Anda di halaman 1dari 14

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran
penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang
sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain
pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu membentuk Pusat Kesehatan
Masyarakat (PUSKESMAS). Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan
yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu. Puskesmas sebagai salah
satu organisasi fungsional pusat pengembangan masyarakat yang memberikan pelayanan promotif
(peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan).

Obat merupakan komponen dasar suatu pelayanan kesehatan. Dengan pemberian obat, penyakit
yang diderita oleh pasien dapat diukur tingkat kesembuhannya. Selain itu obat merupakan
kebutuhan pokok masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang hasil yang diperoleh dari
pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan baik
puskesmas, rumah sakit maupun poliklinik. Obat merupakan komponen utama dalam intervensi
mengatasi masalah kesehatan, maka pengadaan obat dalam pelayanan kesehatan juga merupakan
indikator untuk mengukur tercapainya efektifitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.

Menurut Ansel (1989), obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat dipakai dalam
diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati dan mencegah penyakit pada manusia atau hewan.
Menurut Tjay dan Rahardja (2003), obat merupakan semua zat kimiawi, hewani maupun nabati
dalam dosis yang layak menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya.

Dari segi farmakologi obat didefinisikan sebagai substansi yang digunakan untuk pencegahan dan
pengobatan baik pada manusia maupun pada hewan. Obat merupakan faktor penunjang dalam
komponen yang sangat strategis dalam pelayanan kesehatan.

Upaya pengobatan di puskesmas merupakan segala bentuk kegiatan pelayanan pengobatan yang
diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk menghilangkan penyakit dan gejalanya yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara yang khusus untuk keperluan tersebut (Anonim,
1992).

Menurut Anief (2003), obat dibedakan atas 7 golongan yaitu:

1. Obat tradisional yaitu obat yang berasal dari bahan-bahan tumbuh-tumbuhan, mineral dan
sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang usaha pengobatannya berdasarkan
pengalaman.
2. Obat jadi yaitu obat dalam kemasan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep,
tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan F.I (Farmakope
Indonesia) atau buku lain.

3. Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang
dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.

4. Obat baru yaitu obat yang terdiri dari zat yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat misalnya
lapisan, pengisi, pelarut serta pembantu atau komponen lain yang belum dikenal sehingga khasiat
dan keamanannya.

5. Obat esensial yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yang meliputi diagnosa, prifilaksi terapi dan rehabilitasi.

6. Obat generik berlogo yaitu obat yang tercantum dalam DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional) dan
mutunya terjamin karena produksi sesuai dengan persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan.

