Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN FARMASI INDONESIA

KELOMPOK 2

Disusun oleh :

1. Fannisa Dini Larasati (211030700291)


2. Muhammad Syakhih (211030700311)
3. Mutmainah (211030700290)
4. Safira Nurul Islam Saputri (211030700297)
5. Sindi Nurul Fazriah (211030700303)
FARMASI
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu
penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi
mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi
farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat
(drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula
penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep
(prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara
lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada
pemakai.
Pendidikan Farmasi Di Indonesia
Pendidikan Farmasi, khususnya pendidikan tinggi sering berubah dengan perubahan tuntutan
zaman. Pendidikan tinggi secara umum dituntut untuk menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan
lebih relevan terhadap kebutuhan masyarakat. Khususnya bidang Farmasi di era reformasi ini semakin
banyak didirikan perguruan tinggi swasta yang menyelenggarakan pendidikan Farmasi. Demikian pula
terjadi pada pendidikan program profesional di bidang kesehatan, yang semakin dituntut mutu lulusan yang
tinggi, sehingga Sekolah Perawat, Sekolah Menengah Farmasi, dan lain-lain ditingkatkan menjadi setingkat
Akademi (Program D-3 atau D-4), yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Propinsi, dan dikelompokkan dalam
Politeknik Kesehatan (POLTEKKES).
Dari sejarah perkembangan kefarmasiaan di Indonesia tampak besarnya peranan pendidikan
menengah farmasi (Sekolah Asisten Apoteker), khususnya pada saat langkanya tenaga kefarmasian
berpendidikan tinggi. Pada saat peralihan sampai dikeluarkannya PP 25 tahun 1980, masih dimungkinkan
adanya ”Apotik Darurat” yaitu Apotik yang dikelola oleh Asisten Apoteker yang sudah berpengalaman
kerja. Tenaga menengah farmasi ini masih sangat diperlukan dan perperanan, khususnya pada Farmasi
Komunitas, baik di Apotik maupun di Rumah Sakit. Dengan bertambahnya tenaga farmasi berpendidikan
tinggi, peranan ini akan semakin kecil, sehingga perlu dipikirkan untuk meningkatkan pendidikan AA ini
setingkat akademi (lulusan SMA). Mulai tahun 2000, pendidikan menengah ini mulai “phasing out”,
ditingkatkan menjadi Akademi Farmasi.
Tantangan pembangunan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang yang merupakan
tantangan bagi Pendidikan Tinggi Farmasi di Indonesia ialah menghasilkan produk pendidikan
tinggi yang memenui Standar Profesi Apoteker (Standard Operating Procedure = SOP) sebagai
berikut :
➢ Turut mengupayakan obat yang bekerja spesifik, relatif aman yang dapat meringankan penderitaan akibat
penyakit.
➢ Memberikan sumbangan untuk mengungkapkan mekanisme terinci dari fungsi normal dan fungsi abnormal
organisme.
➢ Mengupayakan obat yang bekerja spesifik, relatif aman yang dapat memodifikasi penyakit; memulihkan
kesehatan; mencegah penyakit.
➢ Mengupayakan obat yang dapat membantu kebehrasilan intervensi dengan cara lain (bukan obat) dalam
upaya kesehatan.
➢ Menciptakan metode untuk mendeteksi sedini mungkin kelainan fungsional pada manusia.
➢ Menggali dan mengembangkan sumber alam Indonesia yang dapat diperbaharui atau pun tidak dapat
diperbaharui untuk tujuan kefarmasian.
➢ Menciptakan cara baru untuk penyampaian obat ke sasaran yang harus dipengaruhinya dalam organisme.
➢ Mengembangkan metode untuk menguji, menciptakan norma dan kriteria untuk meningkatkan secara
menyeluruh daya guna dan keamanan obat dan komoditi farmasi, maupun keamanan lingkungan dan bahan
lain yang digunakan manusia untuk kepentingan kehidupannya.
➢ Membangun sistem farmasi Indonesia dan sistem pengejawantahan profesi farmasi yang efisien dan efektif
selaras dengan konstelasi budaya, geografi dan lingkungan Indonesia.
Sejarah Perkembangan Pendidikan Farmasi di Indonesia
Perkembangan pendidikan tinggi kefarmasian di Indonesia dapat dibagi dalam era
pra Perang Dunia II, Zaman Pendudukan Jepang dan pasca Proklamasi Kemerdekaan
Sebelum Perang Dunia II, selama penjajahan Belanda hanya terdapat beberapa Apoteker
yang berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Tenaga kefarmasian yang dididik
di Indonesia hanya setingkat Apoteker (AA), yang mulai dihasilkan tahun 1906. Pelaksanaan
Pendidikan AA ini dilakukan magang ada Apotik yang ada Apotekernya dan setelah periode
tertentu seorang calon menjalani ujian. Pada tahun 1918 dibuka sekolah Asisten Apoteker
yang pertama dengan penerimaan murid lulusan MULO Bagian B (Setingkat SMP). Pada
tahun 1937 jumlah Apotik di seluruh Indonesia hanya 37. Pada awal Perang Dunia ke-2
(1941) Apoteker warga negara asing sehingga banyak terdapat Apotik di Indonesia. Untuk
mengisi waktu itu diberi izin kepada dokter untuk mengisi jabatan di Apotik, juga diberi izin
kepada dokter untuk membuka Apotik-Dokter (Dokters-Apotheek) di daerah yang belum
ada Apotiknya.
Jenjang Pendidikan Farmasi di Indonesia
Farmasi adalah sebuah jurusan dalam bidang kesehatan yang
memiliki prospek lulusannya sebagai Apoteker. Namun sebelum
menyandang gelar Apoteker, mahasiswa yang kuliah di jurusan ini harus
mengampu studi profesi selama satu tahun. Pendidikan farmasi sendiri
tersedia dari tingkat SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dimana
pendidikannya ditempuh hanya selama 3 tahun.
Lulusan farmasi dari SMK memang dipersiapkan sebagai lulusan
yang dapat langsung bekerja di lapangan. Sehingga lulusannya ini harus
mengikuti uji kompetensi dimana harus mengerjakan 4 resep dalam 2 jam
dengan jurnal beserta sediaan. Dari ujian inilah siswa mendapat STRTTK
(Surat Tanda Registrasi Tenaga Tekhnis Kefarmasian) sebagai bentuk
surat izin untuk melakukan praktek kefarmasian.
Sistem Pendidikan di Sekolah Farmasi terdiri dari
empat tahap atau strata, yaitu :

