Anda di halaman 1dari 23

CITRA FARMASI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1:

Alfira Ayu Amanda 19330117


Diah Rizqi Amalia 20330746
Rofifah Qurratu'ain 20330747
Ratna Sari 20330752

Farmasi Sosial
Kelas : B

Dosen :

Ainun Wulandari, S. Farm., M. Sc., Apt.

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak
akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang syafaatnya kita nantikan kelak.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah “Citra Farmasi” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Farmasi Sosial.
Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena
kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar
makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik
terkait penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, 01 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I.....................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................5
2.1 Pengertian Farmasis......................................................................................................5
2.2 Pengertian Citra............................................................................................................7
2.3 Citra Farmasi................................................................................................................8
2.4 Pengembangan Citra Farmasi.....................................................................................11
2.5 Strategi Meningkatan Citra.........................................................................................14
2.6 Contoh Permasalahan.................................................................................................16
2.7 Solusi Untuk Perbaikan Citra Farmasi.......................................................................16
BAB III................................................................................................................................17
PENUTUP...........................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dari segi kata Farmasi didefiniskan sebagai ilmu penyediaan bahan obat,
dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada
pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai
identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan,
analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine.
Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang
sesuai dan aman, baik melalui reseo (prescription) dokter berizin,dokter gigi, dan
dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara
menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai. Paradigma yang berkembang
dimasyarakat, Apoteker atau Farmasis sebagai seseorang yang ahli dibidang
farmasi lebih dikenal sebagai pembuat obat di pabrik, atau penjual obat di apotek.
Di Indonesia, profesi farmasis mulai menggeliat, walau masih perlu meniti jalan
panjang.

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu
Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Seorang dokter yang
mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang
menyiapkan obat. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit, baik
formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian
tersendiri. Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya
industri-industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat
dan di bidang “penyedia/peracik” obat (apotek).

Dalam hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri
farmasi dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi
pembuatan obat. Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola
perkembangan teknologi agar mampu menghasilkan produk obat yang memenuhi
persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan. Kurikulum pendidikan bidang farmasi
disusun lebih ke arah teknologi pembuatan obat untuk menunjang keberhasilan para
anak didiknya dalam melaksanakan tugas profesinya. Bahaya swamedikasi telah
4
bayak dilaporkan para peneliti. Sebagai contoh, di Australia dan Inggris ada
kencenderungan untuk mengurangi biaya pengobatan dengan mengganti status obat
etikal menjadi obat bebas. Sayangnya, kecenderungan ini bukan hanya mengurangi
biaya, melainkan juga meningkatkan risiko salah pakai obat (medication misuse).
Sementara itu, peranan etiologi atas kesalahan pemakaian obat bebas telah di
identifikasi untuk banyak kondisi. Salah satu contoh adalah gagal ginjal dan
penyakit 1 ginjal, yang bisa muncul karena pemakaian analgesik secara berlebihan.
Pemakaian laksatif yang berlebihan sebagai obat pencahar juga dapat menimbulkan
gangguan cairan elektrolit tubuh. Tidak jarang pula orang keracunan difenhidramin
yang terdapat dalam antihistamin. Pemakaian vitamin secara berlebihan adalah
salah satu contoh penyalahgunaan pemakaian obat bebas. Kecenderungan untuk
hidup sehat dan keinginan untuk mencegah penyakit membuat banyak orang tergiur
meminum vitamin dan pelengkap makanan lainnya secara berlebihan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Farmasis?
2. Apa yang dimaksud dengan citra?
3. Bagaimana pengembangan citra farmasi?
4. Bagaimana strategi meningkatkan citra?
5. Bagaiman contoh permasalahan dalam citra farmasi?
6. Bagaimana solusi untuk perbaikan citra farmasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Farmasis.
2. Untuk mengetahui pengertian dari citra.
3. Untuk mengetahui pengembangan citra farmasi.
4. Untuk mengetahui strategi meningkatkan citra.
5. Untuk mengetahun contoh permasalahan dan solusinya dalam citra farmasi yang
lebih baik.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Farmasis


Farmasi (bidang kefarmasian) adalah suatu profesi yang concerns, commits,
dan competents tentang obat. Dari definisi tersebut muncul istilah profesi, yaitu suatu
pekerjaan (occupation) yang menunjukkan karakter yang memiliki pengetahuan
khusus dan diperoleh melalui academic preparation (Wertheimer dan Smith, 1989).

Farmasis adalah analisis tentang jaminan mutu, keamanan, dan penggunaan


sediaan obat yang tepat/rasional. Farmasis ditegakkan diatas 4 pilar utama yaitu:
farmakologi, kimia farmasi, teknologi farmasi dan farmakognosi yang tertancap kokoh
pada disiplin ilmu-ilmu pengetahuan alam untuk farmasi. Selain itu juga mempelajari
biofarmasi dan farmakokinetik pada farmasi klinik, serta ilmu-ilmu sosial untuk
farmasi seperti: manajemen dan administrasi, kebersihan dan epidemiologi dan etika.
(Harding dkk., 1994).

Farmasis adalah suatu profesi dibidang kesehatan yang meliputi kegiatan-


kegiatan di bidang penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan dan
distribusi obat.Farmasis adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan dibidang
kefarmasian melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi
kefarmasian. Sifat kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberinya
semacam otoritas dalam berbagai aspek obat atau proses kefarmasian yang tidak
dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Farmasi sebagai tenaga kesehatan yang
dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Lingkup pekerjaannya meliputi
semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku obat dalam arti luas,
membuat sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada pemakai obat atau pasien
(ISFI, Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, 2004).

Farmasis adalah suatu profesi dibidang kesehatan yang meliputi kegiatan-


kegiatan di bidang penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan dan
distribusi obat.Farmasis adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan dibidang
kefarmasian melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi
kefarmasian. Sifat kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberinya
semacam otoritas dalam berbagai aspek obat atau proses kefarmasian yang tidak
6
dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Farmasi sebagai tenaga kesehatan yang
dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Lingkup pekerjaannya meliputi
semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku obat dalam arti luas,
membuat sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada pemakai obat atau pasien
(ISFI, Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, 2004).

Bidang farmasi industri dan regulatori bergerak pada pengembangan ilmu


pengetahuan dan tehnologi di bidang kefarmasian. Sepintas memang bidang ini
seolah-olah hampir sama dengan bidang yang ditekuni oleh para ahli kimia. Namun
tetap saja peran farmasi industri tidak dapat digantikan oleh para ahli kimia, karena
dalam penelitian dan pengembangan obat dibutuhkan juga ilmu yang spesifik
(misalnya farmakokinetik dll) dan ilmu ini tidak dipelajari oleh sarjana yang lain.

Spesifikasi dari farmasi klinik berkaitan dengan analisis dan penegakan


diagnosa suatu penyakit serta cara penanganannya. Pemahaman yang mendalam
terhadap ilmu biokimia dan anatomi fisiologi manusia merupakan ilmu dasar yang
sangat diperlukan pada bidang farmasi ini, namun diperlukan juga pengetahuan yang
mendalam mengenai pengobatan dan obat (termasuk sampai pada tingkat molekuler),
inilah salah satu hal yan membedakan sarjana farmasi dengan sarjana biokimia
maupun biologi.

Farmasis terfokus kepada pertanyaan yang sama mengenai bagaimana citra


suatu profesional farmasi. Beberapa penelitian mengenai kemampuan farmasis dalam
menyediakan informasi pengobatan, cara komunikasi dengan pasien, citra, dan
pelatihan formal sudah mulai dilakukan sejak tahun 1960-an. Beberapa temuan besar
dari penelitian ini antara lain: (1)farmasis dianggap tidak benar-benar memaksimalkan
potensi kemampuannya, (2) farmasis terbiasa fokus kepada konsep teknis ketimbang
konsep profesional, (3) farmasis tidak terlalu memakai segenap pengetahuan dan
kemampuan profesional mereka dalam pekerjaannya, dan (4) farmasis seharusnya
memberikan edukasi kepada pasien tentang latar belakang pendidikan mereka dan
keinginan untuk memberikan pelayanan kepada pasien. Didasari temuan dalam
penelitian ini, ada perbedaan yang jelas antara citra ideal seorang farmasis
dibandingkan kelompok yang lain.

7
Pada tahun 1970-an, satu dari peneliti besar tentang citra farmasi tercantum
dalam laporan yang disusun oleh Dichter. Objek dari penelitian ini, diberi judul
“Pembahasan Nilai-Nilai Keseluruhan Pelayanan Farmasetika Kepada Konsumen”,
menentukan bagaimana nilai keseluruhan farmasetika sangat efektif jika
disosialisasikan kepada publik untuk mendorong permintaan akan pelayanan ini. Dua
pertanyaan besar yang dialamatkan untuk penelitian ini yaitu : (1) Apakah konsumen
tahu bahwa pelayanan itu benar-benar ada? Dan (2) Apakah konsumen tahu tentang
nilai-nilai yang ada dari pelayanan ini?

Hasil dari penelitian ini mengungkap bahwa banyak orang yang diwawancarai
oleh psikologis Institut Dichter untuk Penelitian Motivasi tidak menganggap bahwa
rata-rata farmasis adalah seorang profesional yang membayangkan bagaimana diri
mereka seharusnya. Publik cenderung berpikir bahwa farmasis hanya dekat dengan
perusahaan manufaktur. Karena alasan ini farmasis dipandang hanya memiliki
konsumen, bukannya pasien. Ringkasnya, ada keinginan yang kuat untuk
mengembalikan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien.

2.2 Pengertian Citra


Citra (image) merupakan sesuatu yang bersifat abstrak karena berhubungan
dengan keyakinan, ide dan kesan yang di peroleh dari suatu object tertentu baik
dirasakan secara langsung, melalui panca indra maupun mendapatkan informasi dari
suatusumber. Citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan seseorang terhadap
suatu object tertentu. Citra dapat berupa tanggapan positif yang berbentuk dukungan,
ikut serta, peran aktif serta tindakan positif lainnya dan tanggapan negatif yang
berbentuk penolakan, permusuhan, kebencian atau bentuk negatif lainnya. Citra
sendiri akan melekat pada setiap diri individu maupun instansi, tanggapan positif
maupun negatif tergantung pada proses pembentukannnya dan pemaknaan dari objek
sasaran pembentukan citra. Serta, semua orang memiliki hak untuk memaknai citra
personal maupun instansi (Widyarini, 2014).

Image atau Citra didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran
yang ada di dalam benak seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif,
apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang
sebenarnya. Bentuk citra berhubungan dengan cara dimana farmasi didefinisikan

8
dalam pikiran masyarakat terdiri dari sisi fungsi dan sisi aura sifat psikologis.
Farmasis harus berusaha keras untuk membangun citra yang akan menarik para
pelanggan. Analisa yang cermat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pembangunan citra akan membantu seorang farmasis berstrategi pada pasar pelayanan
kesehatan yang berdaya sains tinggi ini.

2.3 Citra Farmasi


Rangkaian citra berhubungan dengan bagaimana farmasi dinilai dalam
pemikiran konsumen, yang terdiri dari beberapa struktur dan bagian dari sisi
psikologi. Keinginan untuk memberikan edukasi dan untuk loyal terhadap satu agen
farmasi tertentu adalah beberapa faktor yang mempengaruhi sikap pasien,
pengalaman, dan harapan dari pelayanan yang diberikan. Dalam lingkungan dengan
kompetisi tinggi seperti industri klinik, pasien memungkinkan untuk memilih
membelanjakan uangnya untuk mengambil benefit harga atau pelayanan; dalam
beberapa situasi, lokasi juga jadi bahan pertimbangan seperti akses yang mudah,
ketersediaan, kemudahan dalam mencapai lokasi tersebut. Meskipun pasar memaksa
dari sumber daya yang sedikit, pelayanan yang desentralisasi, dan kebijakan
pembayaran yang tidak cukup baik, farmasis harus berusaha keras untuk membangun
citra yang menarik. Analisa yang hati-hati menjadi faktor yang mempengaruhi
pengembangan citra yang akan membantu farmasi secara stragis menempatkan
posisinya dalam kompetisi di bidang perawatan kesehatan. Jenis - jenis citra menurut
(Frank Jefkins, 2003) sebagai berikut:

1. Mirror Image (Citra Bayangan): Sebuah penggambaran citra yang diyakini dan
dianggap benar oleh perusahaan atau pimpinan dalam suatu perusahaan memiliki
anggapan pihak luar perusahaan sudah memandang bahwa perusahaannya memiliki
tanggapan baik, padahal tidak selamamnya padandangan diluar perusahaan selalu
baik. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan keinginan yang berbeda dengen
realita yang terjadi pada publik luas mengenai instansi tersebut.

2. Current Image (Citra Kini): Citra yang erat kaitannya dengan word of mouth atau
informasi yang di peroleh dari orang lain. Citra kini berkaitan dengan sepengalanam
seseorang mengenai suatu organisasi/instansi/perusahaan yang kemudian
pengalaman yang dia dapatkan diceritakan kepada orang lain. Hal tersebut tidak

9
akan menjadi sebuah permasalahan ketika yang diceritakan adalah hal positif
mengenai instansi, tapi akan menjadi suatu permasalahan yang serius ketika
pengalaman yang di ceritakan adalah sesuatu yang negatif mengenai instansi, yang
sifatnya permusuhan, kecurigaan, prasangka buruk sehingga mengakibatkan
munculnya kesalahapaman (misunderstanding) yang mengakibatkan ketidak
percayaan terhadap suatu instansi.

3. Wish Image (Citra Keinginan): Citra yang harapan dari instansi dan di terima dan
dimaknai dengan baik oleh publiknya. Citra keinginan merupakan citra yang
berbanding lurus antara harapan dan hasil, intansi memiliki harapan positif dan
publiknya memerima kesan tersebut secara positif.

4. Corporate Image (Citra Perusahaan): Sebuah upaya dari perusahaan mengenai


tujuan kedepan perusahaan di mata publiknya, tentang bagaimana citra perusahaan
mendapatkan citra positif, lebih di kenal dan di terima dengan baik oleh publiknya.
Humas berperan untuk mengupayakan dan bertanggung jawab untuk memajukan
citra perusahaan yang menjadi salah satu tujuan utama perusahaan.

5. Multiple Image (Citra Serbaneka): Citra pelengkap dari citra perusahaan. Hal ini
bisa meliputi logo, atribut identitas, brand name, uniform, para pekerja
profesionalnya yang diidentikkan kedalam citra serbaneka yang diintegarasikan
dengan citra perusahaan.

6. Performance Image (Citra Penampilan): Citra ini lebih ditujukan kepada subyek
dari perusahaan yang berkaitan dengan kinerja atau penampilan diri dari setiap
anggota organisasi sehingga dapat membawa citra organisasi. Hal ini juga bisa
dirtikan dengan etika perusahaan mulai dari menyapa, bersikap, serta berinteraksi
dengan pelanngannya.

2.3.1 Kerangka Konsep

Perusahaan Pasar
(Corporate) (Market)
Citra

Profesional
10
Citra dapat ditentukan dari beberapa jenis sudut pandang, yaitu:
1. Citra Perusahaan: Citra perusahaan farmasi ditentukan oleh pengalaman,
media massa atau berita dan sumber lainnya. Pandangan pasien mengenai
kebijakan perusahaan terhadap lingkungan sosial, karyawan, pasien dan
individu lainnya. Kepercayaan, ketahanan dan tanggung jawab adalah faktor
penting dalam pendistribusian produk farmasi maupun dalam pelayanan.
Tanpa memperhatikan jenis produk yang disalurkan, pasien ingin tahu
produk atau pelayanan yang mereka dapatkan di saat yang tepat. Jika
dibutuhkan, mereka dapat bertanya lebih lanjut kepada para ahli. Selain itu,
jika ada masalah mereka ingin tahu bahwa masalah itu akan terselesaikan
dengan cepat.

