Disusun oleh:
Ovie Ferdianti
173110139 ( D )
LAMPUNG
2021
A. Senyawa metabolit Flavonoid dan Alkaloid
1. Definisi Flavonoid
Dalam tumbuhan flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon
flavonoid yang mungkin terdapat dalam satu tumbuhan dalam bentuk kombinasi
glikosida (Harbone, 1987). Aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat)
terdapat dalam berbagai bentuk struktur (Markham, 1988).
2. Golongan flavonoid
O O
Flavones Flavonols
O O
Isoflavones Flavanones
O
O
Chalcones Aurones
3. Fungsi zat bagi tumbuhan
Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida.
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih tersebar
daripada yang lainnya. Flavonoid memberikan warna kuning atau jingga, antosianin
memberikan warna merah, ungu atau semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali hijau.
Secara biologis, flavonoid memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan pada tanaman
oleh serangga. Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat bersifat menolak sejenis
ulat tertentu.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun
dalam bunga. Sebagai pigmen bunga, flavonoid berperan jelas dalam menarik burung dan
serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tidak bewarna tetapi menyerap sinar UV,
barangkali penting juga dalam mengarahkan serangga. Fungsi flavonoid lainnya bagi tumbuhan
yang mengandungnya adalah untuk mengatur pertumbuhan, fotosintesis, kerja antimikroba dan
antivirus. Aktivitas antioksidasi yang juga dimiliki oleh komponen aktif flavonoid tertentu
digunakan untuk menghambat pendarahan dan antiskorbut.
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Flavonoid mempunyai
banyak manfaat, di antaranya sebagai antioksidan, antimutagenik, antineoplastik (antitumor atau
antikista) dan vasodilator (melebarkan pembuluh darah). Antioksidan pada flavonoid berperan
mencegah kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radikal bebas sehingga flavonoid dapat
digunakan untuk mengendalikan sejumlah penyakit pada manusia. Kemampuan flavonoid dalam
menangkap radikal bebas 100x lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif
dibandingkan vitamin E.
Beberapa flavonoid seperti morin, fisetin, kuersetin, katekin dan gosipetin berkhasiat
sebagai antioksidan dan dapat menghambat oksidasi LDL (low density Lipoprotein). Bagi
organisme yang menghasilkannya, flavonoid berfungsi melindungi tumbuhan dari sinar UV,
serangga, fungi (jamur), virus, bakteri, sebagai atraktan pollinator, antioksidan, kontrol hormon,
dan penghambat enzim
Oleh karena itu flavonoid dalam bidang farmasi dijadikan oabt herbal karena flafonoid
kaya akan manfaat bagi kesehatan.
1. Definisi Alkaloid
2. Golongan Alkaloid
Alkaloid dibagi menjadi 3 tipe yaitu alkaloid sejati, protoalkaloid dan pseudoalkaloid.
Adapun fungsi yang dapat diperoleh atas alkaloid, beberapa fungsi alkaloid yang terjadi
pada tumbuhan, antara lain :
Pada Alkaloid ini bisa berguna sebagai suatu hasil dari proses pembuangan gas nitrogen,
Contohnya seperti asam urat dan urea.
Dapat dijadikan sebagai sebuah tempat menyimpan gas nitrogen, meskipun begitu tetapi
masih sering bisa difungsikan sebagai metabolisme.
Biasa digunakan untuk pelindung dan menjaga tumbuhan atas berbagai jenis serangan
parasit. Contohnya seperti hama, bahkan dapat juga melindunginya dari pemangsa
lainnya.