7. Obat wajib apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di
apotek.

2. Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah
kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Puskesmas adalah salah satu organisasi pelayanan
kesehatan yang pada dasarnya adalah organisasi jasa pelayanan umum. Oleh karenanya, puskesmas
sebagai pelayanan masyarakat perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai dengan
harapan pasien, selain diharapkan memberikan pelayanan medis yang bermutu. Ada enam jenis
pelayanan tingkat dasar yang harus dilaksanakan oleh puskesmas yakni, promosi kesehatan,
kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan
penyakit menular dan pengobatan dasar. Pelayanan pengobatan dasar di puskesmas, harus
ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu. Pelayanan kefarmasian meliputi
pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat,
informasi obat dan pencatatan atau penerimaan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana,
sarana, prasarana dan metode tata laksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang
ditetapkan. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk
manusia. Ketersediaan dan kualitas obat harus selalu terjaga sebagai salah satu jaminan terhadap
kualitas layanan pengobatan yang diberikan. Untuk menjaga ketersediaan dankualitas obat di
puskesmas maka perencanaan dan pengadaan harus dikelola dengan baik. Perencanaan kebutuhan
obat merupakan suatu proses memilih jenis dan menetapkan jumlah perkiraan kebutuhan obat
dimana perencanaan merupakan faktor yang sangat menentukan ketersediaan obat-obatan.
Sedangkan pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan. Kegiatan perencanaan
obat di puskesmas meliputi pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah kebutuhan obat dan
peningkatan efisiensi dana. Sementara itu kegiatan dari proses pengadaa obat di puskesmas meliputi
menyusun daftar permintaan obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan, pengajuan permintaan
kebutuhan obat kepada Dinas Kesehatan Dati II/Gudang Obat dengan menggunakan formulir Daftar
Permintaan/Penyerahan Obat, serta penerimaan dan pengecekan jenis dan jumlah obat. Walaupun
regulasi tentang pengadaan obat di puskesmas telah disusun, namun masih ditemukan kejadian
kekosongan obat di puskesmas. Suatu penelitian tentang mutu pelayanan farmasi di kota Padang
menemukan bahwa kurang lebih 80% puskesmas melakukan perencanaan kebutuhan obat belum
sesuai denga kebutuhan sesungguhnya, sehingga terdapat stok obat yang berlebih tapi di lain pihak
terdapat stok obat yang kosong. Selain itu, perencanaan belum mempertimbangkan waktu tunggu,
sisa stok, waktu kekosongan obat serta Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan pola penyakit.
Pengelola obat di puskesmas melakukan permintaan obat dengan hanya memperhitungkan jumlah
pemakaian obat pada periode sebelumnya ditambah dengan 10-30 %, artinya pengelola obat
melakukan permintaan obat tidak pernah menghitung stok optimum yang menjadi dasar permintaan
obat ke gudang farmasi, sehingga kesinambungan ketersediaan jumlah dan jenis obat di puskesmas
tidak terjamin.

3. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas

Adanya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan belum diikuti dengan
pembentukan peraturan perundang-undangan pelaksana namun dalam ketentuan peralihan
disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini. Menteri Kesehatan telah menetapkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis
Pengadaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan, dan untuk mengatur penunjukan atau
penugasan tersebut Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007. Dari kedua peraturan tersebut maka
dapat dijelaskan tahapan kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan dalam tahap
perencanaan dan tahap pengadaan.

1. Perencanaan Obat

Perencanaan dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Dalam merencanakan pengadaan obat
diawali dengan kompilasi data yang disampaikan Puskesmas kemudian oleh instalasi
farmasi kabupaten/kota diolah menjadi rencana kebutuhan obat dengan menggunakan teknik-teknik
tertentu. Tahap-tahap yang dilalui dalam proses perencanaan obat adalah :

a. Tahap pemilihan obat, dimana pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang
tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), dengan harga berpedoman pada penetapan
Menteri.

b. Tahap kompilasi pemakaian obat, untuk memperoleh informasi :

1) Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun.
2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan
kesehatan/puskesmas.

3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota secara periodik.

c. Tahap perhitungan kebutuhan obat, dilakukan dengan :

1) Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun
sebelumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengumpulan dan pengolahan data5, analisa
data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan obat6 dan penyesuaian jumlah
kebutuhan obat dengan alokasi dana.

2) Metode Morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Langkah-
langkah perhitungan metode morbiditas adalah :

a) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umurpenyakit.

b) Menyiapkan data populasi penduduk.

c) Menyediakan data masing-masing penyakit/ tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur
yang ada.

d) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit/ tahun untuk seluruh populasi pada
kelompok umur yang ada.

e) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman
pengobatan yang ada.

f) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang.

d. Tahap proyeksi kebutuhan obat, dengan kegiatan-kegiatan :

1) Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang, dengan mengalikan waktu tunggu
dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok pengaman.

2) Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang akan datang.

3) Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan melakukan analisis ABC-VEN,
menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.

4) Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan melakukan kegiatan :


menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat berdasarkan sumber anggaran;
menghitung persentase anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dan semua sumber.

5) Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan formulir lembar kerja
perencanaan pengadaan obat.

e. Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat

Dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah rencana pengadaan, skala prioritas
masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan
datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana
dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :

1) Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu
:

a) Kelompok A : kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan
dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.

b) Kelompok B : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan
penyerapan dana sekitar 20%.

c) Kelompok C : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan
penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.

2) Analisa VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis
obat pada kesehatan, yaitu :

a) Kelompok V : kelompok obat yang vital antara lain : obat penyelamat, obat untuk pelayanaan
kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.

b) Kelompok E : kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab
penyakit.

c) Kelompok N : kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan
untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.

2. Tahap Pengadaan

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2007 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Atas Pengadaan dan Penyaluran Bahan Obat, Obat Spesifik dan Alat
Kesehatan yang Berfungsi Sebagai Obat, Menteri Kesehatan melakukan pengendalian dan
pengawasan dengan :

a. Menunjuk BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Milik Swasta; atau

b. Menugaskan BUMN yang bergerak di bidang farmasi

Penunjukan atau penugasan ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007. Dalam ketentuan ini dikenal adanya
metoda pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yaitu : metoda pelelangan
umum; metoda pelelangan terbatas; metoda pemilihan langsung; dan metoda penunjukan langsung.
Dan pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka
menjamin ketersediaan obat merupakan salah satu jenis kegiatan pengadaan barang/jasa khusus
sehingga memenuhi kriteria untuk dilaksanakan dengan menggunakan metoda penunjukan
langsung.

Selain pengaturan menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengadaan obat dan perbekalan kesehatan sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar yaitu :

a. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan meliputi kriteria umum dan persyaratan umum. Kriteria
umumnya yaitu obat termasuk dalam daftar obat pelayanan kesehatan dasar (PKD), obat program
kesehatan, obat generic yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih
berlaku, telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari Depkes/Badan POM, batas kadaluwarsa
pada saat diterima oleh panitia penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan kecuali untuk
vaksin dan preparat biologis yang memiliki ketentuan kadaluwarsa tersendiri, memiliki Sertifikat
Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan Nomor Batch masing-masing produk, serta diproduksi oleh
Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang dibutuhkan.
Sementara untuk mutu harus sesuai dengan persyaratan mutu yang tercantum dalam Farmakope
Indonesia edisi terakhir dan persyaratan lain sesuai peraturan yang berlaku serta adanya
pemeriksaan mutu (Quality Control) oleh industri farmasi selaku penanggung jawab mutu obat hasil
produksinya.

b. Persyaratan pemasok , yaitu :

1) Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku.

2) Harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan
Obat Yang Baik) bagi masing-masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan.

3) Harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat.

4) Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi tidak
sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian.

5) Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa kontrak.

c. Penilaian dokumen data teknis meliputi : kebenaran dan keabsahan Surat Ijin Edar (Nomor
Registrasi) tiap produk yang ditawarkan, terdapat fotokopi sertifikat CPOB untuk masing-masing
jenis sediaan yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dari Industri Farmasi, terdapat Surat
Dukungan dari Industri Farmasi untuk obat yang diproduksi dalam negeri yang ditandatangani oleh
pejabat berwenang dari Industri Farmasi (asli), terdapat Surat Dukungan dari sole agent untuk obat
yang tidak diproduksi di dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari sole
agent (asli), terdapat Surat Pernyataan bersedia menyediakan obat dengan masa kadaluarsa minimal
24 (dua puluh empat) bulan sejak diterima oleh panitia penerimaan, serta Surat Keterangan
(referensi) pekerjaan dari Instansi Pemerintah/swasta untuk pengadaan obat.

d. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat dan perbekalan kesehatan ditetapkan
berdasarkan hasil analisa dari data sisa stok dengan memperhatikan tingkat kecukupan obat dan
perbekalan kesehatan, jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran,
kapasitas sarana penyimpanan, dan waktu tunggu.
e. Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan system VEN dengan memperhatikan nama
obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan, obat yang sudah dan belum diterima.

f. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh panitia penerima
yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi. Pemeriksaan ini dilakukan secara organoleptik,
dan khusus untuk pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal
kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch terhadap obat yang diterima.

