Anda di halaman 1dari 15

PERATURAN PEMERINTAH NO 51

TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

DOSEN PENGAMPU : HIJRAH S . SI., M. KES., APT

DISUSUN OLEH

NAMA : MELI NANDARI PUTRI

NPM : 173110112

KELAS : 6 D

PRODI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TULANG BAWANG

LAMPUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-nya maka kami dapatmenyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul“Peraturan pemerintaha no 51 tentang pekerjaan kefarmasian”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah ETIKA FARMASI DAN PERUNDANG-UNDANGAN. Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih
banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat sayaharapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua yang
membacanya”

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………2

Daftar isi……………………………………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………………. 4

1.2 Tujuan…………………………………………………………………………………………………………………………… 4

BAB II PEKERJAAN KEFARMASIAN

2.1 Definisi Pekerjaan Kefarmasian………………………………………………………………………………………… 5

2.2 Ruang Lingkup Peker jaan Kefarmasian……………………………………………………………………………..6

2,3 Fungsi kefarmasian …………………………………………………………………………………………………………7

2,4 Pasal-pasall tentang tenaga kesehatan…………………………………………………………………………………8

KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………………………… 9

PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………………………………. 10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………11

PENDAHULUAN

Tenaga kefarmasian dibagi menjadi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefamasian
dibagi menjadi apoteker, asisten apoteker, dan ahli madya farmasi.Masing- masing tenaga kefarmasian
maupun tenaga teknis kefarmasian memiliki peranan dan fungsi yang berbeda satu sama lain. Tapi
semua peranan dan fungsi berkaitan dengan dunia farmasi.Semua yang dilakukan tenaga kefarmasian
maupun tenaga teknis kefarmasian diatur dalam Undamg- Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
1963 Tentang Tenaga Kesehatan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Dikutip dari PP 51 tahun 2009-Pekerjaan KefarmasianTenaga kefarmasian : tenaga yang melakukan


pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.

 Apoteker : sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.

 Tenaga teknis kefarmasian : tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga
menengah farmasi/asisten apoteker.Peraturan Menteri Kesehatan nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Tenaga kefarmasian adalah tenaga
yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

B. Macam – macam

Kesehatan Akademi Analisis Farmasi dan Makanan Jurusan Analis Farmasi dan Makanan Politeknik
Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ahli Madya (A.Md.) merupakan
gelar vokasi yang diberikan kepada lulusan program pendidikan (diploma 3. Penyandang Gelar A.Md
memiliki ketrampilan praktis dari pada teoritis. Pada proses belajarnya hampir seluruh mata kuliah pada
program D3 ini memiliki komposisi 30% teori dan 70% praktek. Pengajar pada program D-3 minimum
bergelar S-2.

C. Fungsi tenaga kefarmasian

1. Apoteker

Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009, Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

a. Ada empat bidang pekerjaan dalam kefarmasian, antara lain: Pengadaansediaan farmasi, yakni
aktivitas pengadaan sediaan farmasi yang dilakukan pada fasilitas produksi, distribusi, pelayanan, dan
pengadaan sediaan farmasi sebagaimana yang dimaksud harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian.

b. Produksi sediaan farmasi. Syarat dari sebuah produksi kefarmasian yakni harus memiliki apoteker
penanggung jawab yang bisa dibantu oleh Tenaga TeknisKefarmasian (TTK). Fasilitas produksi meliputi
Industri Farmasi Obat, Industri bahan Baku Obat, Industri Obat Tradisional, dan pabrik kosmetika.
Sedangkan jumlah apoteker penanggung jawab di industri farmasi setidaknya terdiri dari 3 orang, yakni
sebagai pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. Untuk Industri Obat Tradisional dan
kosmetika minimal terdiri dari 1 orang.

c. Distribusi/penyaluran sediaan farmasi. Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
berupa obat harus memiliki seorang apoteker sebagai penanggung jawab yang dapat dibantu oleh
Apoteker Pendamping atau TTK.

d. Pelayanan sediaan farmasi yakniFasilitas Pelayanan Kefarmasian yangberupa Apotik, Instalasi


Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat danPraktek bersama.Adanya pengaturan pekerjaan
kefarmasian yang terbagi dalam empat bidang diatas bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada
pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi serta jasa
kefarmasian. Selain itu juga untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan
pekerjaan kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan
perundang-undangan danmemberikan kepastian hukum bagipasien, masyarakat dan Tenaga
Kefarmasian.
Dalam pekerjaannya, seorang apoteker juga memiliki wewenang, antara lain dapat
menyerahkan Obat Keras, Narkotika dan Psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wewenang apoteker lainnya adalah bila mendirikan
apotek dengan modal bersama pemodal, maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan
sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan. Tidak hanya wewenang saja yang dimiliki oleh seorang
apoteker, namun juga tugas dan kewajiban yang harus dijalani apoteker. Kewajiban tersebut ialah:

a) Wajib mengikuti paradigm pelayanankefarmasian dan perkembangan ilmupengetahuan serta


teknologi.

b) Wajib menyimpan Rahasia Kedokterandan Rahasia Kefarmasian.

c) Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya.

