Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “ ILMU FARMASI
DAN PERKEMBANGANNYA” dari mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Farmasi, dengan tujuan untuk
melengkapi penulis dalam pembelajaran di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia Timur Makssar.

Dengan adanya hasil makalah ini, semoga dapat member informasi kepada pihak yang
membutuhkannya terutama dedifikasikan kepada mereka yang memerlukan pengetahuan Dasar-
dasar Ilmu Farmasi.

Dengan penuh kesadaran mengenai segala kekurangannya,penulis selalu berusaha semaksimal


mungkin memberikan yang terbaik sesuai dengan apa yang miliki.

Akhir kata berdasar semboyan, bahwa tiada gading yang tak retak penulis berharap isi makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat memperluas wawasan. Sebagai penulis saya mengucapkan Terima
Kasih.

Makassar, Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………….………………………………………..…………1

Daftar Isi. . . .. . ………….…………………………………………………………..2

Bab I. Pendahuluan……………………………..………………………………….3

A. Latar Belakang……………………………………..………………………..3

B. Rumusan Masalah………………………………………….………………4

C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………...4

Bab II. Pembahasan………………………………………………………….……..5

A. Pengertian dan Definisi Farmasi………………………………………5

B. Sejarah Perkembangan Farmasi………………………………………6

C. Pemisahan Farmasi dan Kedokteran………………….……………11

Bab III. Penutup……………………………......................................................17

A. Kesimpulan…………………………………………………………17

B. Kritik dan Saran………………………………..…………………..17

Daftar Pustaka………..…………………………………………………………....18
.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari
sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan
pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection),
aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan
sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan
obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter
hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual
langsung kepada pemakai.

Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani “pharmakon”, yang berarti cantik atau elok, yang
kemudian berubah artinya menjadi racun, dan selanjutnya berubah lagi menjadi obat atau bahan
obat. Oleh karena itu seorang ahli farmasi (Pharmacist) ialah orang yang paling mengetahui hal ihwal
obat. Ia satu-satunya ahli mengenai obat, karena pengetahuan keahlian mengenai obat memerlukan
pengetahuan yang mendalam mengenai semua aspek kefarmasian seperti yang tercantum pada
definisi di atas.

B. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

a) Apa itu Farmasi ?

b) Bagaimana sejarah perkembangan Farmasi ?

c) Bagaimana Pemisahan Farmasi dan Kedokteran ?

C. Tujuan Penulisan

· Untuk mengetahui Ilmu Farmasi

· Untuk mengetahu perkembangan sejarah Farmasi

· Untuk mendiskripsikan pemisahan farmasi dan kedokteran


· Untuk menambah wawasan penulis dalam dasar-dasar ilmu farmasi tentang perkembangan
sejarah farmasi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Definisi Farmasi

Secara bahasa, Farmasi dalam bahasa Yunani yaitu pharmacon, yang berarti obat, sedangakan dalam
bahasa Inggris pharmacy yang juga berarti obat.

Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi,
mengobinasi, menganalisis, serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta
pendistribusian dan penggunaannya secara aman.Farmasi dalam bahasa Yunani(Greek) disebut
farmakon yang berarti medika atau oba

Menurut wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Farmasi merupakan salah satu bidang
profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang
mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup
dari praktik farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan
obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien (patient
care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan penyediaan
informasi obat.

Batasan farmasi menurut kamus adalah seni dan ilmu meracik dan menyerahkan atau membagikan
obat. Dengan demikian berarti bahwa kedua konsep farmasi dan farmasis adalah kongruen, yakni
yang satu dapat diturunkan dari yang lainnya.

Farmasi juga biasa diartikan seni atau praktek penyiapan, pengawetan, peracikan, dan penyerahan
obat,(webster’ New Collegiate Dictionary. Springfield, MA, G, & C. Merriam Co, 1987).

B. Sejarah Perkembangan Farmasi

Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal penggunaan obat tradisional (jamu)
dan pengobatan secara tradisional (dukun). Pada zaman itu sebenarnya dukun melaksanakan dua
profesi sekaligus, yaitu profesi kedokteran, (mendiagnose penyakit) dan profesi kefarmasian
(meramu dan menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya).