RINGKASAN
Pengelolaan Sediaan Farmasi di Puskesmas
Pengelolaan Obat di Puskesmas
1. Pengadaan dan Penerimaan
Pengadaan obat di puskesmas di lakukan dengan melakukan permintaan obat menggunakan
formulir laporan pemakaian lembar permintaan obat (LPLPO).
Setiap penyerahan obat oleh UPOPPK, kepada puskesmas dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk
itu.
Pelaksanaan fungsi pengendaliaan distribusi obat kepada puskesmas membantu dan sub unit
kesehatan lainnya merupakan tanggung jawab Kepala Puskesmas induk. Petugas penerimaan obat
wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti,
jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi doumen (LPLPO) dan ditanda tangani oleh
petugas penerima/diketahui Kepala Puskesmas. Bila tidak memnuhi syarat petugas penerima dapat
mengajukan keberatan.
2. Penyimpanan
Penyimpan di Puskesmas, obat-obatan yang sering digunakan disimpan di tempat terbuka
sehingga pada saat pengemasan obat lebih cepat dan mudah. Secara keseluruhan, penyimpanan
obat dilakukan dengan cara obat disusun secara alfabetis, obat dirotasi dengan
system FIFO dan FEFO, obat disimpan pada rak, obat yang disimpan pada lantai harus diletakkan
diatas palet, tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk, cairan harus dipisahkan dari
padatan, sera/vaksin/suppositoria disimpan dilemari pendingin.

3. Pendistribusian
Penyaluran atau pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara
merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan seperti Sub Unit
Pelayanan Kesehatan di lingkungan puskesmas (Kamar Obat, Laboratorium), Puskesmas Pembantu,
Puskesmas Keliling, Posyandu, dan Polindes.
4. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan dengan cara menulis pengeluaran obat di kartu stok obat dan setiap
obat yang ada di resep di rekap ke buku bantu harian untuk dijumlah dan dimasukan ke LPLPO.
Pelaporan dilakukan secara periodic, setiap awal bulan. Untuk puskesmas yang mendapatkan
distribusi setiap bulan LPLPO dikirim setiap awal bulan.

5. Pemesanan Obat
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing puskesmas diajukan
oleh kepala puskesmas kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO.
Kegiatan dalam pemesanan obat :
i) Permintaan Rutin
Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
masing-masing Puskesmas.
ii) Permintaan Khusus

Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila kebutuhan meningkat.

Pengelolaan Obat Di Puskesmas


Pengelolaan obat di Puskesmas meliputi :

contoh LPLPO

1. Pemesanan Obat
Pemesanan obat atau Permintaan obat untuk mendukung pelayanan farmasi di masing-masing
puskesmas diajukan oleh pengelola obat di puskesmas yang disetujui oleh kepala puskesmas
kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO. Pemesanan obat
berdasarkan rencana kebutuhan obat tahunan yang sudah dilaporkan sebelumnya kepada
Dinkes untuk meminimalisir penggunaan obat yang tidak bertanggung jawab.
Kegiatan dalam pemesanan obat :
i) Permintaan Rutin
Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
masing-masing Puskesmas (bisa sebulan, dua bulan atau 3 bulan sekali)
ii) Permintaan Khusus
Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila kebutuhan meningkat, misal adanya wabah
endemik atau adanya bencana alam.
2. Pengadaan dan Penerimaan
Pengadaan obat di puskesmas di lakukan dengan melakukan permintaan obat menggunakan
formulir laporan pemakaian lembar permintaan obat (LPLPO).
Setiap penyerahan obat oleh UPOPPK (ada beberapa kabupaten yang masih menggunakan
Gudang Farmasi), kepada puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Pelaksanaan
fungsi pengendaliaan distribusi obat kepada puskesmas membantu dan sub unit kesehatan
lainnya merupakan tanggung jawab Kepala Puskesmas induk. Petugas penerimaan obat wajib
melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti,
jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi doumen (LPLPO) dan ditanda tangani oleh
petugas penerima/diketahui Kepala Puskesmas. Bila tidak memnuhi syarat petugas penerima
dapat mengajukan keberatan.
Dengan adanya Permenkes No 19 Tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) memungkinkan Puskesmas untuk melakukan pengadaan obat
sendiri dengan menggunakan dana JKN tersebut, untuk mekanismenya silahkan kunjungi saja
website resminya di http://www.jkn.kemkes.go.id
3. Penyimpanan
Penyimpan obat di Puskesmas setelah menerima dropping dari Dinkes (unit Gudang Farmasi),
obat-obatan yang sering digunakan disimpan di tempat terbuka sehingga pada saat
pengemasan obat lebih cepat dan mudah. Secara keseluruhan, penyimpanan obat dilakukan
dengan cara obat disusun secara alfabetis atau bisa dengan cara pengelompokkan kelas terapi.
Obat dirotasi dengan system FIFO dan FEFO, obat disimpan pada rak, obat yang disimpan
pada lantai harus diletakkan diatas palet, tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan
petunjuk, cairan harus dipisahkan dari padatan, serum/vaksin/suppositoria disimpan dilemari
pendingin.
4. Pendistribusian
Penyaluran atau pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara
merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan seperti Sub
Unit Pelayanan Kesehatan di lingkungan puskesmas (Kamar Obat, Laboratorium), Puskesmas
Pembantu, Puskesmas Keliling, Posyandu, dan Polindes/PKD setelah unit-unit tersebut
melakukan permintaan sesuai dengan LPLPO dari unit bersangkutan ke Puskesmas induk.
5. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan dengan cara menulis pengeluaran obat di kartu stok obat atau secara
komputerisasi dan setiap obat yang ada di resep di rekap ke buku bantu harian untuk dijumlah
dan dimasukan ke LPLPO.
Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap awal bulan. Untuk puskesmas yang mendapatkan
distribusi setiap bulan LPLPO dikirim setiap awal bulan.

Pengelolaan Obat
Pengelolaan obat adalah rangkaian kegiatan puskesmas yang menyangkut aspek
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan obat.

Tujuan pengelolaan obat di puskesmas adalah terlaksananya optimalisasi penggunaan


obat melalui peningkatan efektifitas dan efesiensi pengelolaan obat dan penggunaan
obat secara tepat dan rasional.

1. Perencanaan Kebutuhan Obat

Perencanaan kebutuhan obat adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan
menentukan jumlah dan jenis obat dalam rangka pengadaan.

Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan :

a. Jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan

b. Menghindari terjadinya kekosongan obat.

c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional

d. Meningkatkan efesiensi penggunaan obat

Perencanaan obat di puskesmas dilakukan setiap triwulan agar memudahkan petugas


kesehatan dalam menganalisa obat yang masih banyak dan sedikit.

Kegiatan pokok dalam perencanaan kebutuhan obat adalah sebagai berikut :

a. Seleksi atau perkiraan kebutuhan terdiri dari :

1) Memilih jenis obat yang dibutuhkan

Jenis obat yang dibutuhkan disusun berdasarkan usulan Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota dengan mengacu kepada Kepres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman
pengadaan barang dan jasa Pemerintah dan Kep. Menkes RI No.
676/Menkes/SK/V/2005 tentang pedoman umum pengadaan obat esensial pelayanan
kesehatan dasar (Depkes RI, 2005).

Kriteria pemilihan obat idealnya dilakukan setelah mengetahui gambaran pola


penyakit diwilayah kerja masing-masing dan karakteristik pasien yang dilayani.
Selanjutnya informasi yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antara lain : 1)
obat atau daftar obat yang tersedia, 2) masalah logistik, 3) harga obat, 4) pola
penggunaan obat.

Proses memilih jenis obat, ada yang dilakukan oleh petugas, ada yang dilakukan oleh
suatu komite yang khusus dibentuk untuk melaksanakan pemilihan obat.

2) Menentukan jumlah obat yang dibutuhkan

Menentukan jumlah obat yang diperlukan data dan informasi lengkap, akurat dan
dapat dipercaya. Metode untuk penyusunan perkiraan kebutuhan obat ditiap unit
pelayanan kesehatan lazimnya menggunakan metode konsumsi dan metode
epidemiologi.

a) Metode Konsumsi

Metode konsumsi yaitu metode perencanaan yang didasarkan atas analisa data
konsumsi perbekalan farmasi pada tahun sebelumnya. Langkah pelaksanaan metode
ini adalah : (1) pengumpulan dan pengolahan data, yang diabil dari pencatatan dan
pelaporan informasi baik kartu stok, buku penerimaan dan pengeluaran serta catatan
harian penggunaan obat maupun sumber data obat kadaluarsa, hilang penerimaan dan
pengeluaran obat selama satu tahun dan lead time (jangka waktu tunggu) (2) analisa
data untuk informasi dan evaluasi yaitu untuk melihat lebih mendalam pola
penggunaan perbekalan farmasi yang dapat dilakukan dengan menganalisa data
konsumsi tahun sebelumnya. Hasil analisa inilah yang dapat digunakan sebagai
panduan perencaan perbekalan obat tahun berikutnya. (3) perhitungan perkiraan
kebutuhan obat yaitu (a) pemakaian nyata pertahun ; jumah obat yang dikeluarkan
dengan kecukupan untuk jangka waktu 1 tahun, (b) pemakaian rata-rata perbulan ;
jumlah obat dikeluarkan dengan kecukupan untuk jangka waktu 1 bulan (c)
kekurangan jumlah obat ; jumlah obat sesungguhnya dibutuhkan selama satu tahun.
(d) menghitung obat yang akan datang.

Kelebihan metode konsumsi adalah metode yang paling mudah, tidak memerlukan
data epidemiologi maupun standar pengobatan, bila data konsumsi lengkap dan
kebutuhan dan kebutuhan relatif konstan maka kemungkinan kekurangan dan obat
sangat kecil.

Kekurangan metode konsumsi adalah data obat dan data jumlah kunjungan pasien
yang dapat diandalkan mungkin sulit diperoleh, tidak dapat dijadikan dasar dalam
mengkaji penggunaan obat dan tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok
obat lebih dari 3 bulan, obat yang berlebih atau adanya kehilangan (Depkes RI, 2009)

b) Metode Epidemiologi

Metode epidemiologi yaitu metode perencanaan berdasarkan pada data kunjungan,


frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang ada langkah-langkah pelaksanaan
metode ini adalah sebagai berikut : (1) pengumpulan dan pengolahan data yaitu
menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani, menentukan jumlah kunjungan
kasus berdasarkan frekuensi penyakit. (2) menyediakan pedoman standar pengobatan
yang digunakan untuk perencanaan, (3) menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan
obat, (4) penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.

Kelebihan metode epidemiologi adalah perkiraan kebutuhan obat yang mendekati


kebenaran, dapat digunakan pada program-program yang baru, standar pengobatan
dapat mendukung usaha perbaikan pola penggunaan obat.

Kekurangan metode epidemiologi adalah membutuhkan waktu dan tenaga yang


terampil, data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan terdapat
penyakit yang termasuk dalam daftar tidak melapor, memerlukan sistem pencatatan
dan pelaporan dan variasi obat terlalu luas.

2. Pengadaan Obat

Pengadaan obat adalah suatu proses untuk pengadaan obat yang dibutuhkan di unit
pelayanan kesehatan. Tujuannya adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah
yang tepat dengan mutu yang tinggi dan dapat diperoleh pada jangka waktu yang
tepat.

Pengadaan adalah suatu siklus yang memerlukan langkah-langkah yaitu :

a) Memilih metode pengadaan obat

b) Memilih pemasok dan dokumen kontrak

c) Pemantauan status pesanan

d) Penerimaan dan pemeriksaan obat

3. Penyimpanan Obat

Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengaman dengan cara menempatkan obat-
obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman. Tujuan penyimpanan obat-
obatan adalah untuk:

a) Memelihara mutu obat, dengan memperhatikan.