Didalam pekerjaan kefarmasian, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk itu, yakni Tenaga Kefarmasian. Ada dua macam Tenaga Kefarmasian yaitu Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian, seperti Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, SMK
Farmasi atau AA.Seorang Tenaga Kefarmasian harus memiliki aspek legal yang dibutuhkan sebagai
syarat, yakni:

1. Ijasah Apoteker

2. Sertifikat Kompetensi Profesi Apoteker

3. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

4. Surat Ijin (Praktik Apoteker/ KerjaApoteker)

2. Asisten Apoteker

Sedangkan kewajiban Asisten Apoteker Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/X?
2002 adalah sebagai berikut:

 Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat serta melayani penjualan obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter

 Memberi Informasi :
- Yang berkaitan dengan penggunaan/ pemakaian obat yang diserahkan kepada pasien

- Penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional atas permintaan masyarakat

- Informasi yang diberikan harus benar, jelas dan mudah dimengerti serta cara penyampaiannya
disesuaikan dengan kebutuhan, selektif, etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan kepada
pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang hendaknya dihindari selama terapi dan informasi lain
yang diperlukan

 Menghormati hak pasien dan menjaga kerahasian identitas serta data kesehatan pribadi pasien

 Melakukan pengelolaan apotek meliputi:

a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan


penyerahan obat dan bahan obat

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan sediaan farmasi lainnya

c. Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.

3. Ahli madya Farmasi

a. Pelaksana pelayanan kesehatan di bidang farmasi.

b. Pelaksana produksi sediaan farmasi.

c. Pelaksanan pendistribusian dan pemasaran sediaan farmasi.

d. Penyuluh dan sumber informasi kesehatan di bidang farmasi.

e. Pelaksana pengumpulan dan pengolahan data untuk penelitian.

f. Pelaksana pengelolaan obat.

D. Undang- Undang yang menyangkut Tenaga Kefarmasian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TENAGA KESEHATAN

BAB I
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 1

Maksud dan tujuan undang-undang ini ialah untuk menetapkan ketentuan-ketentuan dasar mengenai
Tenaga Kesetan

BAB II

KETENTUAN UMUM

Pasal 2

Yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan dalam undang-undang ini, ialah:

I. Tenaga Kesehatan sarjana, yaitu :

a. dokter;

b. dokter-gigi;

c. apoteker;

d. sarjana-sarjana lain dalam bidang kesehatan;

II. Tenaga Kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah:

a. dibidang farmasi : asisten-apoteker dan sebagainya

b. dibidang kebidanan: bidan dan sebagainya;

c. dibidang perawatan: perawat, physio-terapis dan sebagainya

d. dibidang kesehatan masyarakat : penilik kesehatan, nutrisionis dan lain-lain

e. dibidang-bidang kesehatan lain.

BAB III

SYARAT UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN DOKTER/ DOKTER-GIGI/APOTEKER


Pasal 3

Syarat untuk melakukan pekerjaan sebagai dokter/dokter-gigi ialah:

a. Yang bersangkutan memiliki ijazah dokter/dokter-gigi menurut peraturan yang berlaku;

b. Yang bersangkutan memiliki ijazah dokter/dokter-gigi diluar negeri yang sederajat denganUniversitas
Negara menurut peraturan yang berlaku.

Pasal 4

Syarat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker:

a. Yang bersangkutan memiliki ijazah apoteker menurut peraturan yang berlaku;

b. Yang bersangkutan telah melakukan pekerjaan kefarmasian/ sebagai apoteker menurut undang-
undang yang berlaku;

c. Yang bersangkutan memiliki ijazah apoteker diluar negeri, yang menurut peraturan yang berlaku
dinyatakan sederajat dengan ijazah apoteker di Indonesia.

BAB IV

IZIN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER-GIGI/APOTEKER

Pasal 5

Untuk melakukan pekerjaan, baik pada Pemerintah, pada badan-badan Swasta maupun secara
Swastaperseorangan, tenaga kesehatan yang dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4 harus memperoleh
izin Menteri.

Pasal 6

(1) Pada izin yang dimaksud dalam pasal ditetapkan (tempat), jangka waktu dan syarat-syarat
lain,sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 10 ayat (2), (3) dan (4) Undang- undang
tentangPokok-pokok Kesehatan.
(2) Hal-hal mengenai daerah (tempat), jangka waktu dan syarat-syarat lain yang dimaksud dalam ayat
(1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V

TUGAS PEKERJAAN TENAGA KESEHATAN SARJANA-MUDA, MENENGAH DAN RENDAH

Pasal 7

(1) Tugas pekerjaan tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah ditetapkan berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya.

(2) Pendidikan yang dimaksudkan dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan
Menteri Kesehatan.

Pasal 8

(1) Tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah melakukan pekerjaannya dibawah
pengawasan dokter/dokter-gigi/ apoteker/sarjana lain yang dimaksud pasal 2 nomor 1.

(2) Kepada tenaga kesehatan tertentu dapat diberikan wewenang terbatas untuk
menjalankanpekerjaan tanpa pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 dan 6 berlaku juga untuk melakukan pekerjaan tenaga
kesehatan yang dimaksud dalam ayat (2).

BAB VI

TENAGA PENGOBATAN BERDASARKAN ILMU DAN/ATAU CARA LAIN DARI PADA ILMUKEDOKTERAN

Pasal 9

(1) Menteri Kesehatan memberi bimbingan dan pengawasan kepada mereka yang melakukan usaha-
usaha pengobatan berdasarkan ilmu dan atau cara lain dari pada ilmu kedokteran.
(2) Bimbingan dan pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan-
peraturan pelaksanaan.

BAB VII

BIMBINGAN PEMERINTAH

Pasal 10

Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang tentang Pokok -pokok


Kesehatan(Undang-undang tahun 1960 No. 9; Lembaran-Negara tahun 1960 No. 131), Menteri
Kesehatan mengatur, membimbing dan mengawasi tenaga kesehatan dalam melakukan tugas
pekerjaannya, baikyang dijalankan sebagai perseorangan maupun yang merupakan aktivitas-aktivitas
secara kolektip.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1966 NOMOR 79

PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TENAGA KESEHATAN

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Undang-undang ini menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat khas (spesifik) mengenai petugas-
petugas kesehatan, maka dari itu Undang-undang ini dapat berlaku disamping Undang-undang lain
seperti Undang-undang Pokok Kepegawaian perihal Pegawai Negeri, Undang-undang Wajib kerjaSarjana
mengenai para Sarjana. Undang-undang Wajib Militer mengenai Warga Negara yang harus melakukan
dinas Wajib Militer.

Pasal 2

Tenaga Kesehatan Sarjana, termasuk golongan Sarjana pada umumnya pendidikannya


diselenggarakanoleh Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.Tenaga Kesehatan lainnya
yang bertingkat Sarjana Muda, Menengah dan Rendah (non-akademikus)pendidikannya diselenggarakan
oleh Departemen Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakatdalam bidang Kesehatan. Yang
dimaksud dengan Sarjana Muda adalah tingkatan semi-akademis.

Pasal 3

Ijazah-ijazah dokter, dokter-gigi, apoteker dan Sarjana-sarjana lain ini diatur dalam rangka
pelaksanaanUndang-undang Perguruan Tinggi, yang juga akan mengatur soal-soal gelar, sebutan,
wewenang dansebagainya secara keseluruhan.

Pasal 4

Yang dimaksud pada sub b ialah : assisten-apoteker yang mendapat izin memimpin sebuah
"ApotikDarurat" menurut Undang-undang No. 18 tahun 1959.

Pasal 5

Dengan "melakukan pekerjaan secara swasta perseorangan" dimaksud : "praktek


partikulirdokter/dokter-gigi". Dengan pasal ini Menteri Kesehatan dapat mengetahui keadaan seluruh
tenaga dokter/doktergigi/apoteker dimanapun juga mereka bekerja.

Pasal 6

(1) Menteri Kesehatan memberikan izin dengan memperhatikan kepentingan rakyat dan Negara
(umpamanya distribusi Tenaga Kesehatan secara merata diseluruh wilayah Negara), penetapanjangka
waktu untuk melakukan pekerjaan dokter/dokter-gigi/ apoteker disuatu daerah tidak mengurangi daya
laku wewenang ijazah sebagaimana ditetapkan (diakui) dalam pasal 3 dan 4. Menteri Kesehatan
menetapkan syarat-syarat lain dengan memperhatikan fungsi sosial seorangdokter/dokter-
gigi/apoteker, keadaan fisik (umpamanya tidak buta-tuli, tidak buta-warna) dansebagainya.

(2) Dalam melaksanakan ketentuan dalam ayat (1), Menteri Kesehatan memperhatikan segala sesuatu
mengenai daerah (tempat), jangka waktu syarat-syarat lain yang ditetapkan dengan
PeraturanPemerintah.

Pasal 7

(1) Sebagai contoh tugas pekerjaan tenaga kesehatan dimaksud dalam pasal ini adalah sebagai
berikut:
a. Tugas pekerjaan Tenaga Bidan yang berdasarkan pendidikannya, adalah terutama memberi
pertolongan pada persalinan normal;

b. Tugas pekerjaan Tenaga Kesehatan perawat pada pokoknya adalah merawat penderita sakit dan
membantu dokter dalam hal mengobatinya;

c. Tugas pekerjaan asisten-apoteker adalah melakukan kefarmasian yang terbatas

d. berdasarkan pendidikannya dan membantu pekerjaan apoteker.

(2) Sebutan dari pada Tenaga-tenaga Kesehatan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah atau
Peraturan Menteri.

Pasal 8

(1) Oleh sebab Tenaga Kesehatan bukan Sarjana melakukan pekerjaan dibawah pengawasan atasan-
atasan yang bersangkutan, maka pertanggungan-jawab medis dari pada pekerjaannyaterletak pada
atasan-atasan tersebut.

(2) Adalah suatu kenyataan, bahwa didaerah-daerah dimana tidak ada seorang dokter, maka
TenagaKesehatan non-akademis tertentu melakukan pekerjaannya dengan memikul pertanggungan-
jawab sepenuhnya. Agar kenyataan ini dapat dikuasai sebaik-baiknya, maka ditetapkan disini bahwa
TenagaKesehatan non-akademis tersebut perlu diberi wewenang yang terbatas.

(3) Cukup jelas.

Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah :

Berorientasi kepada pasien

Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal)

Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai dan memberi informasi bila
diperlukan Bersifat aktif, dengan memberi masukan kepada dokter sebelum pengobatan dimulai, atau
menerbitkan buletin informasi obat atau pengobatan Bertanggung jawab atas semua saran atau
tindakan yang dilakukan Menjadi mitra dan pendamping dokter.Dalam sistem pelayanan kesehatan
pada konteks farmasi klinik, farmasis adalah ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan
evalusi pengobatan dan memberikan rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga
kesehatan lain. Farmasis merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat
yang aman, tepat dan cost effective.

V. Macam – Macam Aktivitas Farmasi Klinik

Walaupun ada sedikit variasi di berbagai negara, pada prinsipnya aktivitas farmasi klinik meliputi :

1. Pemantauan pengobatan.

Hal ini dilakukan dengan menganalisis terapi, memberikan advis kepada praktisi kesehatan tentang
kebenaran pengobatan, dan memberikan pelayanan kefarmasian pada pasien secara langsung

2. Seleksi obat.

Aktivitas ini dilakukan dengan bekerja sama dengan dokter dan pemegang kebijakan di bidang obat
dalam penyusunan formularium obat atau daftar obat yang digunakan.

3. Pemberian informasi obat.

Farmasis bertanggug-jawab mencari informasi dan melakukan evaluasi literatur ilmiah secara kritis, dan
kemudian mengatur pelayanan informasi obat untuk praktisi pelayanan kesehatan dan pasien

4. Penyiapan dan peracikan obat.

Farmasis bertugas menyiapkan dan meracik obat sesuai dengan standar dan kebutuhan pasien

5. Penelitian dan studi penggunaan obat.

Kegiatan farmasi klinik antara lain meliputi studi penggunaan obat, farmakoepidemio- logi,
farmakovigilansi, dan farmakoekonomi.

6. Therapeutic drug monitoring (TDM).

Farmasi klinik bertugas menjalankan pemantauan kadar oba

7. Uji klinik.

Farmasis juga terlibat dalam perencanaan dan evaluasi obat, serta berpartisipasi dalam uji klinik.

8. Pendidikan dan pelatihan, terkait dengan pelayanan kefarmasian


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tenaga kefarmasian : tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian.

 Apoteker : sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.

 Tenaga teknis kefarmasian : tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga
menengah farmasi/asisten apoteker.

 Asisten Apoteker yang dimuat dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002
adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.

 Ahli Madya (A.Md.) merupakan gelar vokasi yang diberikan kepada lulusan program pendidikan
(diploma 3.

 Peranan tenaga kefarmasian berkaitan dengan dunia kefarmasian.

 Undang-Undang yang mengatur tentang Tenaga Kefarmasian tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun
1963 Tentang Tenaga Kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.armuhcrb.ac.id/akademik/kompetensi.html(Peranan Ahli Madya Farmasi)

http://www.aptfi.or.id/wp-content/uploads/2009/03/pp-51-2009.pdf

Undang-undang RI No.23 tahun 1992 tentangkesehatan

SK MenKes RI No.347/MenKes/SK/VII/1990 tentangobatwajibapotek No.1

Dipiro, L. and Michael, L., 2002, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Appleton & Lange,
Stamford””

Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley. P.C., (1998). Pharmaceutical Care Practice. New York

Anda mungkin juga menyukai