2. Citra Pasar: Perhatian utama produk dan pelayanan, ketika pasien bertukar
informasi mengenai pengalamannya dengan pihak lain, maka akan terbentuk
citra pasien yang konsisten berdasarkan penilaian pasien terhadap produk dan
perbandingan di antara beberapa pesaing. Citra pasar adalah bagaimana
pasien dan penyedia pelayanan kesehatan menilai harga produk dan
pelayanan dibandingkan dengan para pesaing. Jika pasien percaya bahwa
mereka mendapatkan harga yang pantas dari produk atau pelayanan, maka
mereka akan terus membeli produk atau pelayanan itu.Pasien berharap harga
yang masuk akal, konsisten dan adil. Banyak perusahaan menggunakan
sistem komputer yang canggih, mesin penyalur otomatis dan proses klaim
elektronik untuk mengontrol harga dan untuk menjamin kebijakan harga
yang konsisten.

Jaminan informasi, pelayanan kesehatan di rumah dan konsultasi


professional adalah pelayanan yang dapat digunakan untuk membentuk citra
pasar yang diinginkan perusahaan. Pasien menyerahkan jaminan pelayanan
berkelanjutan dan menunggu komitmen agen terhadap pelayanan pasien.
Kemudian, pasien akan mendapatkan keuntungan lebih bila menjadi anggota
dan akan terfasilitasi atas pengembangan hubungan pasien dan kepercayaan.

11
3. Citra Profesional: Ditunjukkan melalui perilaku, sikap dan kepercayaan
kepada organisasi untuk memenuhi harapan pasien terhadap pelayanan. Citra
profesional terfokus pada komitmen terhadap kualitas pelayanan kesehatan
dan kebutuhan pendidikan publik terkait penggunaan obat. Sebuah model
konsep citra profesional dikemukakan oleh “ Hall “ menyatakan bahwa ada
penyesuaian antara sisi struktural dan sisi sikap dalam profesionalisme.
Aspek struktural akan menghubungkan pelatihan profesional, pengetahuan,
kode etik, komitmen pelayanan dan ekonomi pekerjaan. Sedangkan sisi sikap
profesionalisme terpusat pada bagaimana tenaga kesehatan memandang
pekerjaannya dan bagaimana hal ini tergabung ke dalam kerangka kognitif
profesioanlisme. Secara umum, seperti yang disebutkan padapenelitian
sebelumnya, ada hubungan terbalik antara profesionalisme dengan birokrasi.

2.4 Pengembangan Citra Farmasi


2.4.1 Farmasis yang Profesional
Di masa depan akan memberikan justifikasi yang kuat karena fungsi dan peran
apoteker ini semakin jelas. Keberadaan ini pada akhirnya menjadi kunci
kemajuan usaha apotek, yang tentunya akan berdampak menaikan
kesejahteraan apoteker dan menjadikan apotek sebagai pekerjaan pokok. Sikap
perilaku profesionalisme yang didukung keinginan selalu berbuat benar,
merupakan wujud realisasi yang menopang sistem dan aturan yang di tentukan
mulus berjalan. Sikap profesionalisme yang dicirikan oleh seorang apoteker
akan tercermin pada :

a. Selalu berniat melaksanakan kebajikan dengan tidak mementingkan


keuntungan materi semata, sehingga terpancar dalam bentuk sikap objektif,
menjaga diri dan independen.

b. Bekerja berdasarkan keahlian dan kompeten sehingga mampu menjalankan


profesi secara bebas dan otonom.

c. Mempunyai klasifikasi teknis dan moral yang tinggi dengan ketaatan dan
pengamalan sumpah profesi, kode etik dan standar profesi.

Seorang apoteker yang profesional memiliki 3 unsur utama : keahlian,


tanggung jawab, dan norma-norma yang mengatur kegiatan profesi. Farmasis
profesional harus mampu mengaplikasikan asuhan kefarmasian di apotik
tempat dia bekerja. Asuhan kefarmasian yang dimaksud :

a. Kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,


mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,
12
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
kemampuan mengelola SDM secarac efektif, selalu belajar sepanjang karir
dan membantu pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.

b. Dapat mengelola persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainya yang


meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan sesuai dengan
ketentuan perundangundangan yang berlaku.

c. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur


kefarmasian dan etika profesi.

d. Mampu melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai


obat.

e. Memberikan konseling kepada pasien yang akan meningkatkan kepatuhan


pasien pada terapi obat.

f. Dapat melakukan pelayanan residensial (Home Care).

g. Apoteker dapat memberikan nasehat, memilih obat dan keamananya serta


keefektifan penggunaan pada ”pengobatan sendiri”pengobatan sendiri.

h. Dapat bekomunikasi antar profesi dalam pemakaian obat dan sebagai bagian
dari pembuat keputusan klinis bersama spesialis yang lain. Apoteker harus
selalu dikenal dan dapat dihubungi sebagai sumber nasehat yang benar
tentang obat-obatan dan masaalah pengobatan.

2.4.2 Pengembangan dan Professionalisme Farmasis


Sebagai anggota tim pelayanan kesehatan yang terdiri dari pasien dan profesi
kesehatan yang bertanggung jawab untuk kepedulian kesehatan pasien,
apoteker harus memiliki kompetensi guna melakukan fungsi-fungsi yang
berbeda-beda di apotik. Konsep the seven-star pharmacist diperkenalkan aleh
WHO dan diambil oleh FIP (ISFI Dunia) pada tahun 2000 sebagai
kebijaksanaan tentang praktek pendidikan farmasi yang baik (Good Pharmacy
Education Practice) meliputi sikap apoteker sebagai berikut: (Anonim, 1998)
a. Pemberi Pelayanan (Care giver): Dalam memberikan pelayanan mereka
harus memandang pekerjaan mereka sebagai bagian dan terintegrasi dengan
sistem pelayanan kesehatan dan profesi lainya. Pelayanan harus dengan mutu
yang tinggi.
b. Pembuat Keputusan (Decision maker): Penggunaan sumber daya yang tepat,
bermanfaat, aman dan tepat guna seperti SMD, obatobatan, bahan kimia,
13
perlengkapan, prosedur dan pelayanan harus merupakan dasar kerja dari
apoteker.
c. Communicator: Apoteker adalah merupakan posisi ideal untuk mendukung
hubungan antara dokter dan pasien dan untuk memberikan informasi
kesehatan dan obat-obatan pada masyarakat. Apoteker harus memiliki ilmu
pengetahuan dan rasa percaya diri dalam berintegrasi dengan profesi lain dan
masyarakat. Komunikasi ini dapat dilakukan secara verbal (langsung), non
verbal, mendengarkan dan kemampuan menulis.

d. Pemimpin (Leader): Saat farmasis bekerja dalam kelompok multidisiplin


pelayanan kesehatan, pada kondisi dokter tidak ada, maka kepemimpinan
berada pada farmasis dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan. Kepemimpinan termasuk bersimpati dan ikut merasakan
penderitaan pasien sebagaimana kemampuan untuk memutuskan sesuatu,
komunikasi dan pengobatan yang efektif.
e. Manager: Apoteker harus dapat mengelola sumber daya (SDM, fisik, dan
keuangan) dan informasi secara efektif.
f. Pembelajaran Jangka Panjang (Life long learner): Konsep-konsep,
prinsipprinsip, komitmen untuk pelajaran jangka panjang harus dimulai
disamping yang diperoleh di sekolah dan selama bekerja. Apoteker harus
belajar bagaimana menjaga ilmu pengetahbuan dan ketrampilan mereka tetap
up to date.
g. Guru (Teacher): Farmasis bertanggung jawab atas pendidikan dan pelatihan
generasi farmasis selanjutnya. Partisipasi sebagai guru tidak hanya
penyampaian pengetahuan, tetapi juga memberi kesempatan untuk
menemukan hal baru dan peningkatan ketrampilan.

2.4.3 Perubahan yang Mempengaruhi Farmasi


Retail farmasi berpengalaman dalam mengganti pandangan orang ten-
tang pelayanan kesehatan. Ketika membayar resep obat, konsumen memiliki

14
pilihan untuk berbelanja melalui hypermarket, megastore, surat pesanan, rantai
diskon, toko besar atau kecil, apotek independen, atau apotek biasa.
Dengan menggunakan rangka ini, farmasis independen yang terdiri dari
empat atau beberapa toko obat, dan jenis toko obat yang ada dibedakan dari
ukuran toko, harga, lokasi, pelayanan, dan bermacam-macam hadiah yang
diberikan. Pelayanan dari profesional yang biasanya adalah penting untuk men-
gontrol farmasi. Kemampuan farmasi untuk menyediakan pelayanan yang pro-
fesional, juga menjadi penting untuk kesuksesan retail. Kemampuan atau kese-
diaan farmasis untuk menyediakan berbagai macam pelayanan berhubungan
dengan citra profesional farmasi.Tidak seperti beberapa industri lainnya, ada
banyak pokok persoalan dalam industri farmasi. Distribusi dari resep produk
obat dikontrol oleh badan federal atau aturan local tertentu. Misalnya profesi
tenaga kesehatan, farmasi memiliki beberapa jenis pelatihan, kode etik, asosiasi
profesional farmasi, kesamaan derajat dan aturan yang dibuat secara pribadi. Di
sisi lain, farmasis tidak dapat menyelesaikan seluruh hal yang harus dikontrol-
nya karena butuh pengetahuan dan pemahaman yang melebihi tenaga medis
professional lain. Kontrol yang kurang ini dalam distirbusi obat dikombi-
nasikan dengan baik dengan tekanan yang berasal dari farmasis sendiri dimana
tugas yang hars diembannya terlalu berat sehingga berpotensi merusak citra far-
masi itu sendiri.

2.5 Strategi Meningkatan Citra


2.5.1 Pendidikan Pasien: Untuk mengenalkan pasien pada aspek profesional
pelayanan perawatan jangka panjang. Pelatihan atau seminar dapat
diselenggarakan agar pasien memahami pengobatan yang mereka jalani.
Seminar – seminar idapat memberikan dorongan bagi staff perawatan di rumah
dan fasilitas perawatan jangka panjang lainnya untuk menjamin pemenuhan
keperluan pasien dan penyembuhannya. Cara manual juga dapat dikembangkan
dan disebarkan pada staff administrasi mengenai ketersediaan pelayanan
pendidikan. Cara lain untuk meningkatkan citra yaitu dengan iklan yang
memberikan informasi medis seperti informasi mengenai pengobatan.