1) Penataan ruang gudang

2) Ruangan kering (tidak lembab)

3) Ada ventilasi

4) Lantai dari legel atau semen dan apabila tidak ada lemari atau rak untuk obat atau
tempat obat tidak cukup maka obat diletakkan dilantai yang diberi alas papan.

5) Pemindahan harus hati-hati

6) Golongan antibiotic harus dalam wadah tertutup dan terhidar dari cahaya matahari
7) Vaksin dan serum dalam wadah tertutup terhindar cahaya matahari dan disimpan
dalam lemari es.

b) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab

1) Mempunyai ruang khusus atau gudang obat dan pelayanan obat

2) Mempunyai pintu yang lengkap dengan kunci

3) Khusus untuk narkotika

c) Memudahkan pencarian dan pengawasan

1) Pengaturan obat dikelompokkan bentuk sediaan, disusun menurut abjad dengan


nama generic

2) Penyusunan obat dengan memperhatikan kadaluarsa atau cara penyusunan First in


First out (FIFO) (Dep Kes RI, 2009).

4. Pendistribusian Obat

Distribusi obat adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan
peneriamaan obat-obatan yang bermutu dari gudang obat secara merata dan teratur
dan dapat diperoleh pada saat dibutuhkan. Tujuannya adalah terjaminnya mutu dan
keabsahan obat serta ketepatan, kerasionalan dan efisiensi penggunaan obat.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pendistribusian adalah ketepatan, kecepatan,


keamanan, sarana fasilitas. Puskesmas mendistribusikan kebutuhan obat untuk
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan unit-unit pelayanan kesehatan lainnya
(Dep Kes RI, 2009).

Pendistribusian obat berguna untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan


kesehatan antara lain: (1) Sub unit pelayanan lingkungan puskesmas seperti kamar
obat, laboratorium. (2) Puskesmas Pembantu. (3) Puskesmas Keliling. (4) Posyandu.

Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara: (1) Gudang obat menyerahkan obat
dan diterima di unit pelayanan, (2) Obat diserahkan bersama-sama dengan formulir
LPLPO (Dep Kes RI, 2004).

5. Pengawasan Obat

Pengawasan merupakan fungsi terakhir dari manajemen yang berkaitan erat dengan
fungsi perencanaan, melalui pengawasan standar keberhasilan program yang
dituangkan dalam bentuk, target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu
dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai (Hasibuan, 2003)

Sedangkan pengawasan obat adalah untuk menjamin keadaan obat yang ada,
baik pencatatan dan pelaporannya dari dank e unit-unit yang ada.
Adapun tujuan pengawasan adalah untuk menjamin agar kebijaksanaan organisasi
yang telah ditetepkan dapat terlaksana dengan baik.

Langkah-langkah pengawasan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a) Pengawasan langsung dilakukan berdasarkan pertimbangan dan laporan yang


diterima, yang berisi masalah-masalah untuk mengamati perkembangan rencana
sebelum untuk menguji kebenaran laporan.

b) Pengawasan tidak langsung dilaksanakan berdasarkan pemeriksaan laporan tenteng

perkembangan pelaksanaan rencana.

6. Pelayanan dan Pencatatan Obat

a. Sasaran pokok pencatatan obat di puskesmas :

6. 1) Terlaksananya tertib administrasi dan pengelolaan obat

2) Tersedianya data yang akurat dan tepat waktu

3) Tersedianya data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian oleh unit yang
lebih tinggi

b. Macam macam format pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas dan sub
unit pelayanan kesehatan :

1) Kartu stock obat

2) Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat ( LPLPO )

3) Buku catatan harian penerimaan dan pemakaian obat

4) Buku catatan harian penerimaan resep

5) Laporan obat rusak / Daluarsa

6) Surat pernyataan obat hilang (Anonim, 2011).

Anda mungkin juga menyukai