alkaloid merupakan golongan senyawa yang mengandung nitrogen aromatik dan paling
banyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Sebagian besar alkaloid berupa zat padat, tidak berwarna, berasa pahit, memiliki efek
farmakologis dan umumnya sukar larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut nonpolar
seperti kloroform dan eter. Alkaloid merupakan turunan dari asam amino lisin, ornitin,
fenilalanin, tirosin, dan triptofan (Harborne, 1987). Alkaloid dalam bidang kesehatan dipakai
sebagai antitumor, antipiretik (penurun demam), antinyeri (analgesik), memacu sistem saraf,
menaikkan dan menurunkan tekanan darah, dan melawan infeksi mikrobia
Pengambilan bahan aktif dari suatu tanaman, dapat dilakukan dengan ekstraksi. Dalam proses
ekstraksi ini, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari yang sesuai sifat kepolarannya. Metode
ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya
penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak
yang sempurna atau mendekati sempurna (Ansel, 1989). Metode-metode ekstraksi yang sering
digunakan diantaranya :
a. Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan
sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar)
disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari
cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok
kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu
maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute. Semakin besar perbandingan cairan
pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigt, 1995).
b. Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkolator), yang memiliki
jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara terus-menerus
dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk
kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara terus-menerus, akan terjadi proses maserasi
bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana, tidak terjadi ekstraksi yang sempurna dari
simplisia karena akan terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan
disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui suplai bahan pelarut segar, perbedaan konsentrasi
tadi selalu dipertahankan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan (praktis
jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95%) (Voigt, 1995).
c. Soxhletasi
Soxhletasi dilakukan dalam sebuah alat yang disebut soxhlet. Cairan penyari diisikan pada labu,
serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring, atau tabung yang berlubang-lubang dari
gelas, baja tahan karat, atau bahan lain yang cocok. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih.
Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan kembali oleh
pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia. Cairan
penyari sambil turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia. Karena adanya sifon maka setelah
cairan mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan kembali ke labu (Anonim, 1986).
Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang
terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas,
logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa
bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi)
(Stahl, 1985).
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob
seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Sebagai fase diam digunakan senyawa yang tak bereaksi
seperti silica gel atau alumina. Silica gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk
memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang
biasa digunakan adalah kalsium sulfat (Sastrohamidjojo, 1991).
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber
radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780) dengan
memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik
yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak
dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995).
Flavonoid diduga dapat membentuk ikatan pada kedudukan yang lain dengan campuran asam
borat dan asam sitrat pada pemanasan, dan dikenal dengan pereaksi sitroborat. Sampai saat ini
mekanisme reaksi yang terjadi antara flavonoid dengan pereaksi sitroborat belum diketahui
secara pasti. Sedangkan warna/fluoresensi yang terbentuk adalah fluoresensi kuning-kuning
kehijauan di bawah sinar UV366 nm (Pramono, 1989).
B. PEMBAHASAN JURNAL
Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir, berkhasiat untuk meningkatkan
nafsu makan (stomatik), penurun demam (antipiretik), peluruh keringat (diaforetik), penyegar,
TBC kelenjar, nyeri pada rematik dan keputihan (Dalimartha, 1999). Penelitian- penelitian telah
dilakukan dan menunjukkan bahwa daun beluntas memiliki aktivitas antibakteri karena adanya
senyawa flavonoid (Purnomo, 2001). Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terdapat dalam daun beluntas (Pluchea indica L.).
Dari proses isolasi akan didapatkan isolat-isolat suatu senyawa atau kumpulan senyawa
sehingga dapat mempermudah untuk melakukan identifikasi senyawa-senyawa yang terdapat
dalam simplisia. Sedangkan identifikasi diperlukan untuk mengetahui jenis senyawa flavonoid
yang berada dalam simplisia.
Isolasi dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi menggunakan pelarut etanol 96% p.a
selama 7 hari dan partisi menggunakan pelarut n-heksana yang menghasilkan ekstrak kental
daun beluntas. Ekstrak yang diperoleh dipisahkan dengan Kromatografi Lapis Tipis
menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5). Isolat 3, hasil dari pemisahan
Kromatografi Lapis Tipis positif mengandung senyawa golongan flavonoid. Dari spektrum Ultra
Violet - Visibel, dapat diduga bahwa senyawa flavonoid tersebut merupakan golongan flavonol,
yang dapat dilihat dari rentang panjang gelombangnya yaitu antara 250-280 nm (pita II) dan
350-385 nm (pita I).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa flavonoid dapat di
isolasi dan di identifikasi dari daun beluntas dengan metode kromatografi lapis tipis dan
spektrofotometer UV-Vis dan jenis senyawa flavonoid yang ditemukan ialah flavonol.
