik obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat.
Semua hasil pengamatan pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan
dengan uji pada manusia. Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi
farmasi dalam pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat
yang akan diuji pada manusia. Di samping uji pada hewan, untuk mengurangi
penggunaan hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk
menentukan khasiat obat contohnya uji aktivitas enzim, uji antikanker
menggunakan cell line, uji anti mikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan,
uji antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat pada hewan tetapi
belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro.
Uji toksisitas sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan
percobaan, belum ada metode lain yang menjamin hasil yang menggambarkan
toksisitas pada manusia, untuk masa yang akan datang perlu dikembangkan uji
toksisitas secara in vitro.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Perkembangan ilmu farmasi dari zaman ke zaman berkambang sangat


pesat sesuai dengan perkembangan zaman.
2. Ada banyak tokoh yang berjasa dalam bidang farmasi diantaranya Abu Ar-
Rayhan Al-Biruni, Al-Razi, Ibu Sina, Yuhanna Ibnu Massawayh, Ibnu Al-
Albaitar, Abu Ja‟far Al-ghafiqi, Sabur Ibnu Sahl, Al-Zahrawi, Abu Hasan
„Ali bin Sahl Rabban at-Tabari, Zayd Hunayn b. Ishaq al-Ibadi
3. Perkembangan farmasi boleh dibilang dimulai ketika berdirinya pabrik
kina di Bandung pada tahun 1896. Kemudian, terus berjalan sampai sekitar
tahun 1950 di mana pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke
Indoneisa.

3.2. Saran

Saran yang dapat kami sampaikan adalah :

1. Seharusnya kita sebagai calon pendidik haruslah banyak mengetahui


tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, dan siapa saja penemu yang
berperan penting dalam kehidupan ini.

2. Sebagai umat islam, kita harus tahu bahwa yang berperan penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan saat ini tidak hanya orang Barat, namun orang
dari timur – tengah pun banyak.
Daftar Pustaka

http://uwiiswold.wordpress.com

http://jadiwijaya.blog.uns.ac.id

http://jamaludinassalam.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai