Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

DI APOTEK KIMIA FARMA 188 BANJARMASIN


Tanggal 10 AGUSTUS 05 SEPTEMBER 2015

DISUSUN OLEH:

ANALISA
EKA RASMITA
MUHAMMAD MUHAJIR
MUTIA AUDINA
SITI LULU

NIM. 13.11.4101.48401.0.010
NIM. 13.11.4101.48401.0.023
NIM. 13.11.4101.48401.0.050
NIM. 13.11.4101.48401.0.051
NIM. 13.11.4101.48401.0.082

AKADEMI FARMASI - ISFI BANJARMASIN


2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) tentang
pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma.
Laporan Praktik Kerja Lapangan ini dikerjakan atas dasar setelah selesainya
kegiatan praktik kerja lapangan yang dilaksanakan penyusun selama 4 minggu,
dimulai dari tanggal 10 Agustus 2015 sampai tanggal 05 September 2015 di
Apotek Kimia Farma 188 Banjarmasin.
Penyelesaian Laporan Pengantar Praktik Kerja Lapangan ini tidak lepas dari
dukungan, bantuan dan doa dari orang tua, keluarga, rekan, dan teman-teman yang
telah mendukung dan meluangkan waktu untuk ikut berpartisipasi, oleh karena itu
pada kesempatan ini penyusun tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Yugo Susanto, S.Si., M.Pd., Apt selaku Direktur dan dosen pembimbing
internal di Akademi Farmasi-ISFI Banjarmasin.
2. Drs. Herry Setyanto, Apt selaku Business Manager PT. Kimia Farma yang
telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan kegiatan
PKL di Apotek Kimia Farma 188 Banjarmasin.
3. Fajar Muhaimin, S.Farm., Apt selaku Apoteker Apotek Kimia Farma 188
4.
5.
6.
7.
8.

Banjarmasin yang membimbing kami selama kegiatan PKL berlangsung.


Eka Kumalasari, S.Farm., Apt selaku koordinator PKL apotek.
Seluruh Karyawan dan Staf Apotek Kimia Farma 188 Banjarmasin.
Seluruh dosen Akademi Farmasi-ISFI Banjarmasin.
Rekan-rekan Praktik Kerja Lapangan serta rekan satu angkatan.
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu, yang telah
banyak membantu kami dalam hal material dan spiritual dalam pelaksanaan
PKL dan dalam menyelesaikan penyusunan laporan ini.
Penyusun berharap Praktik Kerja Lapangan ini dapat membuahkan hasil

yang baik dan bermanfaat sehingga dapat menjadi panduan dalam menghadapi
persaingan di lingkungan kerja yang semakin penuh tantangan di masa yang akan
datang. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak

terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Semoga Laporan PKL ini dapat


bermanfaat bagi semua pihak.

Banjarmasin, Agustus 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ......................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

ii

KATA PENGANTAR .....................................................................................

iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

viii

DAFTAR SINGKATAN ...............................................................................

ix

BAB I

PENDAHULUAN .......................................................................

1.1 Maksud dan Tujuan ...............................................................

1.2 Istilah- istilah .........................................................................

TINJAUAN UMUM ...................................................................

10

2.1 Sejarah Apotek Kimia Farma 188 .........................................

10

2.2 Visi dan Misi Apotek Kimia Farma 188 ................................

11

2.3 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 188 ......................

12

2.4 Pengelolaan Sedian Farmasi & Perbekalan Kesehatan .........

13

BAB II

2.4.1 Obat Bebas,

BAB III

Bebas Terbatas, Keras dan Wajib

Apotek ........................................................................

13

a. Perencanaan .........................................................

13

b. Pengadaan ............................................................

14

c. Penerimaan dan Pemeriksaan Barang ..................

16

d. Penyimpanan ........................................................

16

2.4.2 Psikotropika dan Narkotika ........................................

19

a. Perencanaan .........................................................

19

b. Pengadaan ............................................................

19

c. Penerimaan dan Pemeriksaan ...............................

20

d. Penyimpanan ........................................................

20

e. Pelaporan ..............................................................

22

2.4.3 Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak . .

22

2.4.4 Pelayanan Resep dan Pelayanan Informasi Obat .......

24

PEMBAHASAN .........................................................................

27

3.1 Perencanaan Obat Apotek Kimia Farma 188 ........................

27

3.2 Pengadaan dan Penerimaan Obat Apotek Kimia Farma


188 ........................................................................................

28

3.3 Penyimpanan Obat Apotek Kimia Farma 188 .......................

30

3.4 Pelayanan Obat Apotek Kimia Farma 188 ............................

32

3.5 Pelayanan Informasi Obat Apotek Kimia Farma 188 ...........

35

3.6 Pelaporan Obat Apotek Kimia Farma 188 ............................

35

PENUTUP ....................................................................................

37

4.1 Kesimpulan ............................................................................

37

4.2 Saran ......................................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

39

LAMPIRAN ...................................................................................................

41

BAB IV

a. Hal-hal yang Berhubungan dengan Apotek Kimia Farma 188 ............


b. Studi Kasus ................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

55

LAMPIRAN 1 : Struktur

Organisasi

Apotek

Kimia Farma 188

Banjarmasin ....................................................................

42

LAMPIRAN 2 : Alur Pelayanan Resep di Apotek Kima Farma 188


Banjarmasin.....................................................................

43

LAMPIRAN 3 : Contoh Surat Pesanan Psikotropika ...............................

44

LAMPIRAN 4 : Contoh Surat Pesanan Narkotika ...................................

45

LAMPIRAN 5 : Contoh Bon Obat Antar Outlet .......................................

46

LAMPIRAN 6 : Contoh Kartu Stok..........................................................

47

LAMPIRAN 7 : Contoh Kuitansi Pembayaran Resep ..............................

48

LAMPIRAN 8 : Contoh Etiket Putih dan Etiket Biru ..............................

48

LAMPIRAN 9 : Contoh Copy Resep .......................................................

49

LAMPIRAN 10 : Bangunan Kimia Farma 188 Banjarmasin......................

50

LAMPIRAN 11 : Melayani Pasien .............................................................

50

LAMPIRAN 12 : Swalayan Farmasi dan Alkes .........................................

51

LAMPIRAN 13 : Penyimpanan Obat Generik (Sediaan Tablet dan Salep)


dan Obat Paten Sediaan Tetes..........................................

52

LAMPIRAN 14 : Penyimpanan Obat Produksi PT. Kimia Farma dan


Pareto A .........................................................................

52

LAMPIRAN 15 : Penyimpanan Obat Paten dan Obat Generik Sediaan


Sirup ................................................................................

53

LAMPIRAN 16 : Penyimpanan Obat didalam Kulkas ...............................

53

LAMPIRAN 17 : Penyimpanan Obat Psikotropika dan Narkotika ............

54

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 : Struktur Organisasi Berdasarkan Tingkat Profesi ...........

12

GAMBAR 2.2 : Struktur Organisasi Berdasarkan Manejerial ...................

13

GAMBAR 3.1 : Alur

Pengadaan Obat Apotek

Kimia Farma 188

Banjarmasin ....................................................................

28

GAMBAR 3.2 : SOP Peracikan Obat di Apotek Kimia Farma 188 ..........

34

DAFTAR SINGKATAN

AA

: Asisten Apoteker

APA

: Apoteker Pengelola Apotek

BM

: Business Manager

BPOM

: Badan Pengawas Obat dan Makanan

FEFO

: First Expired First Out

FIFO

: First In First Out

ISFI

: Insan Farmasi Indonesia

KIS

: Kimia Farma Information System

LIFO

: Last In First Out

OTC

: Over The Counter

OWA

: Obat Wajib Apotek

PBF

: Pedagang Besar Farmasi

PKL

: Praktik Kerja Lapangan

SP

: Surat Pesanan

SIA

: Surat Izin Apotek

SIK

: Surat Izin Kerja

SPG

: Sales Promotion Girl

TTK

: Tenaga Teknis Kefarmasian

UPDS

: Upaya Pengobatan Diri Sendi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud dan Tujuan


Kesehatan sebagai keadaan atau kondisi dinamis yang sifatnya
multidimensional yang merupakan hasil dari adaptasi seseorang terhadap
lingkungannya. Kesehatan merupakan sumber untuk kehidupan dan ada
dalam berbagai tingkatan. Banyak orang yang menikmati suatu kondisi
sehat walau orang lain mungkin memandang kondisinya tersebut sebagai
kondisi yang tidak sehat (McKenzie, dkk., 2007). Paradigma tersebut

tergantung masing-masing gaya hidup seseorang, yang pasti sebagai


manusia harus selalu menjaga kesehatan baik jasmani maupun rohani.
Menjaga kesehatan itu perlu agar tubuh selalu sehat jasmani dan
rohani akan tetapi tidak selamanya seseorang tersebut selalu berada dalam
keadaan sehat, ada kalanya seseorang mengalami keadaan sakit. Berbagai
cara dilakukan agar seseorang dapat kembali menjadi sehat. Salah satu cara
yang dilakukan masyarakat pada umumnya adalah dengan memeriksakan
diri ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti praktik dokter, klinik, rumah
sakit, puskesmas, atau melakukan swamedikasi dengan datang langsung ke
apotek atau toko obat untuk membeli obat.
Apotek merupakan suatu tempat tertentu atau tempat dilakukannya
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, serta perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah sebagai tempat
pengabdian diri Apoteker dan Asisten Apoteker yang telah mengucap
sumpah jabatan, juga sebagai sarana dilakukannya pekerjaan kefarmasian
untuk melakukan peracikan, perubahan bentuk, pencampuran dan
penyerahan

yang

disertai

dengan

pharmaceutical

care.

Sistem

pharmaceutical care tersebut memiliki tujuan agar seorang Ahli Madya


Farmasi mempunyai kompetensi lebih dalam bentuk penjelasan tentang
obat, sehingga mampu memberikan informasi penggunaan obat yang tepat
kepada pasien.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di apotek bagi mahasiswa dan
mahasiswi DIII Farmasi merupakan sarana pendidikan dan pembekalan bagi
calon Ahli Madya Farmasi agar memiliki gambaran mengenai kondisi dan
situasi yang nyata pada pengelolaan apotek dengan segala permasalahan
yang akan dihadapi mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
pelaporan, dan pelayanan yang menjamin kualitas dan informasi obat
sampai ke tangan pasien, sehingga mahasiswa memiliki tambahan
pengetahuan dan pengalaman secara nyata tentang kegiatan di apotek.
Adapun tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di apotek adalah:

1. Mendidik dan melatih mahasiswa calon Ahli Madya Farmasi agar lebih
kompeten di dunia kerja.
2. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis mahasiswa calon
Ahli Madya Farmasi dalam menjalankan profesinya dengan penuh
amanah di unit pelayanan apotek.
3. Menjalin kerjasama dan komunikasi dengan apotek dalam bidang
pendidikan dan pelatihan.
1.2 Istilah Istilah
1. Alat Kesehatan
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah instrumen,
aparatus, mesin, dan/ atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan
kesehatan

pada

manusia

dan/

atau

membentuk

struktur

dan

memperbaiki fungsi tubuh.


2. Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker.

3. Apoteker
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
4. Daluwarsa
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979 adalah waktu yang
menunjukkan batas terakhir obat masih memenuhi syarat baku.
Daluwarsa dinyatakan dalam bulan dan tahun. Daluwarsa harus
dicantumkan pada etiket.
5. Emulsi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 adalah sistem dua
fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam
bentuk tetesan kecil.
6. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah sarana


yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan
Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi.
7. Fasilitas Kefarmasian
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah sarana
yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
8. Fasilitas Kesehatan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah sarana
yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
9. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah sarana
yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu
apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau
praktek bersama.
10. Kapsul
Kapsul adalah bentuk sediaan padat yang terbungkus dalam suatu
cangkang keras atau lunak yang dapat larut (Syamsuni, 2006).
11. Larutan
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 adalah sediaan cair
yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut.
12. Narkotika
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
13. Nomor Bets/ Nomor Lot
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 adalah
penandaan yang terdiri dari angka atau huruf atau gabungan keduanya,
yang merupakan tanda pengenal suatu bets, yang memungkinkan
penelusuran kembali riwayat lengkap pembuatan bets tersebut,
termasuk seluruh tahap produksi, pengawasan dan distribusi.
14. Obat
Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 adalah bahan atau paduan
bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi

atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka


penetapan

diagnosis,

pencegahan,

penyembuhan,

pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.


15. Obat Bebas
Obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak membahayakan bagi si
pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan, diberi tanda lingkaran
bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam (Syamsuni, 2006).
16. Obat Bebas Terbatas
Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam bungkus
aslinya dari produsen/ pabriknya dan diberi tanda lingkaran bulat
berwarna biru dengan garis tepi hitam serta diberikan tanda peringatan
(P No.1 s/d P No.6) (Syamsuni, 2006).
17. Obat Esensial
Obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat
terbanyak dan tercantum dalam daftar obat esensial (DOEN) yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Syamsuni, 2006).
18. Obat Keras
Obat beracun yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan,
mendesinfeksikandan lain-lain tubuh manusia; obat berada baik dalam
substansi atau tidak (Joenoes, 2001).
19. Obat Jadi
Obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, tablet,
pil, kapsul, supositoria, cairan, salep atau bentuk lainnya yang
mempunyai teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau buku resmi
lain yang ditetapkan pemerintah (Syamsuni, 2006).
20. Obat Paten
Obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat
yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang
memproduksinya (Syamsuni, 2006).
21. Obat Generik
Obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope ndonesia
dan Internasional Nonproprietary Name (INN) untuk zat beerkhasiat
yang dikandungnya (Bogadenta, 2012).
22. Obat Wajib Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347 Tahun 1990 adalah


obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di
Apotek
23. Pedagang Besar Farmasi
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
24. Pekerjaan Kefarmasian
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusi atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
25. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Menurut Keputusan Menkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004
merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
26. Perbekalan Kesehatan
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah semua bahan
dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
27. Psikotropika
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku.
28. Resep
Suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan yang
diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan dan atau
membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni,
2006).
29. Salep

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979 adalah sediaan


setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.
30. Sediaan Farmasi
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah obat, bahan
obat, obat tradisional dan kosmetika.
31. Serbuk
Adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan
untuk pemakaian oral/ dalam atau untuk pemakaian luar (Syamsuni,
2006).
32. Standar Kefarmasian
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah pedoman
untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi,
distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.
33. Standar Profesi
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah pedoman
untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara baik.
34. Standar Prosedur Operasional
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah prosedur
tertulis berupa petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.
35. Supositoria
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 adalah sediaan
padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektum,
vagina, atau uretra; umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu
tubuh.
36. Suspensi
Sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus
yang terdispersi ke dalam fase cair (Syamsuni, 2006).
37. Tablet
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 adalah sediaan
padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

38. Tenaga Kefarmasian


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah tenaga
yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.
39. Tenaga Teknis Kefarmasian

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 adalah tenaga


yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian,
yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi,
dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker.
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Sejarah Apotek Kimia Farma 188
Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia
yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1817. Nama
perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp &
Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di
masa awal kemerdekaan pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia
melakukan

peleburan

sejumlah

perusahaan

farmasi

menjadi

PNF

(Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada


tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi
Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT. Kimia
Farma (Persero).
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT. Kimia Farma (Persero) kembali
mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan
perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan
Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama
Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun,
Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan
kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan
kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya
pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
Di dalam Kimia Farma, terdapat Business Manager (BM) dan Apotek
Pelayanan. Business Manager (BM) membawahi beberapa Apotek

11

Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Business Manager

(BM)

bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi


apotek pelayanan yang berada di bawahnya.
Sejarah khusus tentang Apotek Kimia Farma 188 atau Apotek Kimia
Farma S. Parman terletak di Jl. Letjan S. Parman No.42 Banjarmasin, yang
berdiri pada tanggal 24 September 2001. Apotek Kimia Farma 188 awalnya
dipimpin oleh Drs. Tejo Sumartono, Apt, kemudian dilanjutkan oleh Drs. Tri
Mulyanto, Apt. Setelah beberapa tahun kemudian dipimpin oleh Drs. Zainal
Arifin, Apt, dan digantikan oleh Wahyu Dwi Purnomo, S.Si., Apt,
selanjutnya dipimpin oleh Drs. Alfian, Apt, lalu digantikan oleh Marlini
Alianita, S.Si., Apt., dan sampai saat ini dipimpin oleh Fajar Muhaimin,
S.Farm., Apt.
2.2 Visi dan Misi Apotek Kimia Farma 188
Visi:
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan
mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
Misi:
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui:
1) Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek,
klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.
2) Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk principal.
3) Pengambangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya
(Fee-Based Income).
4) Berbekal budaya perusahaan tersebut, Perseroan telah berhasil
menemukan inti sari budaya perusahaan yang merupakan nilai-nilai inti
Perusahaan (corporates value) yaitu I C A R E yang menjadi acuan/
pedoman bagi Perseroan dalam menjalankan usahanya, untuk berkarya
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat luas. Berikut
adalah nilai-nilai inti (corporates values) Perseroan, yaitu: I CARE
a. Innovative, budaya berpikir out of the box, smart, dan kreatif untuk
membangun produk unggulan.
b. Customer First, mengutamakan pelanggan sebagai mitra kerja.

12

c. Accountability, dengan senantiasa bertanggung jawab atas amanah


yang dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh
profesionalisme, integritas dan kerja sama.
d. Responsibility, memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat
waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan, serta senantiasa berusaha
untuk tegar dan bijaksana dalam menghadapi setiap masalah.
e. Eco-Friendly, menciptakan dan menyediakan baik produk maupun
jasa layanan yang ramah lingkungan.
2.3 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 188
Struktur organisasi Apotek Kimia Farma 188 terbagi 2 macam, yaitu:
1) Berdasarkan Profesi
Struktur organisasi apotek berdasarkan tingkat profesi yaitu
dipimpin oleh seorang Apoteker dan dibantu dengan beberapa Asisten
Apoteker (AA) untuk melaksanakan seluruh kegiatan kefarmasian di
apotek.
APOTEKER
ASISTEN
APOTEKER

ASISTEN
APOTEKER

ASISTEN
APOTEKER

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Berdasarkan Tingkat Profesi

2) Berdasarkan Manajerial
Struktur organisasi apotek berdasarkan manajerial yaitu Apoteker
berperan sebagai Manajer yang bertanggung jawab untuk mengelola
Apotek, sedangkan Asisten Apoteker bertugas untuk mengelola
administrasi dan peracikan, serta swalayan farmasi yang dapat dikelola
oleh AA maupun non AA.

Manajer Apotek
Pelayanan
(Apoteker)

13

Swalayan Farmasi
(AA/ non AA)

Administrasi

Peracikan/
Pelayanan Farmasi
(AA)

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Berdasarkan Manejerial

2.4 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan


2.4.1
Obat Bebas, Bebas Terbatas, Keras dan Wajib Apotek
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan yang meliputi pemilihan jenis,
jumlah

dan

harga

dalam

rangka

pengadaan

dengan

tujuan

mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan


anggaran,

serta

menghindari

kekosongan

obat

(Hartini

dan

Sulasmono, 2012).
Perencanaan dan penentuan perbekalan farmasi yang akan dibeli
baik nama barang dan banyaknya berdasarkan buku defekta yang
berasal dari data penjualan bebas, bagian peracikan maupun kartu stok
yang ada digudang. Dokumen yang diperlukan adalah daftar
kebutuhan obat yang harus dibeli. Kemudian mencari dan menemukan
penyalur masing-masing obat yang dilengkapi nama, alamat, nomor
telepon penyalur, penentuan waktu dan frekuensi pembelian.
Mengadakan

perundingan

dengan

beberapa

penyalur

untuk

merundingkan persyaratan jenis, mutu barang yang diperlukan,


persyaratan harga dan potongan potongan yang diperoleh, persyaratan
pengiriman barang, persyaratan waktu pembayaran (Rosita, dkk.,
2013).
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu
diperhatikan faktor-faktor antara lain pola penyakit, kemampuan
masyarakat dan budaya masyarakat sekitar lingkungan (Depkes RI,
2007).
Dalam perencanaan pengadaan ini, ada empat metode yang
sering dipakai yaitu:

14

1. Metode epidemiologi, yaitu prediksi perencanaan berdasarkan pola


penyebaran penyakit yang terjadi dalam masyarakat sekitar.
2. Metode konsumsi, yaitu perencanaan berdasarkan data penggunaan
barang sebelumnya, selanjutnya data tersebut dikelompokkan
dalam kelompok fast moving (cepat beredar) dan slow moving
(lambar beredar).
3. Metode Kombinasi, yaitu gabungan dari metode epidemiologi dan
metode konsumsi. Perencanaan berdasarkan penggunaan barang
sebelumnya disesuaikan dengan pola penyebaran penyakit.
4. Metode just in time, yaitu perencanaan dilakukan saat obat
dibutuhkan dan obat yang ada di apotek dalam jumlah terbatas.
Perencanaan ini untuk obat-obat yang jarang dipakai atau
diresepkan dan harganya mahal serta memiliki waktu kadaluarsa
yang pendek (Hartini dan Sulasmono, 2012).
b. Pengadaan
Pengadaan adalah kegiatan yang meliputi

perencanaan

pengadaan, pelaksanaan pemantauan status pesanan, pemeriksaan


penerimaan dan pemeliharaan mutu obat.
Metode-metode pengadaan obat, yaitu:
1. Tender terbuka, untuk semua rekanan

yang

terdaftar,

menguntungkan, perlu staf kuat, waktu dan perhatian yang lama.


2. Tender terbatas (lelang tertutup), rekanan tertentu yang punya
riwayat baik, harga dapat dikendalikan, tenaga dan beban lebih
hemat.
3. Pembelian dengan tawar-menawar, item sedikit dan tidak urgent,
pendekatan langsung.
4. Pengadaan langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia,
harga tertentu, agak mahal.
Pengadaan juga dapat dilihat dari sumbernya:
1. Pengadaan jumlah terbatas:

Order barang terbatas

Modal terbatas

Kecepatan aliran barang

Stock Obat

15

Keberadaan PBF dalam kota (Lead time Cepat)


2. Pengadaan secara berencana:

Order berdasarkan waktu tertentu

Order berdasarkan periode musim tertentu

Keberadaan PBF di luar kota (Lead time Lama)

3. Pengadaan secara spekulatif:

Kemungkinan kenaikan harga

Bonus yang ditawarkan

Harus diperhatikan, yaitu modal yang dimiliki dan kecepatan aliran


barang
4. Konsinyasi:

Produk yang masih dalam tahap promosi.

Bentuk pembayaran.
Pengadaan sediaan farmasi di apotek dapat langsung dari pabrik

farmasi, pedagang besar farmasi (PBF) maupun apotek lain. Sediaan


farmasi berupa golongan obat bebas dapat pula dibeli di toko obat
berizin. Semua pembelian harus dengan faktur pembelian resmi.
Pengadaan obat dilakukan oleh apotek dengan menuliskan sediaan
farmasi yang dibutuhkan pada blanko Surat Pesanan yang ditanda
tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek.
Disiapkan surat pesanan rangkap tiga untuk dikirim kepada
penyalur, petugas gudang dan arsip pembelian. Surat pesanan ini
berisi antara lain: tanggal, nama perusahaan, nama pemesanan, nomor
surat penegasan atau surat keputusan apoteker pengelola apotek
c.

dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek (Rosita, dkk., 2013).


Penerimaan dan Pemeriksaan Barang
Penerimaan barang dilakukan setelah adanya surat pesanan
dikirim ke PBF dan PBF mengirimkan barang bersama faktur sesuai
dengan surat pesenan apotek. Barang yang diterima harus diperikasa
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian atau petugas lain bila perlu
disaksikan oleh petugas pembelian dengan melakukan pemeriksaan:

16

1. Mencocokkan surat pengiriman barang, faktur, dengan surat


pemesanan barang.
2. Mencocokkan surat pengiriman barang dan faktur dengan barangbarang yang nyata-nyata dikirim, baik terhadap nama barang,
kemasan, jumlah serta pemeriksaan terhadap kadaluarsa (Rosita,
dkk., 2013).
d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat
yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan baik yang dapat
merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan obat, yaitu:
1. Memelihara mutu barang,
2. Menjaga kelangsungan persedian,
3. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
4. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
Kegiatan penyimpanan obat:
1. Pengaturan tata ruang
Pertimbangan dalam menentukan tata ruang adalah:
a)
b)
c)
d)

Kemudahan dalam bergerak arus barang,


Sirkulasi udara yang baik,
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet,
Kondisi penyimpanan khusus untuk vaksin, narkotika dan

alkohol atau zat yang mudah terbakar (Bogadenta, 2012).


2. Penyusunan stok obat
Pengaturan stok obat dilakukan dengan langkahlangkah
sebagai berikut:
a) Penerapan prinsip FIFO, FEFO, dan LIFO dalam penyimpanan
dan pengeluaran barang.
b) Penyimpanan khusus untuk narkotika dalam lemari terkunci,
vaksin dalam lemari pendingin, alkohol dan zat-zat yang
mudah terbakar dalam ruangan terpisah.
c) Obat yang mempunyai batas kadaluarsa disimpan dan
dikeluarkan terlebih dahulu bagi obat yang mendekati habis
waktu kadaluarsanya.

17

d) Pallet digunakan untuk menyimpan obat dalam kemasan besar.


e) Obat berbentuk sirup dan cairan diletakan pada rak/lemari
yang paling bawah.
f) Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi
(Bogadenta, 2012).
3. Pencatatan stok obat
Fungsi pencatatan kartu stok adalah untuk mencatat mutasi
obat dan alat bantu untuk menyusun laporan, perencanan,
pengadaan, distribusi, pengendalian persediaan dan sebagai
pembanding terhadap keadaan fisik dalam tempat penyimpanan
(Bogadenta, 2012).
4. Pengamanan mutu obat
Mutu obat merupakan salah satu kenapa dibutuhkan
pengelolaan penyimpanan gudang yang baik karena agar sediaan
farmasi dan obat tersebut dapat terjamin atau terjaga kualitasnya.
Secara teknis kriteria mutu obat mencakup:
a) Identity, jaminan mengenai isi kandungan obat yang benar.
b) Kemurniaan, jaminan bahwa di dalam sediaan tersebut tidak
terdapat bahan

tambahan yang berbahaya

atau dapat

menganggu stabilitas obat.


c) Potensi, jaminan bahwa potensi obat harus tetap sama untuk
setiap dosis yang tertera pada label.
d) Keseragaman, jaminan secara fisik, bentuk obat, warna,
konsistensi, ukuran tabel, kapsul, krim, dan ciran, sebaiknya
seragam antara satu dengan obat lain.
e) Ketersediaan hayati, jaminan bahwa setiap obat yanng
dibelanjakan harus memiliki ketersediaan hayati sesuai dengan
standar dari farmakope (Bogadenta, 2012).
Tahap penyimpanan barang:
a) Petugas gudang mencatat seluruh penerimaan barang hari itu
dalam buku buku harian penerimaan barang.
b) Mencatat semua surat poengiriman barang ke kartu stok.
c) Menyimpan barang sesuai dengan jenis dan sifat barang.
d) Barang tertentu disimpan di tempat terpisah, misalnya :
1) Narkotika, disimpan di lemari terkunci.
2) Serum, vaksin di lemari pendingin.

18

3) Bahan yang mudah terbakar di tempat tersendiri (Rosita,


dkk., 2013).
Apoteker pengelola Apotek mengatur resep yang telah
dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut peneriman resep.
Resep harus disimpan sekurang-kurangnya selama 3 tahun. Resep
yang disimpan melebihi jangka 3 tahun dapat dimusnahkan. Resep
yang mengandung narkotika dipisahkan dari resep lainnya dan
ditandai garis merah dibawah nama obatnya. Pada pemusnahan resep
harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah
ditentukan, disebutkan hari dan tanggal pemusnahan, tanggal awal dan
akhir resep, serta berat resep yang dimusnahkan oleh Apoteker
pengelola Apotek bersama-sama sekurang-kurangnya seorang asisten
apoteker (Bogadenta, 2012).
a.

2.4.2
Psikotropika dan Narkotika
Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan yang meliputi pemilihan jenis,
jumlah

dan

harga

dalam

rangka

pengadaan

dengan

tujuan

mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan


anggaran,

serta

menghindari

kekosongan

obat

(Hartini

dan

Sulasmono, 2012).
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu
diperhatikan faktor-faktor antara lain pola penyakit, kemampuan
masyarakat dan budaya masyarakat sekitar lingkungan (Depkes RI,
b.

2007).
Pengadaan
Pengadaan

adalah

kegiatan

yang

meliputi

perencanaan

pengadaan, pelaksanaan pemantauan status pesanan, pemeriksaan


penerimaan dan pemeliharaan mutu obat.
Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan
tertulis menggunakan Surat Pesanan Narkotika kepada Pedagang
Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. Surat Pesanan
narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama
jelas, nomor SIK, SIA dan stempel apotek. Satu surat pesanan terdiri

19

dari rangkap empat dan satu surat pesanan hanya dapat untuk
memesan satu jenis obat narkotika.
Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan
pemesanan obat lainnya yakni dengan surat pemesanan yang sudah
ditandatangani oleh APA yang dikirim ke pedagang besar farmasi
(PBF). Pemesanan psikotropika memerlukan surat pemesanan khusus
dan dapat dipesan apotek dari PBF atau pabrik obat. Satu lembar surat
pesanan psikotropika dapat terdiri lebih dari satu jenis obat
c.

psikotropika.
Penerimaan dan Pemeriksaan Barang
Penerimaan barang dilakukan setelah adanya surat pesanan
dikirim ke PBF dan PBF mengirimkan barang bersama faktur sesuai
dengan surat pesenan apotek. Barang yang diterima harus diperikasa
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian atau petugas lain bila perlu
disaksikan oleh petugas pembelian dengan melakukan pemeriksaan:
1. Mencocokkan surat pengiriman barang, faktur, dengan surat
pemesanan barang.
2. Mencocokkan surat pengiriman barang dan faktur dengan barangbarang yang nyata-nyata dikirim, baik terhadap nama barang,
kemasan, jumlah serta pemeriksaan terhadap kadaluarsa (Rosita,

d.

dkk., 2013).
Penyimpanan
Penyimpanan psikotropika dan narkotika memerlukan perlakuan
khusus yaitu disimpan pada lemari khusus terpisah dengan obat
lainnya, yang bentuk dan ukuran lemarinya sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Narkotika di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai
ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam peraturan
perundang-undangan No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 5 tentang Tata
Cara Penyimpanan Narkotika. Dalam peraturan tersebut, apotek harus
memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika. Sedangkan
pasal 6 peraturan Menteri Kesehatan RI No. 29/Menkes/Per/X/1978
dinyatakan bahwa:

20

1) Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus,


sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 Menteri Kesehatan RI
No. 28/Menkes/Per/I/1978.
2) Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang
selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
3) Anak kunci lemari khusus dikuasai penganggung jawab atau
pegawai lain yang dikuasakan.
4) Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat
oleh umum. Tempat khusus ini harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a) Seluruhnya harus dibuat dari kayu atau bahan lain yang kuat
dengan ukuran 40 x 80 x 100 cm.
b) Harus mempunyai kunci yang kuat.
c) Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan.
Bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin,
petidine, dan garam-garamnya, serta persediaan narkotika.
Sedangkan, bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan
narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
d) Lemari tersebut harus menempel pada tembok atau lantai
(Bogadenta, 2012).
Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah
dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut peneriman resep.
Resep harus disimpan sekurang-kurangnya selama 3 tahun. Resep
yang disimpan melebihi jangka 3 tahun dapat dimusnahkan. Resep
yang mengandung narkotika dipisahkan dari resep lainnya dan
ditandai garis merah dibawah nama obatnya. Pada pemusnahan resep
harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah
ditentukan, disebutkan hari dan tanggal pemusnahan, tanggal awal dan
akhir resep, serta berat resep yang dimusnahkan oleh Apoteker
pengelola Apotek bersama-sama sekurang-kurangnya seorang asisten
apoteker (Bogadenta, 2012).
e.

Pelaporan
Laporan penggunaan psikotropika dan narkotika setiap bulannya
dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Dinas Kesehatan

21

Provinsi, Badan POM Provinsi, dan untuk arsip apotek. Laporan harus
ditandatangani

oleh

Apoteker

Pengelola

Apotek

dengan

mencantumkan SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek, kemudian


dikirimkan selambat-lambatnya tanggal 10 tiap bulannya.
Laporan bulanan psikotropika dan narkotika berisi nomor urut,
nama sediaan, satuan, jumlah pada awal bulan, pemasukan,
pengeluaran, dan persediaan akhir bulan serta keterangan. Khusus
untuk penggunaan codein, petidine, dll dilaporkan dalam lembar
tersendiri disertai dengan nama dan alamat pasien serta nama dan
2.4.3

alamat dokter (Bogadenta, 2012).


Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak
Kadaluarsa obat adalah berakhirnya batas aktif dari obat yang

memungkinkan obat menjadi kurang aktif atau menjadi toksik (beracun).


Kadaluarsa obat juga diartikan sebagai batas waktu dimana produsen obat
menyatakan bahwa suatu produk dijamin stabil dan mengandung kadar zat
sesuai dengan yang tercantum dalam kemasannya pada penyimpanan
sesuai dengan anjuran. Penanganan obat rusak atau kadaluarsa bertujuan
untuk melindungi pasien dari efek samping penggunaan obat rusak atau
kadaluarsa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.922/Menkes/Per/X/1993 pasal 12 ayat (2), obat dan perbekalan farmasi
lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang
digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam, atau
dengan cara lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal (Bogadenta,
2012).
Daluarsa dinyatakan dalam bulan dan tahun harus dicantumkan
dalam etiket. Pengelolaan daluarsa dan obat rusak, yaitu:
a. Mengumpulkan obat-obatan yang rusak dan daluarsa.
b. Catat jenis dan jumlah obat yang rusak atau daluarsa tersebut pada
kolom pengeluaran.
c. Isi format laporan.
d. Kirim obat yang rusak/ daluarsa bersama-sama laporan ke Dinas
Kesehatan Kota.

22

Sedangkan manfaat informasi laporan obat rusak atau daluarsa,


antara lain:
a Untuk memperbaharui catatan mutasi obat dalam kartu stok pada satuan
kerja yang melaporkan dan menerima kembali obat rusak/ daluarsa.
b Untuk mengetahui persediaan obat yang betul-betul dapat dipakai.
c Sebagai informasi awal untuk menulusuri penyebab kerusakan obat.
Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak
pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan atau tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, daluarsa, atau
tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan
atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib
dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu
7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara pemusnahan tersebut
memuat:
1. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.
2. Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek.
3. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek
tersebut.
4. Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan.
5. Cara pemusnahan.
6. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.
Pemusnahan narkotika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9, pemegang izin khusus, apoteker pimpinan
apotek, atau dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat berita
acara pemusnahan paling sedikit rangkap tiga. Berita acara pemusnahan
memuat :
1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.
2. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek, atau dokter
pemilik narkotika.
3. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari
perusahaan atau badan tersebut.
4. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
5. Cara pemusnahan.
6. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokter
pemilik narkotika, dan saksi-saksi.
7. Berita acara tersebut harus dikirimkan kepada :
a. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
b. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat (Depkes RI, 1997).

23

2.4.4

Pelayanan Resep dan Pelayanan Informasi Obat


Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah

Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/2004 meliputi:


1. Pelayanan resep
a. Skrining resep
1) Persyaratan administratif, seperti nama, SIK dan alamat dokter;
tanggal penulisan resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan
berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang
diminta, cara pemakaian yang jelas, informasi lainnya.
2) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.\
3) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain.
b. Penyiapan obat
1) Peracikan yang merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang,
mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah.
2) Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3) Kemasan obat yang diserahkan harus rapi dan cocok sehingga
terjaga kualitasnya.
4) Penyerahan obat pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara jumlah obat dengan resep dan
penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian
informasi obat kepada pasien.
5) Apoteker memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah di
mengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.
Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas yang harus dilakukan dan dihindari serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
6) Apoteker harus memberikan konseling kepada pasien sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama
ditujukan untuk pasien penyakit kronis (hipertensi, diabetes
melitus, TBC, asma, dan lain-lain).
7) Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat.

24

2. Promosi dan edukasi


Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang ingin
melakukan upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit
yang ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan ini. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur,
poster, penyuluhan dan lain-lain.
3. Pelayanan residensial (home care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan penyakit kronis. Untuk
kegiatan ini, apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien
4.

(medication record).
Pelayanan resep mengandung narkotika
a. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani
sama sekali.
b. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum
dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi
salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep aslinya.
c. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh
dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah
tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika (Depkes
RI, 1976).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1

Perencanaan Obat Apotek Kimia Farma 188


Perencanaan obat di Apotek Kimia Farma 188, dilakukan dengan
metode kombinasi antara metode epidemiologi dan metode konsumsi oleh
Apoteker Pengelola Apotek bekerja sama dengan Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) dengan cara:

28

1. Defecta, yaitu berdasarkan obat maupun barang yang telah atau hampir
habis ketersediaannya di apotek dan dilakukan 1 kali dalam seminggu
dan juga berdasarkan defecta cito. Data defecta dibuat oleh masingmasing TTK yang memiliki tanggung jawab pada setiap rak,
2. History / pareto, yaitu berdasarkan transaksi penjualan sebelumnya,
3. Iklan dan promosi, yaitu berdasarkan produk baru dan sedang gencar di
berbagai media,
4. Kejadian Luar Biasa (KLB), yaitu berdasarkan adanya kejadian luar
biasa, yang membuat obat banyak diperlukan, dan
5. Pola penyakit, yaitu berdasarkan penyakit yang sering terjadi pada
musim tertentu, hal ini juga dapat di lihat dari data-data yang sesuai,
contohnya data Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS) atau data Obat
Bebas (HV).
Setiap item obat yang ada di rak mempunyai kartu stok yang digunakan
untuk informasi sisa persediaan item obat tersebut. Kartu stok harus ditulis
setiap ada pengurangan ataupun penambahan obat sehingga dapat langsung
diketahui jumlah sisa obat dengan menuliskan tanggal, nomor resep, dan
jumlah obat yang diambil ataupun ditambahkan.
Selain memakai kartu stok, jumlah persediaan dapat dilihat di sistem
komputerisasi Kimia Farma yaitu KIS (Kimia Farma Informasi System).
Untuk barang bebas HV / OTC (Over The Counter) juga dapat dilihat di
KIS. Setelah mengetahui jumlah sisa persediaan maka akan dicatat di buku
3.2

defecta dan dilakukan pemesanan.


Pengadaan dan Penerimaan Obat Apotek Kimia Farma 188
Pengadaan obat di Apotek Kimia Farma 188 dilakukan dengan cara
pengadaan langsung yaitu:

Droping dari Apotek Kimia Farma 61 Veteran.


Pemesanan ke Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Droping antar outlet, droping ke outlet lain ini dilakukan jika terdesak
stok di outlet habis.
Kemudian di Apotek Kimia Farma 188 juga dilakukan pengadaan

yang bersumber dari konsinyasi.


Alur pengadaan Apotek Kimia Farma 188 dapat dilihat pada gambar
3.1.

29

STOK BARANG
FAKTUR

APOTEK
ANALISIS
OBAT DAN
JUMLAH
OBAT
YANG
DIBELI

PENGADAAN BM
BPBA

DROPING

GUDANG

SURAT
PESANAN
FAKTUR & BARANG

Gambar 3.1 Alur Pengadaan Obat Apotek Kimia Farma 188 Banjarmasin

Dari beberapa cara dalam metode perencanaan yang digunakan di


Apotek Kimia Farma 188, kemudian dilakukan pemesanan yaitu pesanan
reguler dengan cara membuat Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA).
BPBA biasanya dibuat pada hari Senin atau Selasa, setelah BPBA dibuat
barang akan dipesan. BPBA dikirim ke bagian pengadaan yang ada di BM
melalui e-mail. Kemudian bagian pengadaan akan memastikan barang yang
ada di BPBA ada di gudang, dan jika ada maka hari Rabu sore barang
datang. Namun, jika barangnya tidak ada maka akan dipesankan ke PBF
bersangkutan yang menyediakan barang tersebut dan akan datang ke outlet
pada hari Kamis.
Selain itu juga ada pesanan cito dengan cara yang sama seperti
pesanan reguler tetapi dibuat pada hari Senin lalu dikirim dan pada hari
Senin juga barang harus datang ke outlet dengan jumlah barang yang
bersangkutan maksimal 60 item. Cara yang lain untuk pesanan cito yaitu
jika dalam resep terdapat persediaan obatnya kosong atau kurang jumlahnya
tetapi di outlet kimia farma lain ada, maka obat dapat langsung diambil di
apotek tersebut.

PBF

30

Sedangkan obat-obat psikotropika dan narkotika dipesan langsung ke


PBF. Pemesanan tetap dilakukan oleh bagian pengadaan yang ada di
Business Manager (BM). Namun disertai dengan surat pesanan (SP) dari
outlet Kimia Farma yang memesan obat tersebut. Surat pesanan untuk
golongan obat tersebut sebanyak 4 rangkap, dimana 1 rangkap ditujukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, 1 rangkap ditujukan
kepada Kepala BPOM Provinsi Kalimantan Selatan, 1 rangkap ditujukan ke
PBF Kimia Farma, dan terakhir 1 rangkap sebagai arsip apotek. Tetapi, yang
membedakan antara SP psikotropika dan narkotika adalah SP psikotropika
boleh memuat lebih dari satu item obat setiap SP, dengan syarat dengan PBF
yang sama, sedangkan SP narkotika hanya boleh memuat satu item obat
setiap SP.
Barang yang datang dari gudang akan tiba di outlet. Outlet menerima
barang dari PBF, kemudian faktur di scan untuk dikirim ke bagian
pengadaan di BM. Outlet hanya bertanggung jawab menerima barang
sedangkan untuk memasukkan stok ataupun masalah penagihan akan
dilakukan oleh bagian pengadaan di BM. Apotek Kimia Farma 188 biasanya
akan melakukan penolakan barang, misalnya keterlambatan pengantaran
karena pada hari Kamis, pengantaran hanya sampai dengan pukul 14.00
Penolakan juga dilakukan jika barang yang datang tidak sesuai dengan
BPBA dan untuk barang dengan expire date kurang dari 1 tahun, misalnya
jumlah barang yang lebih dari yang dipesan atau jika barang yang datang
tidak ada di BPBA.
Memasukkan stok obat dilakukan dengan sistem komputerisasi secara
online. Bagian pengadaan yang ada di BM akan melakukan update stok
maupun harga obat secara online.
3.3

Penyimpanan Obat Apotek Kimia Farma 188


Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 188 dibagi menjadi
beberapa bagian (rak sendiri) yang mengacu pada GPP (Good Pharmacist
Practice), yaitu:

31

1. Obat-obatan

yang

disimpan

khusus,

misalnya

seperti

sediaan

suppositoria, injeksi yang tidak stabil pada suhu ruangan, vaksin, dan
sebagainya harus disimpan di dalam kulkas.
2. Obat-obatan pareto A ditempatkan dalam rak tersendiri dan tersusun
berdasarkan abjad.
3. Obat-obatan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus
yang terbuat dari kayu yang kuat, serta mempunyai kunci yang kuat dan
tersusun berdasarkan abjad.
4. Obat generik tersimpan pada rak tersendiri dan tersusun berdasarkan
abjad.
5. Obat-obat produksi PT. Kimia Farma diletakkan pada rak sendiri dan
tersusun berdasarkan abjad.
6. Sediaan sirup, salep, krim, lotion, aerosol, drop, dan vitamin tersimpan
pada rak khusus dan tersusun berdasarkan abjad.
7. Obat-obatan paten lainnya tersimpan berdasarkan abjad, dan ada yang
tersusun secara farmakologi, misalnya golongan Antibiotik, Antidiabetes,
Kolesterol, Hipertensi, Analgetik, Vitamin, dan lain-lain.
8. Obat untuk racikan diletakkan pada rak tersendiri dan tersusun
berdasarkan abjad.
9. Pada swalayan farmasi obat-obatan tersusun secara farmakologi.
Penyusunan obat menggunakan prinsip FIFO (first in first out) dan
FEFO (first expired first out), yaitu obat yang diterima lebih awal juga harus
digunakan lebih awal karena tanggal kadaluarsanya berbeda. Pengontrolan
untuk obat-obat yang terdapat di apotek yang mendekati expired date
dibedakan dengan menambahkan tanda menggunakan stiker berwarna
merah muda, jingga, hijau muda, dan hijau pada masing-masing kotak
obatnya, dimana warna-warna obat tersebut mewakili tahun expired date
dari obat didalamnya. Sedangkan untuk obat-obat atau multivitamin dengan
kategori slow moving sebelum masa expired date akan dicairkan dengan
cara diletakkan pada tempat yang mudah dilihat pasien dengan memberikan
diskon atau ditawarkan kepada Apotek Kimia Farma yang lain dimana obat
atau multivitamin tersebut bisa fast moving, sehingga dapat mencegah
terjadinya kehilangan modal yang dapat menimbulkan kerugian bagi apotek.

32

Sedangkan penyimpanan obat didalam gudang menggunakan prinsip


yang sama dengan penyimpanan obat diluar, yaitu berdasarkan farmakologi,
golongan obat, bentuk sediaan dan obat-obat pareto serta FIFO dan FEFO
namun belum berdasarkan urutan abjad atau alfabetis. Ruangan untuk
penyimpanan obat digudang Apotek Kimia Farma cukup luas sehingga
seharusnya obat dapat disusun rapi dan terkendali pengelolaannya oleh
petugas agar mutu obat juga dapat dipastikan terjaga.
Apabila terdapat obat-obat atau perbekalan farmasi lain yang
kemasannya rusak saat diterima akan dikembalikan ke PBF yang
bersangkutan, kemudian PBF akan mengirimkan gantinya. Apotek Kimia
Farma 188 juga menyediakan alat-alat kesehatan serta beberapa produk
penunjang kesehatan, seperti suplemen makanan, susu, dan lainnya,
sehingga dengan sistem swalayan ini dapat memudahkan pelanggan dalam
memilih dan membeli produk sesuai dengan kebutuhannya.
3.4

Pelayanan Obat Apotek Kimia Farma 188


Apotek Kimia Farma 188 melayani pasien 24 jam. Pelayanan obat di
apotek Kimia Farma 188 terdiri dari 4 macam, yaitu:
1. Pelayanan obat bebas
Alur pelayanan obat non resep (Obat Bebas) yaitu pasien datang
dan dilayani langsung oleh petugas Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
maupun Apoteker secara langsung dengan konsultasi pemilihan obat.
Pasien dapat membeli obat tanpa resep dokter dengan syarat obat jenis
HV atau OTC (Over The Counter).
2. Pelayanan obat tanpa resep dokter / UPDS (Upaya Pengobatan Diri
Sendiri).
Pelayanan obat ini dilakukan atas permintaan langsung dari pasien,
biasanya terdiri dari obat-obat wajib apotek (OWA) yang dapat diberikan
tanpa resep dokter. Apoteker atau TTK terlebih dahulu bertanya kepada
pasien mengenai keluhan yang dirasakan, kemudian memberikan
beberapa pilihan obat yang bisa digunakan. Setelah pasien setuju dan
menyelesaikan pembayarannya obat disiapkan, kemudian diserahkan.
3. Pelayanan obat resep dokter dengan pembayaran tunai
Pelayanan obat atas resep tunai dilakukan sebagai berikut:

33

a) Pasien datang dengan memberikan resep,


b) Dicek kelengkapan resep,
c) Kemudian menghitung dan mengkonfirmasikan harga obat kepada
pasien,
d) Setelah pasien membayar harga obat yang disetujui, resep diberi
nomor dan kasir menyerahkan struk kepada pasien sebagai bukti
pembayaran,
e) Kasir menyerahkan resep kepada TTK untuk menyiapkan barang atau
obat yang diminta dalam resep,
f) Setelah obat disiapkan dan diberi etiket, TTK memeriksa kembali
kesesuaian obat dengan resep,
g) Obat diserahkan oleh TTK dan diberikan informasi dosis, cara
pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan.
4. Pelayanan obat resep dokter dengan pembayaran kredit
Pelayanan obat resep dokter dengan pembayaran kredit untuk
pelayanan instansi yang telah memiliki kerjasama dengan BM
Banjarmasin, misalnya PLN, BI, Koperasi TKBM, BPJS, Jamsostek, dan
lainnya. Alur pelayanan resep kredit dilaksanakan sebagai berikut:
a) Pasien membawa resep dari dokter,
b) Dicek kelengkapan resep,
c) Pasien diminta untuk menyerahkan tanda anggota dan mengisi tanda
terima obat,
d) TTK menyiapkan barang atau obat yang diminta dalam resep,
e) Resep diteruskan kepada TTK untuk menyiapkan barang atau obat
yang diminta dalam resep,
f) Setelah obat disiapkan dan diberi etiket, TTK memeriksa kembali
kesesuaian obat dengan resep.
g) Obat diserahkan oleh TTK dan diberikan informasi dosis, cara
pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan.
h) Resep diproses pemberian harga dan pencatatan resep kredit dibuku
resep kredit.
Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam melakukan pelayanan
perbekalan farmasi termasuk didalamnya obat-obatan di Apotek Kimia
Farma 188 adalah skrining resep, antara lain:
1. Persyaratan administrasi, meliputi:
a) Nama, SIP, dan alamat dokter.
b) Tanggal penulisan resep.
c) Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.

34

d) Nama, alamat umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien jika perlu.
e) Nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta.
f) Cara pemakaiannya yang jelas.
g) Informasi lainnya.
2. Kesesuaian farmasetik, meliputi: bentuk sediaan, dosis, serta cara dan
lama pemberian.
3. Pertimbangan klinis, meliputi: adanya

efek samping, interaksi,

kesesuaian (dosis, jumlah obat dan lain-lain), dan adanya alergi/


hipersensitivitas terhadap obat tertentu.
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikomunikasikan kepada
dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif
seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
Dalam melayani resep racikan Apotek Kimia Farma 188 memiliki
standar ketetapan atau SOP meracik obat. SOP meracik obat Apotek Kimia
Farma 188 dapat dilihat pada gambar 3.2.

Siapkan alat yang akan digunakan dalam meracik


dan bersihkan meja untuk meracik
Hitung jumlah obat yang akan diracik pada resep
Siapkan obat yang diminta pada resep
Periksa ulang obat yang telah diambil dan
pastikan obat tersebut tepat sediaan dan
dosis
Peracikan
Mortir atau Blender
Ayak bila perlu

Puyer
Kapsul

Kemas

Sirup

Beri etiket

Salep

35

Gambar 3.2 SOP Peracikan Obat di Apotek Kimia Farma 188

Pelaksanaan SOP meracik obat di Apotek Kimia Farma 188 pada


kenyataannya berikut ini:
1. Obat khusus racikan disusun disatu tempat untuk memudahkan dalam
pencarian obat.
2. Petugas peracikan obat tidak menggunakan sarung tangan, dan jas
khusus.
3. Ayakan untuk serbuk tidak dipisahkan antara antibiotik golongan beta
laktam dengan antibiotik non beta laktam.
3.5 Pelayanan Informasi Obat Apotek Kimia Farma 188
Pelayanan informasi obat diberikan pada saat penyerahan obat kepada
pasien. Pemberian informasi obat dilakukan oleh Apoteker, jika Apoteker
sedang tidak berada di tempat pemberian informasi obat akan dilakukan
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian senior. Dalam penulisan etiket meliputi
tanggal penulisan nama pasien, nomor resep, aturan pakai, nama obat,
kegunaan obat dan jumlah obat. Pemberian informasi yang diberikan kepada
pasien adalah sebagai berikut:
Waktu penggunaan obat.
Lama penggunaan obat.
Cara penggunaan obat.
Khasiat atau kegunaan obat.
Interaksi obat (Jika ada).
Efek samping obat (Jika perlu).
3.6 Pelaporan Obat Apotek Kimia Farma 188
Obat-obat Bebas, Bebas Terbatas, Keras, dan Obat Wajib Apotek di
Apotek Kimia Farma 188 tidak dibuat pelaporan khusus, jika ada pelaporan
juga terbatas pada pelaporan internal.
Pelaporan khusus dilakukan untuk obat psikotropika dan narkotika.
Laporan penggunaan psikotropika dan narkotika dibuat 4 rangkap dan
dilaporkan setiap 1 bulan sekali, yaitu 1 rangkap untuk Dinas Kesehatan
Kota Banjarmasin, 1 rangkap untuk Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan, 1 rangkap untuk Badan Besar POM, dan 1 rangkap kepada
Business Manager PT. Kimia Farma, serta disimpan sebagai arsip apotek.
BAB IV

38

PENUTUP

4.1

Kesimpulan
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker.
2. Perencanaan di Apotek Kimia Farma 188 menggunakan metode
kombinasi yaitu di lihat dari pola penyakit (epidemiologi) dan
penggunaan obat sebelumnya (konsumsi).
3. Pengadaan obat di Apotek Kimia Farma 188 dilakukan dengan metode
pengadaan langsung dan pengadaan yang bersumber dari konsinyasi
dengan cara terpusat di Business Manager (BM) berdasarkan permintaan
dari apotek.
4. Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 188 berdasarkan farmakologi,
alfabetis, golongan obat, bentuk sediaan dan obat-obat pareto serta FIFO
dan FEFO.
5. Penyimpanan obat psikotropika dan narkotika berdasarkan sediaan dan
alfabetis.
6. Pelayanan obat di Apotek Kimia Farma 188 terdiri dari beberapa macam
yaitu pelayanan obat bebas (swalayan), pelayanan obat tanpa resep
dokter (obat keras dan obat wajib dokter)/ UPDS , pelayanan obat dengan
resep dokter, dan pelayanan resep kredit yang bekerjasama dengan Kimia
Farma.
7. Pelayanan informasi obat yang dilakukan adalah dengan informasi sesuai
obat pasien yaitu waktu penggunaan obat, lama penggunaan obat, cara
penggunaan obat, khasiat atau kegunaan obat dan segala informasi obat
yang diperlukan.
8. Pelaporan untuk obat psikotropika dan narkotika setiap 1 bulan sekali
dibuat sebanyak 4 rangkap, yaitu 1 rangkap untuk Dinas Kesehatan Kota
Banjarmasin, 1 rangkap untuk Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan, 1 rangkap untuk Badan Besar POM, dan 1 rangkap kepada
Business Manager PT. Kimia Farma, serta disimpan sebagai arsip apotek.
4.2 Saran

39

1. Apotek Kimia Farma 188 dapat mempertahankan proses perencanaan


dan pengadaan obat yang sudah terstruktur dengan baik, sehingga
kekosongan obat sangat minim terjadi.
2. Pengadaan obat di Apotek Kimia Farma 188 sudah baik, sehingga harus
dipertahankan.
3. Apotek Kimia Farma 188 dapat mempertahankan proses pelayanan obat
yang dapat memberikan kepuasan kepada pasien.
4. Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 188 pada umumnya sudah
baik, tetapi pengelolaan penyimpanan digudang obat yang harus
diperbaiki.
5. Pelaporan untuk obat psikotropika dan narkotika sudah sesuai aturan dan
sudah ada yang bertanggung jawab terhadap pelaporan tersebut.
6. Kerja sama yang sudah terjalin antara Akademi Farmasi-ISFI
Banjarmasin dengan pihak Apotek Kimia Farma 188 agar terus
dikembangkan dan dipertahankan untuk tahun-tahun selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan makanan RI, 2012, Peraturan Kepala Badan
Pengawas

Obat

dan

Makanan

Republik

Indonesia

Nomor

HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara


Pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta.
Bogadenta, A., 2012, Manajemen Pengelolaan Apotek, D-Medika, Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1976, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9
tahun 1976 tentang Narkotika, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1978, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 28/MenKes/PER/1978 tentang Penyimpanan Narkotika,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1997, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika, Jakarta.