Ilmu farmasi awalnya berkembang dari para tabib dan pengobatan tradisional yang berkembang di
Yunani, Timur-Tengah, Asia kecil, Cina, dan Wilayah Asia lainnya. Mulanya "ilmu pengobatan"
dimiliki oleh orang tertentu secara turun-temurun dari keluarganya. Bila kamu sering nonton film
Cina, pasti banyak kalian lihat para tabib yang mendapatkan ilmunya dari keluarga secara turun-
temurun. Itu gambaran "ilmu farmasi" kuno di Cina. Kalau di Yunani, yang biasanya dianggap sebagai
tabib adalah pendeta. Dalam legenda kuno Yunani, Asclepius, Dewa Pengobatan menugaskan
Hygieia untuk meracik campuran obat yang ia buat. Oleh mmasyarakatt Yunani Hygiea disebut
sebagai apoteker (Inggris : apothecary). Sedangkan di Mesir, paktek farmasi dibagi dalam dua
pekerjaan, yaitu : Yang mengunjungi orang sakit dan yang bekerja di kuil menyiapkan racikan obat.

Penggunaan obat dapat ditelusuri sejak tahun 2000 S.M. pada zaman kebudayaan Mesir dan
Babilonia telah dikenal obat dalam bentuk tablet tanah liat (granul), dan bentuk sediaan obat lain.
Saat itu juga sudah dikenal ratusan jenis bahan alam yang digunakan sebagai obat. Pengetahuan
tentang obat dan pengobatan selanjutnya berkembang lebih rasional pada zaman Yunani, ketika
Hippocrates (460 S.M.) memperkenalkan metode dasar ilmiah dalam pengobatan. Dalam zaman
Yunani itu dikenal pula Asklepios atau Aesculapius (7 S.M.) dan puterinya Hygeia. Lambang tongkat
Asklepios yang dililiti ular saat ini dijadikan lambang penyembuhan (kedokteran), sedangkan cawan
atau mangkok Hygeia yang dililiti ular dijadikan lambang kefarmasian.

Perkembangan profesi kefarmasian pada abad selanjutnya dilakukan dalam biara, yang telah
menghasilkan berbagai tulisan tentang obat dan pengobatan dalam bahasa latin yang hampir punah
itu, sampai saat ini dijadikan tradisi dalam penulisan istilah di bidang kesehatan. Perkembangan
kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab dengan terkenalnya seorang ahli
yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9.

Namun demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240 di Sisilia, Eropa, ketika
dikeluarkan surat perintah raja (edict) yang secara legal (menurut undang-undang) mengatur
pemisahan farmasi dari pengobatan. Surat perintah yang kemudian dinamakan ”Magna Charta”
dalam bidang farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui pengucapan sumpah, untuk
menghasilkan obat yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan seni meracik, dalam kualitas
yang sesuai dan seragam. ”Magna Charta” kefarmasian ini dikembangkan sampai saat ini dalam
bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia dan Sumpah Apoteker

Perkembangan ilmu farmasi kemudian menyebar hampir ke seluruh dunia. Mulai Inggris, Amerika
Serikat, dan Eropa Barat. Sekolah Tinggi Farmasi yang pertama didirikan di Philadelphia, Amerika
Serikat pada tahun 1821 (sekarang sekolah tersebut bernama Philadelphia College of Pharmacy and
Science). Setelah itu, mulailah era baru ilmu farmasi dengan bermunculannya sekolah-sekolah tinggi
dan fakultas2 di universitas.

Peran organisasi keprofesian atau keilmuwan juga ditentukan perkembangan ilmu farmasi. Sekarang
ini banyak sekali organisasi ahli farmasi baik lingkup nasional maupun internasional. Di Inggris,
organisasi profesi pertama kali didirikan pada tahun 1841 dengan nama "The Pharmaceutical Society
of Great Britain". Sedangkan, di Amerika Serikat menyusul 11 tahun kemudian dengan nama
"American Pharmaceutical Association". Organisasi internasionalnya akhirnya didirikan pada tahun
1910 dengan nama "Federation International Pharmaceutical".

Sejarah industri farmasi modern dimulai 1897 ketika Felix Hoffman menemukan cara menambahkan
dua atom ekstra karbon dan lima atom ekstra karbon dan lima atom ekstra hidrogen ke adlam sari
pati kulit kayu willow. Hasil penemuannya ini dikenal dengan nama Aspirin, yang akhirnya
menyebabkan lahirnya perusahaan industri farmasi modern di dunia, yaitu Bayer. Selanjutnya,
perkembangan (R & D) pasca Perang Dunia I. Kemudian, pada Perang Dunia II para pakar berusaha
menemukan obat-obatan secara massal, seperti obat TBC, hormaon steroid, dan kontrasepsi serta
antipsikotika.