2.5.2 Pelayanan Masyarakat: Keterlibatan dalam masyarakat dapat meningkatkan


citra perusahaan misalnya dalam bentuk sponsor kegiatan atletik, organisasi
15
kemasyarakatan di kegiatan keagamaan. Program yang menggunakan obat
dapat dilaksanakan dengan menghadirkan dokter, apoteker, atau perawat
dengan target penduduk dewasa. Selain itu, dukungan keuangan untuk program
liburan, kegiatan amal atau sosial, dan program untuk penderita cacat dapat
meningkatkan citra positif perusahaan. Dukungan waktu dan keuangan akan
dihargai warga masyarakat dan kehadiran di tengah mereka akan menarik
pasien pada bisnis.

2.5.3 Jaringan Pelayanan Terpadu: Hubungan interorganisasi tercipta saat dua


atau lebih organisasi saling bertukar sumber daya berupa uang, fasilitas fisik
dan material, pasien, rujukan, atau staff pelayanan teknis. Jaringan
interorganisasi dapat bertindak sebagai sebuah unit dan membuat keputusan,
melakukan tindakan, dan mengejar tujuan serupa pada sebuah organisasi
berotonomi. Beberapa tujuan dari hubungan ini adalah untuk mendirikan
sebuah titik distribusi untuk menjaga keberlangsungan pelayanan pasien .Oleh
karena itu, tujuan untuk memperoleh sumber daya yang normal tidak akan
tersedia apabila sebuah organisasi bertindak sendirian. Citra perusahaan akan
meningkat melalui sebuah hubungan dengan perusahaan lain yang telah
memiliki citra terkenal dan dihormati. Salah satu tujuan merubah bentuk
pelayanan kesehatan adalah untuk membentuk sebuah jaringan sistem
pelayanan terorganisir. Sistem ini menyediakan pelayanan terpadu yang
terkoordinasi dengan pelayanan klinis maupun sistem keuangan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Selain memperbanyak kontak dengan pasien,
farmasis juga harus menambah pelayanan farmasetik terpadu, menambah akses
informasi bagi pasien dan lebih banyak berinteraksi dengan tenaga kesehatan
lain. Jika farmasis tidak mempromosikan kualitas profesional mereka sebagai
strategi untuk meningkatkan citra, maka persepsi publik terhadap farmasis akan
mengalami kemunduran.

16
2.6 Contoh Permasalahan
Masyarakat telah digemparkan mengenai penggunaan alat rapid test bekas yang
dilakukan oleh anggota PT Kimia Farma yang ada di Bandara kualanamu Sumut.
Hal ini bukanlah isu semata sebab Direktorat reserse kriminal khusus ( Ditreskrimsus)
polda Sumatra utara yang berhasil mengungkap dugaan penggunaan alat rapid test
bekas yang dilakukan oleh karyawan PT Kimia Farma di bandara kualanamu yang
pada saat itu masyarakat dibuat tidak percaya dengan kejadian tersebut. Hal ini
bermula pada laporan salah satu masyarakat mengenai alat rapid tes bekas lalu pihak
berwajib segera melakukan penyelidikan di bandara kualanamu yang diduga
menggunakan alat rapid bekas dengan cara mengutus salah satu anggotanya untuk
berpura-pura menjadi penumpang yang di bandara kualanamu dan ingin
melakukan rapid test antigen dan saat itu juga pihak berwajib segera
melakaukan penggrebekan dan hasilnya mereka benar yaitu mereka melakukan
penggunaan alat rapid test antigen bekas atau didaur ulang olehnya. Setelah
dilakukan introgasi para pelaku karyawan PT Kimia Farma yang melakukan tindak
kejahatan mengenai Kesehatan ini hasilnya membikin kaget semua orang, bahwa
mereka menggunakan alat rapid test bekas dengan cara mengumpulkan stik untuk
swab antigen dikumpulkan oleh para pelaku setelah itu mereka akan mencucinya
dan dibersihkan dengan cara mereka sendiri, lalu dikemas ulang untuk dapat
digunakan Kembali pada saat melakukan test swab antigen di bandara kualanamu.
(Saputra, 2021) Kapolda sumut yang melakuakn penyelidikan dan penggrebekan
karyawan PT Kimia Farma yang melakukan tindak kejahatan mengenai
Kesehatan mengatakan ada kurang lebih 200-300an orang yang menjalani test swab
antigen untuk perjalanan udara ditempat itu. Mentri bandan usaha milik negara
(BUMN) yaitu Erick Thohir juga menanggapi kasus penggunaan alat rapid test bekas
yang dilakukan oleh karyawan PT Kimia Farma di bandara kualanamu, ia mengutuk
keras kepada oknum atau pelaku yang melakukan kejahatan yang dapat
membahayakan keselamatan orang lain. Mentri BUMN ini juga mengungkapkan
kepada Direktur Utama PT Kimia Farma untuk memecat karyawannya yuang
melakukan Tindakan kejahatan yang dapat menyebabkan kerugian pada orang lain
dan memberikan hukum secara tegas. Kejadian ini ikut mencoreng nama
kementrian BUMN karena PT Kimia Farma merupakan bagian dari kimia farma yang
berada dibawah pengawasan kementrian BUMN. Kasus diatas adalah salah satu
Krisis yang dialami perusahaan PT Kimia Farma. Krisis adalah masa atau suatu
17
keadaan yang gawat atau genting yang dapat menyebabkan kondisi suatu
perusahaan tersebut berada pada titik yang baik atau sebaliknya. Suatu krisis
terjadi karena beberapa peristiwa karena kejadiannya masing-masing. Suatu krisis
dapat diakibatkan karena suatu kecelakaan industry, masalah pada lingkungan,
masalah pada perburuhan, masalah produk, masalah dengan investor, isu-isu yang
beredar.(Fitri et al., 2021)

