Disusun Oleh
Nama : Sri Sintia Umar Kobi
Nim : 821318068
Kelas : A D3 Farmasi 2018
PRODI D3 FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................................3
1.3 Manfaat........................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi.......................................................................................................................6
2.2 Perilaku Ahli Madya Farmasi Yang Profesional Dalam Pekerjaan Di PBF..............8
2.3 Kode Etik Pelayan Kefarmasian...............................................................................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................................14
3.2 Saran..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
4
Berdasarkan uraian di atas, maka pada makalah ini kami akan
menjelaskan bagaimana seharusnya perilaku ahli madya farmasi yang
professional dalam pekerjaan di Pedagang Besar Farmasi.
1.2 Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui dan memahami etika dan perilaku tenaga kefarmasian
2. Megetahui dan memahami peran – peran ahli madya farmasi
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat memberi informasi
mengenai etika profesi tenaga teknis kefarmasian
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
6
Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memilki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam
jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa hal
yang berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu batasan
mengenai :
a. Perbekalan Farmasi
adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat dan alat kesehatan.
b. Sarana pelayanan kesehatan
adalah apotek, rumah sakit, atau unit kesehatan lainnya yang ditetapkan
Menteri Kesehatan, toko obat dan pengecer lain
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat. Apoteker penanggung jawab harus
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Personalia
a. memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
b. Professional
2. Tempat penyimpanan obat
a. sesuai dengan tujuannya dapat menghindari terjadinya kerusakan
obat (temperatur, cahaya)
b. luasnya cukup memadai/ aman
c. perlengkapan memadai
3. Prosedur operasional yang mantap ,untuk dapat :
a. menjamin pelaksanaan pengelolaan obat sesuai peraturan
b. menjamin penyediaan data yang akurat
c. menjaga tingkat stock
d. melaksanakan dokumentasi/administrasi yang baik
4. Dokumentasi/administrasi
a. Selalu tersedia bila diperlukan
7
b. termasuk dokumen pengadaan, penjualan, penyimpanan
5. Inspeksi diri
Dilakukan untuk memantau pemenuhan terhadap peraturan.
2.2 Perilaku Ahli Madya Farmasi Yang Profesional Dalam Pekerjaan Di PBF
Farmasi adalah ilmu pengetahuan yang menghasilkan dan mengembangkan
tentang obat – obatan serta efek dan pengaruh obat pada mannusia dan hewan.
Tujuan Akademi Farmasi adalah menciptakan dan mendidik tenaga ahli
madya farmasi yang berakhlak mulia, berkepribadian unggul, inovatif, dan
kreatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tanggap
terhadap perkembangan di bidang kefarmasian.
Peran dan wewenang ahli madya farmasi
1. Membaca resep dengan teliti, meracik obat dengan tepat dan cepat,
membungkus dalam wadah serta memberi etiket
2. Menberikan informasi dan edukasi tentang indikasi dan cara
pemakaian obat serta efek samping kepada pasien dengan bahasa
yang mudah dimengerti
3. Pelayanan resep dan non resep.
Pengertian profesional Orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan
purna waktu. , Berupaya mengutamakan kepentingan masyarakat, artinya
setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah
kepentingan masyarakat.
Seorang profesional dituntut memiliki :
1. Pengetahuan;
2. Penerapan keahlian;
3. Tanggung jawab sosial;
4. Pengendalian diri;
5. Etika bermasyarakat sesuai profesinya.
Melakukan profesinya dalam pelayanan kesehatan pada umumnya,
khususnya pelayanan kefarmasian sebagai sub sistem pelayanan kesehatan
melalui :
8
1. Mengenal, menghayati pengertian dasar kefarmasiandan peran
tenaga ahli madya farmasi sebagai anggota profesi dalam sistem
pelayanan kesehatan
2. Mengenal fungsi dan sifat sediaan farmasi, mengkaji serta
melaksanakan dasar -dasar pengelolaan sediaan farmasi
3. Mengenal tentang berbagai macam alat kesehatan serta
menerapkan konsep – konsep kesehatan masyarakat tentang
kebutuhannya dalam bidang alat kesehatan
4. Berperan aktif dalam mengelola pelayanan kefarmasian dengan
menerapkan prinsip administrasi, organisasi, supervise, evaluasi
5. Berfungsi sebagai anggota masyarakat yang kreatif, produktif,
bersifat terbuka, dapat menyesuaikan diri dengan perubahan iptek
dan berorientasi ke masa depan serta mampu memberikan
penyuluhan kefarmasian kepada masyarakat dengan menjunjung
tinggi martabat kemanusian
6. Berdasarkan tujuan tersebut, diharapkan lulusan Akademi Farmasi
Indonesia Yogyakarta memiliki kompetensi sebagai tenaga teknis
kefarmasian yang unggul, berdaya guna serta mampu bersaing dan
mengikuti perkembangan ilmu maupun kebijakan di bidang
farmasi
A. Tujuan Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian
1) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4) Untuk meningkatkan mutu profesi.
5) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6) Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7) Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8) Menentukan baku standarnya sendiri.
B. Fungsi Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian
9
a) Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
b) Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
c) Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
2.3 Kode Etik Pelayanan Kefarmasian
Yang menjadi dasar kode etik pelayanan kefarmasian bagi apoteker dalam
melaksanakan fungsinya di apotek dapat dilihat dari dua sudut yaitu :
1) Batas keilmuan dan wewenang apoteker yaitu hanya sebatas : membuat,
mengolah, meracik, mengubah bentuk, mencampur, menyimpan dan
menyerahkan obat atau bahan obat kepada konsumen.