40

Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/2004 tentang Standar Pelayanan di
Apotek, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2007,

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

284/MENKES, Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta.
Joenoes, N.Z., 2009, Ars Prescribendi Resep Yang Rasional Jilid 1 Edisi 2,
Airlangga University Press, Surabaya
Hartini, Y.S., dan Sulasmono, 2012, Apotek Edisi Revisi, Penerbit Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
McKenzie, J.F., Pinger, R.R., Kotecki, J.E., 2003, Kesehatan Masyarakat Suatu
Pengantar Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Rizkia, R., 2013, Laporan Praktik Kerja Lapangan di Apotek Kimia Farma 383
Pinus Sultan Adam Banjarmasin, AKFAR ISFI, Banjarmasin.
Rosita, R., Widiyanto, R., Hamzah, A., Suswani, L., Hartoko, P., 2013,
Manajemen Farmasi Kelas XII, Pilar Utama Mandiri, Jakarta.
Surahman, E.M., 2011, Konsep Dasar Pelayanan Kefarmasian Berbasiskan
Pharmaceutical Care, Widya Padjadjaran, Bandung.
Syamsuni, H.A., 2006, Ilmu Resep, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Wulandari, E.E., 2013, Laporan Praktik Kerja Lapangan di Apotek Kimia Farma
188 Banjarmasin, AKFAR ISFI, Banjarmasin.

42

LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 188 S. Parman Banjarmasin

43

Keterangan:
Warna Hijau : Pegawai Tetap
Warna Biru : Pegawai Tidak Tetap
Warna Coklat : Pegawai Honorer

Lampiran 2. Alur Pelayanan Resep di Apotek Kima Farma 188 Banjarmasin


Pasien membawa resep

Resep diperiksa kelengkapan dan keabsahannya:


- Nama dokter, SIP, alamat
- Paraf dokter

44

Diperiksa resep rasional atau tidak, obat


tersedia atau tidak

Resep dihitung dosis, jumlah dan harga obat

Kasir
(pembayaran sesuai harga obat yang diambil)

Pasien diberi struk pembayaran untuk bukti pengambilan obat

Penyiapan dan Peracikan

Pemberian etiket
(Putih untuk obat dalam) dan Biru (untuk obat luar)

Pemeriksaan ulang
Nama obat, sediaan, etiket, no resep, nama pasien

Penyerahan obat dan informasi tentang obat

Lampiran 3. Contoh Surat Pesanan Psikotropika

45

Lampiran 4. Contoh Surat Pesanan Narkotika

46

Lampiran 5. Contoh Bon Obat Antar Outlet

47

Lampiran 6. Contoh Kartu Stok

48

Lampiran 7. Contoh Kuitansi Pembayaran Resep

49

Lampiran 8. Contoh Etiket Putih dan Etiket Biru

Lampiran 9. Contoh Copy Resep

50

Lampiran 10. Bangunan Kimia Farma 188 Banjarmasin

51

Lampiran 11. Melayani Pasien

Lampiran 12. Swalayan Farmasi dan Alkes

52

Lampiran 13. Penyimpanan Obat Generik (Sediaan Tablet dan Salep) dan
Obat Paten Sediaan Tetes

53

Lampiran 14. Penyimpanan Obat Produksi PT. Kimia Farma dan Pareto A

Lampiran 15. Penyimpanan Obat Paten dan Obat Generik Sediaan Sirup

54

Lampiran 16. Penyimpanan Obat didalam Kulkas

Lampiran 17. Penyimpanan Obat Psikotropika dan Narkotika

55

b.

Studi Kasus
Penyimpanan obat digudang Apotek Kimia Farma 188 Banjarmasin yang
tidak berdasarkan urutan abjad (alfabetis).

56

1. Latar Belakang
Bagi apotek, gudang memiliki peran penting dalam memberikan
layanan kesehatan bagi masyarakat. Gudang merupakan sarana pendukung
kegiatan kefarmasian, khususnya menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan
obat jadi yang siap untuk diberikan kepada pasien.
Pengelolaan penyimpanan dalam apotek merupakan salah satu bagian
dari sistem suplai obat, dimana gudang menjadi tempat pemberhentian
sementara barang sebelum dialirkan, dan berfungsi mendekatkan barang
kepada pemakai hingga menjamin kelancaran permintaan dan keamanan
persediaan.
Dalam

membentuk

efisiensi

pergudangan

perlu

diperhatikan

penggunaan ruangan yang ada secara optimal untuk penyimpanan dan


mengurangi penggunaan ruangan untuk barang yang seharusnya tidak
disimpan digudang. Gudang merupakan tempat menyimpan barang-barang
persediaan yang memang sangat dibutuhkan dan harus ditempatkan digudang.
Jangan sampai menempatkan sesuatu yang semestinya tidak masuk dalam
daftar simpan gudang. Sebab, hal ini akan menyulitkan atau mengganggu
proses kerja pergudangan dalam mmbantu pelayanan yang berkaitan dengan
gudang.
Penyusunan obat dan perbekalan farmasi lainnya di apotek merupakan
faktor yang menentukan saat bangunan gudang dirancang, termasuk cara
pengelompokkan sediaan. Sebaiknya, pengelompokkan berbagai jenis,
jumlah, volume, dan kondisi penyimpanan khusus, dapat dilakukan
berdasarkan farmakologi, produsen/ sumber dana, kelompok farmasetika.
Atau hal-hal lain. Misalnya, pengaturan dilakukan berdasarkan kelas terapi,
indikasi klinis, urutan abjad (alfabetis), atau tingkat pemakaian (Bogadenta,
2012).
2. Tujuan
a. Memelihara mutu obat.
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
c. Menjaga kelangsungan persediaan.
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
3. Kasus/ Permasalahan

57

Penyimpanan obat digudang Apotek Kimia Farma 188 Banjarmasin


yang tidak berdasarkan urutan abjad (alfabetis).
4. Pembahasan/ penyelesaian
Gudang yang ada di Apotek Kimia Farma 188 Banjarmasin sebenarnya
cukup luas dan sudah memiliki rak-rak yang mana setiap rak sudah diberi
tanda/ label sepeti untuk penyimpanan obat berdasarkan pareto dan
berdasarkan farmakologi. Namun, pada kenyataannya dilapangan penyusunan
obat di dalam gudang belum berdasarkan alfabetis atau berdasarkan abjad.
Maka dari itu perlu diperhatikan lagi penyimpanan obat digudang
Apotek Kimia Farma 188 Banjarmasin agar berdasarkan urutan abjad
(alfabetis) sehingga mutu obat dapat terpelihara karena adanya pengontrolan,
meminimalisir terhindarnya penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga kelangsungan persediaan sebab tidak hanya melalui sistem
komputerisasi stok obat tersebut, melainkan juga melihat stok fisik obat, dan
memudahkan pencarian dan pengawasan. Selain itu penyimpanan secara
alfabetis juga sangat memudahkan karyawan dalam mengambil obat karena
mudah terlihat dan tersusun rapi. Sedangkan pengadaan obat juga dapat
menjadi lebih efektif.
Untuk pengelolaan digudang hendaknya perlu sumber daya manusia
khusus yang tugasnya hanya untuk mengelola obat di dalam gudang saja yang
mana tidak ikut dalam pelayanan diluar. Apabila sumber daya manusia sudah
di penuhi maka pimpinan apotek dapat memberikan tugas yang sesuai dalam
melakukan manajemen di dalam gudang apotek, sehingga pengelolaan obat
didalam gudang dapat terkontrol dan pengadaan obat juga akan menjadi
efisien.
5. Kesimpulan
Penyimpanan obat digudang Apotek Kimia Farma 188 Banjarmasin
masih belum efektif dan efisien karena tidak berdasarkan urutan abjad
(alfabetis).
6. Daftar Pustaka

58

Bogadenta,

A.,

Yogyakarta.

2012,

Manajemen

Pengelolaan

Apotek,

D-Medika,

Anda mungkin juga menyukai