Sejak saat itulah, dunia farmasi terus berkembang dengan didukung oleh berbagai penemuan di
bidang lain, misalnya penggunaan bioteknologi. Sekolah-sekolah farmasi saat ini hampir dijumpai di
seluruh dunia. Kiblat perkembangan ilmu, kalau bolehh kita sebut, memang Amerika Serikat dan
Jerman (karena di sanalah industri obat pertama berdiri).

Bagaimana dengan perkembangan farmasi di Indonesia? Perkembangan farmasi boleh dibilang


dimulai ketika berdirinya pabrik kina di Bandung pada tahun 1896. Kemudian, terus berjalan sampai
sekitar tahun 1950 di mana pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke Indoneisa. Perusahaan-
perusahaan lokal pun bermunculan, tercatat ada Kimia Farma, Indofarma, Biofarma, dan lainnya. Di
dunia pendidikan sendiri, sekolah tinggi atau fakultas farmasi juga dibuka di berbagai kota.

C. Pemisahan Farmasi dan Kedokteran

Publich Pharmacies mulai muncul pada abad ke-17 di Negara-negara Eropa yang terkena pengaruh
kebudayaan Arab. Namun di Sisilia dan Italia Selatan, Pemisahan Farmasi dari Kedokteran sudah
dilakukan mulai tahun 1240 Masehi. Frederick II dari Hohenstaufen, merupakan Kaisar dari Jerman
serta Raja dari Sisilia, adalah mata rantai yang hidup antara Budaya Oriental dan Occidental. Di
Istananya di Palermo, ia menyajikan subjek Farmasi dengan dekrit Eropa pertama yang benar-benar
memisahkan tanggung jawab Apoteker dari Bidang Kedokteran, dan Peraturan Resep untuk praktek
professional Apoteker.

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, belum dikenal
adanya istilah farmasis. Seorang dokter yang mendiagnosis penyakit sekaligus berperan sebagai
“Apoteker” yang menyiapkan obat. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan
pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two
Silices“. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu
kedokteran adalah sama. Walaupun kedua bidang ilmu ini memiliki akar yang sama, tapi pastilah
terdapat perbedaan diantara keduanya sehingga Frederick II mengeluarkan kebijakan tersebut.

Jika kita berbicara tentang spesifikasi ilmu, bidang ilmu farmasi dapat dikelompokkan menjadi 4,
yaitu: farmasi komunitas, farmasi klinik, farmasi industri dan farmasi regulatori (pendidikan dll).
Keempat bidang ini memiliki spesifikasi tersendiri.

Farmasi komunitas yang dimaksud sering kita identikkan dengan kata “apoteker”. Perannya yang
spesifik adalah bersentuhan langsung dengan pasien untuk menyerahkan obat (dispending) dan
memberikan informasi dan edukasi yang benar tentang obat. Posisinya adalah sebagai rekan kerja
dokter. Namun, baru-baru ini seperti kita tahu bahwa dokter sedang berusaha untuk mereformasi
sistem dispensing (penyerahan) obat. Tak bisa kita sangkal juga bahwa pelayanan apoteker memang
sangat kurang. Dalam hal ini yang patut mendapat sorotan utama bukanlah sistemnya, namun
orang-orang yang berada dalam sistem tersebut.
Bidang farmasi industri dan regulatori bergerak pada pengembangan ilmu pengetahuan dan
tehnologi di bidang kefarmasian. Sepintas memang bidang ini seolah-olah hampir sama dengan
bidang yang ditekuni oleh para ahli kimia. Namun tetap saja peran farmasi industri tidak dapat
digantikan oleh para ahli kimia, karena dalam penelitian dan pengembangan obat dibutuhkan juga
ilmu yang spesifik (misalnya farmakokinetik dll) dan ilmu ini idak dipelajari oleh sarjana yang lain.

Spesifikasi dari farmasi klinik berkaitan dengan analisis dan penegakan diagnosa suatu penyakit serta
cara penanganannya. Pemahaman yang mendalam terhadap ilmu biokimia dan anatomi fisiologi
manusia merupakan ilmu dasar yang sangat diperlukan pada bidang farmasi ini, namun diperlukan
juga pengetahuan yang mendalam mengenai pengobatan dan obat (termasuk sampai pada tingkat
molekuler), inilah salah satu hal yan membedakan sarjana farmasi dengan sarjana biokimia maupun
biologi.