2) Tugas dan tanggung jawab moral apoteker yaitu:
a) Menghormati hak-hak konsumen seperti :
Wajib melayani permintaan obat dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan sesuai dengan peraturan yang berlaku
Tidak mengurangi jumlah obat artinya bahwa apoteker itu dilarang
untuk menyerahkan jumlah obat yang tidak sesuai dengan yang
diminta di resep tanpa adanya persetujuan dari dokter atau
konsumennya
Tidak menyerahkan obat yang sudah rusak atau melampaui batas
kadaluarsa (expired) artinya bahwa apoteker dilarang untuk
menyerahkan obat yang tidak lagi memenuhi syarat baku yang
ditetapkan oleh Farmakope Indonesia.
Tidak menggan jenis obat artinya bahwa apoteker dilarang untuk
menyerahkan obat yang tidak sesuai dengan yang diminta di resep
atau mengganti dengan obat lain yang fungsi dan isinya sama (lain
merk) tanpa adanya persetujuan dokter atau dari konsumennya.
Wajib menyimpan resep minimal selama 3 tahun, dan dapat
memberikan informasi kembali tentang resep tersebut, apabila
konsumen atau dokter penulis resep tersebut memerlukannya.
10
Wajib memberikan informasi tentang cara dan waktu pakai, jumlah
pemakaian dalam sehari, cara menyimpan obat di rumah, efek
samping yang mungkin akan terjadi dan cara mengatasinya.
b) Menghormati hak-hak profesi lain (dokter) yaitu :
Tidak melakukan diagnosis penyakit, pengobatan dan perawatan
artinya bahwa apoteker dan petugas apotek lainnya tidak melakukan
suatu diagnosis dan pengobatan terhadap (gejala) suatu penyakit
yang dialami konsumen. Akan tetapi apabila apoteker memberikan
informasi sesuai dengan keilmuan tentang fungsi obat dan
konsumen menetapkan untuk membeli obat dan mengobati sendiri
penyakitnya (self medication), maka apoteker dan petugas apotek
dapat menyerahkan obat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan
yang berlaku.
Tidak mengganti jenis obat artinya bahwa apoteker dan petugas
apotek lainnya dilarang mengganti obat yang diminta di resep
dengan obat lain yang fungsi dan isinya sama (lain merk) tanpa
adanya persetujuan dokternya.
Bial dokter menuylis dosis obat yang melebihi dosis maksimal,
maka apoteker dan petugas apotek lainnya harus meminta “paraf
dokter” dan :tanda seru” dibelakang jumlah obatnya sebelum obat
tersebut diserahkan kepada konsumen.
Tidak menangani efek samping obat yang dialami oleh konsumen artinya bahwa
apoteker dan petugas apotek lainnya dilarang mengobati (memberi obat) untuk
mengatasi efek samping yang dialami oleh konsumen tanpa persetujuan dokter.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Keaimpulan
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu
penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit.Farmasi
mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan, aksi farmakologis,
pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat dan sediaan
obat.
3.2 Saran
Diharapkan tenaga teknis farmasi mematuhi Kode Etik Tenaga Teknis
Kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku agar menjadi seorang
Apoteker yang baik.
12
DAFTAR PUSTAKA
Mun'im, A., Supardi, S., & Jamal, S. 2009. Pengembangan Model Dan Indikator
Pelayanan Kefarmasian Prima Di Apotek. Retrieved from
Notoatmodjo, S., 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, PT Rineka
Cipta
Nova Sari, H., 2011, Tanggapan Pemilik Modal Apotek Di Kota Medan Terhadap
PP No. 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian (skripsi), Medan,
Fakultas Farmasi, Universitas Sumatra Utara.
Pemerintah RI, 2009a, Peraturan Pemerintah RI No.51 tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta, Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah RI, 2009b, Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009
Tentang Kesehatan, Jakrata, Pemerintah Republik Indonesia.
Perwitasari, D. A., Abror, J. u., & Wahyuningsih, I. 2010. Medication Erorrs in
Outpatients of a Goverment Hospital in Yogyakarta Indonesia.
International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research,
1(1).
Purba, A.V., Soleha, M., Sari, I.D., 2007, Kesalahan Dalam Pelayanan Obat
(Medication Error) Dan Usaha Pencegahannya, Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, No. 1, Vol 10: 31-36
Purwanti, A., Harianto, Supardi, S., 2004, Gambaran Pelaksanaan Standar
Pelayanan Farmasi Di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003, Majalah Ilmu
Farmasi, No. 2, Vol. 1: 102-115.
Riduwan, 2009, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung, Alfabeta. Rovers,
J. P., Currie, J. D., Hagel, H. P., Mcdonough, R. P., & Sobotka, J. L.,
editor, 2003, A Practice Guide to Pharmaceutical Care. Ed ke-2,
Washington D.C., American Pharmaceutical Association.
Sarwono, J., 2006, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Yogyakarta, Graha
Ilmu
Siregar, C., 2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori & Terapan, Jakarta, Buku
Kedokteran EGC
13
Slamet, Y., 2008, Pengantar Penelitian Kuantitatif, Surakarta, Lembaga
Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan
Pencetakan UNS (UNS Press).
14