Rimpang lengkuas merah banyak digunakan sebagai obat dengan umbi berserat kasar,
bagian luar mengkilat dan berwarna merah, bagian dalam berwarna putih serta mempunyai
aroma yang khas [2]. Rimpang Alpinia purpurata secara luas digunakan pada pengobatan
penyakit perut, kudis, panu, dan menghilangkan bau mulut. Rimpang lengkuas merah juga
dianggap memiliki khasiat sebagai anti tumor dan anti kanker terutama tumor di bagian mulut
dan lambung. Selain itu lengkuas merah ternyata juga mempunyai peran dalam memperpanjang
umur simpan atau mengawetkan makanan karena aktifitas antimikroba .
Kandungan senyawa kimia dari tumbuhan yang memiliki bioaktifitas umumnya berasal
dari metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid dan lain-lain. Sedangkan
hasil uji fitokimia dalam fraksi etil asetat rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata)
dilaporkan mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, saponin, flavonoid, fenolik dan steroid.
C. ANALISIS
Dari hasil penelitian kedua jurnal dengan menggunakan metode penyarian telah sesuai
dengan literatur yang ada dengan di tandai ditemukan nya flavonoid flavonoid dapat di isolasi
dan di identifikasi dari daun beluntas dengan metode kromatografi lapis tipis dan
spektrofotometer UV-Vis dan jenis senyawa flavonoid yang ditemukan ialah flavonol.
Dan Dari hasil dapat disimpulkan Senyawa yang telah diisolasi dari rimpang lengkuas
merah (Alpinia purpurata) merupakan golongan alkaloid. Hasil analisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis, FTIR dan LC-MS menunjukkan bahwa isolat alkaloid diduga
mengandung senyawa piperin (C17H19NO3)
D.kesimpulan
Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Trubus Agriwidya : Jakarta.
Hariana, A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 1. Penebar Swadaya : Jakarta.
Kardinan, A., Kusuma F., R. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Agromedia
pustaka : Jakarta.
Lenny, S. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan
Metoda Uji Brine Shrimp. F- MIPA Universitas Sumatera Utara : Medan.
Purnomo, M. 2001. Isolasi Flavonoid dari Daun Beluntas (Pluchea indica Less) yang
Mempunyai Aktivitas Antimikroba.
Terhadap Penyebab Bau Keringat. Universitas Airlangga.
Rahayu, L. 2009. Isolasi dan Identivikasi senyawa flavonoid dari Biji Kacang Tunggak (Vigna
unguiculata L.). Universitas Brawijaya Malang.
[1] Fajar Budi Laksono, Enny Fachriyah, Dewi Kusrini, Isolasi dan Uji Antibakteri Senyawa
Terpenoid Ekstrak N-Heksana Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata), Jurnal
Kimia Sains dan Aplikasi, 17, 2, (2014) 37-42
[2] Fauziah Muhlisah, Temu-temuan dan Empon- empon Budidaya dan Manfaatnya, Kanisius,
[4] Hasnah Mohd Sirat, Md Liamen, Chemical constituents of Alpinia purpurata, Pertanika
Journal of Science & Technology, 3, 1, (1995) 67-71
[7] Reimmel Kwame Adosraku, James Oppong Kyekyeku, Isaac Yaw Attah, Characterization
and HPLC quantification of piperine isolated from Piper guineense (fam. Piperaceae),
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 5, Issue 1, (2013)
[8] Xiu-Mei Wang, Qi-Zhi Zhang, Jian Yang, R_H Zhu, Jun Zhang, Li-Jing Cai, Wen-Xing
Peng, Validated