2.7 Solusi Untuk Perbaikan Citra Farmasi


seperti yang diketahui bahwa dunia kesehatan telah digemparkan dengan kasus
penggunaan alat test antigen bekas atau didaur ulang yang di lakukan oleh beberapa
oknum yang bekerja di PT Kimia farma . Kasus yang sudah beredar luas ditelinga
masyarakat sangat membuat dampak yang tidak baik oleh perusahaan dan public
atau masyarakat nantinya akan menilai bahwa perusahaan ini memiliki citra yang
buruk, mengingat bahwa PT Kimia Farma memiliki sejumlah program-program yang
psotif dan memiliki citra yang baik di mata masyarakat, namun karena ulang
beberapa karyawan PT Kmia Farma yang menggunakan alat rapid bekas sangatlah
mencoreng nama baik perusahaan ini. Setelah kejadian ini perusahaan akan
melibatkan seorang PR untuk mengembalikan nama baik perusahaan atau untuk
membangun citra yang baik Kembali ke masyarakat. Ada beberapa tahap yang akan
digunakan oleh seorang PR dallam membangun reputasi dan citra yang baik suatu
perusahaan dimata public atau masyarakat, yaitu :(Susilowati, 2021)

Face finding (mendefinisikan masalah) kondisi adalah dimana semua pihak harus
mampu menilai suatu permasalahan yang sedang terjadi secara obyektif serta
mmapu dalam mengidentifikasi masalah tersebut hal ini guna untuk mendapatkan
data yang nantinya akan melatar belakangi masalah yang sedang terjadi dan
menemukan bebrapa fakta yang berhubungan dengan PT Kimia Farma Tbk dengan
kepentingan jangka Panjang. Untuk melakukan hal tersebut harus dilakukan dengan
intensif dan mendalam pada perusahaan. Menurut mentri BUMN erick thohir
mengatakan bahwa para pelaku tidak akan mendapatkan toleransi dari sisi hukum,
dan diserahkan kepada apparat yang berwenang. Namun Tindakan yang akan diambil
adalah tetap harus melakukan pemeriksaan secara prosedur maupun organisasi
harus tetap akan dilakukannya. Bahkan dirinya menngatakan akan turun tangan
untuk melakukan evaluasi langsung, dan jika memang terbukti bersalam maka
dirinya akan mengambil Langkah tegas yaitu Langkah pemberhentian karena
18
baginya ulah para oknum ini adalah suatu Tindakan yang menghianati profesi
pelayan public dibidang Kesehatan. Kejadian seperti sangatlah berdampak tidak
baik dan mengilangkan kepercayaan masyarakat. Maka dapat disimpulkan dalam
kejadian ini, jika dilihat dari tahap medefinisikan masalah yaitu dilakukan oleh
mentri BUMN yang telah geram dan sangat kecewa dengan Tindakan para oknum
yang menghianati profesi pelayan public dalam bidang kesehtan dan mengatakan
bahwa kejadian ini adalah sebagai masalah yang serius, mengingat bahwa
masyarakat sangat dirugikan terutama dari segi kesehatannya dari kejadian atau
ynag dilakukan oleh para oknum ini serta sangat berdampak luas bagi kepercayaan
masyarakat mengingat bahwa perusahaan ini adalah perusahaan yang menangani
atau memberi pelayanan pada masyarakat di Kesehatan.

Planning dan programing ( perencanaan dan program) Direktur utama dari


perusahaan ini yaitu PT Kimia Farma Diagnostika Aidil telah mengatakan bahwa uji
terhadap rapid test itu juga disesuaikan dengan hasil antara rapid test antigen
maupun PCR/swab. Perusahaan sudah melakukan uji komprarasi terhadap
sampel alat rapid test dan telah dinyatakan lulus uji komparasi di laboratorium.
Mengenai masalah yang sedang terjadi yaitu penggunaan alat rapid test bekas yang
digunakan oleh bebrapa karyawannya, Direktutr utama PT Kimia Farma mengatakan
dengan tegas tidak akan melindungi mereka dari sebuah hukum yang akan
diterimanya karena Tindakan yang dilakukannya dan Direktur utama perusahaan ini
akan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat mengenai kejadian yang mencoreng
nama baik perusahaan. Sebelum adanya kejadian ini, PT Kimia Farma Diagnostika
di bandara kualanamu sehari bisa memberikan layanan dengan jumlah kurang
lebih 692 orang setiap harinya namun dengan adanya Tindakan bebrapa oknum
karyawan PT Kimia Farma dengan menggunakan alat rapid test bekas membuat
hilangnya kepercayaan masyarakat dengan perusahaan tersebut dan membuat PT
Kimia Farma ditutup sementara waktu terutama pada saat masih melakukan
penyelidikan oleh para apparat.