1. Sarjana atau Strata-1 (S1) yang dirancang selesai dalam 4 tahun dengan
gelar Sarjana Sains/S.Si (Prodi Sains dan Teknologi Farmasi), Sarjana
Farmasi/S.Farm (Prodi Farmasi Klinik dan Komunitas).
2. Profesi Apoteker yang dirancang selesai dalam 1 (satu) tahun dengan
gelar Apt. (Apoteker).
3. Magister atau Strata-2 (S2) yang dirancang selesai dalam 2 tahun
dengan gelar Magister Sain.
4. Doktoral yang dirancang selesai dalam 3 tahun dengan gelar Doktor.
Standar Kurikulum Pendidikan Farmasi
Penyelenggaraan pendidikan farmasi di Indonesia saat ini
mengacu pada kurikulum nasional yang ditetapkan oleh APTFI (Asosiasi
Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia) pada tahun 2008 yaitu Kurikulum
Inti Program Pendidikan Sarjana Farmasi dan Kurikulum Program
Pendidikan Apoteker Hasil evaluasi diri menunjukkan bahwa
implementasi kurikulum nasional tersebut masih bervariasi, mutu lulusan
antar PTF masih bervariasi, dan kompetensi lulusan belum mampu
sepenuhnya memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan(stakeholders).
Standar kurikulum pendidikan farmasi dalam naskah ini dirancang
berbasis standar kompetensi yang telah disusun sebelumnya.
Pengembangan kurikulum mengikuti prinsipprinsip berikut:

1. Tujuan utama pendidikan sarjana farmasi adalah mempersiapkan lulusan sarjana yang
dapat mengembangkan dirinya pada jenjang pendidikan profesi atau pada jenjang
Pendidikan akademik lanjut, atau dapat bekerja di bidang kefarmasian.
2. Tujuan utama pendidikan apoteker adalah mempersiapkan lulusan apoteker yang dapat
bekerja secara profesional pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat melalui
pelayanan kefarmasian berbasis individu dan komunitas.
3. Pendidikan sarjana farmasi dan pendidikan apoteker harus memberikan dasar yang kuat
untuk melanjutkan ke pendidikan lanjut pada jalur pendidikan akademik (magister,
doktor) maupun pada jalur pendidikan profesi (spesialis).
4. Pengembangan kurikulum menerapkan pola integrasi horisontal dan vertikal, muatan
ilmu dirancang seimbang dengan muatan praktik, dan diberikan pengenalan dini (early
exposure) pada profesi farmasi.
5. Strategi pembelajaran berfokus pada mahasiswa (student-centred learning).
6. Standar kompetensi ini meliputi 80% dari total kurikulum program studi.
Model Kurikulum
Kurikulum pendidikan sarjana farmasi dan pendidikan profesi
apoteker dikembangkan menggunakan model kurikulum berbasis
kompetensi (outcome-based), dengan pendekatan terintegrasi horizontal
maupun vertikal, berorientasi pada penyelesaian masalah-masalah terkait
keamanan dan keberhasilan penggunaan obat dalam pelayanan kesehatan
primer pada tingkat individu dan masyarakat. Kurikulum dilaksanakan
dengan pendekatan/strategi pembelajaran terpusat kepada peserta didik
(student-centered learning).
Struktur dan Durasi Kurikulum
Struktur dan Durasi Kurikulum Struktur kurikulum
terbagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu:
1. Tahap pendidikan sarjana farmasi, dan

2. Tahap pendidikan profesi apoteker.

Tahap pendidikan sarjana farmasi dirancang dengan


beban minimal 144 sks dilaksanakan dalam waktu 8
(delapan) semester, sedangkan tahap pendidikan profesi
apoteker dirancang dengan beban minimal 36 sks
dilaksanakan dalam waktu 2 (dua) semester.
Kesimpulan
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari segala seluk-beluk
mengenai obat. Ilmu farmasi adalah terapan dari tiga bidang ilmu yaitu
kedokteran, kimia, dan biologi. Ruang lingkup ilmu farmasi tak hanya
berfokus pada bidang ilmu eksakta, melainkan juga pada bidang ilmu
sosial seperti Manajemen Farmasi dan Farmakoekonomi.
Perkembangan pendidikan Farmasi di Indonesia telah ada sejak
dulu sampai sekarang, dengan seiring berjalannya waktu, pendidikan
farmasi di Indonesia meliputi 6 jenjang, yaitu SMK Farmasi, D3
Farmasi, S1 Farmasi, Profesi Apoteker, Magister atau Strata-2 (S2),
dan Doktoral.
Saran
Sebagai penerus profesi farmasi di
harapkan kita mampu berpegang teguh pada
pedoman-pedoman farmasi yang kita punya.
Menjadikan profesi farmasi menjadi
lebih berkembang lagi tentunya dengan
kualitas dan kuantitas yang baik.
Do you have
any question?

Anda mungkin juga menyukai