Dari pemaparan diatas terlihat jelas bahwa farmasis dan apoteker memiliki bidang ilmu yang spesik,
yang membedakannya dengan bidang ilmu lainnya.

· Asosiasi profesi

Untuk diakuinya keahlian keprofesian maka setiap profesi harus disertifikasi secara formal oleh
suatu lembaga keprofesian yang berkaitan. Di negara kita sendiri terdapat suatu asosiasi khusus di
bidang kefarmasian, lembaga ini dikenal dengan singkatan ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia)

Dalam anggaran dasar ISFI disebutkan bahwa Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia merupakan satu-
satunya organisasi para Apoteker Indonesia, yang merupakan perwujudan dari hasrat murni dan
keinginan luhur para anggotanya, yang menyatakan untuk menyatukan diri dalam upaya
mengembangkan profesi luhur kefarmasian di Indonesia pada umumnya dan martabat anggota pada
khususnya. Sedangkan yang menjadi anggota dalam ISFI, 2 diantaranya adalah anggota muda
(sarjana farmasi) dan apoteker.

Jika kita lihat fungsi dari ISFI sendiri mengacu pada seluruh seluruh oknum yang berkecimpung
dalam bidang kefarmasian (pada poin a dan b yang ditekankan adalah apoteker, sedangkan poin c
lebih mengarah pada seluruh oknum yang memberikan diri untuk mengembangkan bidang
kefarmasian ). Namun jika kita analisis dari misi ISFI sendiri, seolah-olah yang lebih menjadi prioritas
hanya apoteker.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah apoteker yang dimaksud hanya ahli-ahli farmasi yang
berkecimpung di bidang farmasi komunitas ataukah para para ahli-ahli farmasi yang memiliki gelar
apoteker? Apabila yang dimaksud dengan apoteker dalam keanggotaan ISFI adalah ahli-ahli farmasi
yang berkecimpung di bidang farmasi komunitas dan sarjana farmasi yang akan berkecimpung di
bidang yang sama, maka ahli farmasi diluar farmasi komunitas tidak layak disebut sebagai profesi,
sebaliknya, bila yang dimaksud dengan apoteker (dalam keanggotaan ISFI) adalah seluruh ahli
farmasi yang memiliki gelar apoteker (secara tidak langsung mengandung arti bahwa anggota muda
yang dimaksud adalah seluruh sarjana farmasi) maka farmasis dan apoteker dapat disebut sebagai
profesi.
· Komitmen untuk mengasah diri dan mengabdi terhadap kepentingan umum.

Idealnya tenaga profesi adalah seorang yang berkomitmen untuk selalu mengasah diri dan mengabdi
terhadap kepentingan umum. Jika kita analisis sejarah perkembangan farmasi secara umum terlihat
bahwa bidang kefarmasian selalu berusaha untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik. Bukti
nyata dari usaha peningkatan pengabdian farmasi terhadap kepentingan umum adalah konsep
kefarmasian yang diubah kearah patient oriented (Pharmaceutical care-asuhan kefarmasian).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan diatas, secara umum farmasis dan apoteker memenuhi ketiga komponen diatas
untuk dapat disebut sebagai profesi. Namun perlu juga digaris bawahi bahwa tidak semua farmasis
dan apoteker bersikap sebagai seorang professional. Jadi kesimpulan yang lebih tepat adalah
seseorang dikatatakan berprofesi sebagai farmasis dan atau apoteker apabila orang tersebut benar-
benar memilkii pengetahuan yang spesifik mengenai bidang ilmu kefarmasian, merupakan anggota
dari ISFI dan memiliki komitmen untuk selalu mengasah diri serta mengabdi kepada kepentingan
umum.

B. Kritik dan Saran

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini oleh karena itu sangat diharapkan
kritik maupun saran dari pembaca, untuk peyempurnaan pada makalah-makalah berikutnya.

Daftar Pustaka

Adjat Sakri (penyunting) (1985) “Ihwal Menerjemahkan”, Terbitan 2,

Penerbit ITB Bandung.

Brown, B. Atkins, M. (1988) “ Effective Teaching in Higher Education”,


Methuen, New York.

Anda mungkin juga menyukai