Action and communicating (aksi dan komunikasi) ada bebrapa Tindakan yang
dilakukan oleh PT Kimia Farma Diagnostika (KFD) ( Ismoyo & Sanusi, 2021) yaitu:

a. Penyegaran manajemen dan interbal perusahaan dilakukannya guna


memastikan bahwa seluruh klinik dan laboratorium KFD yang berada diseluruh

19
Indonesia sudah dinyatakan telah memenuhi serta menjalankan SOP. Agus Chandra
selaku Direktur Utama Kimia Farma Diagnostika mengungkapkan bahwa Tindakan
penyegaran manajemen dan internal perusahaan adalah suatu Tindakan yang
akan mampu memperbaiki peningkatan kinerja secara seluruh

b. KFD menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang
dilakukan berdasarkan keputusan dari pemegang saham. Dalam rapat tersebut
telah memutuskan suatu keputusan bahwa keputusan tersebut adalah
memperhentikan Direktur Uama Adil Fadilah Bulqini dan Direktur I Wayan Budhi
Artawan dan juga menyepakati untuk mengangkat Agus Chandra sebagai Plt.
Direktur Utama KFD dan Abdul Azis sebagai Plt. Direktur KFD

c. Perusahaan Kimia Farma Diagnostika (KFD) akan selalu memperbaiki dan


pembenahan internal, hal ini dilakukannya untuk mendapat kepercayaan Kembali
dari masyarakat setelah kejadian yang tidak mengenakan yang dilakukan oleh
beberapa karyawannya. Ada bebrapa perbaikan yang telah KFD lakukan yaitu yang
pertama, restrukturisasi organisasi yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja
seluruh yang terlibat dalam PT Kimia Farma. Kedua, melakukan penguatan pada
sistem layanan dan supporting dengan mengedepankan suatu aplikasi digital dan
Chashless. Ketiga, pengawasan yang berupa sidak dari bebrapa pihak yang dilibatkan
yaitu apparat, dinas lingkungan hidup, dinas kelautan, dan dinas instansi lainnya. Ke
empat adal;ah pengawasan internal, dan yang terakhir adalah penempatan para
petugas pengawas mutu di setia branch manager dan outlet KFD.

Jika dilihat Tindakan yang telah dilakukan perusahaan untuk mengembalikan


keperayaan masyarakat sangat betu-betul dilakukan perusahaan, hal ini dilihat dari
Tindakan atau Langkah serius yang dilakukan dari pihak kementrian BUMN dan
dari pihak PT Kimia Farma Tbk serta memberi tahu kepada semuanya bahwa setiap
Tindakan pelanggaran ada hukumannya terutama yang berhubungan dengan
pelayanan Kesehatan kepada masyarakat apa lagi pada masa pandemic seperti
sekarang.

Evaluation (evaluasi) Langkah atau Tindakan yang diambil dalam mengembalikan


suatu kepercayaan public atau masyarakat maka KFD melakukan Langkah atau
Tindakan, yaitu dari ahir bulan April tahun 2021 telah melakaukan sidak dari
instansi-instansi lain yang masih berjalam sampai saat ini, hal ini dilakukannya
20
guna memastikan bahwa praktik klinik dan laboratorium KFD sudah sesuai dengan
SOP. Ada bebrapa branch manager yang telah dilakukan sidak diantyara yaitu FKD
yang berada di Bandung, internal dari FKD dan SPI telah melakukan suatu
pengawasan kepada laboratorium dan klinik di seluruh wilayah Indonesia.

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Farmasis adalah suatu profesi dibidang kesehatan yang meliputi kegiatan-kegiatan
di bidang penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan dan
distribusi obat.

2. Image atau Citra didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran
yang ada di dalam pikiran seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk atau
negatif, apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan
yang sebenarnya.

3. Pelayanan konsultasi, opini publik, keterlibatan komunitas, kode etik, iklan


pelayanan farmasi dan pelayanan farmasetika memiliki pengaruh positif kuat
terhadap citra profesional farmasi.

4. Faktor - faktor pengembangan profesionalisme farmasi terdiri dari :


 Care-giver
 Life long learner
 Teacher
 Decision- maker
 Leader
 Manager
 Comunicator
5. Strategi yang dapat meningkatkan citra farmasi terdiri dari :
 Pendidikan pasien
 Pelayanan masyarakat
 Jaringan pelayanan terpadu

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 1998, The Role of the Pharmacist, Int. Pharm. J., vol. 12, No. 3, 82 - 83, 94.
2. Wertheimer, A.I., Smith, M.C., (ED), 1989, Pharmacy Practice: Social and Behavioral
Aspects, 3rd cd.,Williams-Wilkins, Batlimore, 23 – 125, 417 - 441.
3. ISFI, 2004, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, Jakarta: Badan Pimpinan Pusat
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.
4. Harding, G., Nettleton, S., Taylor, K. (ED),1994, Social Pharmacy, The Pharmaceutical
Press, London, 1- 8.
5. Jefkins, Frank. 2003. Public Relations, Penerbit Erlangga, Jakarta
6. Ruslan, Rosady. 2006. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi, Jakarta:
Rajawali Pers.
7. Widyarini. 2014. Variabel Yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan. EKBISI, hal 83-
94.

23

Anda mungkin juga menyukai